Disusun Oleh:
Sixtus Resa Tandisau
112020011
Pembimbing:
dr.Ahmad Fauzi, Sp.THT-KL
PENDAHULUAN
1
Fistula pre aurikula sering ditemukan gejala didepan tragus berbentuk bulat
atau lonjong dengan ukuran se ujung pensil. Dari muara fistel sering keluar cairan
yang berasal dari kelenjar sebasea.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Anatomi Telinga
Telinga terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga
bagian tengah dan telinga bagian dalam. Setiap bagian telinga bekerja dengan tugas
khusus untuk mendeteksi dan menginterpretasikan bunyi.8
1. Telinga Luar9
Telinga luar terdiri dari Pinna (daun telinga), meatus akustikus eksterna dan
membrane timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan
kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan
suara menuju meatus akustikus eksterna. Meatus akustikus eksterna selain sebagai
tempat penyimpanan serumen, juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas telinga
dalam 3000-4000Hz. Saluran ini memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Gendang telinga
atau membrane timpani memiliki ketebalan sekitar 0,1cm dan luas sekitar 65mm2.
Gendang telinga menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah.
Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan tinggi
dan rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani bergetar ke
dalam dan keluar. Supaya membran tersebut dapat secara bebas bergerak kedua arah,
tekanan udara istirahat pada kedua sisi membran timpani harus sama. Membran
sebelah luar terekspos pada tekanan atmosfer yang melewati meatus akustikus ekterna
sedangkan bagian dalam menghadapi tekanan atmosfer dari tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah ke faring. Secara normal, tuba ini tertutup tetapi dapat
dibuka dengan gerakan menguap, mengunyah dan menelan.
2. Telinga Tengah8,10,11
3
Telinga tengah terdiri dari 3 buah tulang (ossicle) yaitu malleus, incus dan
stapes. Malleus menempel pada membrane timpani sedangkan stapes menempel pada
oval window yang merupakan gerbang menuju koklea yang berisi cairan. Saat
membran timpani bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan frekuensi yang
sama, mentransmisikan frekuensi tersebut menuju oval window. Tiap-tiap getaran
menghasilkan pergerakan seperti gelombang pada cairan di telinga dalam dengan
frekuensi yang sama dengan gelombang suara aslinya. Sistem ossiclemengamplifi-
kasikan tekanan dari gelombang suara pada udara dengan dua mekanisme untuk
menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pertama adalah karena permukaan area dari
membran timpani lebih besar dari oval window, tekanan di tingkatkan ketika gaya
yang mempengaruhi membran timpani disampaikan oleh ossicle ke oval window
(tekanan = gaya/area). Tambahan tekanan tersebut penting untuk menghasilkan
pergerakan cairan pada koklea.
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan m.
stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor timpani dan
berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf trigeminus. Otot
ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah dalam sehingga menjadi lebih
tegang.dan meningkatkan frekuensi resonansisistem penghantar suara dan
melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M. stapedius berorigo di dalam
eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna stapes, hal ini
menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan meningkatkan
resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini berfungsi mempertahankan ,
memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat
mencegah kerusakan organ koklea.8
4
jaringan sehingga tekanan di bagian dalam gendang telinga berkurang. Apabila karena
suatu hal tuba Eustachius tidak membuka, perbedaan tekanan akan menyebabkan
gendang telinga cekung ke dalam dan mengurangi kepekaan telinga.11
3. Telinga Dalam8,12
Koklea adalah sebuah struktur yang menyerupai siput yang merupakan bagian
dari telinga dalam yang merupakan sistem tubular terkurung yang berada didalam
tulang temporalis. Berdasarkan panjangnya, komponen fungsional koklea dibagi
menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklear yang
ujungnya tidak terlihat di kenal sebagai skala media, yang merupakan kompartemen
tengah. Bagian yang lebih diatasnya adalah skala vestibuli yang mengikuti kontur
dalam spiral dan skala timpani yang merupakan kompartemen paling bawah yang
mengikuti kontur luar dari spiral.Cairan di dalam skala timpani dan skala vestibuli
disebut perilimfe. Sementara itu, duktus koklear berisi cairan yang sedikit berbeda
yaitu endolimfe. Bagian ujung dari duktus koklearis dimana cairan dari kompar-temen
atas dan bawah bergabung di sebut dengan helikotrema. Skala vestibuli terkunci dari
telinga tengah oleh oval window, tempat stapes menempel. Sementara itu, skala
timpani dikunci dari telinga tengah dengan bukaan kecil berselaput yang disebut
round window. Membran vestibular tipis membentuk langit-langit duktus koklear dan
memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris mem-bentuk dasar duktus
koklear yang memisahkannya dengan skala timpani. Membran basilarisini sangat
penting karena di dalamnya terdapat organ korti.
5
Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekaniksuara (getaran
cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang
menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak dengan
membran tektorium yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel reseptor ini
tertekuk maju-mundur ketika membran basilaris mengubah posisi relatif terhadap
membran tektorium.Deformasi mekanis maju-mundur rambut-rambut ini secara
bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel rambut
sehingga terjadi perubahan potensial depolarisasi dan hiper-polarisasi yang
bergantian. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan
ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus auditorius
(kokhlearis).Lintasan impuls auditori selanjutnya menuju ganglion spiralis korti, saraf
VIII, nukleus koklearis di medula oblongata, kolikulus superior, korpus genukulatum
medial, korteks auditori di lobus temporalis serebri. Sementera sel-sel rambut dalam
mengirim sinyal auditorik ke otak melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi
sinyal ke otak tentang suara yang datang. Sel-sel rambut luar secara aktif dan cepat
berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial membran, suatu
perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depo-
larisasi dan memanjang pada hiperpolarisasi.
6
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dijalnjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran
(area 39-40) di lobus temporalis.
7
2.4 Kelainan Telinga Luar3
2.6 Epidemiologi
2.10 Diagnosis
Penegakkan diagnosis pada fistula/sinus/cyst pre auricula
dengan :
Anamnesis :3,7
1. Keluhan yang dirasakan, beberapa orang datang dengan
sudah adanya keluhan keluar cairan.
2. Sudah berapa lama
3. Cairan yang keluar berwarna apa, warna putih
4. Sepanjang hari apa tidak
9
5. Ada keluhan lain yang menyertai beberapa dengan keluhan
nyeri, kemerahan, demam
Pemeriksaan Fisik :19
1. Diagnosis fistula preaurikular kongenital dapat ditegakkan
dengan ditemukannya muara fistula didepan telinga yang terdapat sejak
lahir
Pemeriksaan Penunjang :20
1. Darah Lengkap : Peningkatan leukosit
2. Kultur Kuman : beberapa pasien datang sudah ada keluhan
keluar cairan dari fistula/sinus pre aurikular dimana perlu diketahui,
dikarenakan kuman yang sering ditemukan yaitu : Staphylococcus
epidermidis (31%), Staphylococcus aureus (31%), Peptococcus Species
(15%), dan Proteus Species (8%).
3. USG : Ditemukan saluran sinus yang membengkak dan
peningkatan aliran darah disekitar sinus.
4. Fistulografi : Penentuan lokasi sinus dan panjang salurannya
yaitu dengan menyuntikkan cairan kontras melalui muara sinus dan
kemudian dilakukan pemeriksaan radiologik (fluoroscopy) dan lakukan
pengambilan foto.
2.11 Tatalaksana :
Pencegahan :20
1.Pencegahan terhadap infeksi dapat dilakukan dengan
melakukan pembersihan muara dari sumbatan dengan alkohol atau
cairan antiseptik lainnya secara rutin .
Farmakologis : Antibiotik yang sering digunakan untuk
fistula pre aurikula yang sudah mengalami infeksi yaitu : Gentamisin,
ofloksasin, sefuroksim dan amoksisilin-klavulanat.21,22
Non Farmakologi : Terdapat beberapa kesepakatan
mengenai indikasi dilakukan tindakan pembedahan pada sinus preaurikular.
Walaupun terdapat pendapat keadaan asimptomatik dapat diindikasikan untuk
pembedahan, namun pada umumnya para ahli berpendapat bahwa indikasi
pembedahan adalah setelah terjadi dua kali infeki yang berurutan atau infeksi
persisten.23
10
Contoh pembedahan :
1. Sinektomi Simpel :24
Sinektomi simpel. Sinektomi simpel atau teknik bedah
standar, prosedur pembedahannya adalah dengan dilakukan insisi elips
disekitar muara sinus dilanjutkan diseksi ramifikasi pada jaringan
subkutaneus dengan tetapi traktus kemudian dibuka dan diseksi dengan
percabangannya mengikuti perbedaan gambaran epitelium di bawah
pembesaran. Percabangan yang lebih kecil dan traktus diikuti hingga akhir.
11
Gambar 2 : Insisi supra – aurikuler, (A)
incision line, (B) Skin incision
3. Eksisi Luas25
pada kulit akibat terjadinya abses. Infeksi yang berat atau terjadinya abses
mengakibatkan jaringan nekrotik yang luas sehingga membutuhkan eksisi
yang luas. Untuk meminimalkan eksisi jaringan sehat pada kasus ini dapat
digunakan teknik eksisi luas dengan insisi angka 8. Insisi elips dilakukan
pada dua tempat, yaitu pada lubang muara sinus dan lubang akibat abses
beserta jaringan nekrotiknya. Flap kulit dielevasi kemudian dilakukan
diseksi sampai perikondrium. Diseksi dilanjutkan sampai batas fasia
temporalis dan mengangkat seluruh jaringan yang inflamasi secara seksama.
Dalam prosedur tersebut sering menjumpai arteri dan vena temporalis
superfisialis sehingga ke dua pembuluh tersebut dapat diligasi agar lapang
pandang. operasi menjadi jelas. Luka operasi dijahit dan dipasang drain.
12
Gambar 4 : Tahapan operasi dengan insisi angka delapan
4. Teknik inside-out26
13
Gambar 5 : Teknik Inside Out
BAB III
KESIMPULAN
14
Sinus preaurikular adalah anomali kongenital yang terjadi karena malformasi
selama penggabungan celah brakialis cabang pertama dan kedua yang membentung
telinga selama perkembangan embrionik (Alfian F, et al 2018). Sedangkan menurut
departemen otorhinolaryngology di India, sinus preaurikular adalah kelainan bawaan
dari telinga luar yang biasanya tanpa gejala. Pada kelainan kongenital pre auricular
tidak ada gejala gejala yang muncul, tetapi ada beberapa yang merasakan keluhan
seperti keluarnya cairan dari sinus, eritema, discharge dan nyeri. Etiologi sinus
preauricular dan fistula tidak sepenuhnya ditemukan, namun, mereka dianggap
sebagai malformasi kongenital, di mana baik cacat perkembangan auricular
embriologis. Penatalaksanaan sinus pre aurikula ada 3 yaitu, pencegahan,
farmakologis dan non farmakologis. Pencegahan terhadap infeksi dapat dilakukan
dengan melakukan pembersihan muara dari sumbatan dengan alkohol atau cairan
antiseptik lainnya secara rutin. Antibiotik yang sering digunakan untuk fistula pre
aurikula yang sudah mengalami infeksi yaitu : Gentamisin, ofloksasin, sefuroksim dan
amoksisilin-klavulanat.Selain itu ada juga dilakukan pembedahan jika Terdapat
beberapa kesepakatan mengenai indikasi dilakukan tindakan pembedahan pada sinus
preaurikular yaitu menurut pendapat para ahli bahwa indikasi pembedahan adalah
setelah terjadi dua kali infeki yang berurutan atau infeksi persisten.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
thtklada99f6a28full.pdfCunha J. P. Chronic Rhinitis and Post-Nasal Drip
Symptoms, Causes, Treatment. 2018 [cited 2018 Oktober 1].
2. Lili I(2012). Majalah Kedokteran Andalasan No 2 Vol
36.Fisiologi Medik Proses Pendengaran. Stephen, G et al. (2018).
3. Alfian F, Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar: 2018.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher.
16
12. DobieRA.Noise Induced Hearing Loss.Otolaryngology Head
and Neck Surgery, 4thEd Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams&
Wilkins.2006. 2190-201
13. Siti N. Pola Kuman Aerob. RSUP.H.Adam Malik Medan.
Medan. http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20nursiah.pdf
14. Ricko M, Jacky M, Yan E, Nirza W % Rossy R. Inejksi
Kortikosteroid Intratimpani Sebagai Salvage Therapy pada pasien Tuli
Mendadak. 2018. Journal Kesehatan Andalas.
15. Yu, C. V., Khera, K. D., Pauwels, J., & Chadha, N. K. (2016).
Prevalence and ethnic variation of pre-auricular sinuses in children.
International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, 80, 43–48.
doi:10.1016/j.ijporl.2015.11.008
16. Yoo, H., Park, D. H., Lee, I. J., & Park, M. C. (2015). A
Surgical Technique for Congenital Preauricular Sinus. Archives of
Craniofacial Surgery, 16(2), 63. doi:10.7181/acfs.2015.16.2.63, Yu, C. V.,
Khera, K. D., Pauwels, J., & Chadha, N. K. (2016). Prevalence and ethnic
variation of pre-auricular sinuses in children. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology, 80, 43–48. doi:10.1016/j.ijporl.2015.11.008
17. Richa G, Anil A, Poorey V (2015). Preauricular sinus : a
clinicopathological study.3(11), DOI: http://dx.doi.org/10.18203/2320-
6012.ijrms20151175
18. Kumar Chowdary, K. V. S., Sateesh Chandra, N., & Karthik
Madesh, R. (2013). Preauricular Sinus: A Novel Approach. Indian Journal of
Otolaryngology and Head & Neck Surgery, 65(3), 234–236.
doi:10.1007/s12070-012-0520-y.
19. Didit Y. Penatalaksanaan Sinus PreAuricular Kongenital.
Journal Kedokteran Unram. 2017.
20. Tian, H., & Zhong, C. (2018). Postoperation of preauricular
fistula cellulitis caused by methicillin-resistant staphylococcus aureus
infection. Journal of Otology, 13(3), 111–113. doi:10.1016/j.joto.2018.07.002
21. Adobamen PO, Ediale J. Presentation and bacteriological
pattern of preauricular sinus in. Gomal Journal of Medical Sciences. 2012
17
22. Medscape. Preauricular treatment . Diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/845288-overview#a1
23. Leopardi G, Chiarella G, Conti S, Cassandro E. Surgical
treatment of recurring preauricular sinus: supra-auricular approach. Acta
Otorhinolaryngol Ital. 2008;28(6):302–305
24. Gan EC, Anicete R, Tan HKK, Balakrishnan A. Preauricular
sinuses in the pediatric population: techniques and recurrence rates.
International journal of pediatric otorhinolaryngology. 2013;77(3):372– 378.
25. Huang WJ, Chu CH, Wang MC, Kuo CL, Shiao AS. Decision
making in the choice of surgical management for preauricular sinuses with
different severities. Otolaryngology–HeadandNeckSurgery. 2013;148(6):959–
964
26. Baatenburg de Jong RJ. A new surgical technique for treatment
of preauricular sinus. Surgery. 2005;137(5):567–570
Laporan Kasus
1. Anamnesis :
Seorang anak laki-laki umur 3 tahun 6 bulan datang ke Poliklinik THT-KL
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 11 April 2011 dengan keluhan utama
bengkak di bagian belakang daun telinga kanan yang mengeluarkan cairan
yangberbau. Bengkak sudah ada sejak kecil. Keluar cairan berwarna putih
kekuningan yang berbau hilang timbulsejakumur 1 tahun. Bengkak kadang terasa
sakit bila sedang infeksi.Terdapat lubang kecil dipuncak pembengkakan. Lobang
kecil ini telah terlihat sejak anak lahir. Riwayat trauma pada telinga tidak ada.
Gangguan pendengaran tidak ada, dapatberbicara dengan lancar sesuai dengan
usianya, dan telah mulai bicara sejak umur 1 tahun. Anak pertama dan belum
mempunyai adik. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini. Buang air kecil
biasa. Demam tidak ada. Pasien telah berobat 2 minggu sebelumnya dengan
keluhan yang sama dan telah diberi terapi antibiotik. Saat ini cairan yang keluar
sudah minimal.
2. Pemeriksaan :
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis kooperatif dan tidak demam. Pada pemeriksaan lokalis THT
didapatkan telinga kiri dalam batas normal. Telinga kanan; pada daun telinga
kananterdapat bengkak pada daerah helikssedikit diatas lobulus, membesar kearah
belakang permukaan sama dengan kulit sekitarnya.Konsistensi kenyal padat, tidak
18
nyeri, berbatas tegas, ukuran 1,5cm x 1,5cm x 1cm terdapat lubang kecil di puncak
pembengkakan, terdapat cairan berwarna putih keruh berbau. Retroaurikuler
dekstra tidak ada kelainan.Liang telinga lapang, membran timpani utuh refleks
cahaya positif. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan hemoglobin 12,1g%, leukosit 12.000/mm3,
hematokrit 38%, trombosit 180.000/mm3, PT 12,0, APTT 41,4.
3. Diagnosis :
Diagnosis kerja pada saat ini ditegakkan suspek sinus preaurikuler tipe varian
auris dekstra
4. Tatalaksana :
Amoksilin asam klavulanat syrup 3x125mg. Direncanakan untuk sinektomi
dalam narkose umum.
5. Laporan Operasi :
Pada tanggal 19 April dilakukan operasi sinektomi dalam narkose umum.
Laporan operasi:
Pasien tidur terlentang di meja operasi dalam narkose umum.
Dilakukan prosedur aseptik anstiseptik di daerah operasi.
Dilakukan evaluasi saluran sinus dengan jarum iv kateter no 18 masuk lebih
kurang 1,5cm ke arah medial posterior konka.
Dilakukan infiltrasi dengan lidokain : epinefrin 1:200.000.kemudian saluran
sinus ditandaidengan menyuntikkan metilen blue ke dalam sinus.
Insisi elips pada daerah sekitar pit.
Saluran dicari dan dilepas dari jaringan sekitar secara tajam.
Sakus ditemukan melengket ke kartilago konka.
Sakus diangkat bersama dengan kartilago konka tempat sakus menempel, dan
dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi.
Luka operasi dibersihkan dan dijahit tanpa dipasang salir
Operasi Selesai
19
Gambar 2 : Sinus yang Telah di Angkat
9. Kontrol :
20
didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran komposmentis kooperatif,
demam tidak ada. Luka operasi kering tanda infeksi tidak ada. Jahitan dibuka.
Terapi amoksilin asam klavulanat 3x125mg
21