B. Definisi
Neuroma akustik adalah tumor jinak yang tumbuh lambat pada saraf
cranial VIII, biasanya tumbuh dari sel schwan pada bagian ventribuler saraf
ini. ( Brunner & Suddart dkk, 2002, hal : 2060 ).
Neuroma akustikus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
berkembangnya tumor non kanker pada syaraf cranial ke delapan yang
menghubungkan telinga dalam dengan otak. (Nn:2011)
Akustik Neuroma adalah satu tumor kecil yang tumbuh dalam saraf
vestibul, berdekatan dengan saraf pendengaran. Saraf vestibul adalah
bertanggungjawab untuk memberi keseimbangan, dan saraf pendengaran
adalah bertanggungjawab untuk pendengaran. Ia juga di kenali sebagai
"Tumor Telinga". (Nn : 2012)
C. Etiologi
1. Idiopatik
Neuroma Akustik dapat terjadi secara idiopatik (artinya masih
belum di ketahui secara pasti penyebabnya).
2. Neurofibromatosis (NF2)
Sebuah neuroma akustik disebabkan oleh perubahan atau tidak
adanya kedua gen supresor tumor di NF2 sel saraf. Setiap orang memiliki
sepasang gen NF2 di setiap sel tubuh mereka termasuk sel saraf mereka.
Satu NF2 gen diwariskan dari sel telur ibu dan NF2 satu gen diwariskan
dari sel sperma dari ayah. NF2 gen bertanggung jawab untuk membantu
mencegah pembentukan tumor pada sel saraf. Khususnya gen NF2
membantu mencegah neuromas akustik.
Hanya satu gen berubah dan berfungsi NF2 adalah diperlukan
untuk mencegah pembentukan neuroma akustik. Jika kedua gen NF2
menjadi berubah atau hilang di salah satu sarung mielin sel saraf vestibular
kemudian sebuah Neuroma akustik biasanya akan berkembang.
Kebanyakan sepihak neuromas akustik hasil ketika NF2 gen menjadi
spontan berubah atau hilang. Seseorang neuroma akustik dengan sepihak
bahwa telah mengembangkan secara spontan tidak pada peningkatan risiko
untuk memiliki anak dengan neuroma akustik. Beberapa akustik neuromas
sepihak Hasil dari kondisi NF2 keturunan. Hal ini juga kemungkinan
bahwa beberapa neuromas akustik mungkin sepihak disebabkan oleh
perubahan dalam gen lainnya yang bertanggung jawab untuk mencegah
pembentukan tumor. (Hendra Kusdiantoro: 2011)
D. Manifestasi klinis
Gejala yang paling sering timbul pada pasien dengan neuroma akustik
(Brunner & Suddart.2002) adalah :
1. Titinus unilateral
2. Kehilangan pendengaran dengan atau tanpa vertigo
3. Gangguan keseimbangan
4. Tuli
E. Patofisiologi
Sebagian besar neuromas akustik berkembang dari investasi sel
Schwann dari bagian vestibular dari syaraf vestibulocochlear. Kurang dari 5%
timbul dari saraf koklea. Saraf superior dan inferior vestibular tampaknya
saraf asal dengan sekitar frekuensi yang sama. Secara keseluruhan, 3 pola
pertumbuhan yang terpisah dapat dibedakan dalam tumor akustik, sebagai
berikut: (1) tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan, (2)
pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / y pada studi imaging), dan (3)
pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / y pada studi imaging). Meskipun
neuromas akustik yang paling tumbuh lambat, beberapa tumbuh cukup cepat
dan dapat ganda dalam volume dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun.
Meskipun beberapa tumor mentaati satu atau lain dari pola-pola
pertumbuhan, yang lain tampaknya alternatif antara periode pertumbuhan
tidak ada atau lambat dan pertumbuhan yang cepat. Tumor yang telah
mengalami degenerasi kistik (mungkin karena mereka telah melampaui suplai
darah mereka) kadang-kadang mampu ekspansi relatif cepat karena
pembesaran komponen kistik mereka. Karena tumor akustik timbul dari sel
Schwann investasi, pertumbuhan tumor umumnya kompres serat vestibular di
permukaan. Penghancuran serat vestibular lambat, akibatnya, banyak pasien
mengalami ketidakseimbangan sedikit atau tidak atau vertigo. Setelah tumor
telah berkembang cukup besar untuk mengisi kanal auditori internal, hal itu
mungkin melanjutkan pertumbuhan tulang baik dengan memperluas atau
dengan memperluas ke sudut cerebellopontine. Pertumbuhan dalam sudut
cerebellopontine umumnya bulat.
Tumor akustik, seperti lesi menempati ruang-lain, menghasilkan
gejala dengan salah satu dari 4 mekanisme dikenali: (1) kompresi atau
distorsi dari ruang cairan tulang belakang, (2) perpindahan dari batang otak,
(3) kompresi kapal memproduksi iskemia atau infark , atau (4) kompresi dan /
atau atenuasi saraf.
Karena sudut cerebellopontine relatif kosong, tumor dapat terus
tumbuh sampai mereka mencapai 3-4 cm sebelum mereka menghubungi
struktur penting. Pertumbuhan seringkali cukup lambat bahwa saraf wajah
dapat menampung ke peregangan dikenakan oleh pertumbuhan tumor tanpa
kerusakan klinis jelas fungsi. Tumor yang timbul dalam pendengaran kanal
internal dapat menghasilkan gejala-gejala yang relatif awal dalam bentuk
gangguan pendengaran atau gangguan vestibular dengan menekan saraf
koklea, saraf vestibular, atau arteri labirin tulang dinding saluran pendengaran
internal.
Sebagai tumor pendekatan 2,0 cm diameter, ia mulai untuk kompres
permukaan lateral batang otak. pertumbuhan lebih lanjut dapat terjadi hanya
dengan penekanan atau menggusur batang otak ke sisi kontralateral. Tumor
yang lebih besar dari 4 cm sering memperpanjang cukup jauh anterior untuk
menekan saraf trigeminal dan menghasilkan hipestesia wajah. Sebagai tumor
terus tumbuh di luar 4 cm, penghapusan progresif dari saluran air otak dan
ventrikel keempat terjadi dengan perkembangan akhir hidrosefalus. (Nn :
2012)
F. Komplikasi
1. Paralis nervus facialis
Kelumpuhan saraf facialis terjadi karena adanya penekanan pada nervus
VII oleh tumor yang semakin membesar.
2. Kebocoran cairan cerebrospinal
Tumor tumbuh besar dan menekan otak kecil sehingga menyebabkan
hidrocepalus obstruktif.
3. Nyeri wajah dan kesulitan menelan
Karena tumor tumbuh terus menerus hingga berukuran sekitar 4 cm, maka
akan menekan saraf trigeminus dan menekan saraf cranial IX, X, XII,
sehingga nyeri wajah dan kesulitan menelan. ( Brunner & Suddart : 2002 )
G. WOC
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes gliserin :
Pasien diberikan minuman gliserin 1,2 ml/kg BB setelah diperiksa tes
kalori dan audiogram. Setelah dua jam diperiksa kembali dan
dibandingkan.
2. Audiogram :
Tuli sensorineural, terutama nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan
rekrutinen.
Kadang audiogram dehidrasi dilakukan di mana pasien diminta meminum
zat penyebab dehidrasi, seperti gliserol atau urea, yang secara teoritis
dapat menurunkan jumlah hidrops endolimfe.
3. Elektrokokleografi menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang
menderita penyakit meniere.
4. Elektronistagmogram bisa normal atau menunjukkan penurunan respons
vestibuler.
5. CT scan atau MRI Kepala
6. Elektroensefalografi
7. Stimulasi kalorik. (Nn : 2011)
I. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Tindakan pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti
meklizin (antivert), yang menekan sistem vestibuler. Tranquilizer seperti
diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu
mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai
pengobatan jangka panjang.
Antiemetik seperti supositoria prometazin (phenergan) tidak hanya
mengurangi mual dan muntah tapi juga vertigo karena efek
antihistaminnya. Diuretik seperti Dyazide atau hidroklortiazid kadang
dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan
tekanan dalam sistem endolimfe.
Pasien harus diingatkan untuk makan-makanan yang mengandung kalium,
seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan diuretik yang
menyebabkan kehilangan kalium.( Nn : 2011)
b. Bedah
Dekompresi sakus endolimfatikus atau pintasan secara teoritis akan
menyeimbangkan tekanan dalam ruangan endolimfe. Pirau atau drain
dipasang di dalam sakus endolimfatikus melalui insisi postaurikuler.
Obat ortotoksik, seperti streptomisisn atau gentamisisn, dapat
diberikan kepada pasien dengan injeksi sistemik atau infus ke telinga
tengah dan dalam.
Prosedur labirinektomi dengan pendekatan transkanal dan
transmastoid juga berhasil sekitar 85% dalam menghilangkan vertigo,
namun fungsi auditorius telinga dalam juga hancur.
Pemotongan nervus nervus vestibularis memberikan jaminan
tertinggi sekitar 98% dalam menghilngkan serangan vertigo. Dapat
dilakukan translabirin (melali mekanisme pendengaran) atau dengan cara
yang dapat mempertahankan pendengaran (suboksipital atau fosa kranialis
medial), bergantung pada derajat hilangnya pendengaran. Pemotongan
saraf sebenarnya mencegah otak menerima masukan dari kanalis
semisirkularis. (Nn : 2011)
2. Diet
a. Tujuan Diet
Menurut Sunita Almatsier (2004) tujuan umum penatalaksanaan diet pada
tumor adalah:
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal.
2) Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan
penyakit serta daya terima pasien.
3) Mencegah atau menghambat penurunan BB secara berlebihan.
4) Mengurangi rasa mual, muntah dan diare.
5) Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan
oleh pasien dan keluarganya.
b. Prinsip Diet
Pada dasarnya perencanaan makan untuk pasien tumor harus mengikuti
prinsip berikut:
1) Tinggi Energi
2) Tinggi Protein
3) Tinggi Vitamin dan Mineral.
c. Syarat Diet
1) Energi tinggi, yaitu 36 Kkal/kg BB normal untuk laki-laki dan 32
Kkal/kg BB normal untuk perempuan, apabila penderita berada pada
kondisi gizi kurang maka kebutuhan energi menjadi 40 Kkal/kg BB
normal untuk laki-laki dan 36 Kkal/kg BB normal untuk perempuan.
Atau dapat diberikan Energi Tinggi berdasarkan BBI, PB, Usia,
aktivitas, dan Penyakit Penderita (Faktor Stres Kanker: 1,5 menurut
Titus, 2000), diberikan untuk memenuhi kebutuhan tubuh Penderita
yang meningkat dan mempertahankan status gizi Penderita pada kondisi
normal.
2) Protein tinggi, yaitu 1,5 gr/kgBBI untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan jaringan tubuh serta untuk mempercepat penyembuhan.
3) Lemak Cukup, yaitu 25% dari kebutuhan Energi tubuh pasien karena
dapat merangsang rasa eneg/mual.
4) Karbohidrat cukup, sisa dari kebutuhan energi total sebagai sumber
energi utama.
5) Vitamin cukup, sesuai kebutuhan normal untuk menunjang proses
metabolisme dalam tubuh serta sebagai antioksidan, terutama Vit. A, C,
E dan K.
6) Mineral cukup, sesuai kebutuhan normal untuk menunjang proses
metabolisme dalam tubuh serta untuk mempercepat penyembuhan luka
jaringan, terutama Fe, Zn dan Na.
7) Serat diberikan cukup, yaitu 25g/hr agar tidak terlalu memberatkan
kerja organ pencernaan.
8) Cairan diberikan cukup, yaitu 100 cc/KgBBI/hr untuk mencegah
dehidrasi akibat kehilangan cairan melalui perdarahan, dll.
9) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan frekuensi sering, yaitu 3
kali makan utama dan 2 kali selingan.
10) Pemberian makanan secara bertahap, baik dari jumlah Energi dan Zat
gizi maupun konsistensinya mulai dari bentuk cair, lunak, dan biasa.
Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung macam
pembedahan dan keadaan Px.
11) Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau
normal. (Muhamad Reza Pahlevi : 2012)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. umur
2. keluhan utama
3. Riwayat peyakit dahulu
4. Riwayat keluarga keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami
pasien. Hal ini sangat di butuhkan karena pada Neuroma Akustik yang
beretiologi pada herediter atau keturunan.
5. Pengkajian fisik dan Pola-pola fungsi kesehatan.
a. Pemeriksaan fisik telinga
a) Inspeksi : pada telinga terlihat adanya benjolan/pertumbuhan
abnormal.
b) Palpasi : terasa nyeri ketika di palpasi area telinga bagian tengah
b. Pola tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat mengenai gaya hidup klien yang tidak sehat.
c. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan untuk makan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
d. Pola eliminasi
Klien dengan Neuroma Akustik pola defekasinya lancar, peristaltic usus
normal, tidak terjadi inkontinensia urine.
e. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena vertigo yang di alami klien.
kelemahan.
f. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat
klien.
g. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan pendengaran.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pola pendengaran klien berkurang serta daya pemahaman terhadap sesuatu
tidak efektif. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.
i. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien tidak mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan pada muka dan ekstremitas normal.
j. Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
k. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan vertigo. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
ECG
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan Pasien. Jakarta :
EGC.
Nn. 2011. “Asuhan Keperawatan Syndrome Meniere”, (Online),
(http://www.kapukonline.com/2011/09/askepasuhankeperawatansyndrome
maniere.html, diakses pada 10 Mei 2012).
Nn. 2012. “Askep Neuroma Akustikus”, (Online), (http://katumbu.blogspot.com
/2012/04/askep-neuroma-akustik.html, diakses pada 10 M ei 2013)
Nn. 2012. “Neuroma Akustikus”, (Online), (http://www.persify.com/id/
perspectives/medical-conditions-diseases/neuroma-
akustikus951000103162, diakses pada 10 Mei 2013)
Nn. 2012. “Rawatan Herba Akustikus Neuroma”, (Online), (http://
thetole.org/MalayHerbalMedicine/Rawatan_Herba_Akustik_Neuroma.htm
l, diakses pada 10 Mei 2013)
Pahlevi, Muhamad Reza. 2012. “Terapi Diet untuk Kanker atau Tumor”,
(Online), (http://muhamadrezapahlevi.blogspot.no/2012/05/terapi-diet-
untuk-kanker-atau-tumor.html, diakses pada 10 Mei 2013)