Anda di halaman 1dari 10

RESUME

AUDIOMETRI DAN PENALA

DISUSUN OLEH :
MERY OKTIKA SARI
H1A009032

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN THT


RUMAH SAKIT M. YUNUS KOTA BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014

I. Tes penala
Tujuan : Untuk menilai ada tidaknya gangguan pendengaran (tuli/hearing
loss) dan membedakan tuli hantaran (conductive hearing loss) dan
tuli sensorineural (sensorineural hearing loss).
Kontraindikasi : Tidak ada kontraindikasi
Tes penala didasarkan pada 2 prinsip utama, yaitu:
Telinga dalam lebih sensitif terhadap hantaran suara oleh udara dibandingkan oleh
tulang.
Bila ada gangguan pada hantaran suara oleh udara, telinga yang terganggu akan
lebih sensitif terhadap hantaran oleh tulang, disebut tuli hantaran murni
(conductive hearing loss).
Garputala yang digunakan adalah garputala dengan frekuensi 512 Hz.

Tes tenala meliputi:


Tes rinne
Tes rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang,
sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli hantaran (conductive hearing loss).
Cara kerja:
Getarkan penala dengan memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan
atau diapit kedua ujung oleh kedua jari.
Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu pasien.
Tanyakan apakah terdengar bunyi dengungan di telinga yang diperiksa atau
tidak. Jika terdengar, minta pasien memberi tanda apabila dengungan telah
hilang.
Setelah pasien memberi tanda, pemeriksa mengangkat penala dari processus
mastoideus lalu tempatkan penala didepan lubang telinga. Setelah itu,
prosedur diatas dibalik.
Interpretasi hasil:
Tes rinne positif Masih mendengar dengungan melalui hantaran
aerotimpanial/ setelah garpu tala tidak terdengar pada hantaran tulang, bunyi
masih terdengar pada hantaran udara selama beberapa detik/menit.
Tes rinne negatif Tidak mendengar dengungan melalui hantaran
aerotimpanial.

Tes weber
Tes weber dilakukan setelah tes rinne, bertujuan untuk membedakan tilu hantaran
dan tuli sensorineural.
Cara kerja:
Getarkan penala dengan memukul salah satu ujung jarinya ke telapak tangan
atau diapit kedua ujung oleh kedua jari.
Posisikan lalu tekan penala pada dahi pasien di garis tengah kepala (vertex,
dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri).
Tanyakan pada pasien apakah terdengar dengungan pada kedua auricular atau
tidak, kemudian apakah dikedua sisi sama atau ada yang lebih kuat (lateralisasi).
Interpretasi hasil:
Suara terdengar sama keras di telinga kiri atau kanan Tidak ada
lateralisasi/normal. Jika terdengar lebih keras di satu sisi ada lateralisasi. Jika
lateralisasike arah telinga yang terganggu tuli hantaran. Jika lateralisasi ke arah
telinga kontralateral (telinga yang sehat) tuli sensorineural.

Tes schwabach
Tes schwabach bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan, diletakkan pada processus mastoideus pemeriksan terlebih
dahulu, sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera di
pindahkan pada processus mastoideus telinga pasien dan sebaliknya untuk
konfirmasi.
Interpretasi hasil:
Schwabach normal Pemeriksa tidak mendengar dengungan penala setelah
pasien menyatakan dengungan hilang.
Schwabach memendek Pemeriksa masih mendengarkan dengungan penala
setelah pasien menyatakan dengungan telah hilang.
Schwabach memanjang Dengungan akan terdengar lebih lama oleh penderita
dibanding pemeriksa.

Interpretasi hasil pemeriksaan tes penala


Rinne Weber schwabach Hasil
Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan Normal
pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit memanjang Tuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat memendek Tuli sensorineural

Tuli konduktif adalah ketulian yang disebabkan kerusakan atau gangguan pada
sistem konduksi. Gangguan sistem konduksi telinga luar, misalnya berupa
sumbatan meatus eksternus. Gangguan pada sistem konduksi telinga tengah,
misalnya perforasi membran timpani.
Tuli sensorinural adalah ketulian yang disebabkan oleh kelainan pada koklea dan
jalur persarafan auditori.
Tuli konduktif Tuli sensorineural
Trauma Trauma
Radang Radang
Kongenital Kongenital
Tumor Tumor
Benda asing, MAE, serumen Ototoksik
Otosklerosis Penyakit SPP

II. Audiometri
Uji audimetrik yang paling dikenal adalah audiometri ambang nada murni. Uji yang
dikerjakan menggunakan alat elektronik dan teknik standar dalam ruang kedap suara
mampu menentukan derajat keparahan tuli melalui skala frekuensi dari 250 hingga
8000 Hz. Disetiap frekunsi derajat tuli diukur dan direkam pada skala desibel
logaritmik dengan mengacu kepada pendengaran normal pada frekunesi bersangkutan.
Audiometri dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran:
Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran.
Mengindikasikan kehilangan pendengaran.
Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis.
Mancatatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada frekuensi yang berbeda.
Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing
telinga pada suatu rentang frekunsi).
Pemeriksaan perlu dilakukan di dalam ruang kedap bunyi namun di ruang yang
hening pun hasilnya memuaskan.
Hal yang perlu diingat dalam pencatatan:
Gunakan tinta merah untuk telinga kanan dan tinta biru untuk telinga kiri
Hantaran udara (air conduction = AC)
Kanan =O
Kiri =X
Hantaran tulang (Bone conduction = BC)
Kanan =(
Kiri =)
Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus (____________) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus (- - - - - - - - -) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.

Persiapan alat:
Nyalakan Power Audiometer 10 Menit sebelum pemeriksaan
Tombol :
Output :Untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC
atau BC,
Frekuensi :Memilih nada
Hearing Level :Mengatur Intensitas
Tone :Memberikan Sinyal
Masking :Memberikan bunyi Masking pada NTE (Non-
Test Ear) apabila diperlukan
Persiapan Pasien:
Pemeriksaan kemampuan komunikasi Penderita sebelum pemeriksaan
Telinga mana yang mampu mendengar lebih jelas
Telinga mana yang lebih sering digunakan bertelepon
Pemeriksaan Tinitus
Daya tahan terhadap suara yang keras
Pemeriksaan Liang Telinga
Periksa dan bersihkan dahulu liang telinga dari serumen
Memberikan instruksi secara singkat dan sederahana
Penderita menekan tombol (atau mengangkat tangan) saat mendengar sinyal
yang diberikan.
Saat sinyal tidak terdengar, penderita diminta untuk tidak menekan tombol.

Posisi Pemeriksaan
Penderita duduk dikursi .
Penderita tidak boleh melihat gerakan pemeriksa
Minimal menghadap 30o dari posisi pemeriksa

Presentasi Sinyal
Nada harus diberikan selama 1 3 detik (bisa diatur dengan Pulse)
Nada harus diberikan secara acak (ireguler)
Pasien tidak boleh :
Melihat gerakan pemeriksa.
Menebak interval waktu pemberian sinyal.

Pemeriksaan Air Conduction (AC)


Mulai pada telinga yang lebih baik
Frekwensi :
Mulai pada 1000 Hz, kemudian naik sampai ke frekuensi 8000 Hz, dan
kembali lagi ke 500 Hz dan 250 Hz.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada frekwensi 1000 Hz.
Bila terjadi perubahan 20 dB atau lebih, antar oktaf perlu dilakukan pemeriksaan
pada oktaf.
Intensitas awal diperoleh dengan memberikan sinyal yang terdengar jelas (50 dB
atau 60 dB)
Bila tidak terdengar, naikkan 20 dB secara gradual hingga memperoleh respon
Bila ada respon, turunkan 10 dB hingga tidak terdengar
Bila telah tidak tidak terdengar, naikkan 5 dB hingga terdengar.
Lakukan berulang hingga diperoleh ambang terendah
Ambang terendah diperoleh pada respon terhadap 2 kali perangsangan ulangan
dengan cara yang sama (turun 10 dB, naik 5 dB)
Lakukan cara tersebut pada semua frekwensi
Pemeriksaan Bone Conduction (BC)
Hanya dilakukan bila ambang AC meningkat. Bila AC berada dalam batas normal,
BC tidak diperlukan.
Vibrator harus dipasang pada mastoid pasien dengan baik, dengan sedikit
penekanan.
Cara pemeriksaan sama dengan AC, tetapi dengan frekuensi dan intensitas yang
terbatas (500 Hz s.d. 4000 Hz, hanya sampai 45 dB 80 dB)

Derajat pendengaran/ambang pendengaran (ISO)


Intensitas pada frekunesi 500 Hz + 1000 Hz + 2000 Hz = ......dB
3
0 25 dB = Normal
26 40 dB = Tuli ringan
41 60 dB = Tuli sedang
61 90 dB = Tuli berat
> 91 dB = Tuli Sangat berat
Bila ada perbedaan ambang pendengaran >10 dB, perbedaan ini disebut GAP.

Audiogram normal
AC & BC Sama atau kurang < 25 dB
AC & BC Berimpit, Tidak ada GAP
Audiogram tuli konduksi
BC Normal atau < 25 dB
AC > 25 dB
Antara AC & BC Terdapat GAP

Audiogram tuli sensorineural


AC > 25 dB
BC > 25 Db
AC & BC Berimpit/tidak ada GAP

Audiogram tuli campuran


BC > 25 dB
AC > BC
Terdapat GAP
DAFTAR PUSTAKA

1. Efianty soepardi, Nurbaiti iskandar (ed). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok, kepala leher. Edisi VI. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2007
2. Endang mangunkusumo, Nusjirwan rifki, infeksi hidung. Dalam Efianty soepardi,
Nurbaiti iskandar (ed). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok, kepala
leher. Edisi V. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2001

Anda mungkin juga menyukai