Anda di halaman 1dari 45

PEMERIKSAAN

GANGGUAN
PENDENGARAN
Pembimbing : dr. Lina, Sp. THT-KL
TES PENALA
• Garpu tala : alat yang menghasilkan resonansi
suara hanya pada satu frekuensi saja.
• Tujuan : menegakkan diagnosa dari hasil
pemeriksaan audiometri nada murni agar kita
benar-benar yakin terhadap diagnosa tersebut.
• Merupakan pemeriksaan kualitatif.
• Penala yang digunakan dengan frekuensi 512 Hz,
1024 Hz, 2048 Hz.
TES RINNE
• Tes untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran
tulang pada telinga yang diperiksa.
• Cara : penala digetarkan, tangkainya diletakan di prossesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan
telinga kira – kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut rinne
(+) yang artinya normal atau tuli sensorineural. Bila tidak
terdengar disebut rinne (-) yang artinya tuli konduktif.
TES WEBER
• Membandingkan hantaran
tulang telinga kiri dan kanan.
• Cara : penala digetarkan dan
tangkai penala diletakan di
garis tengah kepala. Apabila
bunyi penala lateralisasi ke
telingah yang sakit artinya
terdapat tuli konduktif.
Apabila bunyi penala
lateralisasi ke telinga yang
sehat artinya terdapat tuli
sensorineural.
TES SCHWABACH
• Membandingkan hantaran tulang pasien dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal
• Cara : penala digetarkan, tangkai penala diletakan pada
prossesus mastoideus sampai tidak berbunyi. Kemudian
tangkai penala segera dipindahkan ke prosessus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi
disebut schwabach memendek yang artinya terdapat tuli
sensorineural. Bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakan pada prosessus mastoideus pemeriksa lebih
dahulu. Bila pasien dapat mendengar bunyi disebut
schwabach memanjang yang artinya terdapat tuli
konduktif.
Tes Schwabach
AUDIOMETRI
• Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila
ada.
• Audiogram adalah hasil dari pemeriksaan
audiometri.
Tujuan Pemeriksaan
Audiometri
• Memeriksa fungsi pendengaran berdasarkan
sifat kuantitatif atau melihat respon dari pasien
langsung secara subjektif.
• Menentukan jenis ketulian : tuli konduktif, tuli
sensorineural, atau tuli campur.
• Menentukan derajat ketulian.
Indikasi Pemeriksaan
Audiometri
• Adanya penurunan pendengaran
• Telinga berbunyi dengung (tinitus)
• Rasa penuh di telinga
• Riwayat keluar cairan
• Riwayat terpajan bising
• Riwayat trauma
• Riwayat pemakaian obat ototoksik
• Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
• Gangguan keseimbangan
SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI

• Alat audiometer yang baik.


• Lingkungan pemeriksaan yang tenang.
• Keterampilan pemeriksa yang cukup handal.
• Orang yang diperiksa harus kooperatif, dapat
mengerti instruksi, dapat mendengarkan bunyi di
telinga, dan sebaiknya bebas pajanan bising
sebelumnya minimal 12-14 jam.
PEMBAGIAN AUDIOMETRI
• Audiometri Klinis : jenis audiometri ini bertujuan untuk
menentukan diagnosa suatu gangguan pendengaran.
• Audiometri Skrining : jenis audiometri ini bertujuan untuk
mengetahui adanya penurunan fungsi pendengaran sebelum
pasien mengeluh adanya gangguan pendengaran.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan untuk
skirining dan monitoring karyawan yang terpapar pajanan
bising.
ALAT – ALAT AUDIOMETRI
1. Oksilator : menghasilkan berbagai nada murni.
2. Amplifier : menaikkan internsitas nada murni hingga
dapat terdengar.
3. Pemutus (interrupter) : menekan dan mematikan tombol
nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain.
4. Attenuator : menaikkan dan menurunkan intensitas ke
tingkat yang dikehendaki.
5. Earphone : mengubah gelombang listrik menjadi bunyi
yang dapat didengar.
6. Sumber suara pengganggu (masking) : meniadakan bunyi
ke telinga yang tidak diperiksa.
ALAT – ALAT AUDIOMETRI
• Pada audiometri terdapat pilihan nada dari oktaf yaitu
125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz yang
memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat
yang digunakan berdasarkan BS EN 60645-1 (IEC 60645-
1).
Persiapan Pemeriksaan Audiometri
• Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat
melihat panel kontrol ataupun pemeriksanya.
• Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan earphone
yang tepat atau dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan harus
disingkirkan.
• Sebaiknya diperiksa apakah ada penyempitan liang telinga
dengan cara mengamati dinding kanalis saat menekan pinna
dan tragus. Perbedaan hantaran udara dan tulang hingga
sebesar 15-30 dB telah dilaporkan sebagai akibat penyempitan
liang telinga.
• Instruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa
yang harus didengar dan apa yang diharapkan sebagai
jawabannya. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban
terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
• Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang
telinga.
PEMERIKSAAN AUDIOMETRI

Prosedur pemeriksaan di bagi 2 :


• AC
• BC
PROSEDUR PEMERIKSAAN (AC)
• Memberikan instruksi dengan jelas kepada klien.
• Menempatkan Headphone dg benar (Merah: Kanan & Biru:
Kiri).
• Lakukan pemeriksaan dari telinga yang lebih sehat atau bila
tidak diketahui maka mulai dari telinga kanan terlebih dahulu).
• Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz.
• Berikan intensitas mula 40 dB pada audiometer (jika telinga
klien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang
signifikan).
• Berikan intensitas mula 60 dB pada audiometer (jika telinga
klien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan).
• Ketika klien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10
dB /step sampai tidak ada respon.
• Ketika tidak ada respon naikkan intensitas 5 dB / step sampai
ada respon.
• Intensitas terkecil yang mampu didengar klien (2 respon dari 3
atau 4 stimulus) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran
udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, catat hasilnya
kedalam audiogram.
• Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang
dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz –
4000 Hz – 8000Hz – 250 Hz – 500 Hz.
• Jika diperoleh perbedaan ambang ≥ 20 dB pada frekuensi yang
berdekatan (mis : 1000 dengan 2000, atau 1000 dengan 500).
Maka perlu dicari ambang pada frekuensi tengah oktaf
tersebut. Yaitu 750 Hz, 1500 Hz, 3000 Hz, 6000 Hz.
• Setelah seluruh ambang diperoleh, hubungkan setiap ambang
dengan garis sambung, untuik hasil no respon tidak perlu diberi
garis hubung.
PROSEDUR PEMERIKSAAN (BC)
• Memberikan instruksi dengan jelas kepada klien.
• Pasangkan bone vibrator ke kepala klien (pastikan klien
nyaman) dan tombol respon ke klien, selama pemeriksaan
ciptakanlah suasana yang rileks.
• Setting output bone vibrator dengan audiometer sesuai
dengan telinga yang diperiksa (L=Left, R=Right), telinga yang
pertama diperiksa adalah telinga yang lebih baik atau bila tidak
diketahui maka mulai dari telinga kanan terlebih dahulu).
• Mulai pemeriksaan dari frekuensi 1000 Hz.
• Berikan intensitas mula 30 dB pada audiometer (jika telinga
klien tidak ada masalah gangguan pendengaran yang
signifikan).
• Berikan intensitas mula 70 dB pada audiometer (jika telinga
klien diperkirakan ada gangguan pendengaran yang signifikan).
• Ketika klien mulai memberikan respon, turunkan intensitas 10
dB / step sampai tidak ada respon.
• Ketika tidak ada respon naikkan intensitas 5 dB / step sampai
ada respon.
• Intensitas terkecil yang mampu didengar klien (2 respon dari 3
atau 4 stimulus) ditetapkan sebagai ambang dengar hantaran
udara yang diperiksa pada frekuensi tersebut, catat hasilnya
kedalam audiogram.
• Ulangi langkah-langkah diatas untuk mendapatkan ambang
dengar pada frekuensi lainnya secara berurutan : 2000 Hz –
4000 Hz – 250 Hz – 500 Hz.
• Setelah seluruh ambang diperoleh, hubungkan setiap ambang
dengan garis putus-putus, untuik hasil no respon tidak perlu
diberi garis hubung.
NOTASI AUDIOGRAM
• AC (air conduction) : AC adalah hantaran suara yang melalui
udara, grafik AC ditandai dengan garis lurus penuh. Dan
intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz. AC pada
telinga kanan diberi symbol O sedangkan pada telinga kiri
diberi symbol X.
• BC (bone conduction) : BC adalah hantaran suara yang melalui
tulang mastoid, grafik BC ditandai dengan garis putus – putus.
Intensitas yang diperiksa antara 250 – 4000 Hz. BC pada
telinga kanan diberi symbol <. Sedangkan pada telinga kiri
diberi symbol >.
• Untuk telinga kanan, sebaiknya penulisan grafik menggunakan
warna Merah, sesuai dengan warna earphone untuk telinga
kanan. Sedangkan telinga kiri ditulis dengan menggunakan
warna Biru.
INTEPRETASI AUDIOGRAM
• Dari hasil audiogram, dapat ditentukan beberapa hal sebagai berikut :
• Jenis Ketulian
• TULI KONDUKTIF
• TULI SENSORINEURAL
• TULI CAMPUR
• Derajat Ketulian : dapat dihitung dengan menghitung AD pada
frekuensi 500 – 4000 Hz dijumlahkan lalu dibagi 4
• 0 - 25 dB : normal
• >25 – 40 dB : tuli ringan
• >40 – 55 dB : tuli sedang
• >55 – 70 dB : tuli sedang berat
• >70 – 90 dB : tuli berat
• > 90 dB : tuli sangat berat
• gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan
10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
Audiogram normal
TULI KONDUKTIF

Tuli Konduktif adalah keadaan dimana pada audiogram ditunjukkan grafik AC


berada di bawah garis 25dB dan grafik BC di atas garis 25 db (di bawah batas
normal).
TULI SENSORINEURAL

Tuli Sensorineural ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan BC


sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi adanya perbedaan antara grafik AC
dan BC (gap) tidak melebihi 5 dB atau juga bisa berhimpit.
TULI CAMPURAN

Tuli Campur ditunjukkan pada audiogram dengan kedudukan grafik AC dan


BC juga sama – sama berada di bawah garis 25 dB. Tetapi harus ada gap
minimal 10 dB.
Follow up
• Follow up berguna untuk mengetahui perkembangan
perbaikan pendengaran dan follow up biasanya dilakukan
pada pekerja yang sering mengalami pajanan bising berulang.
• Follow up audiogram pada pasien yang bukan pekerja yang
sering mengalami pajanan bising dilakukan setiap :
• Setiap 3 Bulan - Selama tahun pertama diagnosis
• Setiap 6 Bulan - Selama tahun-tahun prasekolah
• Setiap Tahun – Selama usia sekolah
TIMPANOMETRI
• Merupakan alat untuk menilai kondisi telinga
tengah.
• Bersama dengan otoskop merupakan cara yang
objektif, cepat, dan berakurasi tinggi untuk
mendiagnosis kelainan pada telinga tengah.
Alat Timpanometri
KEGUNAAN
• Menilai kondisi telinga tengah untuk mencari adanya
gangguan pendengaran konduktif.
• Menilai mobilitas membran timpani.
• Menilai perkembangan keadaan telinga tengah pada
pasien dengan pengobatan.
• Merupakan tes pendahuluan sebelum tes OAE
(Otoacoustic Emission).
CARA KERJA
• Bunyi dengan frekuensi 226 Hz dialirkan oleh
timpanometer ke dalam liang telinga melalui probe 
bunyi tersebut akan menggetarkan membran timpani 
sebagian bunyi tersebut akan dipantulkan kembali dan
ditangkap oleh alat timpanometer (disebut admittance
atau compliance)  yang akan diinterpretasikan dalam
bentuk grafik timpanogram.
CARA KERJA
• Pada keadaan normal, tekanan udara pada liang telinga
sama dengan tekanan udara sekitarnya. Tekanan udara
pada telinga tengah juga sama dengan tekanan udara
sekitarnya, dikarenakan tuba eustachius akan membuka
setiap beberapa saat untuk memberi ventilasi pada
telinga tengah dan menyamakan tekanan.
• Pada keadaan normal, bunyi akan ditransmisikan secara
maksimum melalui telinga tengah pada saat tekanan
udara di liang telinga sama dengan tekanan udara di
telinga tengah.
CARA KERJA

• Kebanyakan gangguan pada telinga tengah disebabkan


oleh kekakuan telinga tengah  menyebabkan lebih
banyaknya bunyi yang dipantulkan kembali.
• Pada orang dewasa atau bayi berusia > 7 bulan
digunakan probe tone dengan frekuensi 226 Hz.
• Pada bayi berusia < 6 bulan digunakan probe tone
dengan frekuensi tinggi ( 668, 678, atau 1000 Hz ) karena
akan terjadi resonansi pada liang telinga.
PROSEDUR
• Pertama, dilakukan pemeriksaan otoskopi untuk
memastikan tidak adanya sumbatan pada telinga dan
membran timpani tidak perforasi.
• Probe dimasukkan ke dalam liang telinga 
timpanometer akan mengubah tekanan di dalam telinga
 dialirkan bunyi nada murni  dilakukan pengukuran
respons dari membran timpani terhadap bunyi dengan
tekanan berbeda-beda.
TIMPANOGRAM
• Grafik hasil dari pemeriksaan timpanometri.
• Grafik yang menggambarkan fungsi dari telinga tengah
yang berasal dari perbedaan tekanan pada membran
timpani.
• Terdapat 4 jenis timpanogram :
1. Tipe A  normal
2. Tipe AD diskontinuitas tulang-tulang pendengaran
3. Tipe As kekakuan rangkaian tulang pendengaran
4. Tipe B  cairan di dalam telinga tengah
5. Tipe C  gangguan fungsi tuba Eustachius
ISTILAH-ISTILAH TIMPANOGRAM
• Ear Canal Volume (ECV)  merupakan estimasi volume
udara di sisi medial dari probe, yaitu :
• Volume udara antara ujung probe dengan membran
timpani pada membran timpani yang intak.
• Volume udara antara liang telinga dengan cavum
timpani pada membran timpani perforasi.
• Tympanometric Peak Pressure (TPP) / Middle Ear
Pressure (MEP)  tekanan pada liang telinga pada
puncak timpanogram.
• Static Compliance (SC)  energi bunyi terbesar yang
dapat diserap oleh telinga tengah.
TIPE A
TIPE A
• Timpanogram tipe normal.
• Menandakan tidak adanya kelainan :
• Membran timpani intak dan tidak ada kelainan
fungsi tuba Eustachius.
• Jika ada gangguan pendengaran maka
merupakan gangguan pendengaran sesori-
neural.
TIPE AD

Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran.


TIPE AS

Kekakuan tulang-tulang pendengaran


TIPE B

Cairan di dalam telinga tengah


TIPE C

Gangguan fungsi tuba Eustachius

Anda mungkin juga menyukai