BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Secara teori etiologi yang menimbulkan penyakit DHF yaitu virus dengue DEN-
1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang merupakan anggota famili flaviviridae yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pada kasus An. K ditemukan
penyebab timbulnya penyakit karena kondisi daya tahan tubuh yang kurang baik
dan di tambah kondisi lingkungan klien di sekolah dan dirumah kurang bersih
sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama penyakit DHF. Adapun
kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus yaitu tidak diketahui bahwa
klien terinfeksi salah satu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 karena tidak ada
data yang menunjang, seperti pemeriksaan uji laboratorium metode deteksi virus
atau melalui isolasi virus, seharusnya kondisi ini menjadi salah satu
pertimbangan bagi tenaga medis dalam memilih jenis pemeriksaan uji
laboratorium, sehingga diharapkan mampu mempercepat diagnosis virus
penyebab penyakit DHF, dan secara langsung akan mampu mempercepat pula
pemberian terapi yang tepat.
Secara teori manifestasi klinis yang timbul pada DHF Grade I yaitu demam
tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat
mencapai 40˚C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu
makan (anoreksia), mual dan muntah, lemah badan (malaise), nyeri sendi dan
tulang, nyeri ulu hati/ perut serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro
65
66
orbital) dan kepala, wajah yang kemerahan (flushing), uji bendung tourniquet
positif. Pada kasus klien An. K ditemukan klien mengatakan demam mulai turun,
klien mengatakan badan terasa lemas, klien mengatakan kurang nafsu makan,
klien mengatakan nyeri tekan pada perut kanan atas dengan skala nyeri “2” klien
mengatakan badan badan terasa pegal-pegal. Adapun kesenjangan yang terdapat
antara teori dan kasus yaitu uji tourniquet negatif, seharusnya tanda ini muncul
pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5
demam, sedangkan klien demam hari ke-8 yang disertai trombositopenia dengan
nilai trombosit yang masih di bawah normal (44.000 /ul). Pada kasus saat
pengkajian ditemukannya demam yang sudah mulai dirasakan turun oleh klien
dan suhu tubuh saat dikaji 36,5˚C, bila diamati demam pada DHF menunjukan
sifat yang sepesifik, yaitu demam pelana kuda (fase akut, fase kritis, fase
penyembuhan), yaitu demam akan mereda sendiri kemudian muncul kembali dan
mereda lagi, dengan atau tanpa obat. Saat ini klien masih merupakan tahap proses
fase penyembuhan yang sudah melewati fase-fase kritis. Pada kasus saat
pengkajian ditemukanya urine yang berwarna seperti teh disamping itu nilai
laboratorium SGPT/SGOT yang abnormal, bakteri dalam urin (+), ini merupakan
salah satu tanda bahwa sudah terjadi disfungsi pada hati akibat infeksi virus,
karena penyakit DHF masih ada kaitannya dengan organ hati (hepatomegali) dan
hubungannya dengan adanya perdarahan. Tidak adanya mual, muntah, pusing,
karena pada saat pengkajian tidak ada keluhan, namun keluhan itu muncul pada
saat awal demam yang sangat tinggi. Tidak terdapat rasa sakit pada daerah mata,
ruam pada kulit ataupun wajah karena pada saat dikaji klien tidak mengeluh sakit
pada daerah mata dan tidak munculnya tanda ruam pada kulit karena tidak ada
data yang menunjang kearah hal tersebut. Serta tidak ditemukannya tanda-tanda
perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, melena, ekimosis,
hepatomegali, kegagalan sirkulsasi darah, tanda-tanda ini tidak muncul
dikarenakan klien masih dalam tahap klasifikasi DHF derajat I.
teknik PCR dan metode deteksi serologis. Adapun pemeriksaan penunjang yang
sudah dilakukan pada kasus untuk menegakkan diagnosis bahwa klien terinfeksi
virus Dengue Hemorragic Fever yaitu dengan dilakukannya pemeriksaan
hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit, SGOT/SGPT dan tes serologi, hal
tersebut sudah dianggap cukup sebagai kriteria klinis diagnosis penyakit DHF.
Adapun kesenjangan antara teori dan kasus dalam pemeriksaan penunjang yaitu
tidak dilakukannya pemeriksaan protein/albumin, pemeriksaan ini untuk melihat
apakah terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Tidak dilakukannya
pemeriksaan radiologi yang gunanya untuk mengetahui terdapat adanya efusi
pleura hal ini tidak dilakukan dikarenakan klien masih dalam derajat I dan tidak
ada tanda-tanda sesak nafas/gangguan pernafasan. Metode deteksi virus melalui
kultur, hal ini tidak dilakukan karena rumit dan mahalnya metode ini,
meyebabkan metode ini jarang digunakan, kecuali untuk kepentingan penelitian.
Metode deteksi virus dengan teknik PCR, pemeriksaan ini tidak dilakukan karena
tidak tidak tersedianya fasilitas pemeriksaan untuk PCR di rumah sakit tempat
klien dirawat, padahal pemeriksaan PCR merupakan suatu tes untuk melacak
susunan RNA virus dengue yang diproleh dari ekstraksi serum, plasma darah atau
sel dari jaringan tubuh yang terinfeksi virus dengue dan dapat mengidentifikasi
virus dengue pada pasien demam berdarah hanya dalam waktu empat jam,
sehingga diharapkan mampu mempercepat diagnosis virus penyebab penyakit
DHF, dan secara langsung akan mampu mempercepat pula pemberian terapi yang
tepat.
150.000) pasien dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan dalam
waktu 24 jam, sebaliknya bila kondisi memburuk segera kembali ke IGD. Hb, Ht
normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat .
Hambatan yang dialami penulis yaitu klien yang masih berumur 14 tahun masih
kanak-anak bila diajak berkomunikasi masih tampak pasif dan seolah ada
masalah yang mempengaruhi klien sehingga tidak mau mengutarakan
keluhannya, maka dari itu penulis sedikit kesulitan dalam memproleh data
subyektif. Pemecahan masalah dari hal tersebut penulis selalu melakukan bina
hubungan yang terapeutik dan saling percaya. Selain itu hambatan yang dialami
penulis yaitu perawat ruangan yang tidak mendokumentasikan catatan
keperawatan secara lengkap, terutama dalam pendokumentasikan pemberian
cairan infus terhadap klien, sehingga penulis kesulitan dalam menghitung intake
output klien, pemecahan masalah dari hal tersebut yaitu menanyakan secara
langsung kepada klien dan keluarga berapa banyak cairan infus diganti dalam 24
jam.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan klien Dengue Hemorragic fever terdapat pada teori ada
ada tujuh diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus An. K dengan Dengue
Hemorragic Fever terdapat enam diagnosa keperawatan, dimana empat diagnosa
keperawatan yang muncul sesuai dengan teori yaitu sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding kapiler
Diagnosa ini dimunculkan karena dengan meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler akibat adanya reaksi fase akut infeksi virus dengue dimana
terjadi peningkatan suhu tubuh menyebabkan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah disertai permeabilitas kapiler (kerusakan dinding endotel)
dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular
mengakibatkan volume cairan tubuh berkurang jika tidak ditanggulangi
69
secara adekuat akan menyebabkan syok, anoksia, asidosis dan berakhir fatal.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler munculah keluhan seperti badan
terasa lemas, mukosa bibir kering, trombosit menurun 44.000/ul.
Adapun diagnosa keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada
kasus adalah
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Diagnosa ini tidak dimunculkan karena digabungkan dalam diagnosa
kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler selain itu juga tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh
akibat replikasi virus (infeksi) karena saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital suhu tubuh klien dalam batas normal (36,5-37,50C) disamping itu klien
yang dalam fase penyembuhan dan sudah mendapatkan terapi pengobatan,
peningkatan suhu tubuh tidak akan terjadi.
Sedangkan diagnosa yang terdapat pada kasus dan tidak terdapat pada teori
adalah :
1. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan sifat menular dari
agen virus.
Diagnosa ini dimunculkan karena di temukannya urine berwarna seperti teh,
Leukosit : 16.600 /ul, Billirubin total : 0,68 mg/dl, Billirubin Direk : 0,18
mg/dl, Billirubin Indirek : 0,50 mg/dl, SGOT/AST : 181,0 u/l, SGPT/ALT :
150,5 u/l, Urobilinogen : 4,0 Iµ bakteri urine (+). Dengan ditemukannya data
ini diketahui bahwa sudah terjadi reaksi infeksi dalam tubuh akibat tanggapan
reaksi terhadap infeksi virus. Akibat dari serangan virus yang bereaksi di
dalam organ hati dimana kondisi daya tahan tubuh kurang baik meyebabakan
fungsi hati terganggu, bila tidak di ditangani akan terjadi penyebaran infeksi
dan komplikasi.
71
C. Perencanaan Keperawatan
Pada perencanaan secara teori terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Pada
teori, perencanaan tidak menggunakan kriteria waktu untuk setiap diagnosa.
Tetapi pada kasus, perencanaan tujuan menggunakan waktu dan rasional
penerapan waktu dan kriteria hasil yang penulis tetapkan pada kasus disesuaikan
teori SMRT, dengan tujuan diharapkan hasil yang diinginkan dicapai pada kasus
sesuai masalah, sehingga tindakan tidak menyimpang secara efektif dan efisien.
Disini penulis memproritaskan diagnosa sesuai dengan kebutuhan kondisi pasien.
Pada perencanaan keperawatan diagnosa yang muncul pada kasus An. K dengan
Dengue Hemorragic Fever I adalah :
1. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding kapiler. Diagnosa ini menjadi prioritas karena mengacu
pada konsep kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yaitu cairan, hal ini
dikarenakan dalam sirkulasi peredaran darah, tubuh memerlukan cairan yang
berfungsi sebagai media untuk memudahkan peredaran darah keseluruh
tubuh. Karena dalam kasus Dengue Hemorragic Fever terjadi peningkatan
permeabilitas dinding kapiler dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular yang menyebabkan berkurangnya
volume cairan tubuh, sehingga jika cairan tidak diatasi dengan segera dapat
menimbulkan kejadian yang fatal seperti syok hipovolemik. Adapun rencana
tindakan yang dilakukan adalah kaji keadaan umum klien, observasi tanda-
tanda vital tiap 4 jam, anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2-
2.5liter/hari, monitor intake output. Kolaborasi dalam pemberian cairan
intravena, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium. Pada perencanaan
keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yaitu pada teori
obaservasi tanda-tanda syok hipovolemik, periksa berat jenis urin tiap 8 jam.
Pada kasus pada An. K tidak dilakukan observasi tanda-tanda syok karena
72
terlihat dari keadaan umum klien yang tidak berat, tingkat kesadaran
composmentis dan balance cairan yang masih seimbang yaitu + 356cc
disamping itu klien yang sudah melawati fase kritis dan menjalani fase
penyembuhan dimana klien demam hari ke-8, selain itu juga tanda-tanda syok
terdapat pada tingkat keparahannya yaitu derajat III dan IV. Tidak
dilakukannya pemeriksaan berat jenis urine tiap 8 jam, karena klien yang
mengalami kekurangan volume cairan/ dehidrasi bisa dilihat mukosa bibir
yang kering dan menghitung intake output jadi lebih efektif. Penulis tidak
merencanakan observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam karena menurut
oprasional rumah sakit observasi tanda-tanda vital dalam tiap 8 jam sudah
cukup dalam mengetahui keadaan umum pasien terkecuali pada pasien yang
khusus perhatian. Penulis merencanakan bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik karena dengan tubuhnya
rasa percaya klien kepada perawat sehingga mengurangi dampak hospitalisasi
dan memudahkan penulis memproleh data. Selain itu pada teori tidak terdapat
pemberian inj. Ceftriaxone 2x1 g, pada kasus terdapat rencana pemberian inj.
Ceftriaxone 2x1 g, karena diketahui klien telah terinfeksi virus dengue bila
tidak di berikan terapi ini akan mengakibatkan virus berreplikasi di dalam
dalam tubuh nantinya memperburuk keadaan. Indikasi dari obat ini adalah
untuk melemahkan/ menekan virus/ bakteri dalam tubuh yang menyebabkan
terjadinya infeksi.
di dalam dalam tubuh nantinya memperburuk keadaan. Indikasi dari obat ini
adalah untuk melemahkan/ menekan virus/ bakteri dalam tubuh yang
menyebabkan terjadinya infeksi. Pemberian obat oral Hp Pro 3x2 tablet
karena klien diketahui terganggunya fungsi hati akibat adanya infeksi virus.
Indikasi obat ini adalah memperbaiki fungsi hati yang abnormal.
Adapun rencana tindakan yang dapat dilakukan pada kasus adalah observasi
tanda-tanda vital tiap 8 jam, motivasi klien untuk beraktivitas secara mandiri,
kaji pola kebutuhan aktivitas klien sehari-hari, dekatkan barang-barang yang
dibutuhkan klien, jelaskan pentingnya istirahat dalam proses pengobatan,
libatkan keluarga klien dalam memenuhi kebutuhan klien. Pada perencanaan
keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yaitu penulis tidak
merencanakan observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam karena menurut
oprasional rumah sakit observasi tanda-tanda vital dalam tiap 8 jam sudah
cukup dalam mengetahui keadaan umum pasien terkecuali pada pasien yang
khusus perhatian, pada teori tidak ada perencanaan libatkan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan aktifitas tetapi dalam kasus penulis merencanakan
untuk melibatkan keluarga dalam memenuhi aktifitas karena keterbatasan staf
perawat diruangan untuk melayani kebutuhan klien dan banyaknya rencana
tindakan yang harus diberikan pasien lain menyebabkan perawat ruangan
tidak bisa sepenuhnya dapat memenuhi aktifitas klien.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap ini penulis mencoba melaksanakan rencana tindakan yang dibuat
dengan baik dan benar, namun karena keterbatasan waktu maka tindakan
keperawatan yang tidak dilakukan oleh penulis didelegasikan kepada perawat
ruangan dan semua tindakan yang telah dilaksanakan di dokumentasikan dalam
catatan keperawatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada An. K disesuaikan dengan perencanaan
yang ditetapkan. Pada diagnosa pertama kekurangan volume cairan berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Semua tindakan keperawatan
yang dilakukan baik secara independen maupun interdependen, pelaksanaan
independen yang dilakukan pada diagnosa pertama adalah mengkaji keadaan
umum, mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji tanda-tanda dehidrasi,
menganjurkan untuk banyak minum, memonitoring intake-output. Sedangkan
pada pelaksanaan interdependen yang dapat dilakukan memberikan cairan
intravena RL 28 tete/ menit, injeksi Ceftriaxone 2x1 g, memonitoring hasil
laboratorium Hb, L, Ht, Tr. Pada tahap pelaksanaan dari rencana tindakan ada
beberapa tindakan yang tidak dapat dilakukan yaitu kaji tanda-tanda syok
hipovolemik dikarenakan observasi tanda-tanda klien tidak menunjukan hipotensi
dan takikardi dan kaji berat jenis urine tiap 8 jam karena klien menunjukan
bahwa klien mengalami dehidrasi. Rencana tindakan keperawatan selanjutnya
didelegasikan kepada perawat ruangan Cemara II.
Pada diagnosa kedua yaitu resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan
dengan Trombositopenia. Pelaksanaan independen yang dilakukan adalah
mengkaji adanya tanda-tanda perdarahan (petekiae, epitaksis, hematemesis,
77
Faktor pendukung dari diagnosa kelima ini adalah klien dan keluarga cukup
kooperatif , mempunyai semangat dan motivasi belajar dalam tindakan perawatan
yang dilaksanakan dan tidak ada faktor penghambat memberikan asuhan
keperawatan pada diagnosa ini karena klien mau belajar tentang penyakitnya dan
bersedia meluangkan waktu untuk diadakannya pendidikan kesehatan. Maka dari
itu pemahaman klien tentang penyakit dan mampu melakukan penanggulangan,
pencegahan dan cara perawatan di rumah sangat diperlukan untuk mengindari
komplikasi lanjut dari penyakit DHF. Selain itu dukungan dan motivasi dari
keluarga juga sangat berpengaruh dalam mencapai kehidupan yang optimal bagi
penderita DHF.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, pada
tahap ini penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat tercapai. Dari
enam diagnosa keperawatan yang muncul, tiga diagnosa belum teratasi dan tiga
diagnosa sudah teratasi. Adapun diagnosa yang sudah teratasi (mengacu pada
tujuan) adalah
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler. Diagnosa ini sudah teratasi karena pada klien sudah tidak
Demam (36˚C), tidak ada tanda-tanda kekurangan cairan balance +1306,
klien sudah minum sesuai kebutuhan 2000-2500cc/24jam. Tanda-tanda vital
dalam batas normal, hasil laboratorium dalam batas normal mukosa bibir
lembab, hasil pemeriksaan laboratorium : Hematokrit 37 % dan Trombosit
157.000 /ul yang meningkat setiap hari. Hal ini karena klien sudah perawatan
hari ke-9 dan sudah mendapatkan terapi cairan yang cukup sehingga tidak
terjadi terjadi kekurangan volume cairan dalam intravaskular yang
menyebabkan syok.
Tampak warna urine klien sudah mulai kuning jernih, tidak terjadi ikterus atau
infeksi lain dan nilai laboratorium klien sudah menurun hasil laboratorium:
Leukosit 12.600 /ul,. Billirubin total : 0,45 mg/dl, Billirubin Direk : 0,21
mg/dl, Billirubin Indirek : 0,24 mg/dl, SGOT/AST : 41,9 u/l, SGPT/ALT :
680,8 u/l, tanda-tanda vital : Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 85 x/ menit,
suhu 36˚C, pernafasan 21 x/ menit dan klien masih melanjutka terapi oral Hp
Pro 3x2 tablet, inj. Ceftriaxone 2x1 g.
Faktor penghambat yang penulis temukan adalah adanya keterbatas waktu yang
diberikan kepada penulis untuk memberikan asuhan keperawatan pada An. K
alternatif pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan
mengkonfirmasikan/ mendelegasikan perencanaan keperawatan yang belum
dapat dilakukan oleh penulis kepada perawat di ruangan untuk melanjutkannya
sehingga evaluasi dapat dilakukan secara komprehensif.