Anda di halaman 1dari 42

MODUL NEURO OTOLOGI

PEMERIKSAAN
GANGGUAN PENDENGARAN

Oleh :
Rikha Liemiyah

DEPARTEMEN IKTHT-KL FK UNDIP/SMF IK THT-KL


RSUP DR. KARIADI SEMARANG
GANGGUAN PENDENGARAN
Menurut WHO
Gangguan pendengaran
Berkurangnya kemampuan mendengar
baik sebagian atau seluruhnya, pd salah satu
atau kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih
berat dg ambang pendengaran rata lebih dari 26
dB pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz.
Ketulian
Hilangnya kemampuan mendengar pd salah
satu atau kedua telinga, mrp gangguan
pendengaran sgt berat dg ambang pendengaran
rata2 >81 dB pd frek 500, 1000, 2000, dan 4000
Hz
Etiologi
Gangguan pendengaran pada anak
Masa Prenatal : Genetik
Non genetik
Masa Perinatal
Masa Post Natal
FISIOLOGI PENDENGARAN
DAN BERBICARA
Bunyi  CAE MT  Ossicula  Perilimfe 
Fenestra ovalis
HelikotremaS. TimpF. Rotund
skala vestibuli D.KoklearisS. TimpF. Rotund

Ganglion spiralis corti N. VIII Nuc. Koklearis di


MO  Folikulus inf  korpus genikulatum medial
 korteks auditori (area 39-40) lobus temporalis
serebrum
Proses bicara
Area Broca
lobus frontalis kiri, motorik korteks mengontrol otot
artikulasi

Area wernicke

di korteks kiri pd pertemuan lobus parietal,temporal


dan oksipitalis  pemahaman bahasa baik tertulis
maupun lisan
Derajat gangguan pendengaran
Grade 0 ( None) < 25 dB
Grade 1 ( Slight) 26-40 dB
Grade 2 ( Moderate) Child 31-60 dB
Adult 41-60 dB
Grade 3 ( Severe ) 61-80 dB
Grade 4 ( Profound) 81 dB

Jenis gangguan pendengaran


Konduktif
Sensorineural
Campuran ( Mixed )
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Tes Bisik
 Ruang hening, minimal 6 meter.
 Penderita tidak melihat pemeriksa.
 Tes satu persatu (sisi non tes tutup).
 Kata bisikan : 2 suku, pada akhir ekspirasi

Bila belum mendengar  jarak didekatkan


sampai mendengar (menirukan dengan benar).

• Penilaian:
6/6 : ideal 3-2/6 : KP sedang
5/6 : normal 1/6 : KP berat
4/6 : KP ringan
Tes Garputala
Tes Rinne
Membandingkan AC dan BC sesisi
Rinne (+) : N / SNHL
Rinne (-) : CHL

Tes Weber
Membandingkan BC pada kedus sisi telinga
Lateralisasi ke telinga yg sakit : CHL
Lateralisasi ke telinga yg sehat : SNHL

Tes Schwabach
Membandingkan BC pasien dg pemeriksa
Schwabah memendek : SNHL
Schwabah memanjang : CHL

M
Tes Bing
Membandingkan BC pd telinga yg terbuka dan
tertutup
Pengerasan suara (+)  Bing (+) : N/SNHL
Pengerasan suara ( -)  Bimg (-) : CHL

Tes Gele
Membandingkan BC pd telinga ditutup dan
ditekan
( tragusnya)
Perlemahan suara pd penekanan Gele (+):
N/SNHL
Tidak ada perubahan suara Gele (-):
fixasi osikuler,diskontinuitas osikuler
Audiometri Nada Murni
Pure Tone Audiometri
Tujuan :
Menentukan ambang pendengaran satu telinga, baik
hantaran udara maupun hantaran tulang.
Temuan hasil pemeriksaan audiometric yg perlu
diperhatikan :
 Hantaran udara normal : - 10 s/d 26 dB
 Hantaran tulang berhimpit dg hantaran udara :
N/SNHL
 Hantaran tulang terpisah dari hantaran udara yg
lbh rendah (air bone gap) : CHL
Instrumen Audiometer
Alat ini mempunyai bagian bagian esensial:
1. "Ossilatorr”  frekuensi
2. "Amplifier" /"Transduser"  mengubah energi
listrik ke akustik)
3. "Attenuator" (  Intensitas  5dB - Step)
4. "Interruptor Switch"
5. "Earphone"
6. "Bone Conduction Vibrator"
7. "Masking Noice Generator
A
Pencatatan yang disepakati sebagai berikut :
1. Kanan Kiri
AC “Unmasked” o x
“Masked” Δ ‫ם‬
BC “Unmasked” < >
“Masked” [ ]

2. Untuk grafik :

AC : simbol-simbol NA AC dihubungkan dg
garis tak putus
BC : garis putus-putus
Interpretasi audiogram nada murni:
1. Derajat HL/KP :
• Yakni "Pure tone average" (PTA) dari ''AC test"
500,1000 , 2000 ,4000 Hz.
2. Macam/tipe HL/KP :
• Dari hubungan grafik AC & BC (AB Gap)
3. Pola/Konfigurasi HL/KP :
• Dari grafik AC seluruh frekuensi
BEBERAPA CATATAN:
1. HL/KP disebut :
a. Ringan bila PTA : 20-40 dB
b. Sedang bila PTA : 40-60 dB
c. Berat bila PTA : 60-80 dB.
d. Berat sekali bila PTA : > 80 dB.
2. Bila:
• BC N & tidak ada "AB GAP"  normal
• BC N & ada "AB GAP" (> 10-15 dB) -> CHL
• BC turun & AC turun, tidak ada "AB GAP" 
SNHL
• BC turun & AC turun, ada "AB GAP" 
MHL
Cross hearing dan Masking
Cross Hearing : energi akustik yang menjalar
ke telinga pada sisi yang berlawanan

Atenuasi Interaural : Jumlah intensitas suara


yg di butuhkan untuk terjadinya cross hearing

Masking : Mengaburkan suatu bunyi dg


menggunakan bunyi lainnya atau peninggian
ambang pendengaran suatu sinyal yg
diakibatkan terdengarnya sinyal kedua.
Pertimbangan dilakukan masking
Curiga bahwa pasien kemungkinan
mendengar pada telinga yang tidak diperiksa
(Non Test Ear = NTE)
Ada keraguan tentang kemungkinan terjadi
cross-hearing
Jangan dilakukan masking bila ada alasan
kuat untuk tidak melakukan seperti pada
pasien yang bingung
Nilai atenuasi interaural
Masking hantaran udara
Bilaterdapat perbedaan intensitas antara
hantaran udara telinga yang diperiksa (AC
Test Ear = TE) dengan hantaran tulang telinga
yang tidak diperiksa (BC Non Test Ear = NTE)
minimal sebesar interaural attenuation (IA) sesuai
dengan frekuensi dan transduser yang dipakai

Initial masking hantaran udara


Dipilih 30 dB
Cukup besar untuk merubah ambang dengar secara
bermakna
Masking Hantaran Udara
AC TE VS BC NTE ≥ IA “ MASKED”
Masking awal
30 dB > 20 dB

Masking tambahan
20 dB > 15 dB

Masking tambahan ke 2

20 dB
Cara melakukan masking
hantaran udara
1.Kriteria kapan dibutuhkan masking
berdasarkan Min IA (35-50 dB tergantung
pada frekuensi)
2.Bila selisih ambang dengar hantaran udara
pada telinga yang diperiksa dengan ambang
hantaran tulang telinga yang tidak diperiksa
lebih atau sama dengan Min IA, maka kita
perlu untuk memberikan masking
3.Masking awal diberikan sebesar 30 dB di
atas ambang dengar telinga yang tidak
diperiksa
4.Bila tidak terjadi perubahan ambang
dengar pada telinga yang diperiksa, maka ini
adalah ambang dengar yang sebenarnya dan
tidak diperlukan masking lagi
5.Namun, bila terjadi perubahan sebesar
20 dB atau lebih pada ambang dengar
telinga yang diperiksa setelah diberikan
masking awal (30 dB), maka perlu masking
tambahan
6.Masking tambahan adalah sebesar 20 dB di
atas level masking sebelumnya
7.Bila tjd perubahan ambang dengar pd telinga
yg diperiksa, maka ini adalah ambang dengar yg
sebenarnya dan masking tidak diperlukan lagi.
8.Namun bila terjadi perubahan ambang
dengar pada telinga yang diperiksa
sebesar 15 dB atau lebih setelah diberikan
masking tambahan, maka perlu diberikan
masking tambahan lagi (yang kedua)
sebesar 20 dB
9.Bila tidak didapatkan lagi peningkatan ambang
dengar sebesar 15 dB atau lebih, atau tidak ada
respons lagi setelah batas kemampuan
audiometer, maka kita sudah mendapatkan
informasi yang sesuai
Masking Hantaran Tulang
Bila terdapat A-B gap (selisih 10 dB atau
lebih antara hantaran udara dan hantaran
tulang pada 2 frekuensi berurutan) pada
telinga yang diperiksa
Kriteria masking hantaran tulang bila ada A-
B gap pada telinga yang sedang diperiksa
Masking Hantaran tulang
AC TE VS BC TE GAP ≥ 10 “ MASKED”
Masking awal
20 dB > 15 dB

Masking tambahan
> 15 dB
20 dB
Masking tambahan ke 2

20 dB
Cara masking hantaran tulang
1.Masking awal adalah 20 dB di atas ambang
dengar hantaran udara telinga yang tidak
diperiksaMinimum IA untuk hantaran
tulang bernilai nol
2.Efek oklusi diberikan bila tidak ada A-B gap
pada telinga yang tidak diperiksa sebesar
15 db untuk frek. 250 dan 500 Hz dan
sebesar 10 dB untuk frek. 1000 Hz. Untuk
frek. 2000 dan 4000 Hz tidak diperlukan
efek oklusi
3.Bila telinga yang tidak diperiksa ada A-B
gap, maka tidak diperlukan tambahan efek
oklusi
Konfigurasi Audiogram

NIHL
Notch pd
4000 Hz
Otosklerosis
Cahart Notch
Takik BC pada 2000 Hz
Presbiacusis Tipe sensory
Tipe neural
Presbiakusis
Tipe metabolik Tipe mechanical
Meniere disease
SNHL nada rendah
Audiometri Tutur

• adl audiometri yang stimulusnya berupa


tutur (kata-kata), "recorded voiced” .
Penderita disuruh menirukan.
• Yang di nilai pd audiometri tutur
1. Pengukuran sensitivitas (nilai ambang )
tutur “Speech Reception Threshold
(SRT)“= Nilai Persepsi Tutur (NPT)
2. Pengukuran skor "Speech Discrimination
Score (SDS)"= Nilai Deskrtminasi Tutur
(NDT)
SRT/NPT
 menentukan/mencari "hearing level"
dimana penderita dapat mengulang secara
benar 50% dari kata-kata tes
SDS/NDT
1. Menetapkan CHL/SNHL.
2. Menetapkan SNHL koklear / retrokoklea
 Mencari SDS Max.
 Mencari ada/tidak "roll over phenomen”
Interpretasi
1. SRT  N/HL  Bila HL, derajat ?
2. SDS max  sampai 100% N/CHL
Tak sampai 100% SNHL
3. Pola/Konfigurasi Grafik : Bila tidak sampai
100 % (puncaknya)
- Tidak ada "rollover phenomen" —>
SNHL koklear
- Ada "rollover phenomen" SNHL
retrokoklear
TERIMA KASIH

WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai