Audiologi
Audiologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk fungsi pendengaran yang erat hubungannya dengan Hablitasi dan rehablitasi.
Hablitasi : Usaha untuk memberikan fungsi yang
seharusnya di miliki Rehablitasi :Usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah di miliki
Audiologi
Audiologi Medik terbagi atas : Audiologi dasar Audiologi Khusus
Audiologi dasar
Audologi Dasar ialah Pengetahuan mengenai Nada Murni , Bising, Ganngguan pendengaran serta cara pemeriksaannya . pemeriksaan Pendengaran yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu : Tes Penala Tes Berbisik Audiometer Nada murni
Audiologi khusus
Audiologi Khusus Untuk membedakan Tuli Saraf Koklea dengan Retro Koklea Audiometri obyektif Test tuli untuk tuli anorganik Audiologi anak Audiologi industry
Test penala
Test Rinne ialah test untuk membandingkan melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang di periksa
Test Rinne
Cara Pemeriksaan : Penala digetarkan tangkainya diletakkan di processus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).
Test Rinne
Test Weber
Test Waber ialah test untuk membandingkan hantaran tulang pendegaran telinga kiri dan telinga kanan
Test Weber
Cara Pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala Bila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Test Weber
Test Schwabach
Test Schwabach ialah membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan Pemeriksa dengan syarat pendegaran pemeriksa normal
Test Schwabach
Cara Pemeriksaan: Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan pada processus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Test Schwabach
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih dulu bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut schwabach sama dengan pemeriksa.
Test Schwabach
Tes Schwabach
Sama dengan pemeriksa
Interpretasi Normal
Negatif
Lateralisasi ke Memanjang telinga yang sakit Lateralisasi ke Memendek telinga yang sehat
Tuli Konduktif
Positif
Tuli sensorineural
Tes Bing
Cara Pemeriksaan: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber)
Tes Bing
Penilainan : Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup berarti telinga tersebut normal atau tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras berarti telinga tersebut tuli konduktif.
Test Berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif menentukan derajat ketulian secara kasar.
Hal ini dilakukan pada Ruangan yang tenang dengan panjang menimal 6 meter . pada nilai normal tes berbisik 5/6 - 6/6
Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
Tuli sensori neural : AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
Tuli Konduktif
BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat air-bone gap
Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat air-bone gap
Derajat Ketulian
Derajat ketulian (menurut buku FKUI) : Normal : 0 25 dB Tuli ringan : 26 40 dB Tuli sedang : 41 60 dB Tuli berat : 61 90 dB Tuli sangat berat : > 90 dB
Derajat Ketulian
Ada pula referensi yang menggolongkan derajat ketulian sebagai berikut (berlaku di Poliklinik THT RSWS) : Normal : -10 26 dB Tuli ringan : 27 40 dB Tuli sedang : 41 55 dB Tuli sedang-berat : 56 70 dB Tuli berat : 71 90 dB Tuli total : > 90 dB
Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri Khusus di perlukan pemahaman istilah recuiment dan decay
Audiometri Khusus
Recuiment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db Decay: ( Kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali
Audiometri Khusus
Fenomena Decay dan Recuitment dapat dilacak dengan Pemeriksaan : Tes SISI ( Short sensitivity Index ) Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness) Test kelelahan ( Tone Decay ) Audiometri tutur Audiometri bekesay
Tes Sisi
Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea
Tes Sisi
Cara pemeriksaan: Menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu Misalnya 30db kemudian diberi 20 db diatas abang rangsang yaitu 50 db. Setelah itu diberikan tambahan 5 db lalu diturunkan 4 db lalu 3 kemudian 2 dan 1 db bila pasien dapat membedakan maka TEST dinyatakan +
Tes Sisi
Interpretasi: Bila 20 kali benar maka 100% Dikatakan rekrutmen positif bila skor antara 70-100% Bila skor 0-70% maka tidak khas ( normal atau tuli perspektif lain)
Tes ABLB
Pada Test ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu
pada ferkuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telingah mencapai presepsi yang sama ,Yang disebut balans negative. Bila balans tercapai terdapat recuitmen positif
Tes ABLB
TTD
Cara pemeriksaan: memberikan Persangan secara terus menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar . Misalnya 40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test dinyatakan negative jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar maka test dinyatakan + Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya
TTD
Intepretasi: Penambahan 0-5 = Normal 10-15 = Ringan 20-25 = Sedang >30 = Berat
STAT
Cara pemeriksaan : Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekuensi( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL = 100 db Sl Intepretasi: Bila Nada Murni pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL diberikan secara terus menerus selama 60 detik Bila terjadi kelelahan maka tes dinyatakan +
Audiometri Tutur
Audiometri tutur Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata, Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT ( PB,LIST) Cara Pemeriksaan: Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset tape recorder Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
Audiometri Tutur
Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata kadar di dengar kasar atau sebaliknya.
Guna pemeriksaan ini untuk menilai kemampuan pasien dalam berkomunikasi sehari-hari dan untuk menilai pemberian ABD
Audiometri Tutur
Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score: 90 100 % berari Pendengaran Normal 75 90 % Tuli Ringan 60 75 % Tuli sedang 50 - 60 % Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan < 50 % Tuli Berat
Audiometri Bekesy
Audiometri Bekessy Prinsipnya mengunakan Nada yang terputus dan Continyu Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol Ditemukan grafik seperti gigi gergaji Garis yang Menaik adalah priode suara yang dapat didengar Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada Recuitmen amplitude lebih kecil
Audiometri Bekesy
Normal Nada Terputus dan terus menerus Berimpit Tuli Saraf Koklea Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai frekwensi 1000 hz dan grafi kotinue makin kecil
Audiometri Objektif
Terdapat 4 cara pemeriksaan yaitu : Audiometri Impedans Electro kokleo grafi Envoke rensponse Audiometri Otoacoustic Emission/ OAE
Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas
koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara. Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Elektrokokleografi
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak
yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
Audiometri Impedans
pemeriksaan audiometri impedans diperiksa kelenturan membrane timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
Audiometri Impedans
Didapatkan istilah: a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. kekakuan membrane timpani dan membran timpani yang sangat lentur. b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachian tube function), untuk mengetahui tuba Eustachius terbuka atau tertutup. c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar.
Audiometri Impedans
Audiometri Impedans telah dianggap semakin penting artinya dalam rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan positif, normal, atau negatif.
Audiometri Impedans
Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri. Pada dasarnya Timpanometer terdiri dari 4 bagian : 1. Oscilator : Alat yang menghasilkan/memproduksi bunyi/nada bolak-balik (biasanya 220 Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke earphone dan diteruskan ke liang telinga. 2. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang telinga.
Audiometri Impedans
3. Sebuah pompa udara dan manometer yang
dikalibrasi dalam milimeter air (-600 mmH2O s.d +1.200 mmH2O). Suatu mekanisme untuk mengubah dan mengukur tekanan udara dalam liang telinga 4. Compliancemeter : untuk menilai bunyi yang diteruskan melalui mikrofon.
Timpanometer
Timpanometer
Timpanometer
Timpanometri
Cara Pemeriksaan: Probe, setelah dipasangi tip yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang telinga tertutup dengan ketat. liang telinga yang tertutup cepat diberikan tekanan 200 mmH2O melalui manometer. Membrana timpani dan untaian tulang-tulang pendengaran akan mengalami tekanan dan terjadi kekakuan ,sehingga tak ada energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam koklea. Dan jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam liang telinga luar akan bertambah.
Timpanometri
Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana
energi bunyi diserap dalam jumlah tertinggi keadaan ini menyatakan membran timpani dan untaian tulang pendengaran dalam compliance yang maksimal. Pada saat compliance maksimal ini dicapai, tekanan udara dalam rongga telinga tengah sama dengan tekanan udara dalam liang telinga luar. Jadi tekanan dalam rongga telinga tengah diukur secara tak langsung.
Timpanometri
Tekanan dalam liang telinga luar kemudian
diturunkan lagi sampai -400 mmH2O Timpanometri merupakan salah satu dari 3 pengukuran imitans yang banyak digunakan dalam menilai fungsi telinga tengah secara klinis, di samping imitans statik dan ambang refleks akustik.
Timpanometri
Intepretasi 1. Tipe A terdapat pada fungsi telinga tengah yang normal. mempunyai bentuk khas, dengan puncak imitans berada pada titik 0 daPa dan penurunan imitans yang tajam dari titik 0 ke arah negatif atau positif. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, memberi kesan tekanan udara telinga tengah yang normal.
Timpanometri
Timpanogram Normal
Timpanometri
2. Tipe As. Terdapat pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang berparut. Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), di mana puncak berada atau dekat titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang secara signifikan berkurang. Huruf s di belakang A berarti stiffness atau shallowness. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, tapi kelenturan lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekauan sistem osikular seringkali dihubungkan dengan tipe As.
Timpanometri
Timpanogram Tipe As
Timpanometri
3. Tipe Ad. Terdapat pada keadaan membran timpani yang flaksid atau diskontinuitas dari tulang-tulang pendengaran. Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), tetapi dengan puncak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan normal. Huruf d di belakang A berarti deep atau discontinuity. Tipe Ad dikaitkan dengan diskontinuitas sitem osikular atau suatu membrana timpani mono metrik.
Timpanometri
Timpanogram Tipe Ad
Timpanometri
4. Tipe B Timpanogram tidak memiliki puncak melainkan pola cenderung mendatar, atau sedikit membulat yang paling sering dikaitkan dengan cairan di telinga tengah (misalnya pada otitis media efusi. ECV dalam batas normal, terdapat sedikit atau tidak ada mobilitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak tetapi ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada membran timpani.
Timpanometri
Timpanogram Tipe B
Timpanometri
5. Tipe C Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan malfungsi dari tuba Eustachius. Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan negatif di luar -150 mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah miskin karena tabung estachius disfungsi.
Timpanometri
Timpanogram Tipe C
Timpanometri
(BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click).
panjang gelombang/amplitudo dalam waktu. 4. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (7090 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).
aktivitas saraf urutan kedua arises from di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori. Gelombang IV: gelombang BERA IV diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral.
kemungkinan merupakan dari aktivitas dari struktur auditori anatomik multipel. Gelombang V dipercaya berasal dari sekitar colliculus inferior. Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial geniculate body)
Otoacoustic Emission
Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan
elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang objektif, otomatis, tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir
Otoacoustic Emission
Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE yaitu : Spontan OAE Evoked OAE.
Spontan OAE dapat timbul tanpa adanya stimulus bunyi, namun tidak semua manusia memiliki Spontan OAE sehingga manfaat klinisnya tidak diketahui.
Otoacoustic Emission
Evoked OAE adalah OAE yang terjadi pasca pemberian stimulus, dibedakan menjadi : 1. Transient Evoked OAE(TEOAE) 2. Distortion Product OAE (DPOAE)
sekaligus, yang berbeda frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz)
Otoacoustic Emission
Otoacoustic Emission
Otoacoustic Emission
seseorang yang pura pura tuli ( menginkan asuransi ) Cara Stenger memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada ke 2 teliga, Kemudian pada sisi yang sehat nada di jauhkan Dengan Audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu , Hasil audiogram berbeda Dengan Impedans
AUDIOLOGI ANAK
Cara memeriksanya dengan beberapa cara : Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak Free field test- Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak sedang bermain kemudian diberikan rangsang bunyi , Perhatikan reaksiya Screening Untuk screening ( Tapis masal ) dipakai hantaran udara saja dengan Frekwensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz