Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

SENSORINEURAL
HEARING LOSS (SNHL)
Oleh DM:
Atika Cahyani P
Ni Nyoman Novia C

Dosen Pembimbing:
dr. Eva Susanti, Sp.THT-KL
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia
termasuk 4
terdapat 278 juta (empat) negara
Penurunan Defisit di Asia Tenggara
sensorik orang menderita
pendengar gangguan dengan
an atau paling prevalensi
sering pendengaran, 75 –
ketulian 140 juta diantaranya ketulian yang
terdapat di Asia cukup tinggi
Tenggara (4,6%) dari total
penduduknya

Derajat
Faktor risiko Dari semua
ketulian, tuli
unilateral atau Usia, jenis gangguan
bilateral, Kelamin,
pendengaran,
gejala penyakit telinga,
penyerta penyakit 90%
mempengaruh metabolik & disebabkan
i prognosis vaskular oleh SNHL
(Kemenkes RI, 2006; WHO,2013; NIDCD, 2016; CDC,2013;
Pray & Pray, 2006; Jaafar, 2010; Oh, Park & Lee 2007
BAB 1 PENDAHULUAN
Tujuan

Mengetahui dan memahami materi sensorineural


hearing loss (SNHL) sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kepanitraan klinik bidang THT di Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga (Kolo, Salisu, Yaro 2012)


Gambar 3. Membran Timpani (Kolo, Salisu, Yaro 2012)

Gambar 2. Auricula (Kolo, Salisu, Yaro 2012)


Gambar 4. Telinga Dalam (Kolo, Salisu, Yaro 2012)
Gambar 5. Organ Corti (Kolo, Salisu, Yaro 2012)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
 Tuli sensorineural adalah tuli yang
terjadi karena terdapatnya gangguan jalur
hantaran suara pada sel rambut koklea
(telinga tengah), nervus VIII
(vestibulokoklearis), atau pada pusat
pendengaran di lobus temporalis otak.

(Soetirto, 2014)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Fisiologi Pendengaran
• Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan
ke liang telinga dan mengenai membran timpani
membran timpani bergetar.
• Getaran ini diteruskan ke tulang tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain
• Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong yang
juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli,
selaniutnya getaran diteruskan melalui membran Reissner
yang mendorong endolimf dan membran basal ke arah
bawah, perlimfe dalam skala timpani akan bergerak
sehingga tingkap bundar terdorong ke arah luar.
(Soetirto, 2014)
1) Getaran suara
ditangkap oleh daun
telinga yang dialirkan
ke liang telinga dan
mengenai membran
timpani membran
timpani bergetar.
2) Getaran ini diteruskan
ke tulang tulang
pendengaran 
menggerakkan tingkap
lonjong yang juga O Ran8sarEan fisft tdi diubah oleh
adanya perbedan ion
menggerakkan perilimfe
Kalium dan ion Natdum mniadi dim
dalam skala vestibuli li*rik ymt diierGkan
3) Getaran diteruskan melalui membran ke cabant€ban8 N. vlll, yat bmudian
Reissner yang mendorong endolimf dan mmriEkan
mngsarrgan itu ke pusst ffis]ik
membran basal ke arah bawah,
ponden8aEn di otak'
perlimfe dalam skala timpani akan (area3g drn 4ol mlalui saEf pwat yen6
bergerak sehingga tingkap bundar ada di lobut
terdorong ke arah luar tempoElis.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Faktor risiko

 Usia dan Jenis Kelamin


 Penyakit Telinga
 Penyakit Metabolik dan Vaskular

(NIDCD, 2016; CDC,2013; Pray & Pray, 2006; Jaafar, 2010;


Oh, Park & Lee 2007)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Koklea: Retrokoklea:
 Labirinitis  Penyakit Meniere
 Obat ototoksik  Neuroma Akustik
 Presbiakusis
 Tuli Mendadak
 Tuli Kongenital
 Trauma
 Tuli akibat bising
(Adam, GL, Boies, 2014; Suwento, 2014; Dobie, 2005;
Hadjar, 2014; Marchiori, Filho, & Matsuo, 2006; Cummings,
1993; Suzuki, 2004)
DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik (Pada pemeriksaan
otoskop, liang telinga dan membrana
timpani tidak ada kelainan).
 Pemeriksaan Penunjang :
◦ Tes penala (Rinne, Swabach, dan Weber)
◦ Audiometri
◦ Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA)
◦ OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi
Otoakustik)

(Soetirto, 2014)
CARA PEMERIKSAAN
 Telinga dpt mendengar antara 20-18.000
Hz
 Garputala: 512,1024,2048
 Kualitatif tes garpu tala / penala
 Kuantitatif  Audiometri

 Tes rinne  membandingkan hantaran udara dan


hantara tulang
 Tes weber  membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dan kanan
 Tes schwabach  membandingkan hantaran tulang
pasien dan pemeriksa
(Soetirto, 2014)
Pemeriksaan pendengaran
a. Tes Penala
Untuk pemeriksaan digunakan garpu tala 512 hz, 1024
hz, dan 2048 hz, dan merupakan pemeriksaan secara
kualitatif

1. Tes Rhinne

Penilaian :
Rhinne positif masih terdengar
Rhinne negatif tidak terdengar

(Soetirto, 2014)
2. Tes Weber 3. Tes Schwabah

Garpu tala diletakkan pada


planum proc mastoid sampai
tidak ada bunyi.
Kemudian tangkai dipindahkan ke
planum proc mastoid pemeriksa.

Penilaian :
Memanjang / memendek
atau normal

Penilaian :
Lateralisasi postif / negatif

(Soetirto, 2014)
AUDIOGRAM TELINGA
Pemeriksaan bersifat kualitatif dengan menentukan
nilai ambang nada murni dari suara terkecil yang
masih dapat didengar.

Sumber suara nada murni dihantarkan melalui :


1. Udara : Air condution (AC)
2. Tulang : Bone Conduction (BC)
Dengan menggunakan alat audiometer nada murni
DERAJAT KETULIAN

derajat Interpretasi
0 – 25 dB Normal
> 25 – 40 dB Tuli ringan
> 40 – 55 dB Tuli sedang
> 55 - 70 dB Tuli sedang berat
> 70 – 90 dB Tuli berat
> 90 dB Tuli sangat berat

(Soetirto, 2014)
Brainstem
Evoked
Respone
Audiometry
(BERA)
Prinsip pemeriksaan
BERA: menilai
perubahan potensial
listrik di otak setelah
pemberian rangsang
sensoris berupa
bunyi.

(Soetirto, 2014)
Brainstem
Evoked
Respone
Audiometry
(BERA)
Prinsip pemeriksaan
BERA: menilai
perubahan potensial
listrik di otak setelah
pemberian rangsang
sensoris berupa
Gambar 8. Pemeriksaan BERA (Google image)
bunyi.

(Soetirto, 2014)
OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik)

 Emisi otoakustik
merupakan
respon koklea
yang dihasilkan
oleh sel-sel
rambut luar yang
dipancarkan
dalam bentuk
energi akustik
dan
merefleksikan
fungsi koklea.

(Soetirto, 2014)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan SNHL disesuaikan dengan penyebab
ketulian.
 Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik 
penghentian obat.
 Jika diakibatkan oleh bising  dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising.
Bila tidak memungkinkan: menggunakan alat pelindung telinga
terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga
(ear muff) dan pelindung kepala (helmet).
 Apabila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi  alat bantu dengar.
(Soetirto, 2014)
PROGNOSIS
Berbagai faktor dapat memengaruhi tingkat
kecacatan dan kualitas hidup.
 Derajat ketulian jelas secara langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita, dimana
semakin berat suatu ketulian semakin terganggu
kehidupan penderitanya.
 Penderita tuli bilateral sering memiliki kecacatan
lebih besar dan kualitas hidup yang lebih buruk
dibandingkan tuli unilateral.
 Adanya keluhan telinga penyerta merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam prognosis
SNHL.
(NIH, 2012; Oh, Park, & Lee, 2007; Jasmin, 2013)
PENCEGAHAN
 Menghindari paparan bising yang
berlebihan
 Menghindari untuk mengkonsumsi obat–
obat ototoksik
 Pola hidup sehat dan bersih
 Menghindari diri untuk terkena infeksi
terutama infeksi yang dapat
menyebabkan SNHL.

(NIOSH, 2015)
KESIMPULAN
1. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena
gangguan pada telinga dalam atau pada jalur
persarafan dari telinga dalam ke otak, dibagi menjadi
tuli koklea dan tuli retrokoklea.
2. Etiologi tuli sensorineural yang berasal dari koklea
yaitu presbiakusis, labirintitis, tuli mendadak, trauma
dan bising. Sedangkan yang berasal dari retrokoklea
disebabkan karena gangguan pada nervus VIII, tumor
pada pons dan cerebellum, neuroma akustik dan
perdarahan otak.
KESIMPULAN
3. Diagnosis tuli sensorineural ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
4. Penatalaksanaan tuli sensorineural tergantung etiologi
dan dengan menggunakan alat bantu dengar atau
implan koklea
5. Prognosis pasien tergantung pada seberapa berat
derajat ketulian, dan juga gejala lain yang menyertai tuli
tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai