Anda di halaman 1dari 29

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam

PERBEDAAN ATTENTION DEFICIT


HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DAN
GANGGUAN AFEK BIPOLAR PADA ANAK

Oleh

Ermina Adriani 1810029028


Muhammad Aris Indrawan 1810029035

Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M.Kes

LAB / SMF KESEHATAN JIWA


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2019
Tutorial Klinik

PERBEDAAN ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER


(ADHD) DAN GANGGUAN MOOD BIPOLAR PADA ANAK

Oleh

Ermina Adriani 1810029028


Muhammad Aris Indrawan 1810029035

Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ, M.Kes

LAB / SMF KESEHATAN JIWA


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa. Dalam menghadapi berbagai
masalah anak, psikiatri anak tidak dapat terlepas dari sifat-sifat dan hakekat anak dan
masa anak itu sendiri. Sejak semula, anak telah melibatkan lingkungan dalam
permasalahannya. Selain itu, pola-pola tingkah laku anak cepat berubah dengan
berjalannya waktu.
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD)
adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif dan sulit memusatkan
perhatian yang timbulnya lebih sering, persisten dengan tingkat yang lebih berat jika
dibandingkan anak-anak seusianya. Disamping gejala diatas, anak-anak dengan
ADHD seringkali juga menunjukkan beberapa gejala lain seperti adanya ambang
toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif.
Gangguan bipolar, atau penyakit mania-depresi, adalah kelainan otak yang
menyebabkan perubahan mood dan pergeseran yang tidak lazim pada tingkat energi
dan aktivitas. Ada empat jenis gangguan bipolar, termasuk gangguan bipolar I,
gangguan bipolar II, gangguan sikloptik (siklotimia), dan gangguan bipolar lainnya
yang terkait baik secara spesifik maupun tidak. Penderita gangguan bipolar
mengalami episode mood: perubahan pada tingkat aktivitas, energi, dan pola tidur
serta perilaku yang tidak lazim. Anak-anak yang mengalami episode mania bisa
merasa sangat “melayang,” memiliki banyak energi, dan mereka bisa menjadi lebih
aktif daripada biasanya. Anak-anak yang mengalami episode depresi bisa merasa
sangat “terpuruk,” tidak atau hanya memiliki sedikit energi, dan mereka bisa menjadi
tidak aktif. Anak-anak yang memiliki kombinasi dari kedua sifat ini mengalami
kedua gejala, baik episode mania dan episode depresi.
Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak
dalam menjalankan fungsinya sehari-hari seperti berinteraksi denan teman sebaya,

2
keluarga dan yang terpenting mengganggu kesiapan anak untuk belajar. Semua
kondisi ini tentunya akan mengganggu prestasi belajar anak dan secara keseluruhan
membuat penurunan kualitas hidup anak di kemudian hari.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. ADHD
1. Definisi
Gangguan defisit atensi/ hiperaktivitas (attention-deficit/hyperactiviy disorder-
ADHD) terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku
yang impulsif serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada anak dengan usia
dan tingkat perkembangan yang serupa. Untuk memenuhi kriteria diagnosis ADHD,
beberapa gejala harus ada sebelum usia 7 tahun, meskipun banyak anak tidak
terdiagnosis hingga usia mereka lebih dari 7 tahun, saat perilaku mereka
menimbulkan masalah di sekolah dan di tempat lain.1

2. Epidemiologi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Edisi ke-4, 3
awitan terjadinya GPPH ini di bawah usia 7 tahun. Gejala mulai timbul sejak usia
dini dengan usia awitan rata – rata 3 – 4 tahun.6 Gangguan ini dijumpai 2 – 4 kali
lebih besar pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan.7 Angka prevalensi
GPPH ini bervariasi tergantung dari instrumen skrining, kriteria diagnosis, serta
karakteristik populasi yang diteliti. Di Indonesia, cara untuk mendiagnosis gangguan
ini didasarkan pada kriteria diagnosis menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Edisi IV. Sesuai dengan kriteria DSM IV, prevalensi penderita gangguan
ini pada anak usia sekolah sebesar 15,8% di antara 3006 anak berusia 3-18 tahun.6
Angka kejadian yang berbeda juga didapatkan berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
Anak laki – laki memiliki insiden yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
perempuan yaitu sekitar 3-5 : 1.8 Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan di RS Sanglah Denpasar selama periode 2005-2006 terdapat 162 catatan
medik penderita yang berusia 3 tahun sampai < 7 tahun, 111 pasien memenuhi

4
kriteria penelitian. Pasien terdiri dari 90 (81,1%) laki-laki dan 21 (18,9%) perempuan,
prevalensi GPPH didapat 51 (45,9%).9

3. Etiologi
Penyebab ADHD tidak diketahui. Faktor dugaan yang turut berperan untuk ADHD
mencakup pajanan toksik pranatal, prematuritas, dan cedera mekanis prenatal pada
sistem saraf janin.1
 Faktor genetik. Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance
yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibanding dizigot. Saudara kandung
anak hiperaktif juga memiliki resiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan
dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai
gejala hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat
mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan
gangguan ini memiliki resiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang
tua adoptif.
 Kerusakan otak. Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD
mengalami kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak
selama periode janin dan perinatal (akhir minggu ke 20-29 kehamilan hingga 1-4
minggu setelah lahir). Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat
disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanis, atau fisik
pada otak selama masa bayi awal yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan
trauma. Tanda-tanda neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang
lebih tinggi pada anak dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum.
 Faktor neurokimia. Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi ADHD, yaitu
stimulan, memengaruhi dopamin dan norepinefrin, sehingga menimbulkan
hipotesis neurotransmiter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua
sistem adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas
yang mengaitkan satu neurotransmiter di dalam timbulnya ADHD, tetapi banyak
neurotransmiter dapat terlibat di dalam prosesnya.

5
 Faktor neurofisiologis. Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola
elektroensefalogram (EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan
dibandingkan dengan kontrol normal. Sejumlah studi yang menggunakan
positron emission tomography (PET) menemukan berkurangnya aliran darah
otak serta laju metabolik di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD
dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga menunjukkan bahwa remaja
perempuan dengan gangguan ini memiliki metabolisme glukosa yang berkurang
secara global dibandingkan dengan kontrol normal perempuan dan laki-laki serta
pada laki-laki dengan gangguan ini. Satu teori menjelaskan temuan ini dengan
menganggap bahwa lobus frontalis anak-anak dengan ADHD melakukan
mekanisme inhibisinya dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih rendah,
suato efek yang menghasilkan disinhibisi.
 Faktor psikososial. Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan pada
keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di
dalam mulainya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup
temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh
dengan cara berprilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.

4. Diagnosis ADHD1
Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi
sepihak dari orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta
penderita harus dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak
menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi
saat pemeriksaan dan kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya
hiperaktifitas. Pada beberapa kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik
dan evaluasi pendidikan. Hingga saat ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik
dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti pemeriksaan klinis haruslah dilakukan
dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan hubungan yang jelas antara jenis
pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya hiperaktifitas. Beragam
kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun yang terpenting

6
adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena tidak
mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan.
Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang
menunjukkan tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan
kelainan perilaku, hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan adanya ADHD.
Untuk mendiagnosis ADHD digunakan kriteria DSM IV yang juga
digunakan,harus terdapat 3 gejala : Hiperaktif, masalah perhatian dan masalah
konduksi.
KRITERIA A –MASING-MASING (1) ATAU (2)
(1) Enam atau lebih gejala dari kurang perhatian atau konsentrasi yang tampak paling
sedikit 6 bulan terakhir pada tingkat maladaptive dan tidak konsisten dalam perkembangan
INATTENTION
a. Sering gagal dalam memberi perhatian secara erat secara jelas atau membuat
kesalahan yang tidak terkontrol dalam :
1. sekolah
2. bekerja
3. aktifitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan menjaga perhatian/ konsentrasi dalam menerima
tugas atau aktifitas bermain.
c. Sering kelihatan tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung
1. Menyelesaikan pekerjaan rumah
2. Pekerjaan atau tugas
3. Mengerjakan perkerjaan rumah (bukan karena perilaku melawan)
4. Gagal untuk mengerti perintah
d. Sering kesulitan mengatur tugas dan kegiatan
e. Sering menghindar, tidak senang atau enggan mengerjakan tugas yang
membutuhkan usaha (seperti pekerjaan sekolah atau perkerjaan rumah)
f. Sering kehilangan suatu yang dibutuhkan untuk tugas atau kegiatan
(permainan, tugas sekolah, pensil, buku dan alat sekolah lainnya).
g. Sering mudah mengalihkan perhatian dari rangsangan dari luar yang tidak
berkaitan
h. Sering melupakan tugas atau kegiatan segari-hari
(2) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas/impulsifitas yang menetap dalam 6 bulan
terakhir
HIPERAKTIFITAS
1. Sering merasa gelisah tampak pada tangan, kaki dan menggeliat dalam tempat duduk

7
2. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang mengharuskan
tetap duduk.
3. Sering berlari dari sesuatu atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
seharusnya (pada dewasa atau remaja biasanya terbatas dalam keadaan perasaan
tertentu atau kelelahan )
4. Sering kesulitan bermain atau sulit mengisi waktu luangnya dengan tenang.
5. Sering berperilaku seperti mengendarai motor
6. Sering berbicara berlebihan
IMPULSIF
a.Sering mengeluarkan perkataan tanpa berpikir, menjawab pertanyaan sebelum
pertanyaannya selesai.
b. Sering sulit menunggu giliran atau antrian
c. Sering menyela atau memaksakan terhadap orang lain (misalnya dalam percakapan atau
permainan).
KRITERIA B: Gejala hiperaktif-impulsif yang disebabkan gangguan sebelum usia 7 tahun.
KRITERIA C : Beberapa gangguan yang menimbulkan gejala tampak dalam sedikitnya 2
atau lebih situasi ( misalnya di kelas, di permainan atau di rumah )
KRITERIA D : Harus terdapat pengalaman manifestasi bermakna secara jelas mengganggu
kehidupan sosial, akademik, atau pekerjaan )
KRITERIA E : Gejala tidak terjadi sendiri selama perjalanan penyakit dari Pervasive
Developmental Disorder, Schizophrenia, atau gangguan psikotik dan dari gangguan mental
lainnya (Gangguian Perasaan, Gangguan kecemasan, Gangguan Disosiatif atau gangguan
kepribadian)

Diagnosis ADHD, Tipe kombinasi jika terdapat pada A1 dan A2 yang


didaptkan dalam 6 bulan terakhir. ADHD tipe Inatentif redominan jika dalam kriteria
didapatkan A1, tetapi tidak didapatkan gejala pada A2 dalam 6 bulan terakhir. ADHD
Hiperaktif Predominan -Tipe Impulsif): jika kriteria didapatkan A2 tapi tidak
dijumpai kriteria A1 dalam 6 bulan terakhir.
Kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih
yang menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala-gejala diatas biasanya timbul
sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di
rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam
kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu,

8
serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan,
skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.

Gangguan Hiperkinetik menurut PPDGJ-III

• Ciri-ciri utama : berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri


ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih
dari satu situasi.
• Terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan dari satu
kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang
satu, karena perhatiannya tertarik pada kegiatan.
• Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya
didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama.
• Kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut
keadaan relatif tenang.
• Berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari
duduk/ kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu
banyak berbicara dan ribut, atau kegugupan/ kegelisahan dan berputar-putar
(berbelit-belit).
• Gambaran penyerta yang dapat mendukung diagnosis adalah kecerobohan
dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoaan dalam situasi-situasi yang
berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang
diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu orang lain,
terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap
diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya).
• Gangguan belajar serta kekakuan motorik

Tipe-tipe ADHD:
1. ADHD dengan predominan inatensi – anak memiliki paling sedikit 6 gejala
inatensi dankurang dari enam gejala hiperaktivitas-impulsivitas. Anak dengan
tipe ini kurangcenderung ‘acting out’ atau mengalami kesulitan untuk

9
berinteraksi dengan anak lainnya.Anak mungkin akan duduk tenang, tetapi tidak
memperhatikan apa yang sedangdikerjakan. Jadi, kemungkinan besar akan tidak
disadari oleh orangtua dan gurunyabahwa ia memiliki ADHD.2,3,4
2. ADHD dengan predominan hiperaktivitas-impulsivitas – anak memiliki paling
tidak 6gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan kurang dari 6 inatensi.2,3 Anak tidak
bisa dudukdiam dan banyak berbicara. Anak dapat berlari, loncat-loncat atau
memanjat dengankonstan. Anak merasa gelisah dan impulsif (seringkali
menyela, mengambil barang dariorang lain, atau berbicara pada saat yang tidak
tepat). Anak sulit menunggu serta lebihsering mengalami kecelakaan dan cedera
daripada anak lainnya.2,4
3. ADHD tipe kombinasi – anak memiliki 6 atau lebih tanda dan gejala dari
ketigakelompok tersebut. Ini tipe yang biasanya dimiliki oleh sebagian besar
anak denganADHD.2,3,4

5. Faktor resiko
Faktor resiko ADHD adalah paparan maternal terhadap toksin, merokok, minum
alkohol ataumenggunakan narkoba selama kehamilan, riwayat keluarga ADHD atau
gangguan perilakudan mood lainnya, serta berat badan lahir rendah.3

6. Evaluasi
Yang termasuk evaluasi ADHD adalah:3
 Kuesioner untuk orang tua dan guru (contohnya Connors, Burks).
 Evaluasi psikologis anak dan keularga, termasuk tes IQ dan tes psikologis.
 Pemeriksaan perkembangan, mental, nutrisi, fisik, dan psikososial.
Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium yang khas atau patognomunik untuk
ADHD. Padabeberapa anak hiperaktif didapatkan hasil EEG yang tidak terorganisir
dan imatur, dan PETmenunjukkan jumlah aliran darah otak yang kurang. Uji Kognitif
yang membantumengkonfirmasi inatensi dan impulsivitas seorang anak adalah
sebuah continuousperformance task, dimana si anak diminta untuk menekan tombol

10
setiap kali sebuah hurufatau angka muncul dilayar. Anak dengan perhatian yang
buruk akan gagal menekan tombolwalau huruf atau angka tersebut muncul.
Sedangkan anak impulsif akan menekan tombolwalaupun huruf atua angka tidak
muncul.1

7. Komplikasi
ADHD dapat membuat anak-anak mengalami:3
 Kesulitan belajar didalam kelas, yang dapat menyebabkan kegagalan akademik
dandihakimi oleh anak-anak lainnya dan orang dewasa.
 Cenderung untuk mengalami kecelakaan dan berbagai macam cedera lebih
seringdaripada anak lainnya.
 Lebih cenderung mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman dan
orangdewasa.
 Lebih beresiko menyalahgunakan alkohol dan narkoba, serta tindakan-
tindakandelinquent lainnya.

8. Gangguan Penyerta
ADHD tidak menyebabkan masalah-masalah psikologis atau perkembangan lainnya,
tetapianak-anak dengan ADHD lebih cenderung untuk memiliki kondisi-kondisi
seperti gangguanpembelajaran, Oppositional defiant disorder (ODD), gangguan
Conduct (mencuri, berkelahi,menghancurkan benda, dan menyakiti orang atau
binatang), penyalahgunaan obat, gangguancemas dan depresi, sindrom Tourette, serta
penyalahgunaan obat.2,3

9. Kondisi-kondisi yang mirip ADHD (Differential Diagnosis)


Gangguan pembelajaran dan bahasa (gangguan membaca, gangguan matematika, dan
gangguan ekspresi tertulis), gangguan mood (depresi dan mania), gangguan cemas,
gangguankejang, gangguan penglihatan atau pendengaran, sindrom tourette,
gangguan tidur,pengobatan tiroid. Beberapa kondisi ini mirip ADHD, tetapi juga
dapat menyertainya.2

11
10. Pengobatan dan Terapi
Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi dan konseling. Terapi
lainnya adalahuntuk meringankan efeksi gejala ADHD, yaitu akomodasi khusus
didalam ruang kelas, sertadukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar. Mengobati
ADHD merupakan kerjasamaantara pemberi pelayanan kesehata, orangtua atau
pengasuh, dan anak itu sendiri. Agar terapisukses, harus membuat target terapi yang
spesifik dan sesuai, memulai terapi medikamentosadan perilaku, serta melakukan
followup dengan dokter untuk memeriksa target, hasil, danefek samping pengobatan.
Selama pengecekan ini, gali informasi dari orangtua, guru dananak itu sendiri. Jika
pengobatan tampaknya tidak berpengaruh, pemberi pelayanan kesehatansebaiknya
memastikan apakah anak tersebut memang memiliki ADHD, memeriksan apakahada
alasan lain yang mungkin menyebabkan gejala yang mirip, dan memastikan
bahwarencana pengobatan diikuti dengan baik.1,2,3

Medikamentosa
Tipe-tipe obat ADHD:
1. Psikostimulan atau stimulan. Ini merupakan obat ADHD yang paling
seringdigunakan. Walaupun disebut stimulan, tetapi memiliki efek menenangkan
padaorang dengan ADHD. Obat-obatan ini adalah Amfetamin-
dekstroamfetamin(Adderall), Deksmetilfenidat (Focalin), Dekstroamfetamin
(Dexedrine, Dextrostat),Lisdeksamfetamin (Vyvanse), dan Metilfenidat (ritalin,
Concerta, Metadate,Daytrana). Yang terdapat di Indonesia adalah golongan
metilfenidat dandekstroamfetamin, hanya dengan merek dagang yang
berbeda.1,2,3,4
Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan kadar
neurotransmitterotak, sehingga memperbaiki tanda-tanda dan gejala-gejala inti
(inatensi, impulsivitasdan hiperaktivitas). Tetapi obat-obatan ini hanya bekerja
untuk waktu terbatas. Selainitu, dosisnya berbeda pada tiap anak, jadi
membutuhkan waktu yang cukup lamahingga tercapai dosis yang sesuai.2,3

12
Ada 2 jenis stimulan, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Yang jangka
panjangberfungsi selama 6-12 jam, sementara yang jangka pendek berfungsi
selama kuranglebih 4 jam. Metilfenildat merupakan stimulan jangka panjang
yang berupa patchditempelkan pada pinggul dan berfungsi selama 9 jam.
Walaupun dapat bekerjaselama 9 jam, tetapi obat ini baru akan berfungsi setelah
3 jam. Agar dapat bekerjapada pagi hari, patch-nya harus ditempelkan sewaktu
anak masih tertidur.
Efek samping paling umum dari obat-obatan stimulan adalah penurunan
seleramakan, penurunan berat badan, gangguan tidur, dan irritability sewaktu
efek obatberkurang. Beberapa anak dapat menderita gerakan otot yang
menyentak, seperti tics,yang akan menghilang sewaktu dosis diturunkan. Obat
ini juga dapat sedikitmenurunkan kecepatan pertumbuhan anak, walaupun pada
sebagian besar kasus, tidakada efek permanen. Efek samping yang jarang terjadi
adalah kematian anak karenapenyakit jantung, terutama pada yang telah
memiliki penyakit jantung atau defekjantung.1,2,3
Sebelum memberikan obat jenis ini kepada anak, sebaiknya lakukan
pemeriksaanfisik, tekanan darah, denyut nadi, berat badan dan tinggi badan
anak. Selain ituperiksa tekanan darah, denyut nadi, berat badan dan tinggi badan
pasien tiap 3 bulansekali dan lakukan pemeriksaan fisik tiap tahun.1

Tabel 1. Obat-obatan Stimulan untuk Terapi ADHD


Nama Obat Sediaan (mg) Lama Kerja Dosis Anjuran
Golongan Metilfenidat
Ritalin 5, 10, 15, 20 3-4 jam 30 mg/hari dibagi 3 dosis
Ritalin-SR 20 8 jam ~60 mg/ hari
Concerta 18, 36, 54 12 jam ~54 mg/ tiap pagi
Metadate ER 10, 20 8 jam ~60 mg/ hari
Metadate CD 20 12 jam ~60 mg/ tiap pagi
Ritalin LA 5, 10, 15, 20 8 jam

13
Golongan
Deksmetilfenidat
Focalin 2.5, 5, 10 3-4 jam ~10 mg
Focalin XR 5, 10, 20 6-8 jam ~20 mg
Golongan
Dekstroamfetamin
Dexedrin 5, 10 3-4 jam 0,15-0,5 mg/kgBB 2x/hari
Dexedrin Spansule 5, 10, 15 8 jam ~40 mg/ tiap pagi
Golongan
Dekstroamfetamin &
Garam Amfetamin
Adderall 5, 10, 20, 30 4-6 jam 0,15-0,5 mg/kgBB 2x/hari
Adderall XR 10, 20, 30 12 jam ~40 mg/ tiap pagi

2. Obat nonstimulan, yaitu Atomoksetin (Strattera) dapat bekerja sebaik stimulan,


tetapikemungkinan penyalahgunaan lebih rendah. Obat ini diberikan pada anak
denganADHD yang tidak merespon obat-obatan stimulan atau mengalami efek
samping padapemberian stimulan. Selain mengurangi gejala ADHD, atomoksetin
juga dapatmengurangi rasa cemas. Obat ini diberikan satu atau dua kali sehari.
Efek sampingdari atomoksetin adalah rasa mual dan sedasi, penurunan selera
makan dan beratbadan. Efek samping yang jarang muncul adalah gangguan
fungsi hati yang ditandaidengan kulit yang berwarna kuning (jaundice), urin
berwarna gelap atau gejala-gejalaflu yang tidak dapat dijelaskan, peningkatan
resiko timbulnya ide-ide bunuh diri padaanak dan remaja atau tanda-tanda
depresi lainnya. Tetapi obat ini tidak dijualdiIndonesia.1,2,3,4

14
Tabel 2. Obat-obatan Nonstimulan untuk Terapi ADHD
Obat Sediaan (mg) Dosis Anjuran
Golongan Amoksetin HCl 10, 18, 25, 40 (0,5-1,8 mg/kgBB) 40-80
Strattera mg/ hari boleh dibagi
menjadi 2 dosis
Golongan Bupropion
Wellbutrin 75, 100 (3-6 mg/kgBB) 150-300
Wellbutrin SR 100, 150 mg/hari
Golongan Venlaflaxin
Effexor 25, 50, 75, 100 25-150 mg/hari; 2x/ hari
Effexor XR 75, 150 37,5-150 mg tiap pagi
Golongan Agonis α-
adrenergik
Clonidine (catapres) 0.1, 0.2, 0.3 3-10μg/kg/hari dibagi 3
dosis
Guanfacine (Tenex) 1,2 0,5-1,5 mg/ hari

3. Antidepresan. Obat ini digunakan pada anak yang tidak merespon stimulan
atauatomoksetin, dan memiliki gangguan mood penyerta.2,3
4. Obat tekanan darah tinggi, yaitu Clonidine (Catapres) dan Guanfacine
(Intuniv,Tenex). Obat ini akan membantu menredakan gejala-gejala ADHD.
Diberikan untukmengurangi tics atau insomnia yang disebabkan obat ADHD
lainnya atau mengobatiagresi yang disebabkan oleh ADHD.1,2,3

2. Terapi Perilaku dan Konseling1,2,3,4


Terapi perilaku dan konseling diberikan oleh psikiater, psikolog, atau petugas
kesehatan jiwalainnya. Beberapa anak dengan ADHD juga mengalami kondisi
lainnya seperti gangguancemas dan depresi. Konseling dapat membantu ADHD dan
masalah penyertanya. Hasil yang terbaik didapatkan dari kerjasama tim, dimana
semua pihak bekerjasama.

15
11. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yang menetap.1
1. Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa
remajaatau dewasa.1,2 Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat
keluarga,peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala
perilaku, depresidan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya
akan menghilang,tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol
impuls (tidak hiperaktif,tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan
penyalahgunaan alkohol dannarkoba, kegagalan disekolah, sulit mempertahankan
pekerjaan, serta pelanggaranhukum.
2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masaremaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20
tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling
terakhiradalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dandewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memilikigejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadiantisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan,mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakanalkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi psikopatologi
komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta faktor-faktor
keluarga. Prognosa yangoptimal dapat didukung dengan cara memperbaiki fungsi
sosial anak, mengurangi agresivitasanak, dan memperbaiki keadaan keluarganya
secepat mungkin.

16
B. Gangguan Mood
1. Definisi
Gangguan Mood terdapat pada anak semua usia, terdiri atas pola gangguan
mood yang menetap; berkurangnya antusiasme di dalam aktifitas permainan,
olahraga, pertemanan atau sekolah; dan perasaan tidak berharga menyeluruh. Ciri
inti depresi berat serupa pada anak, remaja, orang dewasa, dengan ekspresi ciri ini
yang dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan usia dan kematangan individu.
Dua kriteria untuk gangguan mood pada masa kanak dan remaja adalah gangguan
pada mood seperti depresi atau elasi, dan iritabilita.
Meskipun kriteria diagnostik revisi teks edisi keempat DSM-IV-TR untuk
gangguan mood hampir identik pada semua kelompok usia, ekspresi mood yang
terganggu beragam diantara anak-anak sesuai dengan usianya. Anak kecil yang
mengalami depresi lazim menunjukkan gejala yang tampak lebih jarang ketika
mereka bertambah usia, mencakup halusinasi auditorik yang sesuai mood,
keluhan-keluhan somatik, penarikan diri, penampilan sedih, dan harga diri yang
buruk. Gejala-gejala yang lebih lazim ditemukan pada anak yang mengalami
depresi masa remaja lanjut dibandingkan pada anak kecil adalah anhedonia
pervasif, retardasi psikimotor berat, waham, dan rasa putus asa. Gejala yang
muncul dengan frekuensi sama tanpa memandang usia dan status perkembangan
mencakup gagasan bunuh diri, mood yang iritabel atau depresi, insomnia, dan
berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi.

2. Epidemiologi
Gangguan mood meningkat seiring dengan meningkatnya usia, dan prevalensi
pada kelompok usia berapapun secara drastis lebih tinggi di dalam kelompok
rujukan psikiatrik dibandingkan populasi umum. Depresi lebih lazim ditemukan
pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan usia sekolah. Beberapa
dugaan dapat ada di dalam laporan klinik seperti jumlah anak laki-laki melampaui
jumlah anak perempuan di klinik psikiatrik. Diantara anak-anak dan remaja yang
di rawat di rumah sakit, angka gangguan depresif berat jauh lebih tinggi

17
dibandingkan komunitas umum. Gangguan distimik diperkirakan lebih lazim
dibandingkan dengan gangguan depresif berat pada anak usia sekolah. Pada anak
usia sekolah dengan gangguan distimik, terdapat kemungkinan besar bahwa
gangguan depresif berat akan timbul pada suatu waktu setelah masa satu tahun
mengalami gangguan distimik. Pada remaja, seperti juga pada orang dewasa,
gangguan distimik lebih jarang dibandingkan dengan gangguan depresif berat.
Angka gangguan dipolar I sangat rendah pada anak prapubertas dan dapat
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk didiagnosis, karena mania secara khas
muncul untuk pertama kalinya pada masa remaja.

3. Etiologi
Barang bukti menunjukkan bahwa gangguan mood pada masa kanak
merupakan penyakit mendasar yang sama seperti yang dialami oleh orang
dewasa.
Faktor Genetik. Gangguan mood pada anak-anak, remaja, dan pasien dewasa
cenderung berkumpul di dalam keluarga yang sama. Meningkatnya insiden
gangguan mood umumnya ditemukan pada anak-anak dari orang tua gangguan
mood dan kerabat dari anak dengan gangguan mood. Memiliki dua orang tua
dengan depresi mungkin empat kali lipat meningkatkan risiko seorang anak untuk
memiliki gangguan mood sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan risiko pada
anak dengan dua orang tua yang tidak mengalami depresi.
Faktor Biologis lainnya. Studi gangguan depresif berat prapubertas dan gangguan
mood remaja telah mengungkapkan kelainan biologis. Anak-anak prapubertas di
dalam episode gangguan mood secara signifikan menyekresikan lebih banyak
hormon pertumbuhan saat tidur dibandingkan anak normal. Anak-anak ini juga
secara signifikan menyekresikan lebih sedikit hormon pertumbuhan sebagai
respons terhadap hipoglikenia yang dicetuskan insulin dibandingkan pasien non
depresi. Kedua kelainan ini ditemukan berlangsung sedikitnya 4 bulan dengan
respons klinis yang penuh dan berlangsung lama, bulan terakhir dalam keadaan
bebas obat.

18
Uji supresi deksametason digunakan masa kanak dan remaja tetapi tidak
sesering atau tidak terlalu dapat diandalkan dibandingkan pada dewasa. Studi tidur
tidak memberikan kesimpulan pada anak-anak dan remaja dengan depresi.
Polisomnografi tidak menunjukkan perubahan atau menunjukkan perubahan yang
menjadi ciri khas orang dewasa dengan gangguan depresif berat: berkurangnya
latensi rapid eye movement (REM) dan meningkatnya jumlah periode REM. Studi
baru-baru ini mengevaluasi pemindaian MRI pada lebih dari 100 anak yang
dirawat di rumah sakit psikiatri dengan gangguan mood menunjukkan penurunan
volume lobus frontalis dan meningkatnya volume ventrikal. Hal ini sesuai dengan
temuan MRI pada pasien dewasa dengan depresi berat.
Faktor Sosial. Defisit psiko sosial pada anak dengan depresi membaik setelah
pemulihan yang lama. Defisit ini tampak disebabkan oleh depresi itu sendiri dan
dapat dipersulit dengan lamanya sebagian besar episode distimik atau depresif,
yang pada masa ini bertumpuklah tugas-tugas perkembangan yang tidak dapat
dicapai atau dicapai dengan buruk. Diantara anak-anak pra sekolah dengan
gambaran klinis depresif, peran pengaruh lingkungan mungkin akan mendapatkan
eksperimental di masa mendatang.

4. Diagnosis dan Gambaran Klinis


Gangguan Depresif Berat. Gangguan depresif berat pada anak-anak didiagnosis
paling mudah ketika gangguan ini bersifat akut dan terjadi pada anak tanpa gejala
psikiatrik sebelumnya. Meskipun demikian, pada banyak kasus, onsetnya terjadi
perlahan, dan gangguan ini terdapat pada anak yang sebelumnya telah memiliki
beberapa tahun kesulitan dengan hiperaktivitas, gangguan ansietas perpisahan, atau
gejala depresif intermitten.
Gangguan Distimik. Gangguan distimik pada anak dan remaja terdiri atas mood
depresi atau iritabel untuk sebagian besar hari, selama beberapa hari dalam periode
sedikitnya 1 tahun. DSM-IV-TR mencatat bahwa pada anak-anak dan remaja,
mood iritabel dapat menggantikan kriteria mood depresi untuk orang dewasa dan
kriteria durasinya bukan 2 tahun tetapi 1 tahun untuk anak-anak dan remaja.

19
Menurut kriteria diagnostik DSM-IV-TR, sedikitnya tiga dari gejala berikut ini
harus menyertai mood yang depresi atau iritabel: harga-diri buruk, pesimisme atau
putus asa, hilang minat, penarikan diri secara sosial, kelelahan kronis, rasa bersalah
atau mengingat-ingat masa lalu, iritabilitas atau marah yang berlebihan,
berkurangnya aktivitas atau produktivitas, dan konsentrasi atau daya ingat yang
buruk. Selama masa-masa gangguan, gejala ini tidak membaik selama lebih dari 2
bulan. Di samping itu, tidak ada episode depresif berat pada tahun pertama
gangguan. Untuk memenuhi kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan
distimik, seorang anak tidak boleh memiliki riwayat manik atua hipomanik.
Gangguan distimik juga tidak didiagnosis jika gejala hanya terjadi selama
gangguan psikotik kronis atua jika ada efek langsung dari suatu zat atau keadaan
medis umum. DSM-IV-TR memberikan perincian untuk onset dini (sebelum usia
21 tahun) atau onset lambat (setelah usia 21 tahun (lihat Tabel 12.2-1).
Seorang anak atau remaja dengan gangguan distimik bisa memiliki episode
depresif berat sebelumnya, sebelum onset gangguan distimik, tetapi jauh lebih
lazim untuk anak dengan gangguan distimik selama lebih dari 1 tahun memiliki
gangguan depresif berat. Pada kasus ini, kedua diagnosis depresif diberikan
(depresi ganda). Gangguan distimik pada anak-anak diketahui memiliki usia onset
rerata yang beberapa tahun lebih dini dibandingkan dengan onset usia gangguan
depresif berat.
Gangguan Bipolar I. Gangguan bipolar I semakin banyak didiagnosis pada anak-
anak prapubertas dengan pertimbangan bahwa episode manik “klasik” tidak lazim
pada kelompok usia ini, bahkan ketika gejala depresif telah muncul. Sejak anak-
anak prapubertas dengan ciri depresif dan mania atau hipomania biasanya tidak
menunjukkan “siklus” mood yang jelas, tetap kontroversial apakah anak-anak ini
sebenarnya memenuhi kriteria diagnostik untuk penyakit bipolar. Gambaran
gangguan perilaku dan mood pada anak-anak prapubertas yang baru-baru ini
didiagnosis dengan gangguan bipolar oleh beberapa klinis mencakup sangat
banyaknya keragaman mood, perilaku agresif inermiten, sangat mudahnya teralih
perhatian, dan buruknya rentang perhatian. Kelompok anak yang saat ini

20
didiagnosis oleh beberapa klinisi dengan gangguan bipolar berfungsi buruk, sering
memerlukan perawatan di rumah sakit, menunjukkan gejala depresi, dan sering
memiliki gejala gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD). Masih dalam
penelitian apakah anak-anak ini akan mengalami siklus mood yang lebih jelas
ketika mereka dewasa, atau apakah gambaran klinisnya tetap sama dari waktu ke
waktu. Studi jangka panjang pada anak-anak dengan diagnosis ini masih dilakukan
untuk melihat apakah mereka bipolar ketika dewasa nantinya.
Menurut DSM-IV-TR, kriteria diagnostik untuk episode manik dewasa
sama untuk anak dan remaja. Kriteria diagnostik untuk episode manik mencakup
periode mood yang sangat elevasi, ekspansif, atau iritabel yang berlangsung
sedikitnya 1 minggu atau untuk suatu lama tertentu jika diperlukan perawatan di
rumah sakit. Di samping itu, selama periode gangguan mood, sedikitnya tiga dari
gejala yang signifikan dan persisten ini harus ada: harga diri yang membumbung
atau kebesaran, berkurangnya kebutuhan untuk tidur, tekanan untuk berbicara,
lompat gagasan atau pikiran berlomba, mudah teralih perhatiannya, meningkatnya
aktivitas yang bertujuan, dan keterlibatan yang berlebihan di dalam aktivitas
menyenangkan yang dapat menghasilkan akibat yang menyakitkan.
Ketika mania terjadi pada remaja, terdapat insiden ciri psikotik yang lebih
tinggi dibandingkan pada orang dewasa, dan perawatan di rumah sakit sering
diperlukan. Waham dan halusinasi pada remaja dapat meliputi ungkapan kebesaran
mengenai kekuatan, nilai, pengetahuan, keluarga, atau hubungan mereka. Waham
kejaran dan lompat gagasan sering ditemukan. Secara keseluruhan, hendaya pada
uji realitas lazim ditemukan pada episode manik remaja. Pada remaja dengan
gangguan depresif berat yang ditujukan untuk gangguan bipolar I, mereka dengan
risiko paling tinggi, memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar I dan
menunjukkan episode depresif berat akut dengan psikosis, hipersomnia, dan
retardasi psikomotor.

Duka Cita. Duka cita adalah keadaan berkabung yang terkait dengan kematian
orang yang dicintai yang dapat timbul dengan gejala-gejala yang merupakan ciri

21
khas episode depresif berat. Gejala defresif khas yang terkait dengan berduka
mencakup perasaan sedih, insomnia, berkurangnya nafsu makan, dan pada
beberapa kasus, berat badan turun. Anak yang berkabung dapat menarik diri dan
tampak sedih serta mereka tidak mudah ditarik bahkan ke dalam aktivitas
favoritnya.
Di dalamDSM-IV-TR, berduka bukanla gangguan jiwa, tetapi berada di dalam
kategori keadaan tambahan yang dapat menjadi fokus perhatian klinis. Anak-anka
yang berada pada pertengahan periode berduka yang khas juga dapat memenuhi
kriteria gangguan depresif berat jika gejalanya berlanjut hingga lebih lama dari 2
bulan setelah kehilangan. Pada beberapa keadaan, gejala depresif berat dalam 2
bulan setelah kehilangan dianggap di luar lingkup berkabung yang normal dan
diperlukan diagnosis gangguan depresif berat.
Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium. Tidak ada satupun uji laboratorium
yang berguna di dalam menegakkan diagnosis gangguan mood. Uji penapisan
untuk fungsi tiroid dapat menyingkirkan kemungkinan keterlibatan endokrinologis
di dalam gangguna mood. Uji supresi-deksametason dapat dilakukan secara serial
di dalam kasus gangguan depresif berat untuk mencatat apakah nonsupresor awal
menjadi supresor dengan terapi atau dengan pemulihan gejala.

5. Diagnosis Banding
Bentuk psikotik episode manik dan depresif harus dibedakan dengan
skizofrenia. Gangguan mood yang dicetuskan zat kadang-kadang dapat dibedakan
dengan gangguan mood lain hanya setelah detoksifikasi. Gejala ansietas dan
perilaku tingkah laku yang terganggu dapat bersamaan dengan gangguan depresif
dan sering menimbulkan masalah dalam membedakan gangguan-gangguan ini
dengan gangguan tingkah laku serts emosional nondepresi.
Yang juga penting adalah perbedaan antara episode manik dan depresif agitasi
dengan ADHD, karena aktivitas yang berlebihan dan persisten serta kegelisahan
dapat menimbulkan kebingungan. Anak-anak prapubertas tidak menunjukkan
bentuk klasik depresi teragitasi, seperti meremas tangan dan melangkah mondar-

22
mandir. Ketidakmampuan untuk tetap duduk dan sering terjadinya ledakan
kemarahan merupakan gejala yang paling lazim. Kadang-kadang diagnosis yang
tepat menjadi jelas hanya setelah pemulihan gejala depresif. Jika seorang anak
tidak memiliki kesulitan dalam konsentrasi, tidak hiperaktif ketika pulih dari
episode depresif, dan berada dalam keadaan bebas obat, ADHD mungkin tidak
ada.

6. Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Perjalanan gangguan dan prognosis gangguan mood pada anak dan remaja
bergantung pada onset usia, keparahan episode, dan adanya gangguan yang
terdapat bersamaan, onset usia yang masih muda serta berbagai gangguan
meramalkan prognosis yang lebih buruk. Rerata lamanya suatu episode depresi
berat pada anak dan remaja kira-kira adalah 9 bulan, kemungkinan kumulatif
kekambuhan adalah 40 persen pada 2 tahun dan 70 persen pada 5 tahun. Telah
dilaporkan bahwa anak-anak dengan depresi yang tinggal di dalam keluarga
dengan tingkat konflik kronis yang tinggi lebih besar kemungkinannya untuk
mengalami kekambuhan. Ciri klinis episode depresif yang mengesankan risiko
paling tinggi untuk mengalami gangguan bipolar I mencakup waham dan retardasi
psikomotor di samping riwayat keluarga adanya penyakit bipolar. Gangguan
disimik bahkan memiliki pemulihan yang lebih sulit dibandingkan dengan depresi
berat, lama episode rerata kira-kira adalah 4 tahun. Gangguan distimik onset dini
terkait dengan risiko bermakna komorbiditas dengan depresi berat (70 persen),
gangguan bipolar (13 persen), dan penyalahgunaan zat (15 persen). risiko bunuh
diri, yang mewakili 12 persen kematian pada kisarana usia remaja, signifikan
diantara remaja dengan gangguan depresif.

7. Terapi
Perawatan di Rumah Sakit. Pertimbangan segera yang penting sering berupa
apakah perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk menjaga anak atau remaja
tetap aman atau apakah rumah sakit merupakan satu-satunya lingkungan yang

23
memungkinkan untuk memulai terapi. Jika pasien cenderung bunuh diri,
perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk memberikan perlindungan
maksimum tehadap impuls dan perilaku merusak diri pasien sendiri. Perawatan di
rumah sakit juga dapat diperlukan ketika seorang anak atau remaja juga
mengalami ketergantungan atau penyalahgunaan zat.

Psikoterapi. Terapi kognitif perilaku saat ini secara luas dikenali sebagai
intervensi yang efektif untuk terapi depresi pada anak dan remaja yang cukup
berat. Terapi kognitif perilaku bertujuan untuk menantang keyakinan maladaptif
dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah serta kompetensi sosial.
Terapi “aktif” lainnya, termasuk teknis relaksasi, juga terlihat membantu sebagai
terapi tambahan untuk depresi ringan hingga sedang. Faktor-faktor yang tampak
mengganggu respons terapi mencakup adanya gangguan ansietas komorbid yang
mungkin ada sebelum episode depresif.
Edukasi dan partisipasi keluarga adalah komponen terapi yang diperlukan
untuk anak dengan depresi, terutama untuk meningkatkan penyelesaian konflik
yang efektif. Karena fungsi psikososial anak dengan depresi bisa tetap terganggu
untuk periode yang lama, bahkan setelah episode depresif pulih, dukungan sosial
jangka panjang dari keluarga, pada beberapa kasus, intevensi keterampilan sosial
dapat membantu. Teknik bermain peran dan modeling dapat berguna untuk
mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah yang baik.

Farmakoterapi. Selective Serotonin Reuprake Inhibitor (SSRI) secara luas


diterima sebagai intervensi farmakologis lini perama untuk gangguan depresif
sedang hingga berat pada anak-anak dan remaja. Obat SSRI yang tersedia,
termasuk fluoxetina (Prozac), sertraline (Zoloft), fluvoxamine (Luvox) dan
citalopram (Celexa) adalah pilihan yang baik untuk terapi depresi anak dan
remaja. Paroxetine (Paxil) tidak boleh digunakan pada anak-anak karena dapat
menimbulkan agitasi dan impuls bunuh diri. Dosis awal untuk anak prapubertas

24
lebih rendah daripada dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa dan remaja
umumnya diterapi dengan dosis yang sama seperti yang dianjurkan untuk dewasa.
Antidepresan lain, seperti bupropion (wellbutrin) suatu agonis dopamin
memiliki sifat stimulan serta efektivitas anti depresan dan telah digunakan untuk
remaja dengan ADHD dan depresi. Venlafaxine (Effexor) yang mencegah abilan
serotonin dan norepinefrin juga digunakan secara klinis di dalam terapi depresi
pada remaja. Mirtazapine (Remeron) juga merupakan inhibitor ambilan serotonin
dan norepinefrin dengan profil efek samping yang relatif aman, tetapi belum
digunakan sesering venlafaksin karena efek samping sedasinya.
Gangguan bipolar I dan gangguan bipolar II pada masa kanak dan remaja
diterapi dengan lithium (eskalith) dengan hasil yang baik. Anak-anak dengan
gangguan bipolar onset dini dan gangguan tingkah laku mengacau yang telah ada
sebelumnya (contohnya, gangguan tingkah laku dan ADHD) yang mengalami
gangguan bipolar di masa remaja awal lebih kecil kemungkinannya untuk
berespons dengan baik terhadap litium dibandingkan dengan mereka yang tanpa
gangguan perilaku.

Terapi Kejang Listrik (ECT). Terapi kejang listrik (electro convulsive therapy-
ECT) telah digunakan untuk berbagai penyakit psikiatrik pada orang dewasa,
terutama gangguan depresi berat dan gangguan mood manik serta katatonia. ECT
jarang digunakan untuk remaja, meskipun telah dilaporkan laporan kasus
mengenai efektivitasnya pada remaja dengan depresi dan mania. Baru-baru ini,
sejumlah laporan kasus mengesankan bahwa ECT dapat merupakan terapi yang
relatif aman dan berguna untuk remaja dengan gangguan afektif berat yang
resisten-terapi dengan psikosis, gejala katatonik, dan kecenderungan bunuh diri
yang persisten.

25
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Gangguan bipolar bersifat episodik identik dialami orang dewasa. Namun,
sebenarnya gangguan bipolar juga terjadi pada anak-anak, hanya lebih sulit
dikenali. Prevalensi kasus bipolar pada anak lebih sedikit dibanding orang dewasa.
Namun, gangguan bipolar pada anak sering salah diagnosa sebagai ADHD.
Umumnya anak itu tertutup dengan lebih banyak kelihatan aktivitasnya, seperti anak-
anak yang mengalami gangguan konsentrasi, hiperaktivitas atau ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder). Oleh karena itu, ADHD pada anak seringkali
misdiagnosis dengan gangguan bipolar pada anak karena gejalanya serupa. Gejala-
gejala episodek manik bipolar pada anak sama dengan yang dialami orang dewasa.
Misalnya, anak menjadi banyak bergerak, terlihat bersemangat, dan aktif sehingga
sering dianggap ADHD.Yang membedakan ADHD dengan bipolar adalah adanya
episode atau rentang waktu tertentu penderita bipolar mengalami gejala-gejala
depresi, manik, dan hipomanik tetapi di luar rentang waktu itu penderita normal atau
tidak kelihatan sakitnya, sehingga disebut episodik. Jadi, gejala-gejalanya pada anak
sama seperti orang dewasa tetapi lebih tersamar karena sulit menentukan episodenya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan and Sadock’s Sinopsis of Psychiatry, Sadock, Benjamin J., Lippincott


Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2007.
2. Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) in Children by MayoClinic
Staff,diunduh pada tanggal 06/04/2012 pada pukul 14.25 dari
http://www.mayoclinic.com/health/adhd/DS00275
3. Attention deficit hyperactivity disorder oleh Davis Zieve dan Fred K. Berger
diunduh pada tanggal 06/04/2012 pada pukul 14.29 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002518/
4. Facts about ADHD diunduh pada tanggal 06/04/2012 pada pukul 15.16 dari
http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/facts.html
5. Farmakologi dan Terapi edisi ke 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik,
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
6. Saputro D. 2009. ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder). Jakarta:
Sagung Seto.
7. Singh I. Beyond polemics: science and ethics of ADHD. Nature Reviews.
Neuroscience. 2008; 9 12): 957–64.
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan defisit atensi. Dalam: Kaplan –
Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Dua.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010. hlm.744–52.
9. Indriyani, SAK, et. al. 2008. Prevalensi dan Faktor-faktor Resiko Gangguan
Pemusatan Perhatian Anak dan Hiperaktivitas di Klinik Tumbuh Kembang
RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri. 9 (5) 335-341.
10. Maramis, A. A., Maramis, W. F. 2009. Catatan ilmu kedokteran jiwa, Edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press.
11. Sadock, Benjamin J. 2010. Gangguan Mood dan Bunuh Diri pada Anak-Anak
dan Remaja. Dalam: Sadock, Benjamin J, Virginia J Sadock. Kaplan dan
Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

27
12. Wiguna. 2013. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Dalam:
Elvira, Sylivia D, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Badan
Penerbit FKUI
13. Prasetyo, Jan. 2013. Psikiatri Anak. Dalam: Elvira, Sylivia D, Gitayanti
Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Badan Penerbit FKUI
14. Amir, Nurmiati. 2013. Gangguan Bipolar. Dalam: Elvira, Sylivia D, Gitayanti
Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Badan Penerbit FKUI

28

Anda mungkin juga menyukai