Anda di halaman 1dari 15

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

JENIS DIET ADHD

Oleh:

Olivia Siappa T 2110017088

Pembimbing:
dr. Diane Meytha Supit, Sp.A(K)

LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
November 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tutorial klinik
mengenai “Jenis Diet ADHD”. Tutorial klinik ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Diane Meytha
Supit, Sp.A(K) selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan banyak
bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga tutorial klinik ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam tutorial klinik ini, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran demi penyempurnaan tutorial klinik ini. Akhir kata penulis berharap
semoga tutorial klinik ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca

Samarinda, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................................II

BAB 1......................................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1


1.2 TUJUAN.........................................................................................................1

BAB 2......................................................................................................................2

2.1 DEFINISI........................................................................................................2
2.2 EPIDEMIOLOGI..............................................................................................2
2.3 ETIOLOGI......................................................................................................2
2.4 PATOFISIOLOGI.............................................................................................4
2.5 MANIFESTASI KLINIS....................................................................................5
2.6 DIAGNOSIS....................................................................................................5
2.7 TATALAKSANA.............................................................................................8

BAB 3....................................................................................................................11

3.1 KESIMPULAN..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dikenal dalam bahasa
Indonesia dengan sebutan Gangguan Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas
(GPPH). Gangguan ini dikategorikan menjadi 3 tipe yakni inatensi,
hiperaktifitas/impulsifitas, dan kombinasi keduanya. Diagnosis terkini ditegakkan
melalui kriteria pada Diagnostic and Statistical Manual edisi kelima (DSM-V).
Dalam DSM-V kriteria dapat ditegakkan pada anak dan dewasa dengan ADHD.
Pengaruh asupan makanan yang diterima oleh anak dapat mempengaruhi
hiperaktivitas. Hiperaktivitas anak dapat meningkat karena adanya gula dan
zat tambahan makanan seperti pewarna makanan buatan atau perasa buatan.
Selain itu, gangguan lain seperti perubahan suasana hati, gangguan pola tidur,
ketidakmampuan adaptasi, dan mudah marah juga dapat meningkat bila tidak
memperhatikan nutrisi makanan anak dengan ADHD. Pola konsumsi
mempengaruhi tingkat kesehatan gizi yang didasarkan pada pokok asupan
yang terkandung dalam kebutuhan pada kandungan nutrisi tersebut. Sehingga
untuk mengurangi perilaku berlebihan dan dampak negatif bagi kesehatan,
maka anak dengan ADHD perlu melakukan diet.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tutorial klinik ini adalah untuk mengetahui jenis diet
pada anak ADHD.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas (attention-deficit/hyperactivity
disorder-ADHD) terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten
dan/atau perilaku yang impulsif serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada
yang diharapkan pada anak dengan usai dan tingkat perkembangan yang serupa
(Sadock & Sadock, 2017). Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH)
merupakan suatu kondisi medis, yang terdapat secara persisten, ditandai oleh dua
kelompok gejala : kurang mampu memusatkan perhatian (innatention) dan
hiperaktivitas-impulsivitas. Ada tiga tipe GPPH : (1). Gejala yang menonjol
adalah kurang mampu memusatkan perhatian, (2). Gejala yang menonjol adalah
hiperaktif-impulsif, (3). Kombinasi dari dua kelompok gejala tersebut (Juniar &
Setiawati, 2014).

2.2 Epidemiologi
Laporan-laporan mengenai insiden ADHD di Amerika Serikat bervariasi
dari 2 hingga 20% pada anak-anak sekolah dasar. Gejala ADHD sering muncul
pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya tidak dibuat hingga anak masuk ke
dalam lingkungan sekolah testruktur, seperti prasekolah atau taman kanak-kanak,
ketika informasi guru tersedia yang membandingkan perhatian dan impulsivitas
anak yang dicurigai dengan teman sebayanya (Sadock & Sadock, 2017). Subtipe
ADHD ditemukan memiliki tingkat prevalensi yang berbeda. Subtipe gangguan
pemusatan perhatian (innatention) sekitar 18,3% pasien sementara
hiperaktif/impulsif dan gabungan masing-masing 8,3% dan 70%. Ditemukan juga
bahwa subtipe innatention lebih banyak pada wanita (Soreff, 2022).

2.3 Etiologi
Sampai saat ini belum ditemukan satu penyebab utama GPPH. Banyak
faktor berperan dalam terbentuknya gangguan tersebut. Pada umumnya yang
memegang peranan utama adalah faktor genetik (bawaan), namun adanya masalah
saat dalam kandungan, proses persalinan, menderita sakit parah pada usia dini,
serta polutan yang toksik yang ada di sekeliling kita, memperbesar risiko

2
terjadinya gangguan ini. Pola asuh yang kurang baik serta keadaan lingkungan
yang kacau, akan memperburuk kondisi GPPH. Faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya serta perjalanan penyakit GPPH antara lain :

1. Faktor genetik
GPPH terkait dengan faktor genetik, dibuktikan dengan seringnya terdapat
dalam keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa 25% keluarga dekat dari
anak dengan GPPH, juga menunjukkan gejala GPPH, walaupun sampai
saat ini belum dapat dibuktikan adanya kromosom abnormal sebagai
penyebab gangguan ini.
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang
lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara
kandung anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk
memiliki gangguan dibandingkan populasi umum. Saudara kandung
tersebut dapat mempunyai gejala hiperaktif yang menonjol sedangkan
saudara yang lain dapat mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol.
2. Faktor neurologik (gangguan fungsi otak)
Pada GPPH didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan adanya gangguan
di daerah prefrontal dan/atau sagital frontal pada otak, utamanya pada
korteks otak. Gangguan fungsi otak pada janin dan bayi baru lahir paling
sering disebabkan oleh kondisi hipoksia (kekurangan oksigen).
Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET)
menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area
lobus frontalis anak-anak dengan ADHD dibanding dengan kontrol.
Pemindaian PET juga menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan
gangguan ini memiliki metabolisme glukosa yang berkurang secara global
dibanfingkan dengan kontrol normal perempuan dan laki-laki serta pada
laki-laki dengan gangguan ini. Satu teori menjelaskan temuan ini dengan
menganggap bahwa lobis frontalis anak-anak dengan ADHD melakukan
inhibisinya dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih erndah, suatu
efek yang menghasilkan disinhibisi.
3. Faktor neurotransmitter
Ada dua neurotransmitter utama yang pengaturannya terganggu pada
GPPH, yaitu dopamin dan norepinefrin. Obat yang paling luas dipelajari di
dalam terapi ADHD, yaitu stimulan, mempengaruhi dopamin dan
norepinefrin, sehingga menimbulkan hipotesis neurotransmiter yang
mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistemadrenergik dan
dopaminergik.
4. Faktor psiko-sosial
Faktor psiko-sosial bukan merupakan penyebab namun dapat berpengaruh
pada perjalanan penyakit dan prognosis (penyembuhan) GPPH. Peristiwa
psikis yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan keluarga,

3
serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau
berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup tempramen
anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan
cara berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.
5. Faktor lingkungan
Berbagai polutan dari lingkungan yang dianggap berperan dalam
munculnya GPPH antara lain :
 Rokok dan alkohol
Penelitian menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara
merokok dan minum alkohol selama kehamilan dengan risiko
terjadinya GPPH.
 Konsentrasi timbal (Pb) yang tinggi dalam tubuh anak prasekolah
juga merupakan risiko tinggi terhadap GPPH. Timbal biasanya
terdapat pada asap knalpot dari kendaraan yang menggunakan
bensin yang belum non timbal dan cat tembok yang belum non
timbal.
6. Trauma otak

Hanya sedikit penyandang GPPH yang mempunyai riwayat trauma otak,


walaupun beberapa anak yang mengalami kecelakaan dan trauma otak
mungkin menunjukkan beberapa gejala yang ada pada GPPH

2.4 Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area
korteks frontal, seperti frontosubcortical pathways dan bagian frontal korteks itu
sendiri merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap
patofisiologi ADHD. Lobus frontal berfungsi untuk mengatur pusat perhatian
pada perintah, konsentrasi yang terfokus, memuat keputusan yang baik, membuat
suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari, serta dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di korteks
berfungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak
terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Saat mekanisme inhibitor
dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka hasilnya adalah
disinhibitor disorder seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan
yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain. Sedangkan sistem limbuk mengatur emosi
dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi secara berlebihan,
maka seseorang memiliki mood yang labil, tempramen yang meledak-ledak,

4
menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang ada disekitarnya, dan
memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur
perubahan emosional yang normal, level energi yang normal, rutinitas tidur
normal, dan level stres yang normal. Disfungsi pada sistem limbik mengakibatkan
terjadinya masalah pada hal tersebut (Magnus et al., 2022; Soreff, 2022).

2.5 Manifestasi Klinis


Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan dalam
urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perseptual, labilitas emosi,
defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih
perhatiannya, perseverasi, gagal menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi
buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, kurang teratur, melompat dalam
kelas), defisit daya ingat dan berpikir, ketidakmampuan belajar spesifik, serta
defisit pendengaran dan bicara.

Kesulitan di sekolah, baik dalam belajar atau perilaku, adalah masalah lazim
yang sering timbul bersama dengan ADHD; kesulitan ini kadang-kadang datang
akibat gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang ada atau akibat mudah
teralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, yang memperlambat perolehan
pengetahuan. (Sadock & Sadock, 2017)

2.6 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan DSM V :

A. Gejala inatensi dan/atau hiperaktif impulsif menetap yang berdampak


terhadap fungsi atau perkembangan, ditandai dengan karakteristik (1)
dan/atau (2)
1 Inatensi
Enam atau lebih gejala dibawah ini sudah ada selama 6 bulan
atau lebih yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan
berdampak negatif terhadap aktivitas sosial, akademik atau
aktivitas sehari-hari.
Catatan : Gejala bukan manifestasi dari perilaku opposisional,
defiance, hostility, atau ketidakmampuan memahami tugas atau
instruksi. Untuk anak remaja lanjut > 17 tahun paling kurang
memenuhi 5 gejala :

5
a Seringkali gagal memperhatikan baik-baik suatu hal
yang detail atau membuat kesalahan, lalai pada tugas
sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain
b Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian pada tugas-tugas atau aktivitas bermain
c Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara
langsung
d Seringkali tidak mengikuti dengan baik instruksi dan
gagal dalam menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan
atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena
perilaku melawan atau kegagalan untuk mengikuti
instruksi)
e Seringkali mengalami kesulitan dalam mengorganisir
tugas dan aktivitas
f Seringkali menghindari atau sangat tidak menyukai
tugas (misalnya tugas sekolah) yang membutuhkan
dukungan usaha mental
g Seringkali kehilangan barang-barang yang dibutuhkan
untuk mengerjakan tugas-tugas atau aktivitas
(kehilangan tugas sekolah, pensil, buku atau mainan)
h Seringkali mudah terganggu (teralihkan perhatiannya)
oleh rangsangan dari luar
i Seringkali mudah lupa dalam menjalankan rutinitas
sehari-hari.
2 Hiperaktif-Impulsif
Enam atau lebih gejala dibawah ini sudah ada selama 6 bulan
atau lebih yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan
berdampak negatif terhadap aktivitas sosial, akademik atau
aktivitas sehari-hari
Catatan : Gejala bukan manifestasi dari perilaku opposisional,
defiance, hostility, atau ketidakmampuan memahami tugas atau
instruksi. Untuk anak remaja lanjut > 17 tahun paling kurang
memenuhi 5 gejala :
a Seringkali tangan dan kaki tidak bisa diam atau
mengetuk-ngetukkan tangan dan kaki, menggeliat di
kursi
b Seringkali meninggalkan tempat duduk di dalam kelas
atau pada situasi lain dimana anak diharapkan agar tetap
duduk
c Berlarian atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
dimana perilaku seperti ini tidak tepat (pada masa

6
remaja atau dewasa, hal ini terbata pada perasaan
gelisah subjektif)
d Mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam
aktivitas senggang secara tenang
e Tidak mampu atau merasa tidak nyaman tetap
tenang/diam dalam periode waktu yang lama (mungkin
dirasakan orang lain seperti sulit mengimbangi anak
tersebut)
f Terlalu banyak bicara
g Memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai
h Mengalami kesulitan mengantri atau menunggu giliran
bermain
i Menginterupsi atau mengganggu orang lain (pada
remaja dan dewasa, mengganggu atau mengambil alih
apa yang orang lain sedang kerjakan)
B. Beberapa gejala inatentif atau hiperaktif-impulsif telah ada sebelum
usia 12 tahun
C. Beberapa gejala inatentif atau hiperaktif impulsif muncul dalam 2 atau
lebih situasi (seperti di rumah, sekolah, atau tempat kerja; dengan
teman atau keluarga)
D. Terdapat bukti yang jelas bahwa gejala berdampak pada, atau
menurunkan kualitas sosial, akademik, atau pekerjaan
E. Gejala-gejala tidak muncul secara khusus pada saat terdapat
skizofrenia atau gangguan psikotik lain dan tidak dapat dijelaskan oleh
gangguan mental lain (mood disorder, gangguan cemas, dissosiative
disorder, gangguan personalitas, keracunan obat atau penyalahgunaan
obat)

Menurut DSM V, jenis ADHD yang dapat terjadi :

a Kombinasi inatensi & hiperaktif-impulsif


Apabila kriteria A1 dan A2 terpenuhi selama 6 bulan kebelakang
b Predominan inatensi
Apabila kriteria A1 (inatensi) terpenuhi tetapi kriteria A2
(hiperaktif-impulsif) tidak terpenuhi selama 6 bulan kebelakang
c Predominan hiperaktif-impulsif

7
Apabila kriteria A2 (hiperaktif-impulsif) terpenuhi dan kriteria A1
(inatensi) tidak terpenuhi selama 6 bulan kebelakang

Tingkat keparahan ADHD :

Ringan Sedang Berat

Terdapat gejala minimal Terdapat gejala atau Terdapat banyak gejala-


diluar dari gejala yang gangguan fungsional gejala yang dibutuhkan
dibutuhkan untuk diagnosis berada diantara kriteria untuk diagnosis, atau
dan berdampak pada ringan dan berat beberapa gejala yang timbul
gangguan fungsi sosial dan bersifat berat; atau gejala
pekerjaan yang ringan tersebut menimbulkan
gangguan fungsi sosial dan
pekerjaan yang berat.

2.7 Tatalaksana
Farmakoterapi :

Terapi farmakologi tetap menjadi andalan pengobatan untuk pasien yang memiliki
ADHD. Ini dibagi menjadi dua kategori utama, yang termasuk dalam stimulan
atau non-stimulan. Stimulan selanjutnya dipecah menjadi amfetamin dan
metilfenidat. Kedua jenis stimulan memblokir reuptake dopamin pada membran
presinaptik dan membran postsinaptik. Amfetamin juga secara langsung
melepaskan dopamin. Stimulan adalah andalan pengobatan untuk ADHD. Mereka
efektif pada sekitar 70% pasien.

Dari opsi non-stimulan, ada juga dua jenis: antidepresan dan agonis alfa. Dalam
kategori antidepresan, atomoxetine adalah yang paling terkenal dan bekerja
sebagai inhibitor reuptake norepinefrin selektif. Hal ini diketahui efektif dalam
banyak percobaan sebagai pilihan pengobatan untuk ADHD, meski tidak seefektif
stimulan. Ini juga memiliki efek antidepresan minimal. Ini sering digunakan pada
anak-anak yang tidak mentolerir stimulan atau memiliki kecemasan. Dosis umum
untuk atomoksapin adalah dari 40-100 mg/hari diberikan dalam dosis tunggal
tidak terbagi. Antidepresan lain termasuk bupropion, yang menargetkan dopamin

8
dan serotonin, dan TCA, yang merupakan opsi pilihan terakhir. Ini bekerja dengan
menargetkan norepinefrin.

Terakhir, agonis alfa seperti clonidine dan guanfacine dapat digunakan sebagai
pengobatan yang efektif untuk ADHD. Mereka ditemukan lebih efektif pada anak-
anak muda daripada orang dewasa (Sadock & Sadock, 2017; Soreff, 2022).

Terapi psikososial

Terapi psikososial adalah bentuk perawatan lain yang digunakan untuk individu
yang menderita gangguan tersebut. Bentuk perawatan ini meliputi psikoedukasi
untuk keluarga dan pasien serta program pelatihan kognitif-perilaku yang
dirancang khusus bagi pasien untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka
panjang. Penelitian telah menemukan bahwa program pelatihan ini terbukti sangat
efektif bila digunakan bersamaan dengan farmakoterapi (Soreff, 2022).

Jenis diet ADHD

Terdapat dua strategi eliminasi diet yang digunakan secara luas, yaitu feingold
diet dan eliminasi makanan tertentu. Pada feingold diet, anak penderita ADHD
dianjurkan untuk menghindari makanan yang mengandung pemanis buatan,
perasa sintesis, maupun pengawet makanan. Selain itu, anak juga dianjurkan
untuk menjauhi makanan yang mengandung Salicylate, contoh apel, jeruk,
anggur, teh dan tomat.

Untuk menguji program feingold, semua pewarna makanan sintesis, perasa


sintesis, pengawet BHT (butylated hydroxytoluene), BHA (Butylated
hydroxyanisole), dan TBHQ (butylhydroxyquinone tersier), aspirin dan obat
NSAID lainnya, pemanis sintesis dan salisilat alami dihilangkan dari diet selama 6
minggu. Salisilat alami termasuk jeruk, apel, anggur, kismis, beri, ceri, aprikot,
plum, tomat, mentimun, cabai, paprika, almond, cuka apel dan sari apel, kopi dan
teh. Buah yang diperbolehkan yaitu melon, nanas, pisang, lemon, semua buah
tropis seperti mangga, pepaya, jambu biji dan markisa. Semua sayuran, kacang-
kacangan, rempah, biji-bijian, minyak dan semua daging, produk susu tanpa
bahan tambahan yang dihilangkan sebelumnya diperbolehkan untuk dikonsumsi.

9
Jika terdapat perbaikan, makanan salisilat alami ditambahkan kembali satu persatu
untuk melihat mana, jika ada, yang memicu munculnya kembali gejala. Orang tua
dari anak yang mengalami perbaikan biasanya melaporkan peningkatan dalam
kemampuan beradaptasi/fleksibilitas, perbaikan suasana hati dan kualitas tidur,
atau perbaikan gejala lainnya. Program feingold kemungkinan besar berguna pada
anak-anak prasekolah dengan masalah tidur, mudah marah/perubahan suasana
hati, dan alergi atau gejala lainnya karena kemungkinan besar akan merespon dan
paling sulit diobati tanpa efek samping.

Diet oligoantigenik (atau “sedikit makanan”) telah digunakan untuk


mengidentifikasi anak dengan gejala neurobehavioralnya mungkin dipicu oleh
makanan tertentu. Hingga 2 minggu, hanya makanan rendah alergen yang
diperbolehkan dalam jumlah terbatas (misalnya : dua daging, dua tepung, dua
buah, sayuran hijau tertentu, minyak, dan suplemen vitamin/kalsium). Jika
perbaikan terlihat, makanan diberikan kembali secara tunggal untuk
mengidentifikasi makanan yang memicu penurunan perilaku.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa makanan yang tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh
anak dengan ADHD, yaitu pewarna sintesis, perasa sintesis, pengawet, salisilat
alami dan beberapa makanan lain. Semua bahan tersebut memiliki dampak pada
kesehatan serta perilaku berlebihan atau hiperaktivitas anak. Beberapa diet yang
dapat diterapkan pada anak dengan ADHD yaitu feingold diet dan diet eliminasi
makanan tertentu. Dengan menerapkan diet tersebut, energi dalam tubuh anak
tetap terpenuhi dan membuat anak lebih mudah mengendalikan diri agar tidak
terlalu aktif serta dapat berkonsentrasi saat melakukan sesuatu.

11
DAFTAR PUSTAKA
Juniar, S., & Setiawati, Y. (2014). Buku Saku Pedoman Deteksi Dini Gangguan
Pemusata Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH). Dwiputra Pustaka Jaya.

Magnus, W., Nazir, S., Anilkumar, A. C., & Shaban, K. (2022). Attention Deficit
Hyperctivity Disorder. In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441838/

Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2017). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis (2 ed.).

Soreff, S. (2022). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/289350-overview

12

Anda mungkin juga menyukai