DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan
tingkat gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak
sesuai dengan tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi
disekolag maupun di rumah (Isaac, 2015). Pada kira-kira sepertiga kasus,
gejala-gejala menetap sampai dengan masa dewasa (Townsend, 2015).
ADHD adalah salah satu alas an dan masalah kanak-kanak uyang paling
umum mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional
kesehatan mental. Konsensus oendapat professional menyatakan bahwa
kira-kira 305% atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap
ADHD (Martin, 2016).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi
usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar
1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu
untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku,
datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan
Sugiarmin, 2016). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya
lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah
anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan di Amerika
Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila
dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif.
"Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak
hiperaktif cenderung meningkat (Pikiran rakyat, 2015).
Dewasa ini, anak ADHD semakin banyak. Sekarang prevalensi
anak ADHD di Indonesia meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1
dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai
faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan yang lain, seperti
pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi terhadap
suatu makanan, dll (Verajanti, 2016).
B. Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini,
meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
2
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (2015) telah menunjukkan adanya hubungan anatara
faktor genetik dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki
dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan
kejadian hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan
performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan perhatian dan
kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar
ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi
otak, oleh karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan
oleh adanya patologi di area prefrontal dan atau sagital frontal pada
otak dengan predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan
otak merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik
termasuk ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling
sering disebabkan oleh kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki
kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada
korteks otak yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi
koordinasi dan pengendalian kortikal. Korteks frontal dianggap
memiliki peran penting dalam aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari
bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata pada korteks
otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus frontalis.
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas
motorik yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi
disebabkan oleh fungsi norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala
lain , yang tidak mampu memusatkan perhatian dan penurunan
vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan
pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala ADHD,
tetapi tidak menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD
disebabkan oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki
hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki peran yang berbeda
3
terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin. Meskipun
berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda,
mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik
ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten
agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor
dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap sebagai
penyebab gangguan ini ( Landau et al., 2015 ; Biederman, 2016)
d. Faktor Psikososial
Perilaku hiperaktivitas disebabkan oleh buruknya rangsang
pengendalian oleh perintah dari ibu, dan pengaturan perilaku yang
buruk pada anak timbul dari manjemen pengasuhan orangtua yang
buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor
lingkungan terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi
berlebihan oleh orangtua pada waktu mengasuh anak dan masalah
psikologis yang terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai
penyebab ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan
reaksi alergi. Akan tetapi berbagai penelitian terhadap faktor
tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya hubungan
yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD.
2. Faktor Predisposisi
a. Teori psikodonamika.
Teori Mahler (2015) mengusulkan bahwa anak dengan
ADHD adalah tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan
belum membedakan diri dengan ibunya. Perkembangan ego
mundur, dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan diperintahkan
oleh id.
b. Teori biologia.
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf
pusat (SSP), seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi,
epilepsi, dan perilaku-perilaku neurologis yang menyimpang
lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi. Lingkungan-lingkungan
yang tidak teratur atau semrawut serta penyiksaan dan pengabaian
4
terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor predisposisi pada
beberapa kasus.
c. Teori dinamika keluarga.
Bowen (2015) mengusulkan bahwa bila ada hubungan
pasangan disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada
anak, dimana perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-
pola dari gangguan fungsi system.
C. Patofisiologi
Patofisiologi ADHD atau di indonesia dikenal dengan GPPH
(Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif) memang tak jelas. Ada
sejumlah teori yang membicarakan patofisiologi ADHD. Penelitian pada
anak ADHD telah menunjukkan ada penurunan volume korteks prefrontal
sebelah kiri, Penemuan ini menunjukkan bahwa gejala ADHD inatensi,
hiperaktivitas dan impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus
frontalis, tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena.
Penelitian “neuroimaging” pada anak ADHD tak selalu
memberikan hasil yang konsisten, pada tahun 2015 hasilnya
neuroimaging hanya digunakan untuk penelitian, bukan untuk membuat
diagnosa. Hasil penelitian “neuroimaging”, neuropsikologi genetik dan
neurokimiawi mendapatkan ada 4 area frontostriatal yang memainkan
peran patofsiologi ADHD yakni : korteks prefrontal lateral, korteks
cingulate dorsoanterior, kaudatus dan putamen. Pada sebuah penelitian
5
anak ADHD ada kelambatan perkembangan struktur otak tertentu rata-
rata pada usia 3 tahun, di mana gejala ADHD terjadi pada usia sekolah
dasar.
Kelambatan perkembangan terutama pada lobus temporal dan
korteks frontalis yang dipercaya bertanggung jawab pada kemampuan
mengontrol dan memusat-kan proses berpikirnya. Sebaliknya, korteks
motorik pada anak hiperaktif terlihat berkembang lebih cepat matang
daripada anak normal, yang mengakibatkan adanya perkembangan yang
lebih lambat dalam mengontrol tingkah lakunya, namun ternyata lebih
cepat dalam perkembangan motorik, sehingga tercipta gejala tak bisa
diam, yang khas pada anak ADHD. Hal ini menjadi alasan bahwa
pengobatan stimulansia akan mempengaruhi faktor pertumbuhan dari
susunan saraf pusat.
Pada pemeriksaan laboratorium telah didapatkan bahwa adanya 7
repeat allele DRD4 gene (Dopamine 04 receptor gene) di mana
merupakan 30% risiko genetik untuk anak ADHD di mana ada penipisan
korteks sebelah kanan otak, daerah otak ini penebalannya jadi normal
sesudah usia 10 tahun bersamaan dengan kesembuhan klinis gejala
ADHD.
Dari aspek patofisiologik, ADHD dianggap adanya disregulasi dari
neurotransmitter dopamine dan norepinephrine akibat gangguan
metabolisme catecholamine di cortex cerebral. Neuron yang
menghasilkan dopamine dan norepinephrine berasal dari mesenphalon.
Nucleus sistem dopaminergik adalah substansia nigra dan tigmentum
anterior dan nucleus sistem norepinephrine adalah locus ceroleus.
6
PATHWAY
B2 : Brain
B3 : Blood Cemas
Hiperaktif
B6 : Bone
7
D. Manifestasi klinis
Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM),
terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi
Inatensi yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan
perhatian dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis
kelamin yang sama. Masalah tersebut antara lain:
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara
detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau
aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak
memahami perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas /
aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas
yang menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa
2. Hiperaktivitas
Hiperaktivitas yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang
sangat berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun verbal. Berikut
merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
8
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu
menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon
terhadap tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal
dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan
perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain)
E. Komplikasi
9
klinik, mungkin akan dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan
pemberian pengobatan setiap hari untuk menentukan apakah
akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak.
2. Dosis
Obat tersebut diberikan setelah makan pagi dan makan siang,
agar hanya memberikan pengaruh yang minimal kepada nafsu
makan dan tidur penderita.
a. Metilfenidat
Dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia
masing-masing anak akan tetapi berat badan tidak
berpengaruh terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5
mg pada saat makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika
tidak ada respon yang diberikan maka dosis di naikan dengan
2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang
berusia 8-9 tahun dosis yang efektif adalah 15-20 mg/24 jam.
Sementara itu anak yang berusia lebuh lanjut akan memerlukan
dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh obat ini akan berlangsung
selama 2-4 hari. Biasanya anak akan bersifat rewel dan
menangis. Jika pemakaian obat ini sudah berlangsung lama
dan dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam rata-rata mereka
akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang
diharapkan.
b. Dekstroamfetamin
Dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan (showreleased)
secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10 mg
dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya
membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan
pagi. Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat,
berkisar antara 10-20 mg/jam
c. Magnesium pemolin :
Dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg,
untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah tablet/minggu.
Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan
keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut
adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta
kejutan otot yang meningkat.
d. Fenotiazin :
Dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang
bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas
serta distonia.
e. Concerta
Indikasi
Adhd yang bekerja selamaq 12 jam dengan dosis 1x1 di pagi
hari
kandungan : metilfenidat HCL 18mg,36mg.
10
Dosis max 1 hari 1x54mg.
f. Prohiper 10
Kandungan : metifenidat HCL 10mg.
Dosis anak2 (< 6 th):2x5mg
Dewasa 20-30 mg
Persediaan tablet
g. Ritalin
Kandungan : metilfenidat HCL 10 mg,30 mg, 40 mg
Dosis : tab dewasa sehari 2-3 tab
Anak-anak <6 th,awal 2x1/2 tab dg peningkatan ½ - 1 tab per
minggu
Max sehari 6 tab
G. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan
diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami
hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-
gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti
tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi
penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges
et. al (2015) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid
atau hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya
gangguan otak organik
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan
ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak
tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas social dan
perkembangan bahasa
11
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala
fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau
gejala alergi lain, infeksi SSP)
H. Penatalaksanaan keperawatan
1. Perawatan
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2016) perawatan yang dapat
dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara
lain :
a. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di
sekolah dan rumah
b. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku
anak yang merusak di rumah, mengurangi konflik antara
orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial dan perilaku
regulasi diri
c. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak
di kelas, meningkatkan kemampuan akademik serta
mengajarkan perilaku pro sosial dan regulasi diri
d. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan
penyesuaian di rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah
dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan pokok
dalam program terapi
e. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres
keluarga dan individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk
kekacauan hati dan permasalahan suami istri
f. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak
dewasa dengan orang tua anak ADHD lainnya, berbagi
informasi dan pengalaman mengenai permasalahan umum
dan memberi dukungan moral
g. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana
anak dapat membahas permasalahan dan curahan hati
pribadinya
2. Pengobatan
12
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan
dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan
khusus, modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan
konseling. Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain
melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2016).
Menurut Videbeck (2016) obat stimulan yang sering digunakan
untuk mengobati ADHD antara lain :
a. Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat
lengkap dalam 2 hari.
b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)
Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan
untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari
c. Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi
nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai
efek obat yang lengkap
13
dengan ADHD yang tidak mendapatkan penanganan yang baik
cenderung lebih agresif atau menjadi ketagihan obat-obatan dan
minuman beralkohol.
14
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No rekam medic , dan
dignosa medis, genogram.
2. Keluhan utama
Data-data yang biasa ditampilkan pada pasien dengan hiperaktif adalah:
a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami
masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai
anak berusia todler atau masuk sekolah atau daycare.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan
yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku
overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu
sebagian besar tidak berhasil.
15
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke
topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat
perkembangannya
16
b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c) Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak
kecil.
d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama
sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang
menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan
kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.
8. Konsep diri
a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapisecara
umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak
teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah,
mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri
sebagai orang yang buruk dan bodoh.
17
e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara
fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang
mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.
2. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
3. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengankelainan fungsi
darisystem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta
penganiayaan dan penelantaran anak.
4. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi
yang salah tentang informasi.
18
C. Intervensi
20
mendekati prosedur perilaku
pencapaian tugas. ketika pendekatan
yang beturut-turut akan
perilaku yang
diinginkan, dikuatkan
secara positid. Hal ini
memungkinkan untuk
memberikan
penghargaan kepada
klien saat ia
menunjukkan harapan
yang sebenarnya
secara bertahap.
2 Risiko cedera Tujuan :
berhubungan Anak tidak akan 1. Observasi 1. Anak – anak pada
dengan melukai diri perilaku anak resiko tinggi untuk
hiperaktivitas dan sendiri atau orang secara sering. melakukan
perilaku impulsif. lain dengan Lakukan hal ini pelanggaran
kriteria hasil : melalui aktivitas memerlukan
1. Darurat sehari – hari dan pengamatan yang
dipertahankan interaksi untuk seksama untuk
pada tingkat di menghindari mecegahtndiak yang
mana pasien timbulnya rasa membahayakan bagi
merasa tidak perlu waspada dan diri sendiri atau orang
melakukan kecugiaan. lain.
regresi.
2. Anak 2. Observasi 2. Pernyataan–
mencari staf untuk perilaku–perilaku pernyataan verbal
mendiskusikan yang mengarah seperti “Saya akan
perasaan – pada tindakan bunuh diri,” atau “Tak
perasaan yang bunuh diri. lama ibu saya tidak
sebenarnya. perlu lagi
21
3. Anak 3. Tentukan menyusahkan diri
mengetahui, maksud dan alat – karena saya” atau
mengungkapkan alat yang perilaku – perilaku non
dan menerima memungkinkan verbal seperti membagi
kemungkinan untuk bunuh diri. – bagikan barang –
konsekuensi dari Tanyakan “apakah barang yang disenangi,
perilaku anda memiliki alam perasaan
maladaptif diri rencana untuk berubah.Kebanyakan
sendiri. bunuh diri?” dan anak yang mencoba
“bagaimana untuk bunuh diri telah
rencana anda menyampikan
untuk maksudnya baik secara
melakukannya?” verbal atau nonverbal.
4. Dapatkan 3. Pertanyaan-
kontrak verbal atau pertanyaan yang
tertulis dari anak langsung menyeluruh
yang menyatakan dan mendekati adalah
persetujuannya cocok untuk hal seperti
untuk tidak ini. Anak yang
mencelakakan diri memiliki rencana yang
sendiri dan dapat digunakan
menyetujui untuk adalah beresiko lebih
menemukan staf tinggi dari pada yang
pada kondisi tidak.
dimana pemikiran
kearah tersebut 4. Diskusi tentang
muncul. perasaan-perasaan
untuk bunuh diri
5. Bantu anak dengan seseorang yang
mengenali kapan dipercaya memberikan
kemarahan terjadi suatu derajat perasaan
22
dan untuk lega pada anak. Suatu
menerima perjanjian membuat
perasaan-perasaan permasalahan menjadi
tersebut sebagai terbuka dan
miliknya sendiri. menempatkan beberpa
Apakah anak telah tanggung jawab untuk
menyimpan suatu: keamanan dengan anal.
buku catatan Suatu sikap menerima
kemarahan anak sebagai seseorang
“dimana catatan yang patut
yang dialami diperhatikan telah
dalam 24 jam disampaikan.
disimpan.
5. Informasi tentang
6. Bertindak sumber tambahan dari
sebagai model merahan, respon
peran untuk perilaku dan persepsia
ekspresi yang anak terhadapa situasi
sesuai dari ini harus dicatat.
percobaan. Diskusikan apapun
data dengan anak
7. Singkirkan anjurkan juga respon –
semua benda- respon perilaku
benda yang alternatif yang
berbahaya dari diidentifikasi sebagai
lingkungan anak. maladaptif.
23
Kantung pasien merusak diri sendiri
untuk latihan tinju, lainnya seringkali
jogging, bola voli). terlihat sebagai suatu
akibat dari kemarahan
9. Usahakan diarahkan pada diri
untuk bisa tetap sendiri.
bersama anak jika
tingkat 7. Keamana fisik anak
kegelisahan dan adalah prioritas dari
tegangan mulai keperawatan.
meningkat.
8. Ansietas dan
tegangan dapat
diredakan dengan
aman dan dengan
adanya manfaat untuk
anak dengan cara ini.
9. Hadirnya seseorang
yang dapat dipercaya
memberikan rasa
aman.
3 Ketidakefektifan Tujuan: 1. Pastikan 1. Penting untuk
koping individu Anak bahwa sasaran- anak untuk nmencapai
berhubungan mengembangkan sasarannya adalah sesuatu, maka rencana
dengankelainan dan menggunakan realistis. untuk aktivitas-
fungsi dari sistem keterampilan aktivitas di mana
keluarga dan koping yang 2. Sampaikan kemungkinan untuk
perkembangan ego sesuai dengan perhatian tanpa sukses adalah
yang terlambat, umur dan dapat syarat pada anak. mungkin. Sukses
serta penganiayaan diterima sosial meningkatkan harga
dan penelantaran dengan kriteria 3. Sediakan diri.
24
anak. hasil: waktu bersama
1. Anak anak, keduanya 2. Komunikasi dari
mampu pada saty ke satu pada penerimaan Anda
penundaan basis dan pada terhadapnya sebagai
pemuasan aktivitas-aktivitas makhluk hidup yang
terhadap kelompok. berguna dapat
keinginannya, meningkatkan harga
tanpa terpaksa 4. Menemani diri.
untuk menipulasi anak dalam
orang lain. mengidentifikasi 3. Hal ini untuk
2. Anak aspek-aspek positif menyampaikan pada
mampu dari dan dalam anak bahwa Anda
mengekspresikan mengembangkan merasa bahwa dia
kemarahan rencana-rencana berharga untuk waktu
dengan cara yang untuk merubah Anda.
dapat diterima karakteristik yang
secara sosial melihatnya sebagai 4. Identifikasi aspek-
3. Anak negatif. aspek positif anak
mampu dapat membantu
mengungkapkan 5. Bantu anak mengembangkan aspek
kemampuan- mengurangi positif sehingga
kemampuan penggunaan memiliki koping
koping alternatif penyangkalan individu yang efektif.
yang dapat sebagai suatu
diterima secara mekanisme 5. Penguatan positif
sosial sesuai bersikap membela. membantu
dengan gaya Memberikan meningkatkan harga
hidup dari yang ia bantuan yang diri dan meningkatkan
rencanakan untuk positif untuk penggunaan perilaku-
menggunakannya identifikasi perilaku yang dapat
sebagai respons masalah dan diterima oleh anak.
terhadap rasa pengembangan
25
frustasi dari perilaku- 6. Pengakuan dan
perilaku koping penguatan positif
yang lebih adaptif. meningkatkan harga
diri.
6. Memberi
dorongan dan
dukungan kepada
anak dalam
menghadapi rasa
takut terhadap
kegagalan dengan
mengikuti
aktivitas-aktivitas
terapi dan
melaksanakan
tugas-tugas baru.
Beri pangakuan
tentang kerja keras
yang berhasil dan
penguatan positif
untuk usaha-usaha
yang dilakukan
4. Defisit Tujuan: 1. Berikan 1. Peredaan dalam
pengetahuan Mengungkapkan lingkungan yang stimulasi lingkungan
tentang kondisi, secara verbal tenang, ruang dapat menurunkan
prognosis, pemahaman kelas berisi dirinya distraktibilitas.
perawatan diri dan tentang penyebab sendiri, aktivitas Kelompok kecil dapat
kebutuhan terapi masalah perilaku, kelompok kecil. meningkatkan
berhubungan perlunya terapi Hindari tempat kemampuan untuk
dengan kurang dalam yang terlalu tepat pada tugas dan
sumber informasi, kemampuan banyak stimulasi, membantu klien
interpretasi yang perkembangan seperti bus mempelajari interaksi
26
salah tentang dengan kriteria sekolah, kafetaria yang tepat dengan
informasi. hasil: yang ramai, aula orang lain,
1. Berpartisipasi yang banyak. menghindari rasa
dalam terisolasi.
pembelajaran dan 2. Beri materi
m, ulai bertanya petunjuk format 2.Keterampilan belajar
dan mencari tertulis dan lisan yang terurut akan
informasi secara dengan penjelasan meningkat.
mandiri. langkah demi Mengajarkan anak
2. Mencapai langkah. keterampilan
tujuan kognitive pemecahan masalah,
yang konsisten 3. Ajarkan anak mempraktekkan contoh
sesuai tingkat dan keluarga situasional.
temperamen. tentang Keterampilan efektif
penggunaan dapat meningkatkan
psikostimulan dan tingkat kinerja.
antisipasi respons
perilaku. 3. Penggunaan
psikostimulan mungkin
4. Koordinasi tidak mengakibatkan
seluruh rencana perbaikan kenaikan
terapi dengan kelas tanpa perubahan
sekolah personel pada ketrampilan studi
sederajat, anak, anak.
dan keluarga
4. Keefektifan
kognitif paling
mungkin meningkat
ketika terapi tidak
terfragmentasi, juga
tidak terlewatkannya
intervensi signifikan
27
karena kurangnya
komunikasi
interdisiplin.
28
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. 2016. Rencana asuhan keperawatan
Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rudolph, Abraham M. Dkk. 2016. Buku Ajar Pediatri Rudolph Ed 20 Volume 3. Jakarta :
EGC
Siswati, Novita. 2015. Pengaruh Social Stories Terhadap Keterampilan Sosial Anak
Dengan Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (Adhd) Studi Eksperimental Desain Kasus
Tunggal Di Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang.
1
2