Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

ATTENTION DEFICIT HIPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh Kelompok 10 :

1. Nur Faizah
2. Rahmad Joko P
3. Eka Arief J
4. Candra Adi K

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO 2022-2023

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas telah ditemukan dalam


literatur selama bertahun-tahun dengan beragai istilah. Pada awal 1900-
an, anak yang impulsif, terdisinhibisi, dan hiperaktif --- banyak di
antaranya memiliki cedera neurologis yang disebabkan oleh ensefalitis ---
dikelompokkan di bawah label “sindrom hiperaktif”. Pada tahun 1960-an
suatu kelompok heterogen anak-anak dengan koordinasi buruk,
ketidakmampuan belajar, dan labilitas emosional tetapi tanpa cedera
neurologis spesifik digambarkan menderita cedera otak minimal.

Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal
gangguan, seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan
tingkat kesadaran yang abnormal dan kemampuan yang buruk untuk
memodulasi emosi. Teori tersebut pada awalnya didukung oleh
pengamatan bahwa medikasi stimulan membantu menghasilkan atensi
yang bertahan dan memperbaiki kemampuan anak untuk memusatkan
perhatian pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, tidak ada faktor
tunggal yang dianggap menyebabkan gangguan, walaupun banyak
variabel lingkungan dapat menyebabkannya dan banyak gambaran klinis
yang dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan


Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik
dalam PPDGJ-III (F90) (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

1
Gangguan Jiwa III, 1993) adalah suatu diagnosis untuk pola perilaku anak
yang berlangsung dlam jangka waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sejak
berusia sekitar 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah gejala
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala
perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.

Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-
14 tahun menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD,
tetapi kerusakan yang ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali
jauh lebih besar karena efeknya terhadap keluarga, teman sekelas dan
guru. ADHD dapat menyebabkan anak-anak tidak punya teman, sering
membuat kekacauan di rumah dan sekolah dan tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai


dengan masa dewasa(Townsend, 1998). Hiperaktivitas pada anak
penderita ADHD seringkali mulai menjadi perhatian ketika anak-anak
mulai berjalan. Satu dari tiga anak digambarkan hiperaktif oleh
orangtuanya. Para guru menilai satu dari lima murid mereka hiperaktif.
Bahwa anak dinilai hiperaktif tidak selalu berarti mereka menderita ADHD.
Untuk dapat disebut menderita ADHD, anak hiperaktif perlu memiliki
karakteristik yang lebih banyak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun merumuskan


masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran klinis dari gangguan ADHD?


2. Bagaimana epidemiologi gangguan ADHD?
3. Apa saja diagnosis gangguan ADHD?
4. Apa saja tipe (klasifikasi) gangguan ADHD?

2
5. Apa macam etiologi gangguan ADHD?
6. Bagaimana perjalanan penyakit ADHD?
7. Bagaimana penatalaksanaan gangguan ADHD?
8. Apa prognosis dari gangguan ADHD?
9. Bagaimana contoh kasus dari gangguan ADHD?
10. Apa saja diagnosis banding dari gangguan ADHD?

C. Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari penyusunan makalah:
1. Untuk mengetahui gambaran klinis dari gangguan ADHD.
2. Untuk mengetahui epidemiologi gangguan ADHD.
3. Untuk mengetahui diagnosis gangguan ADHD.
4. Untuk mengetahui tipe (klasifikasi) gangguan ADHD.
5. Untuk mengetahui etiologi gangguan ADHD.
6. Untuk mengetahui perjalanan penyakit ADHD.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan ADHD.
8. Untuk mengetahui prognosis dari gangguan ADHD.
9. Untuk mengetahui contoh kasus dari gangguan ADHD.
10. Untuk mengetahui diagnosis banding dari gangguan ADHD.

D. Metode Penyusunan
Makalah ini disusun melalui studi literatur dengan menggunakan
beberapa buku dan informasi yang di dapat dari internet.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi

Menurut American Academy Pediactrics, Attention Deficit


Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan yang diketahui
sebagai gangguan hiperaktifitas defisit-perhatian adalah suatu kondisi
kronologis kronis yang diakibatkan dari adanya gangguan fungsi pada
sistem sistem saraf pusat dan tidak berkaitan dengan jenis kelamin,
tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural.

Gangguan hiperaktifitas defisit perhatian adalah istilah terakhir


dari serangkaian istilah yang digunakan oleh ahli psikiatri dan
neuorologi untuk menjelaskan anak dengan intelegensi normal atau
hampir normal, tetapi memperlihatkan pola perilaku abnormal yang
terutama ditandai dengan kurangnya perhatian, mudah teralih
perhatiannya, inpulsif, dan hiperaktif serta sering disertai gangguan
belajar serta agresifitas.

ADHD adalah suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai


Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain

4
Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage
(Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak /
aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia
sekolah menderita ADHD.

Dapat disimpulkan bahwa ADHD adalah gangguan neurobiologis


yang menyebabkan kelainan hiperaktifitas, kecenderungan untuk
mengalami masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan
untuk selalu mencari stimulasi yang mulai ditunjukkan oleh anak
sebelum usia 4 tahun, dan hal tersebut menyebabkan anak ADHD
akan menunjukkan banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk
memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar berbagai
ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai
aturan.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Bagian dari otak, tertentu mempunyai fungsi dalam pengendalian


emosi, mengatur konsentrasi dan pemusatan pergantian serta
mengendalikan perilaku hiperaktif dan impulse antara lain

5
1. Lobus Frontal

Bagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan


konsentrasi, membuat keputusan yang baik, mempersiapkan rencana,
belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari, dan menyesuaikan
diri dengan situasi.
2. Mekanisme Inhibitor dari Cortex

Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif


dan bertindak semaunya serta mengendalikan emosi.
3. Sistem Limbik

Merupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan


menghasilkan emosi yang normal, tingkat energi yang normal, waktu
tidur yang normal dan kemampuan untuk mengatasi stress yang
normal. Gangguan pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap
keadaan-keadaan tersebut.
4. Sistem Aktivasi Reticular

Sistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang


masuk dari semua pancaindera dan bagian otak lainnya. Gangguan
yang ada pada bagian-bagian otak tersebut akhirnya turut
mengganggu fungsi, kualitas, dan kemampuan bagian otak itu sendiri.
2.1.3 Etiologi
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan
ini, meliputi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor
genetik dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki

6
dengan kelebihan Y kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan
kejadian hiperaktivitas yang menyertai kemampuan verbal dan
performance rendah. Masalah kesulitan memusatkan perhatian dan
kesulitan belajar juga diakibatkan adanya cacat genetik. Pada anak
perempuan dengan kromosom 45, XO juga menunjukkan kesulitan
memusatkan perhatian dan kesulitan menulis dan menggambar
ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak

Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak,


oleh karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh
adanya patologi di area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak
dengan predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan otak
merupakan resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk
ADHD. Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering
disebabkan oleh kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki
kecenderungan menyebabkan terjadinya patologi yang merata
pada korteks otak yang menimbulkan gangguan fungsi integrasi
koordinasi dan pengendalian kortikal. Korteks frontal dianggap
memiliki peran penting dalam aktivasi dan integrasi lebih lanjut dari
bagian otak lain. Oleh karena itu, patologi yang merata pada
korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya gejala lobus
frontalis.
c. Faktor Neurotransmitter
Berbagai penelitian menunjukkan hasil bahwa gejala aktivitas
motorik yang berlebihan pada ADHD secara patofisiologi
disebabkan oleh fungsi norepinefrin abnormal. Sedangkan gejala
lain, yang tidak mampu memusatkan perhatian dan penurunan
vigilance disebabkan oleh fungsi dopaminerjik abnormal. Gangguan
pada sistem norepinefrin berpean pada terjadinya gejala ADHD,
tetapi tidak menjadi penyebab tunggal. Terjadinya ADHD

7
disebabkan oleh beberapa sistem yang berbeda tetapi memiliki
hubungan yang erat. Sistem tersebut memiliki peran yang berbeda
terhadap metabolisme dopamin atau norepinefrin. Meskipun
berbagai obat anti ADHD memiliki komposisi kimiawi berbeda,
mekanisme kerja obat tersebut sama baik dengan dopaminerjik
ataupun norepinefrinerjik. Norepinefrin dan dopamin adalah poten
agonis pada reseptor D4 di celah pascasinaptik, gen reseptor
dopamin D4 (DRD 4) sampai saat ini telah dianggap sebagai
penyebab gangguan ini ( Landau et al., 1997 ; Biederman, 2000)
d. Faktor Psikososial
Willis dan Lovaas berpendapat bahwa perilaku hiperaktivitas
disebabkan oleh buruknya rangsang pengendalian oleh perintah
dari ibu, dan pengaturan perilaku yang buruk pada anak timbul dari
manjemen pengasuhan orangtua yang buruk.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh faktor
lingkungan terhadap terjadinya gangguan ini seperti stimulasi
berlebihan oleh orangtua pada waktu mengasuh anak dan masalah
psikologis yang terjadi pada orngtua.
e. Faktor Lingkungan
Berbagai toksin endogen juga pernah dianggap sebagai
penyebab ADHD. Seperti keracunan timbal, aditif makanan, dan
reaksi alergi. Akan tetapi berbagai penelitian terhadap faktor
tersebut belum ada yang menunjukkan bukti adanya hubungan
yang bermakna antara faktor tersebut dengan ADHD.

2. Faktor Predisposisi
a. Teori Psikodonamika
Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan ADHD
adalah tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum

8
membedakan diri dengan ibunya. Perkembangan ego mundur,
dan dimanifestasikan perilaku impulsif dan diperintahkan oleh id.

b. Teori Biologia
DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf
pusat (SSP), seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral
palsi, epilepsi, dan perilaku-perilaku neurologis yang
menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor predisposisi.
Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan
faktor-faktor predisposisi pada beberapa kasus.
c. Teori Dinamika Keluarga
Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada hubungan
pasangan disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada
anak, dimana perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-
pola dari gangguan fungsi system.
2.1.4 Klasifikasi
1. Tipe ADHD Gabungan
Untuk mengetahui ADHD tipe ini dapat didiagnosis atau
dideteksi oleh adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk
perhatian, ditambah paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk
hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya enam gejala tersebut
berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai
adanya beberapa bukti, antara lain sebagai berikut :
a. Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai
usia 7 tahun.
b. Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua seting
yang berbeda.
c. Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang
signifikan dalam kemampuan akademik.

9
d. Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh
kondisi psikologi atau psikiatri lainnya.

2. Tipe ADHD Kurang Memerhatikan dan Tipe ADHD Hiperaktif


Impulsive

Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh


adanya paling sedikit 6 diantara 9 gejala untuk perhatian dan
mengakui bahwa individu-individu tertentu mengalami sikap
kurang memerhatikan yang mendalam tanpa hiperaktivitas atau
impulsifitas. Hal ini merupakan salah satu alas an mengapa
dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis
dengan garis –AD/HD. Hal ini membedakan bahwa ADHD
kurang memerhatikan dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe
hiperaktif impulsive.
3. Tipe ADHD Hiperaktif Impulsive

Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang


terdaftar pada bagian hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang
memerhatikan ini mengacu pada anak-anak yang mengalami
kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan
kecepatan motor perceptual (persepsi gerak), cenderung untuk
melamun dan kerap kali menyendiri secara social.
2.1.5 Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan
gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat
bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi
ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang
berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang,
yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–
pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang

10
rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka,
sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang
berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi,
potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat
penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk
kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian
mereka yang buruk serta impulsivitas.
2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder


(DSM), terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi

Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian


dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin
yang sama. Masalah tersebut antara lain:
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara
detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau
aktivitas bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara

11
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak
memahami perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas /
aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas
yang menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa

2. Hiperaktivitas

Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat


berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik
aktivitas motorik maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak
yang menunjukkan hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras

12
3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif

Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu


menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon
terhadap tuntutan situasional dibandingkan dengan anak normal
dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Berikut merupakan
perilaku impulsif yang mencirikan sebagai anak penderita ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain).

2.1.7 Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan
penyakit ansietas 
2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca
dan mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas
konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali perilaku
agresif dan kata-kata yang diungkapkan)

13
4. IQ rendah / kesulitan belajar (anak tidak duduk tenang dan
belajar)
5. Resiko kecelakaan (karena impulsivitas)
6. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya
(perilakunya membuat anak-anak lainnya marah)
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan
diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami
hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram
mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit
neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini
mempunyai makna yang tidak pasti. Menurut Doenges et. al (2007)
pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD
antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah.
2. Tes Neurologist (misalnya EEG, CT Scan) menentukan adanya
gangguan otak organik
3. Tes Psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan
ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak
tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas social dan
perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala
fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala
alergi lain, infeksi SSP)

Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan


diagnosa ADHD yaitu dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah
dengan ADHD. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak

14
adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
pada anak umur 36 bulan ke atas.
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas
indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada
kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PADU,
pengelola TPA, dan guru TK.Keluhan tersebutdapat berupa salah satu
atau lebih keadaan di bawah ini :
1. Anak tidak bisa duduk tenang 
2. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
3. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive

Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners
Ratting Scale) yaitu formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang
ditanyakan kepada orangtua / pengasuh anak / guru TK dan
pertanyaan yang perlu pengamatan dari pemeriksa.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan


dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus,
modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling.
Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet
khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu
(Delphie, 2006).

Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan


untuk mengobati ADHD antara lain :
a. Metilfenidat (Ritalin)
Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau

15
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) Amfetamin (Adderall)
Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi
keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan untuk
mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 hari

c. Pemolin (Cylert)
Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan
pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat
berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap.
Kebanyakan obat yang digunakan dalam menangani ADHD aman
jika mengikuti perintah dokter. Obat-obatan ini mempunyai toleransi
tinggi dan sedikit efek samping. Bagi beberapa anak, pengobatan
akan menaikkan nafsu makan. Jika obat diminum setelah si anak
makan, akan banyak mengurangi efek sampingnya. Beberapa anak
yang menggunakan obat untuk ADHD menunjukkan pertumbuhan
badan yang diluar batas normal. Hubungi dokter anda jika
pertumbuhan si anak terlambat.

16
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau


yang lebih dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD)
dapat kita temui dalam banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai
saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial dan banyak
dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin
pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di
dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas,
tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung
tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang
selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.

ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang


menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-
impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan usia anak. Jadi
disini, ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit
otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan
semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya
regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara

17
perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera
dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang
(Barkley, 1998).

Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang


dapat dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya
kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas.
Penyebab ADHD yang tepat belum diketahui dengan jelas, sering
dianggap 'disfungsi otak minimal', karena percaya ada kerusakan ringan
pada otak. Mereka menemukan bahwa struktur yang menghubungkan
kedua belahan otak dan daerah yang mengendalikan ingatan (memori)
serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita ADHD.
3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini para pembaca dapat


mengetahui tentang penyakit ADHD pada anak dan diharapkan
mahasiswa keperawatan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam


Setting Pendidikan Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika
Aditama

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana


asuhan keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik


(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Taylor, Cynthia. 2013. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (terjemahan).


Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Wilksinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.


Jakarta : EGC.

19
Yiming, C. (2006). Living with ADHD. Singapore : Marshall Cavendish
Editions

20

Anda mungkin juga menyukai