Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan kondisi kronis yang
mempengaruhi jutaan anak dan seringkali menetap hingga dewasa. Pada awalnya
ADHD disebut ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan defisit atensi
yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga. Saat ini ADD
dikenal dengan ADHD karena menggambarkan aspek inatensi dan perilaku
hiperaktif serta impulsif.1,2
ADHD merupakan gangguan neurobehavioral pada anak yang terbanyak,
meliputi kira-kira 50% yang dirujuk ke neurologis anak, neuropsikologis,
behavioral pediatrician, dan psikiatri anak.3 Prevalensi gangguan ini sebesar 2,2%
untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan
inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe inatensi.4 Terjadi pada 3-5% populasi anak
dan didiagnosa 2-16% pada anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan ADHD
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan
perbandingan 3 : 1.5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-50% kasus ADHD menetap pada
masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat
memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan kepribadian
antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium atau alat kedokteran. Wawancara terhadap orang tua
merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah
mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar, dan kurangnya prestasi
akademis oleh guru.1,2
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim
kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf,
dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, psikolog, pendidik, dan pekerja

1
sosial. Penanganan ADHD membutuhkan evaluasi jangka panjang dan berulang
untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa
terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.1,2

2
BAB II
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

A. DEFINISI
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu diagnosis
untuk pola perilaku anak yang berlangsung dalam jangka waktu paling
sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah
gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala
perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.1,6 Menurut panduan DSM V
terdapat perubahan dalam hal onset timbulnya gejala yaitu sebelum usia 12
tahun.7

B. EPIDEMIOLOGI
ADHD merupakan gangguan neurobehavioral pada anak yang
terbanyak, meliputi kira-kira 50% yang dirujuk ke neurologis anak,
neuropsikologis, behavioral pediatrician, dan psikiatri anak.3 Prevalensi
gangguan ini sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe
campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe
inatensi.4 Terjadi pada 3-5% populasi anak dan didiagnosa 2-16% pada anak
usia sekolah.5 Menurut Saputro (2005), dari total populasi anak Sekolah
Dasar di Indonesia, 16% anak mengalami ADHD. Berdasarkan data tersebut
diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.2,5

C. ETIOLOGI

3
Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter
tertentu di dalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki
atau mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa
neurotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi
produksi, pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga beberapa
struktur otak. Adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel
neuron daerah limbik dan lobus prefrontal dikatakan mengendalikan fungsi
eksekutif perilaku. Fungsi eksekutif bertanggung jawab pada ingatan,
pengorganisasian, menghambat perilaku, mempertahankan perhatian,
pengendalian diri dan membuat perencanaan masa depan.2,6

Gambar 1. Dopamin di otak

Perubahan suasana hati yang cepat dan kepekaan berlebihan


merupakan akibat dari otak yang bermasalah dalam meredam bagian-bagian
otak yang mengatur gerakan-gerakan motorik dan respon-respon emosional.
Hal itulah yang membuat anak tidak dapat menunggu, menunda pemuasan
dan menghambat tindakan. Hasil penelitian oleh Cantwell (1975) dan
Morrison dan Stewart (1973) melaporkan bahwa pada orangtua biologis
anak ADHD lebih banyak mengalami hiperaktivitas dibandingkan dengan

4
orangtua adopsi anak ADHD. Hal ini menunjukkan bahwa peran herediter
sangat besar sebagai salah satu faktor penyebab gangguan ini.2,6
Penelitian neuropsikologis menunjukkan korteks frontal dan sirkuit
yang menghubungkan fungsi eksekutif adalah ganglia basalis. Katekolamin
adalah fungsi neurotransmiter utama yang berkaitan dengan fungsi otak
lobus frontalis. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak
bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan
dengan pengaruh proses editing perilaku, menurunnya kesadaran diri, dan
dalam penghambatan respon otomatis terhadap rangsangan pada otak.2,6
Perilaku ADHD adalah efek dari kecemasan yang tinggi yang dialami
oleh anak sewaktu kecil, karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat
aktif, memunculkan berbagai mental atau buah pikir, dengan tujuan agar
anak bisa sibuk memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga
dengan sendirinya kecemasan mereka akan berkurang. Berdasarkan
gambaran di atas, maka nampak bahwa penyebab ADHD cukup kompleks,
antara lain neurologis, herediter dan lingkungan.2,6
Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mungkin berperan
dalam terjadinya ADHD, yaitu:
1. Faktor Genetik
Penelitian molekular genetik telah mengungkapkan beberapa gen yang
muncul untuk dihubungkan dengan ADHD karena efeknya pada reseptor
dopamin, transportasi dopamin, dan dopamin beta-hidroksilase.7
Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan
D4) pada kromosom 11p memegang peranan terjadinya ADHD. Terdapat
lima reseptor dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan yang
berperan terhadap ADHD adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter
dan reseptor dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks
(ganglia basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan memori, sehingga
apabila terjadi gangguan disini akan menyebabkan gangguan inhibisi dan
memori. Selain dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik dan
serotoninergik terkait dengan patofisiologi terjadinya ADHD.8,9,10

5
Beberapa penelitian genetik juga menemukan bahwa, saudara
kandung dari anak dengan ADHD mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar
untuk mengalami gangguan serupa. Orang tua yang menderita ADHD
mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini
pada anak mereka. Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan ini
adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik
dibandingkan kembar dizigotik.4
2. Cedera Otak
Telah lama diperkirakan bahwa beberapa anak yang terkena ADHD
mendapatkan cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem
saraf pusatnya selama periode janin dan perinatalnya. Cedera otak
mungkin disebabkan oleh :7

Efek sirkulasi

Toksik

Metabolik

Mekanik

Stress

Kerusakan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh
infeksi, peradangan, dan trauma
Tomografi komputer (CT) kepala pada anak-anak dengan gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas tidak menunjukkan temuan yang konsisten.
Penelitian dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron
emission tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan
kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal anak-anak dengan
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas. Satu teori menyatakan bahwa
lobus frontalis anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas
tidak secara adekuat mengerjakan mekanisme inhibisinya pada struktur
yang lebih rendah, yang menyebabkan disinhibisi.4

3. Faktor Neurokimiawi

6
Banyak neurotransmiter telah dihubungkan dengan gejala defisit-
atensi dan hiperaktivitas. Sebagian temuan adalah berasal dari pemakaian
banyak medikasi yang menimbulkan efek positif pada gangguan. Obat
yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas adalah stimulan yang mempengaruhi dopamin
maupun norepinefrin, yang menghasilkan hipotesis neurotransmiter yang
menyatakan kemungkinan disfungsi pada sistem adrenergik dan
dopaminergik.
Stimulan meningkatkan katekolamin dengan mempermudah
pelepasannya dan dengan menghambat ambilannya. Stimulan dan
beberapa obat trisiklik, sebagai contoh, desipramine (Norpramine)
menurunkan 3methoxy-4-hidroxyphenilglycol (MHPG) urin; yang
merupakan metabolik dari norepinefrin, Clonidine (Catapres), suatu
agonis norepinefrin, berguna dalam mengobati hiperaktivitas. Obat lain
yang menurunkan hiperaktivitas adalah obat trisiklik dan inhibitor
monoamin oksidase (MAOI). Secara keseluruhan, tidak ada bukti-bukti
yang jelas yang melibatkan satu neurotransmiter tunggal dalam
perkembangan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, tetapi banyak
neurotransmiter yang mungkin terlibat dalam proses ini.7
4. Struktur Anatomi
Pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak dengan ADHD,
menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks
prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum, dan
serebelum.11 Rapport dkk dari National Institute of Mental Health
melakukan penelitian pada anak dengan ADHD menggunakan MRI
(Magnetic Resonance Imaging), menyatakan adanya pengecilan lobus
prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta
vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan dengan anak tanpa
ADHD. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian-bagian
otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus
prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing

7
perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu
seseorang, sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan
dalam menghambat respon otomatik yang datang pada bagian otak,
sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum
adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, masih diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari pengecilan lobus
atau bagian otak tersebut.7
Otak manusia normalnya menjalani kecepatan pertumbuhan utama
pada beberapa rentang usia: 3 sampai 10 bulan, 2 sampai 4 tahun, 6
sampai 8 tahun, 10 sampai 12 tahun dan 14 sampai 16 tahun. Beberapa
anak mengalami maturasi pertumbuhan secara berurutan dan
menunjukkan gejala ADHD yang tampaknya sementara. Pada beberapa
kasus, temuan EEG menjadi normal dengan berjalannya waktu.7
5. Faktor Psikososial

Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan memiliki rentan


atensi yang rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya pemutusan
hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor
pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah
penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan dalam
keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan
berperan dalam awal terjadinya atau berlanjutnya ADHD. Faktor
predisposisi mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-
familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi cara berkenalan dan
bertindak yang rutin. Status sosial ekonomi tampaknya bukan merupakan
faktor predisposisi.7

D. KLASIFIKASI

8
ADHD mempunyai 3 subtipe: 6,11

Predominan hiperaktif-impulsif (ADHD/HI)


o Simptom terbanyak (enam atau lebih) adalah kategori hiperaktif-impulsif
o Kurang dari enam simptom dari inatensi, walaupun inatensi masih ada
pada beberapa derajat.
Predominan inatensi
o Simptom terbanyak (enam atau lebih) adalah kategori inatensi dan
kurang dari enam simptom dari hiperaktif-impulsif, walaupun hiperaktif-
impulsif masih ada pada beberapa derajat.
o Anak dengan subtipe ini kurang berperan atau mempunyai kesulitan
bersama dengan anak lain. Mereka duduk tenang, tetapi tidak
memberikan perhatian kepada apa yang mereka lakukan. Orang tua
mungkin tidak memperhatikan simptom ADHD
Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatensi
o Enam atau lebih simptom inatensi dan enam atau lebih simptom
hiperaktif-impulsif .
o Kebanyakan anak dengan ADHD mempunyai tipe kombinasi.

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik ADHD berdasarkan DSM-IV6
- Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala
inatensi berikut telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan
bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas
lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain.
c. Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan
karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.

9
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas
yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan
pekerjaan rumah).
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas
atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-
impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap duduk.
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak seharusnya.
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas
waktu luang secara tenang.
e. Sering dalam keadaan siap bergerak/pergi (atau bertindak seperti
digerakkan oleh mesin).
f. Sering bicara berlebihan.

Impulsivitas
g. Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu
sebelum pertanyaan selesai.
h. Sering sulit menunggu giliran.
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan
hambatan dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
- Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan
gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun.
- Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi.
- Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.

10
- Gejala tidak semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan
lebih baik oleh gangguan mental lain.
Kode berdasarkan tipe :
- 314.01 ADHD tipe kombinasi : jika kriteria A1 dan A2 ditemukan selama
6 bulan yang lalu.
- 314.00 ADHD predominan tipe inatensi : jika kriteria A1 ditemukan
tetapi kriteria A2 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu.
- 314.01 ADHD predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika kriteria A2
ditemukan tetapi kriteria A1 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu.

Kriteria diagnosis ADHD menurut DSM IV dan DSM IV TR ini telah


mengalami revisi melalui DSM V. Daftar gejala pada DSM V tidak berbeda
dengan DSM IV dan IV TR. Perebedaan yang tampak adalah pada DSM V
setelah dituliskan gejala akan diberikan beberapa contoh yang dapat muncul
pada penderita ADHD, termasuk contoh gejala yang timbul pada masa
remaja dan dewasa. Selain itu perbedaan ditunjukkan pada onset timbulnya
gejala ADHD yang dimulai pada usia 12 tahun.

Kriteria diagnostik ADHD berdasarkan DSM-V7


A. Salah satu dari 1 atau 2 :
1. Enam (atau lebih) dari simptom inatensi berikut ini yang menetap
selama minimal 6 bulan sampai ke tingkat yang tidak sesuai dengan
level perkembangan. Catatan: untuk remaja dan dewasa (usia 17 tahun
atau lebih) diperlukan paling tidak 5 gejala.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau
aktivitas lainnya (misalnya mengabaikan suatu pekerjaan yang
detil, bekerja dengan tidak teliti).
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain (misalnya sulit untuk tetap

11
fokus selama jam pelajaran, percakapan dengan orang lain, atau
membaca dalam jangka waktu yang lama).
c. Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung
(misalnya pikiran seperti berada di tempat lain, meskipun tidak
menunjukkan gangguan yang nyata).
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan
karena sikap menentang atau gagal memahami perintah) (seperti
dapat memulai suatu tugas atau pekerjaan tetapi mudah hilang
fokus dan teralihkan).
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
(misalnya sulit untuk mengerjakan pekerjaan yang runut, sulit
untuk menetap pada satu pekerjaan, pekerjaan tidak terorganisir
dengan baik, memiliki pengaturan waktu yang buruk, gagal untuk
menyelesaikan tugas/pekerjaan dalam waktu yang ditentukan).
f. Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlibat dalam tugas
yang memerlukan upaya mental yang lama (misal pekerjaan rumah
atau sekolah, untuk remaja dan dewasa, mempersiapkan laporan,
menyelesaikan suatu formulir, meninjau ulang suatu dokumen
panjang)
g. Sering kehilangan atau ketinggalan hal-hal yang diperlukan untuk
tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku,
atau alat-alat, dompet, kacamata, telepon genggam).
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar
(untuk remaja dan dewasa dapat termasuk pikiran yang tidak
berkaitan dengan pembicaraan).
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari (seperti mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, ketika disuruh, untuk remaja dan dewasa,
menghubungi kembali, membayar tagihan, menepati janji).
2. Enam (atau lebih) dari simptom hiperaktifitas-impulsivitas di bawah
ini menetap selama minimal 6 bulan sampai ke tingkat yang

12
maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan. Catatan
untuk remaja dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih) diperlukan paling
tidak 5 gejala.
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki bergerak-gerak terus atau
menggeliat di kursi.
b. Sering meninggalkan kursi di ruangan kelas atau pada situasi lain
di mana diharapkan tetap duduk diam (misalnya banyak
meninggalkan tempat duduknya ketika berada di kelas, di kantor
atau ruangan kerja yang lain, atau pada situasi lainnya yang
memerlukan untuk tetap berada di tempat duduk).
c. Sering berlari berkeliling atau memanjat dengan berlebihan pada
situasi yang tidak seharusnya (catatan: pada remaja atau dewasa
mungkin terbatas pada perasaan tidak kenal lelah).
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas
waktu luang dengan tenang.
e. Sering bergerak atau beraksi seperti jika digerakkan oleh mesin
(misalnya tidak mampu atau tidak nyaman untuk menunggu,
seperti saat di restoran, rapat, mungkin hal lain yang dapat dialami
adalah tidak kenal lelah atau sulit untuk berhenti).
f. Sering berbicara berlebihan.
g. Sering berbicara tanpa berpikir, menjawab sebelum pertanyaan
lengkap.
h. Sering sulit menunggu.
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misal memotong
percakapan atau permainan).
B. Beberapa simptom hiperaktif-impulsif atau inatensi menyebabkan
impairment sebelum usia 12 tahun.
C. Beberapa simptom hiperaktif-impulsif atau inatensi muncul pada 2
tempat atau lebih di rumah, di sekolah (tempat kerja), dengan teman;
atau di aktivitas lainnya)

13
D. Jelas terbukti signifikan secara klinis impairment pada fungsi sosial,
akademik atau pekerjaan, atau menurunkan kualitas hidup.
E. Simptom tidak terjadi semata-mata selama keadaan gangguan
perkembangan, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak
dapat diterangkan oleh gangguan mental lain (misal gangguan mood,
gangguan cemas, gangguan disosiasi atau gangguan kepribadian).

F. DIAGNOSIS BANDING7,12
Autism Spectrum Disorder (ASD)
Global developmental delay
Gangguan intelektual
Gangguan perkembangan bahasa speech delayed
Gangguan pendengaran
Gangguan kecemasan
Gangguan depresi
Gangguan bipolar

Intermittent explosive disorder.

Gangguan psikotik

Obsessive-compulsive disorder

Dalam praktik sehari-hari, ADHD sering kali memiliki gejala yang


tumpang tindih dengan autism spectrum disorder (ASD) dan
communication disorder - speech delayed. Pada penderita speech delayed
sendiri harus dipastikan ada tidaknya gangguan pendengaran, retardasi
mental atau kurang stimulasi. Persamaan ADHD dengan ASD adalah
adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran, meminta
sesuatu dengan cara non verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan bila
marah sulit ditenangkan.10

14
Tabel 1. Perbedaan antara ADHD, ASD dan speech delayed:10

Speech
ASD GPPH
Delayed

Stimulasi Maju lambat dan Maju bertahap Maju bertahap


sulit

Objek bermain Ingin terus sama Berganti terus Berganti bila


sudah bosan

Bila diarahkan Sangat sulit Sulit Mudah

Reaksi Sering aneh Kadang aneh Wajar

Emosi marah Sangat sulit Sulit diredakan Mudah


diredakan diredakan

Sosialisasi Tidak mau Ingin tetapi ditolak Tidak


teman

Gangguan Sering Kadang-kadang Tidak ada


perilaku menyimpang

Persepsi Menolak dibelai Kadang mau dibelai Senang


sensorik dibelai

Pengobatan Antipsikotik Psikostimulansia Tanpa obat

G. PENATALAKSANAAN
ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi
klinis yang beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat
diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan
evidence based, National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi
lainnya di dunia seperti AACAP (American Academy of Child and

15
Adolescent Psychiatry), penanganan anak dengan ADHD adalah dengan
pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin dan multimodal.4
Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD adalah:4
Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya
sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga
terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.

Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini


maka terapi yang diberikan dapat berupa obat,4,12 diet,12 latihan,12 terapi
perilaku, terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial, juga psikoedukasi
kepada orang tua, pengasuh serta guru yang sehari-hari berhadapan dengan
anak tersebut.4

1. Medikamentosa
Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai 70-
80%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan
psikostimulan. Meskipun obat ini disebut stimulan, namun pada
dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita
ADHD.4,5 Yang termasuk stimulan antara lain:
Amphetamine-dextroamphetamine (Adderall)
Dexmethylphenidate (Focalin)
Dextroamphetamine (Dexedrine, Dextrostat)
Lisdexamfetamine (Vyvanse)
Methylphenidate (Ritalin, Concerta, Metadate, Daytrana)
Pemberian obat psikostimulan dikatakan cukup efektif
mengurangi gejala-gejala ADHD.4 Obat ini mempunyai pengaruh pada
sistem dopaminergik atau noradrenergik korteks lobus frontalis-
subkortikal circuit, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat

16
potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala
impulsif dan tidak dapat menyelesaikan tugas.5 Efek sampingnya
adalah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang berlebih,
iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan, sindrom
Tourette, serta munculnya tic.4,5
2. Diet
Menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet
sintetik dari diet anak dapat merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya gejala ADHD. Meta-analisis menemukan bahwa
menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet sintetik
secara statistik bermanfaat untuk anak dengan ADHD.12
Keseimbangan diet karbohidrat dan asam amino (triptophan sebagai
serotonin substrate) juga dapat menjadi upaya lain dalam diet ini.12
Belum ada bukti bahwa pemanis buatan seperti aspartam
memperburuk ADHD.12
3. Terapi Perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini
adalah:5
Reward system (anak diberikan hadiah bila dapat menyelesaikan
tugas atau berperilaku baik).
Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di
pojok ruangan selama 5 menit).
Response cost (misal: anak dilarang nonton tv bila tidak
menyelesaikan PR).
Token economy (anak mendapatkan bintang bila menyelesaikan
tugas dan kehilangan bintang bila berjalan-jalan di kelas jumlah
bintang menentukan reward yang diterima).
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat menentukan
suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan
pelatihan pasien dan keluarga

17
H. PROGNOSIS13
Perjalanan ADHD bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yang
menetap.
1. Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa.7,8 Gejala akan lebih cenderung menetap jika
terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya,
komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas.
Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap
mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif,
tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan
alkohol dan narkoba, kegagalan di sekolah, sulit mempertahankan
pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran hukum.
2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah
hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa
remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang
memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial
mudah menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit
mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan di sekolah,
melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol serta narkoba.

Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak yaitu:2

18
GangguanKesulitan akademik Kegagalan dalam pekerjaan
perilaku
Sosialisasi buruk Problem dalam membina hubungan interpersonal
Terdapat problem citra diri Risiko mendapat cedera atau kecelakaan
Berurusan dengan hukum
Merokok
Risiko untuk mendapat trauma atau cedera

Usia pra sekolah Usia Usia saat di perguruan tinggi


sekolah Remaja Dewasa

Gangguan perilaku Kegagalan akademik


Kegagalan akademik Kesulitan dalam pekerjaan
Terganggunya hubungan dengan teman
Terdapatnya problem citra diri
Terdapatnya problem citra diri Penggunaan zat/ obat-obatan
Risiko mendapat cedera/ kecelakaan

BAB III
REHABILITASI MEDIK PADA ANAK DENGAN ATTENTION
DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

19
A. Okupasi Terapi
1. Terapi Relaksasi
Adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh
untuk mencapai suatu perasaan rileks. Terapi relaksasi bertujuan untuk
dapat mengontrol ansietas, stres, ketakutan dan ketegangan, memperbaiki
konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga diri dan
kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas.14
2. Cognitive Behavior Therapy (Terapi Perilaku Kognitif)
Terapi kognitif merupakan suatu terapi yang bertujuan untuk
mengubah perilaku seseorang dengan mengubah pemikiran dan persepsi
terutama pola berpikirnya. Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi
respon kebiasaan (seperti marah, takut, dan sebagainya) dengan cara
mengenal situasi atau stimulus. Terapi perilaku kognitif melatih
kemampuan berpikir, menggunakan pendapat dan membuat keputusan,
dengan fokus memperbaiki defisit memori, konsentrasi dan atensi,
persepsi, proses belajar, membuat rencana, serta pertimbangan. Pada
anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh dari orang tua atau
anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga harus menarik
seperti menggunakan media gambar kartun, role play, menggunakan
bahasa menarik sesuai usianya, media latihan yang menyenangkan dan
penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga berupa metode
self recording.15

3. Sensori integrasi
Tujuan terapi sensori integrasi adalah meningkatkan kemampuan
proses sensoris dengan cara:
- Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi
dan kontrol perilaku
- Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema

20
persepsi baik sebagi dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan
kemandirian fungsional.

Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak


untuk bermain interaktif dan bermakna. Terapi sensori integrasi
memberikan stimulasi sensori dan interaksi fisik untuk dapat
meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan kemampuan belajar dan
perilaku. Terapi ini merupakan terapi modalitas yang kompleks yang
memerlukan partisipasi aktif pasien dan bersifat individual melalui
aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan
organisasi dan proses neurologis. Para ahli di Amerika telah menyusun
konsensus tentang elemen inti dari terapi sensori integrasi yang
ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Elemen inti terapi sensori integrasi


Elemen Inti Deskripsi Sikap dan Perilaku Terapis
Memberikan rangsangan Memberikan kesempatan pada anak untuk mengalami
sensorik berbagai pengalaman sensori, yang meliputi taktil,
vestibular, dan/atau proprioseptif; intervensi yang
diberikan melibatkan lebih dari satu modalitas sensorik
Memberikan tantangan Memberikan aktivitas yang bersifat menantang, tidak
yang tepat terlalu sulit maupun terlalu mudah, untuk
membangkitkan respon adaptif anak terhadap tantangan
sensori dan praksis
Kerjasama menentukan Mengajak anak berperan aktif dalam proses terapi,
pilihan aktivitas memberikan kesempatan pada anak mengontrol aktivitas
yang dilakukan, tidak menetapkan jadwal dan rencana
terapi tanpa melibatkan anak
Memandu organisasi Mendukung dan memandu anak untuk mengorganisasi
mandiri perilaku secara mandiri, memilih dan merencanakan
perilaku yang sesuai dengan kemampuan anak, mengajak
anak untuk berinisiatif, mengembangkan ide, dan
merencanakan aktivitas.
Menunjang stimulasi Menjamin lingkungan terapi yang kondusif untuk
optimal mencapai atau mempertahankan stimulasi yang optimal,
dengan mengubah lingkungan atau aktivitas untuk
menarik perhatian anak, engagement, dan kenyamanan.
Menciptakan konteks Menciptakan permainan yang membangun motivasi

21
bermain intrinsik anak dan kesenangan dalam beraktivitas;
memfasilitasi atau mengembangkan permainan objek,
sosial, motorik, dan imaginatif.
Memaksimalkan Memberikan atau memodifikasi aktivitas sehingga anak
kesuksesan anak dapat berhasil pada sebagian atau seluruh aktivitas, yang
menghasilkan respon terhadap tantangan tersebut
Menjamin keamanan fisik Meyakinkan bahwa secara fisik anak dalam kondisi
aman, dengan menggunakan peralatan terapi yang aman
atau senantiasa ditemani oleh terapis
Mengatur ruangan untuk Mengatur peralatan dan ruangan sehingga dapat
interaksi anak memotivasi anak untuk terlibat dalam aktivitas
Memfasilitasi kebersamaan Menghormati emosi anak, memberikan pandangan
dalam terapi positif terhadap anak, menjalin hubungan dengan anak,
serta menciptakan iklim kepercayaan dan keamanan
emosi

Gambar 2. Ruangan dan peralatan untuk sensori integrasi

4. Terapi Snoezellen16,18
Terapi Snoezellen merupakan suatu aktivitas terapi yang dilakukan
untuk mempengaruhi sistem saraf pusat melalui pemberian rangsangan
yang cukup pada sistem sensori primer (penglihatan, pendengaran,
peraba, perasa lidah, penciuman) dan juga pada sistem sensori internal
(vestibular dan proprioseptif). Snoezellen merupakan metode terapi

22
multisensoris yang berasal dari Belanda. Kata Snoezellen sendiri
merupakan gabungan dari 2 kata snufflen yang berarti eksplorasi aktif
dan doezelen yang berarti relaksasi atau pasif.
Tujuan terapi snoezellen pada anak ADHD adalah:
- Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus
- Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku
impulsif
- Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan
- Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain
- Anak punya rasa percaya diri
- Anak mampu mengeksplorasi lingkungan
- Anak mampu rileks secara fisik yang ditandai dengan penurunan
muscle tension

Ruangan snoezellen khusus dirancang untuk memberi stimulasi


pada berbagai sensasi, menggunakan efek lampu/cahaya, warna, musik,
wangi-wangian dan sebagainya. Kombinasi dari bahan berbeda pada
dinding dieksplorasi menggunakan sensasi taktil, dan pada lantai
disesuaikan untuk merangsang sensasi keseimbangan. Idealnya,
snoezellen merupakan terapi yang tidak diarahkan dan dapat bertahap
memberikan pengalaman multisensorik atau fokus pada 1 sensorik saja,
secara sederhana melalui adaptasi terhadap lampu/cahaya, atmosfer,
suara, dan tekstur kepada kebutuhan spesifik pasien. Snoezellen dianggap
sebagai toolbox dengan berbagai jenis peralatan sensorik untuk
memenuhi kebutuhan sensorik yang berbeda dari orang yang
menggunakannya.
Lingkungan Snoezellen memberikan stimulasi langsung dan tidak
langsung dari modalitas sensorik dan dapat digunakan secara individu
atau berkelompok untuk memberikan pendekatan sensorik. Peralatannya
disesuaikan dengan tiap-tiap anak ADHD:
Stimulasi visual: serat optik semprot, proyektor dengan gambar.

23
Stimulasi pendengaran (suara): kaset relaksasi, getaran suara dari
peralatan musik.
Olfaktori (bau): aroma terapi dapat mengurangi tingkat kecemasan.
Gustatori (rasa): setiap zat makanan menyediakan rasa yang berbeda
atau tekstur.
Stimulasi taktil (sentuhan): bantal dan kasur dengan vibrasi, kain
bertekstur.
Rangsangan proprioseptif dan vestibular (gerakan): kursi goyang,
rocking horses.
Ada beberapa macam ruang snoezellen yang ditata dengan tujuan
yang berbeda contohnya:
- Ruang relaksasi
Ruang ini dipenuhi dengan warna yang lembut dan tidak mencolok
Lagu-lagu lembut atau musik relaksasi
Pemberian aroma ruangan dengan aroma yang lembut
Lampu penerangan yang lembut
- Ruang aktivitas/adventure
Ruangan ini dipenuhi dengan warna-warna yang mencolok
Stimulasi visual yang dinamis
Musik yang dinamis
Alat-alat permainan aktif
- Ruang natural
Berupa ruangan yang alami seperti kebun bunga/taman
Kolam ikan/aquarium
Terdapat pasir, tanah, dan air

24
Gambar 3. Terapi snoezellen

5. Terapi Musik19
Merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak dan dewasa
dengan gangguan perkembangan sehingga dapat mempengaruhi
perubahan keterampilan yang penting pada gangguan belajar atau
retardasi mental.
o Keterampilan kognitif
Musik dapat menstimulasi dan memfokuskan atensi dan terutama
untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain. Seluruh
intervensi terapeutik akan terstruktur dengan musik, untuk
mempertahankan atensi.
o Keterampilan fisik
Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme teratur dapat
menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk menimbulkan
rasa rileks.
o Keterampilan komunikasi
Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara, serta memberi
ruang untuk komunikasi nonverbal.

o Keterampilan sosial
Memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas perkembangan
untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
o Keterampilan emosional
Musik memberi kesempatan untuk mengekspresikan dan merasakan
berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada musik dapat

25
membantu untuk mengontrol emosi yang meledak-ledak, mengubah
mood, serta dapat mencapai efek positif dari harga diri.

Gambar 4. Terapi musik

B.
Psikologi10,12
Psikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam
pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar rumah
dan sekolah. Ada berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan
oleh psikolog dan psikiatri, penggunaannya tergantung kepada pasien dan
simptomnya. Meliputi support groups, parent training, dan social skills
training.
Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat
memperbaiki perilaku anak dengan ADHD. Namun kendalanya adalah
orang tua dari anak ADHD memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap
diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya
dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orang tua
disebut sebagai Parent Management Training. Teknik ini meliputi operant
conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik
dan hukuman untuk perilaku yang buruk.
Manajemen di dalam kelas (edukasi kepada guru) dilakukan sama
dengan parent management training yaitu guru diajari tentang ADHD dan
teknik untuk memperbaiki perilaku yang diaplikasikan di ruangan kelas.

26
Strategi yang digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di kelas
atau daily feedback.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pliszka S. Practice parameter for the assessment and treatment of children and
adolescents with attention deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry. 2007;46:894.

27
2. Wiguna T. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), dalam:
Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010: 441-454.
3. Shaywitz B, Fletcher J, Shaywitz S. Attention deficit hyperactivity disorder.
In : Swiman K, Ashwal S, ed. Pediatric neurology principles and practice. 3
rd ed. St Louis : Mosby; 1999. p.585-94.
4. Wiguna T. Apakah anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas
(GPPH) memerlukan obat?. Dalam : Pusponegoro H, Widodo D,
Mngunadmaja I, penyunting. A journey to child neurodevelopmental :
application in daily practice. Jakarta : IDAI cab. Jakarta; 2010. p.137-146.
5. Bahtera T. Manajemen penderita gangguan perhatian dan hiperaktivitas.
Dalam : Purwanti A, Mexitalia, Wistiani, Mellyana O, penyunting.
Symposium dan workshop early detection on neurodevelopmental disorders.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP; 2007. p. 29-35.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (Fourth ed.). Washington, DC: American Psychiatric
Publishing; 1994.
7. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (Fifth ed.). Washington, DC: American Psychiatric
Publishing; 2013 p. 59-65.
8. Warner J, Roger. Attention deficit hyperactivity disorder. In: Howlin P, Udwin
O. Outcomes in neurodevelopmental and genetic disorders. New York:
Cambridge University Press; 2002.
9. Antshel KM, Macias MM, Barkley RA. The Child with Attention Deficit
Hyperactivity Disorder. In: David RB, editor. Clinical Pediatric Neurology.
New York; Demos medical; 2009.
10. Wikipedia. Attention deficit hyperactivity disorder. Available from :
http://en.wikipedia.org/ wiki/Attention-deficit_hyperactivity_disorder_.2010.
11. Pediatric Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/912633-overview.
12. Mental help. ADHD Attention deficit hyperactivity disorder.Available from :
http://www.mentalhelp.net/poc/view_doc.php?type=doc&id=13871&cn=3.
2007.
13. Tamin TZ. Relaxation therapy. In : Workshop relaxation therapy. Manado :
Perdosri; 2007.
14. Wiguna T. Gejala, Latar belakang Permasalahan dan Kebutuhan Anak dengan
GPPH dan Spektrum Autistik. Dalam : Buku Prosiding Simposium Sehari
Kesehatan Jiwa. Jakarta. IDI. 2007; h 68-71.
15. Hersen M, Gross AM. Handbook of Clinical Psychology, Children and
Adolescents. New jersey: John Wiley and son inc: 2008.
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.
Layanan kedokteran fisik dan rehabilitasi. Jakarta: PB Perdosri; 2013. 186-
90.
17. Waiman E, Soedjatmiko, Gunardi H, Sekartini R, Endyarni B. Sensori
integrasi: dasar efektivitas dan terapi. Sari Pediatri. 2011; 13: 129-32.

28
18. Challenor Y B, Borkow R B. Central nervous system plasticity and cognitive
remediation. Boston : Butterworth Heinemann; 1996.
19. Coleman K, King B. Music therapy and developmental disabilities. Available
from : http://www.preludemusictherapy.com/dd.html. 1996.

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tgl lahir / Usia : 26 April 2011 (3 tahun 9 bulan)

29
Alamat : Genuk Krajan II, RT 1 RW 3, Kelurahan Tegal Sari,
Kecamatan Candisari, Semarang
No CM : C516518
Tanggal periksa : 16 Januari 2015

IDENTITAS ORANG TUA


Nama ayah : Tn. Kunto Wibowo
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

Nama ibu : Ny. Dwi Mariati


Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita dan dari data catatan medis
Keluhan utama : bicara anak belum lancar dan sangat aktif
Riwayat Penyakit Sekarang
Usia anak saat ini 3 tahun 9 bulan. Anak belum bisa bicara dengan lancar,
anak baru dapat mengucapkan kurang dari 10 kata namun belum bisa
merangkai 2 kata, anak sudah bisa berlari bahkan naik tangga, anak sudah
bisa mengenakan dan melepas baju sendiri. Anak menoleh jika dipanggil
dan kaget jika mendengar suara keras. Jika menginginkan sesuatu, anak
hanya menunjuk dengan jari atau menarik-narik orangtuanya untuk
mengambil apa yang dia inginkan. Anak sulit diajak komunikasi atau
berbicara. Anak terkadang bisa menuruti perintah sederhana.
Sejak usia 1 tahun 6 bulan anak tampak sangat aktif. Jika bermain anak
tidak bisa duduk dengan tenang dan mudah bosan dengan satu permainan.
Anak suka membongkar mainannya. Anak suka sekali memanjat benda-

30
benda di sekitarnya seperti kursi atau meja, dan anak senang berlari. Saat
bermain, anak sering mengganggu teman sebayanya. Anak tidak pernah
bisa menyelesaikan satu jenis permainan. Anak belum bisa menggambar
gambar sederhana atau mencontoh gambar (garis lurus, lingkaran, kotak).
Saat ini anak hanya bisa corat-coret.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat kejang atau demam tinggi disangkal
- Riwayat trauma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat sakit seperti ini dalam keluarga disangkal
- Riwayat keterbelakangan mental, cacat fisik, kejang, dan keterlambatan
perkembangan dalam keluarga disangkal

Pedigree

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
Riwayat Perinatal
1 Prenatal
Pasien anak I, lahir dari ibu G1P0A0. Usia ibu saat hamil 24 tahun. ANC
teratur di bidan. Riwayat ibu kejang, tekanan darah tinggi, minum jamu
atau obat di luar resep bidan disangkal.
2 Natal

31
Anak lahir secara spontan di tempat praktik bidan, cukup bulan, berat
badan lahir 3000 gram, panjang badan dan lingkar kepala lahir lupa,
langsung menangis, kebiruan (-), ikterik (-).

No L/ Riwayat persalinan Keadaan saat ini


Umur
. P (berat/keadaan lahir/penolong) (sehat/sakit/meninggal)
1. L Lahir spontan di tempat praktik 3 Sehat
bidan, cukup bulan, berat badan tahun
lahir 3000 gr, panjang badan lahir 9
dan lingkar kepala lahir ibu lupa bulan

3 Postnatal
- Riwayat kejang atau demam tinggi disangkal
- Riwayat trauma disangkal

Riwayat imunisasi
BCG : 1x usia 0 bulan, scar (+)
DPT : 3x usia 2,3,4 bulan
Polio : 4x usia 0,2,3,4 bulan
Hepatitis B : 4x usia 0,2,3,4 bulan
Campak : 1x usia 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat makan dan minum


Anak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan.
Sejak usia 6 bulan anak masih mendapatkan ASI ditambah dengan bubur
susu 2 x mangkok kecil, habis.

32
Mulai usia 8 bulan anak mulai mendapatkan nasi tim 3x4 sendok makan
habis dan ASI semau anak.
Usia 1 tahunsekarang : ASI semau anak, makanan keluarga, nasi 3 kali
sehari, lauk bervariasi (tahu, tempe, ikan, ayam, sayur).
Kesan : ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan cukup.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan
Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan lahir dan lingkar kepala waktu
lahir tidak diketahui (ibu lupa).
Berat badan sekarang: 13 kg, panjang badan 93 cm, lingkar kepala 47,5 cm.
Perkembangan
Motorik kasar
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 5 bulan
Merangkak : 6 bulan
Berdiri berpegangan : 8 bulan
Berjalan : 10 bulan
Berlari : 18 bulan
Melompat jauh : 36 bulan

Bahasa
Tertawa : 2 bulan
Berteriak : 3 bulan
Menoleh ke arah suara : 2 bulan
Mengoceh : 4 bulan
Personal sosial

33
Tersenyum responsif : 2 bulan
Mengamati tangannya : 4 bulan
Berusaha mencari mainan : 5 bulan
Makan sendiri : 2 tahun
Tepuk tangan : 6 bulan
Dag dag : 8 bulan
Motorik halus
Memegang icik-icik : 4 bulan
Tangan bersentuhan : 4 bulan
Memindahkan benda : 6 bulan
Meraih : 4 bulan

DDST II
Motorik kasar ~ usia
Motorik halus ~ usia
Personal sosial ~ 30 bulan
Bahasa ~ 14 bulan

Kesan : keterlambatan pada sektor personal sosial dan bahasa

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah bekerja sebagai petugas di terminal bus dengan penghasilan per
bulan Rp. 2.000.000,00. Ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga).
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal bersama ayah, dan ibunya.
Sehari-hari anak diasuh oleh ibunya. Di rumah, kedua orangtua menggunakan
bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Anak tidak senang menonton televisi.

34
Rumah berukuran 6x14 meter persegi, dengan dinding bata, lantai semen.
Rumah terdiri dari 2 kamar, 1 kamar tamu ukuran 3x4 meter persegi yang
terhubung dengan dapur, 2 buah gudang, dan 1 kamar mandi dengan WC jongkok.
Sumber listrik dari PLN, sumber air bersih dari PAM. Orang tua tidak memelihara
binatang peliharaan. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi kurang.

C. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 16 Januari 2015)


Anak laki-laki 3 tahun 9 bulan, BB = 13 kg, TB = 93 cm, LK = 47,5 cm
Keadaan umum : sadar, aktif, kontak mata ada tapi tidak lama
Denyut jantung : 108 x/menit, reguler
Nadi : isi dan tegangan cukup
Respirasi : frekuensi napas 24 kali/menit, reguler
Suhu : 37,3 oC
Kepala : LK 50 cm (mesosefal)
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), strabismus
(-/-)
Telinga : discharge (-)/(-), low set ear (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), saddle nose (-)
Mulut : sianosis perioral (-) karies (+), oral hygiene kurang baik
Leher : pembesaran kelenjar limfonodi (-)
Trunkus : skoliosis (-), kifosis (-)

Dada :
Paru
I : simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
A : suara dasar vesikuler, suara tambahan: ronkhi (-)/(-),

35
wheezing (-)/(-)
Jantung:
I : iktus kordis tidak tampak
Pa : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikula sinistra,
tidak kuat angkat, tidak melebar, thrill (-)
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
A : BJ I- II normal, irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
I : datar, venektasi (-)
Pa : supel, turgor kembali cepat, nyeri tekan (-), hepar lien
tidak teraba
Pe : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
A : bising usus (+) normal
Inguinal : pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal
Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Inferior
D S D S
Pucat - - - -
Sianosis - - - -
Clubbing finger - - - -
Edema - - - -
Akral dingin - - - -
Capillary refill <2 <2 <2 <2
Deformitas - - - -
Motorik
Gerak + + + +
Kekuatan Kesan >3 Kesan >3 Kesan >3 Kesan >3
Tonus N N N N
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Reflek fisiologis +2 +2 +2 +2
Reflek patologis - - - -
Klonus - -

Pemeriksaan Antropometri (16 Januari 2015)


Anak laki-laki, 3 tahun 9 bulan, BB: 13 kg, PB: 93 cm, LK: 47,5 cm
WHZ : -0,40 SD

36
WAZ : -1,62 SD
HAZ : -2,33 SD
Kesan: gizi baik, perawakan pendek, mesosefal

D. HASIL KONSUL DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Bagian THT
Anak dikonsulkan ke CDC untuk pemeriksaan OAE dan BERA (belum
dilakukan)
Bagian Psikiatri
Kesan : gangguan tingkah laku hiperkinetik
Saran : risperidon 0,5 mg tiap 12 jam
Kuesioner Deteksi Dini Masalah Perilaku dan Emosional
Kesan : masalah mental emosional
Conners Abbreviated Rating Scale : Skor 15 (kemungkinan ADHD)
Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) : gangguan perkembangan
lain
Pola asuh : otoriter

E. DAFTAR MASALAH

Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal


1. ADHD 16/1/2015 Sosial ekonomi 16/1/2015
kurang
2. Delopmental delay sektor 16/1/2015 Sosialisasi dengan
personal sosial dan bahasa teman sebaya
kurang
3. Masalah mental emosional 16/1/2015

F. DIAGNOSIS
Diagnosa penyakit dasar : Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Diagnosa penyakit penyerta : developmental delay sektor personal sosial
dan bahasa, perawakan pendek, masalah
mental emosional

37
Diagnosa komplikasi :-
Diagnosa pertumbuhan : gizi baik, perawakan pendek, mesosefal
Diagnosa perkembangan : developmental delay sektor personal sosial
dan bahasa
Diagnosa gizi : gizi baik, perawakan pendek, mesosefal
Diagnosa Imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
Diagnosa sosial ekonomi : kurang

G. INITIAL PLANS
1. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
Dx :S :-
O : Conners Abbreviated Rating Scale
Tx : Program rehabilitasi medik
Mx : Penilaian kemajuan dari program yang diberikan tiap 3 bulan
Ex : Menjelaskan mengenai kondisi anak, dan pentingnya latihan
secara teratur di bagian rehabilitasi medik serta di rumah
Disarankan agar orang tua lebih sabar dalam mengasuh anak
dengan kondisi tersebut
2. Developmental delayed sektor personal sosial dan bahasa
Dx : S : -
O : DDST II
Tx : Program rehabilitasi medik
Mx : Penilaian kemajuan dari program yang diberikan tiap 1 bulan
Ex : Menjelaskan mengenai keterlambatan perkembangan yang dialami
pasien dan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan.
Edukasi untuk melakukan latihan di rumah (home program)
3. Masalah mental emosional
Dx : S :-
O : KMME
Tx : Program rehabilitasi medik
Mx : Penilaian kemajuan dari program yang diberikan tiap 3 bulan
Ex : Menjelaskan mengenai kondisi anak, dan konsisten dalam
memberikan latihan mengontrol emosi anak
Disarankan agar orang tua lebih sabar dalam mengasuh anak dengan
kondisi tersebut

H. PROBLEM REHABILITASI MEDIK


- Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
- Developmental delayed sektor personal sosial dan bahasa
- Masalah mental emosional

38
I. PROGRAM REHABILITASI MEDIK
1) Fisioterapi
Program : belum ada program
2) Okupasi Terapi
Assesmen : kontak mata tidak tahan lama, anak aktif bergerak, berlari, dan
mudah teralihkan perhatiannya
Program : Latihan peningkatan atensi dan konsentrasi dengan aktivitas
Latihan ADL
Behavior therapy
Sensori integrasi
3) Terapi Wicara
Assesmen : Tes OAE dan BERA belum dilakukan, anak hanya bisa
menyebut 6 kata, belum bisa merangkai 2 kata
Program : Latihan peningkatan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif
4) Psikologis
Assesmen : sehari-hari anak diasuh oleh ibu (ibu rumah tangga). Ayah
bekerja. Orang tua memiliki harapan akan kemajuan tumbuh-kembang
anak.
Kesan : pasien kurang mendapat perhatian dari anggota keluarga yang lain.
Program:
a) Memotivasi ibu untuk melakukan pendampingan dan terus
menstimulasi perkembangan anak
b) Memberikan dukungan mental untuk orang tua dalam menghadapi
perkembangan anak yang terlambat
c) Memotivasi orang tua untuk melakukan terapi latihan secara teratur
5) Sosial Medik
Assesmen : Ayah bekerja sebagai petugas terminal bus, ibu seorang ibu
rumah tangga. Penghasilan per minggu sekitar Rp. 2.000.000,00.

39
Pengobatan anak menggunakan BPJS, hubungan dengan tetangga cukup
baik

Program :
a) Memotivasi orang tua untuk membawa anaknya ke rehabilitasi medik
untuk menjalani program terapi secara teratur
b) Memotivasi orang tua untuk kontrol teratur di poli tumbuh kembang
anak serta monitoring perkembangan anak
c) Memotivasi orang tua untuk senantiasa memberikan latihan dan
stimulasi di rumah.

J. EDUKASI
1. Mengajari orang tua agar selalu memberikan stimulasi bicara di rumah
2. Mengajarkan pada orang tua tentang cara mengendalikan perilaku anak dengan
metode reward and punishment
3. Mengulangi aktivitas rehabilitasi di rumah

K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia

40

Anda mungkin juga menyukai