Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

BLOK 1.2

SISTEM NEURO-MUSKULOSKELETAL

PEMERIKSAAN PENDENGARAN MENGGUNAKAN GARPU TALA (PENALA) DAN


PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN

Hari/ Tanggal Praktikum : Selasa, 28 November 2017

Nama : Siti Faizah

NIM : 170610009

Kelompok : 1 (satu)

Dosen Pembimbing : dr.Cut Sidrah Nadira, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NEGERI MALIKUSSALEH

TA. 2017/2018
SISTEM VESTIBULOCOCHLEAR

PRAKTIKUM 1 UJI PENDENGARAN MENGGUNAKAN GARPU TALA

(PENALA)

1. Prinsip Percobaan

Kokhlea tertanam di dalam cavitas tulang di tulang temporal, getaran pada


seluruh tuang tengkorak dapat menyebabkan getaran pada cairan kokhlea.

2. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui jenis ketulian
3. Alat dan Bahan
- Garpu tala 112 Hz- 870 Hz
4. Prosedur Kerja
a. Cara menggetarkan garpu tala
- Pegang bagian bawah dai garpu tala pada bagian bawah atau
pada tangkainya.
- Getarkan garpu tala dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu
jari atau ketukkan ke benda logam atau pada tumit sepatu.
b. Posisi / letak garpu tala
- Penting : kaca mata, giwang dilepas
- Hantaran udara (AC) : arah kedua kaki garpu tala sejajar
dengan arah liang
- Hantaran tulang (BC) : pada prosessus mastoid, tidak boleh
menyinggung daun telinga
c. Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada
satu telinga penderita.
Cara kerja : kedua ujung kaki garpu tala digetarkan menggunakan ibu
jari dan jari telunjuk kemudian batang garpu tala bagian bawah di
letakkan pada prosesus mastoid dibelakang daun telinga. Setelah tidak
merasakan getaran/bunyi lagi garpu tala diletakkan kira-kira 2,5 cm di
depan daun teinga tanpa menyentuh kaki garpu tala.
Hasil
- Masih terdengar : rinne positif
- Tidak terdengar : rinne Negatif
d. Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
penderita
Cara kerja : kedua ujung kaki garpu tala digetarkan kemudiaan
batang garpu tala diletakkan di linea mediana, dahi, gigi insisivus atas,
atau dagu.
Hasil
- Suara terdengar sama keras dikedua telinga (tidak ada
lateralisasi)
- Suara terdengar lebih keras disalah satu telinga (lateralisasi)
e. Tes Schwabach

Tujuan : membandingkan kepekaan hantaran tulang antara naracoba


dan pemeriksa yang sudah diketahui normal ketajaman
pendengarannya.

Cara kerja : kedua ujung kaki garpu tala digetarkan dan batang garpu
tala diletakkan di prosesus mastoid pemeriksa setelah tidak ada getaran
lagi maka dipindahkan pada prosesus mastoid naracoba. Ulangi
pemeriksa dahulu baru kemudian dipindahkan ke pada narocoba.
Digunakan pada telinga kanan dan kiri naracoba.
Hasil
- Masih terdengar suara : Schwabach memanjang
- Tidak terdengar suara : Schwabach memendek atau sama
dengan pemeriksa.
5. Hasil Percobaan

PROBUNDUS 1 PROBUNDUS 2

NAMA : M. FIKRI HAIKAL NAMA : TGK. FIKRI


ARDIANSYAH

UMUR : 18 UMUR : 18

JK : LAKI - LAKI JK : LAKI - LAKI

TES RINNE : RINNE POSITIF TES RINNE : RINNE POSITIF

TES WEBER : Tidak ada lateralisasi TES WEBER : Tidak ada lateralisasi

TES SCHWABACH : SCHWABACH TES SCHWABACH : SCHWABACH

MEMENDEK MEMENDEK

Setelah melakukan pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala


(penala) didapatkan dengan hasil :

Pada probandus 1 dan probandus 2, keduanya menunjukkan hasil yang


sama baik ketika Tes Rinne, Tes Weber maupun Tes Schwabach. Hal ini
dapat terlihat jelas sebagaimana yang telah tertera didalam tabel..

6. Dasar Teori
Telinga berfungsi merubah gelombang suara menjadi impuls, yang
kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Membran timpani dan
tulang-tulang pendengaran menghantarkan suara dari telinga luar melalui
telinga tengah ke kokhlea (telinga dalam) Kokhlea tertanam di dalam kavitas
tulang di tulang temporal, dan getaran pada seluruh tulang tengkorak dapat
menyebabkan getaran pada cairan kokhlea.
Terdapat dua jenis ketulian yaitu: tuli sensorineural dan tuli konduktif.
Tuli sensorineural diakibatkan oleh gangguan di kokhlea ataupun pada saraf
pendengaran. Tuli konduktif diakibatkan oleh gangguan struktur fisik telinga
yang berfungsi menghantarkan suara ke kokhlea. Jika kokhlea dan saraf
pendengaran rusak, maka penderita tersebut akan mengalami tuli permanen.

7.Analisa hasil

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada
probandus 1 dan 2 memiliki hasil RINNE POSITIF dimana kedua probandus
masih mendengar setelah garpu tala dipindahkan dan diletakkan didepan
liang telinga. Hal ini menunjukkan bahwa kedua probandus memiliki
pendengaran normal atau mengalami tuli sensorineural. Bila probandus tidak
dapat mendengar suara setelah garpu tala dipindahkan dan diletakkan
didepan liang telinga, maka probandus tersebut menderita tuli konduktif
maka hasil tes rinne negatif.

Interpretasi : 1. Rinne positif terjadi apabila hantaran udara lebih besar


dibandingkan hantaran tulang pada satu telinga.

2. Rinne negative terjadi apabila hantaran udara lebih kecil


dibandingkan hantaran tulang pada satu telinga.

Pada Tes Weber, kedua probandus mendengar intensites suara yang sama
di kedua telinga. Hal ini menunjukkan tidak adanya lateralisasi pada telinga
probandus, yang mana hasilnya NON LATERALISASI. Ada 3 interpretasi dari
hasil tes Weber yang telah dilakukan, yaitu :

1. Normal : Jika tidak ada lateralisasi, maka tidak adanya proses


pengkhususan fungsi dari dua belah otak yang terjadi karena
penyebelahan menjadi dua bagian, yakni hemisfer kanan dan hemisfer
kiri, dalam artian probandus normal (probandus mendengar suara
tersebut sama keras).

2. Tuli konduktif : Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit, berarti adanya proses pengkhususan fungsi dari dua belah otak.
(lateralisasi).

3. Tuli sensorineural : Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga


yang sehat.

Pada Tes Schwabach, hasil kedua probandus adalah SCHWABACH


MEMANJANG yang mana suara masih terdengar setelah garpu tala
dipindahkan ke Processus Mastoid kanan pemeriksa baik ketika garpu tala
pertama diletakkan pada Processus Mastoid naracoba baru ke pemeriksa
maupun sebaliknya. Hal ini berarti probandus mengalami tuli konduktif. Bila
tidak terdengar atau Schwabach memendek, berarti probandus menderita tuli
sensorineural.

Interpretasi : 1. Normal : Schwabach normal

2. Tuli konduktif : Schwabach memanjang

3. Tuli sensorineural : Schwabach memendek

KESIMPULAN : Baik probandus pertama maupun kedua mengalami


sedikit gangguan pendengaran berdasarkan tes tertentu. Namun untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran pada probundus tidak
bisa dilakukan hanya dengan sekali pemeriksaan, maka harus ada
pemeriksaan selanjutnya untuk memastikan gangguan pada kedua
probundus tersebut.
.
Pertanyaan 1 : Apa makna dari tes rinne positif atau rinne negatif ?

Jika probundus masih mendengar suara setelah garpu tala diletakkan di


depan daun telinga itu menunjukkan bahwa probundus tersebut mengalami
rinne positif yang berarti probundus tersebut normal atau mengalami tuli
sensorineural. Namun jika probundus tersebut tidak mendengar suara setelah
garpu tala diletakkan di depan daun telinga maka probundus tersebut
mengalami rinne negatif yang berarti ia menderita tuli konduktif.

Pertanyaan 2 : apa makna dari tes weber: ada/tidak ada lateralisasi ?

Jika probundus mendengar suara tersebut sama keras berarti pada


probundus tidak mengalami lateralisasi maka ia normal. Jika probundus
tersebut mendengar suara tersebut lebih keras pada salah satu telinga yang sakit
maka ia mengalami lateralisasi dan menderita tuli konduktif. Jika probundus
tersebut mendengar suara lebih keras pada salah satu telinga yang sehat maka
ia mengalami lateralisasi dan menderita tuli sensorineural.

Pertanyan 3 : Apa makna dari tes schwabach memanjang, memendek

atau sama ?

Jika probundus masih mendengar suara setelah garpu tala dari pemeriksa
diletakkan di prosesus mastoid probundus maka ia mengalami scwabach
memanjang yang artinya ia menderita tuli konduktif. Jika probundus tidak
mendengar degungan maka ia mengalami schwabach memendek atau sama
denga pemeriksan yang artinya ia mungkin menderita tuli sensorineural atau
ia adalah normal.
PRAKTIKUM 2 UJI KESEIMBANGAN

1. Prinsip Percobaan

Regulasi keseimbangan melibatkan tiga komponen yaitu visual,

proprioseptif dan vestibular. Seseorang yang memiliki gangguan

proprioseptif masih dapat mempertahankan keseimbangan dengan

menggunakan kemampuan sistem vestibular dan visual.

2. Tujuan Percobaan

- Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme pengaturan keseimbangan

oleh komponen visual, proprioseptif maupun vestibular.

- Mahasiswa melakukan uji kesimbangan untuk mengidentifikasi

gangguan fungsi salah satu atau lebih komponen pengatur keseimbangan

3. Alat dan Bahan

- Plester

- Kursi atau tempat tidur periksa

4. Prosedur Kerja

a. Tes Romberg

Tujuan : menilai fungsi proprioseptif.

Cara Kerja : Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri

dengan kedua tungkai rapat atau saling menempel. Kemudian pasien disuruh

untuk menutup matanya. Pemeriksa harus berada di dekat pasien untuk

mengawasi bila pasien tiba – tiba terjatuh.


Hasil

Positif : tubuh akan kehilangan kesimbangan (terjatuh)

Negatif : tidak terjatuh

b. Tes Fukuda

Tujuan : menilai fungsi vestibular

Cara kerja

- Pasien diminta berdiri di tengah ruangan kemudian tandai

ujung kaki pasien dengan menggunakan plester di lantai

- Kemudian instruksikan pasien untuk merentangkan kedua

tangannya kedepan, kemudian mulai berjalan di tempat.

- Berjalan ditempat sampai 50-100 langkah. Kemudian pasien

disuruh berhenti dan membuka matanya. Lalu letakkan plester

kedua pada ujung kaki pasien

- Dan hitunglah besar perpindsahan sudutnya.

Hasil

- Untuk tes 50 langkah : positif deviasi lebih besar sama dengan

30 derajat ke salah satu sisi

- Untuk tes 100 langkah : negatif deviasi lebih besar sama

dengan 45 derajat ke salah satu sisi

c. Tes Tandem Walking

Tujuan : Menilai fungsi Cerebellum


Cara Kerja : Pasien diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai

dengan cara menempatkan tumit langsung di ujung kaki yang berlawanan

baik dengan mata terbuka maupun mata tertutup.

Hasil : Positif bila pasien kesulitan berjalan lurus .

d. Tes Finger to Nose/ Finger Nose Finger/ Finger to Finger

Tujuan : menilai fungsi cerebellum

Cara kerja

- Pasien dalam posisi duduk atau berdiri dengan tangan abduksi

90° di sendi bahu dan dan siku fleksi 90°

- Pemeriksa menempatkan jari telunjuknya di berbagai posisi di

depan pasien dengan jarak yang membutuhkan ekstensi tangan

pasien untuk menjangkaunya.

- Pasien diminta menyentuh jari telunjuk pemeriksa dengan jari

telunjuknya, selanjutnya menyentuhkan jari telunjuk ke

hidungnya sendiri.

Ulangi beberapa kali:

- dengan perpindahan posisi jari pemeriksa.

- untuk tangan sisi sebelah lainnya.

- dengan mata tertutup.

Hasil

- Positif : pasien menunjuk dengan gugup, melewati target atau

dengan gerakan yang tidak terkoordinasi.

- Negatif : pasien dapat menunjuk dengan baik.


5. Hasil dan Pembahasan

PROBANDUS 1 PROBANDUS 2
NAMA : HAYATUL FARZIANI NAMA : DARA GEBRINA RIZKI

UMUR : 18 UMUR : 18

JK : PEREMPUAN JK : PEREMPUAN

TES ROMBERG : ROMBERG NEGATIF TES ROMBERG : ROMBERG NEGATIF

TES FUKUDA : FUKUDA NEGATIF TES FUKUDA : FUKUDA POSITIF

TES TANDEM WALKING : TANDEM TES TANDEM WALKING : TANDEM

WALKING POSITIF WALKING POSITIF

TES FINGER TO NOSE : TEPAT TES FINGER TO NOSE : TEPAT

SASARAN SASARAN

Pada percobaan yang dilakukan kepada kedua probundus dari ke 4 tes


yang dilaksanakan diketahui bahwa pada kedua probandus terdapat sedikit
gangguan keseimbanga.

6. Dasar Teori

Manusia mempunyai tiga mekanisme regulasi keseimbangan, yaitu visual,


(visualisasi perubahan posisi), proprioseptif ( informasi tentang posisi tubuh)
dan vestibular (informasi tentang orientasi kepala). Gangguan pada salah satu
kompenen tersebut dapat menyebabkan gangguan keseimbangan.

Apparatus vestibular adalah salah satu organ sensoris yang berfungsi


untuk mengenali sensasi keseimbangan. Apparatus ini terdiri dari kanalis
semisirkularis, sakkulus dan utrikulus.

Makula adalah organ sensoris yang berada di permukaan dari sakkulus dan
utrikulus untuk mendeteksi orientasi kepala berkenaan dengan gravitasi.
Makula dari utrikulus terletak terutama di plana horizontal permukaan bawah
utrikulus, dan berperan dalam mendeteksi orientasi kepala saat kepala berada
dalam posisi tegak. Makula dari utrikulus berada terutama di plana vertical
dan memberi sinyal mengenai orientasi kepala disaat seseorang berada dalam
posisi terbaring.

Duktus semisirkularis terdiri dari tiga duktus yaitu duktus semisirkularis


anterior, posterior dan lateral (horizontal). Duktus ini tersusun dalam sudut
yang tertentu antara satu dengan lainnya sehingga dapat merepresentrasi
setiap bidang dari tiga dimensi. Setiap duktus mempunyai ampula dan baik
duktus maupun ampula berisi cairan endolimf. Pada krista ampularis terdapat
kupula yang akan bergerak meliuk jika terjadi rotasi kepala. Pada kupula
inilah, silia dari sel rambut di proyeksikan. Dari sel rambut ini sinyal dikirim
melalui n.vestibular ke sistem saraf pusat.

Sel rambut yang berada di utrikulus dan sakulus mempunyai susunan


dengan arah yang berbeda, sehingga posisi kepala yang berbeda akan
menstimulasi sel rambut yang berbeda pula. Pola stimulasi inilah yang akan
diteruskan ke otak dan mempersepsikan mengenai posisi kepala terhadap arah
gravitasi. Vestibular,cerebellum,dan sistem saraf motorik retikular otak
selanjutnya akan mengeksitasi otot postural yang sesuai untuk
memepertahankan keseimbangan yang dibutuhkan.

7. Analisa Hasil

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pada Tes Romberg kedua


probandus memiliki hasil yang sama yaitu ROMBERG NEGATIF. Hal
ini menunjukkan bahwa fungsi proprioseptifnya tidak ada gangguan. Tes
romberg digunakan untuk menilai propioseptif yang menggambarkan
sehat tidaknya fungsi kolumna dorsalis pada medula spinalis. Pada pasien
ataxia (kehilangan koordinasi motorik) tes romberg digunakan untuk
menentukan penyebabnya, apakah murni karena defisit
sensorik/propioseptif, ataukah ada gangguan pada serebelum. Pasien ataxia
dengan gangguan serebelum murni akan menghasilkan tes romberg
negatif.
Pada Tes Fukuda, probandus pertama mendapatkan hasil
FUKUDA NEGATIF. Yang mana setelah pasien diintruksikan untuk
berjalan ditempat selama 30 kali dengan mata tertutup dan mengalami
pergeseran sudut dari tempat ia berdiri semula ≤ 30 derajat. Sementara
pada probandus kedua memiliki hasil FUKUDA POSITIF, yang
mengalami pergeseran sudutnya ≥ 30 derajat.
Pada Tes Tandem Walking kedua probandus mengalami kesulitan
berjalan lurus dengan menempatkan tumit langsung diujung kaki yang
berlawanan dalam keadaan mata tertutup dan memiliki hasil POSITIF. Hal
ini menunjukkan adanya gangguan keseimbangan yang berpusat pada
cerebellum dari kedua probundus tersebut.
Pada Tes Finger to Nose, kedua probandus memiliki hasil
NEGATIF, karena kedua probandus mampu menunjuk dengan baik.
Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu
probandus diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan
ujung jari telunjuknya. Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian
dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. Jika
probandus menunjuk dengan gugup, melewati target atau dengan gerakan
yang tidak terkoordinasi, berarti terjadinya gangguan pada cerebellum.
SIMPULAN : Baik probandus pertama maupun kedua mengalami
sedikit gangguan keseimbangan berdasarkan tes tertentu. Namun untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan keseimbangan pada probundus tidak
bisa dilakukan hanya dengan sekali pemeriksaan, maka harus ada
pemeriksaan selanjutnya untuk memastikan gangguan pada probundus
tersebut.

Pertanyaan 1 : apa makna dari tes Romberg positif atau negatif ?


Apabila pasien disuruh untuk berdiri dengan kaki rapat sambil menutup
matanya dan ia terjatuh maka ia mengalami Romberg positif maka ia
mengalami gangguan pada proprioseptifnya tepatnya dibagian columna
dorsalis dan medulla spinalis. Jika pasien yang disuruh berdiri dengan kaki
rapat dan mata tertutup tidak terjatuh maka ia mengalami Romberg negatif.
Apabila pasien yang disuruh untuk berdiri dengan kaki rapat terjatuh
meskipun dengan mata terbuka maka ia mengalami gangguan pada
cerebellum.

Pertanyaan 2 : apa makna dari tes fukuda positif ?


Apabila pasien yang diintruksikan untuk berjalan ditempat pada 50
langkah kemudiansetelah diukur mengalami perpidahan sudut lebih besar dari
30 derajat maka ia mengalami fukuda positif yang artinya ia mengalami
gangguan pada vestibular.

Pertanyaan3: bagaimana mekanisme terjadinya hasil positif pada tes


tandem walking ini ?
Apabila pasien diminta untuk berjalan di satu garis lurut dengan
menempatkan tumitnya langsung ke ujung kaki yang berlawanan dan dia
jatuh pada salah satu sisi baik sisi kanan mau sisi kiri maka ia mengalami
tandem walking positif dan terjadi gangguan pada cerebellum.

Pertanyaan 4: apa makna dari tes finger to nose positif dan negatif ?
Apabila pasien diminta duduk dalam posisi duduk atau berdiri dengan
tangan abduksi 90° di sendi bahu dan siku fleksi 90°, kemudian pemeriksa
menempatkan jari telunjuknya di berbagai posisi di depan pasien dengan
jarak yang membutuhkan ekstensi tangan pasien untuk menjangkaunya, dan
pasien diminta untuk menyentuh jari telunjuk pemeriksa dengan jari
telunjuknya, selanjutnya menyentuhkan jari telunjuk ke hidungnya sendiri. Di
ulangi beberapa kali dengan perpindahan jari pemeriksa untuk tangan sisi
sebelahnya dan dengan mata tertutup. Jika pasien menunjuk dengan gugup,
melewati target atau dengan geraka yang tidak terkoordinasi maka ia
mengalami gangguan pada cerebellum (+), apabila pasien dapat menunjuk
dengan baik maka cerebellum nya baik-baik saja(-).

Anda mungkin juga menyukai