Anda di halaman 1dari 9

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TES BISIK

Oleh :

Besse Walinono, S.Kep

14420192129

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019/2020
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

TES BISIK

1. Definisi

Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga terdiridari tiga 
bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telingadalam mengonversi s
ignal mekanik yang diterima dari telinga tengah yangsebelumnya merupakan gelombang 
suara yang ditangkap oleh telinga luarmenjadi impuls listrik untuk menyampaikan inform
asi ke otak. 

2. Persiapan alat dan bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan THT antara
lain :
- Lampu kepala
- Spekulum telinga dengan berbagai ukuran
- Aplikator kapas
- Pinset bayonet dan pinset lurus
- Cerumen hook dan cerumen spoon
- Otopneumoscope
- Speculum hidung dengan berbagai ukuran
- Cermin laring dan nasofaring dengan berbagai ukuran
- Spatel lidah
- Seperangkat garpu tala
- Kapas dan Kasa
- Larutan Efedrin 1% dan 2%
- Larutan lidokain
3. Tes Bisik
a. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
b. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk
a. pemeriksaan
c. Mengatur posisi duduk dengan pasien
d. Dengan menggunakan sisa udara ekspirasi pemeriksa
a. membisikkan beberapa kata bisyllabic pada jarak 6 meter
e. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari
a. penderita) dan test ini dimulai lagi. Bila masih belum
b. menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya
c. sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-
d. kata yang dibisikkan.
f. Catat hasil yang diperoleh dan interpretasinya.

g. Cara Melakukan Tes Bisik
1. Penderita dan pemeriksa sama sama berdiri, penderita
tetap ditempat sedangkan pemeriksa yang berpindah  tempat.
2. Mulai pada jarak satu meter, dibisikkan lima atau sepuluh kata(umumnya lima kata
3. Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak duameter, dibisikkan k
ata lain dalam jumlah yang sama, bila didengarsemua mundur lagi, sampai pada  
jarak dimana penderita mendengar 80% katakata (mendengar empat kata 
dari lima kata yang dibisikkan), pada jarak itulah tajam
pendengaran telinga akandiuji.
4. Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat diuji ulang.Misalnya tajam pe
ndengaran tiga meter, maka bila pemeriksamaju kearah dua meter, penderita akan 
mendengar semua katayang dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak
empat meter maka penderita hanya mendengar kurang dari 80%kata yang dibisikka
n.
h. Syarat:
1. Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
2. Penderita (yang diperiksa)
3. Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
4. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
5. Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
6. Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
7. Pemeriksa
8. Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
9. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
i. Teknik Pemeriksaan
1. Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat
mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita
dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
2. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan
satu jarak pendengaran.
j. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif
(jenis ketulian)
KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARA BISIK
N
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas 5 m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
normal tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli ringan 4m
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w

Sumber: Diktat Otoskopi, dr. Boy Arfandi, FKUH

k.  Macam-macam tes garpu tala (tgt)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach
l. Tes batas atas dan batas bawah
a. Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran
udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
b. Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai dari
frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan
satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya
dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh
pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas bunyi yang
terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada
penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam
posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
c. Interpretasi:
1. Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
2. Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
3. Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
4. Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi
pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

1. TES RINNE
a. Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
b. Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian
cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu
tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
c. Interpretasi:
 Normal : Rinne positif
 Tuli konduksi : Rinne negatif
 Tuli sendori neural : Rinne positif
2. Tes weber
a. Tujuan:
 Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
b. Cara:
 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak
lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu, atau pada gigi
insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
 Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar
lebih keras.
 Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila
kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi. 
c. Interpretasi:
 Normal : tidak ada lateralisasi
 Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
 Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
 Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
 Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
 Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
 Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
 Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

3. TES SCHWABACH
a. Tujuan:
 Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
b. Cara:
 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak
lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya
garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar
maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua
kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
 Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada
penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian
diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak
mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
c. Interpretasi:
 Normal : Schwabach normal
 Tuli konduksi : Schwabach memanjang
 Tuli sensori neural : Schwabach memendek
DAFTAR PUSTAKA

  Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
Arfandy Boy, Otoskopi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, 2000.
Rukmini Sri, Teknik Pemeriksaan THT, Penerbit EGC, Jakarta, 2005.
Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok
Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990

Anda mungkin juga menyukai