TES BISIK
Oleh :
14420192129
2019/2020
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
TES BISIK
1. Definisi
Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga terdiridari tiga
bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telingadalam mengonversi s
ignal mekanik yang diterima dari telinga tengah yangsebelumnya merupakan gelombang
suara yang ditangkap oleh telinga luarmenjadi impuls listrik untuk menyampaikan inform
asi ke otak.
g. Cara Melakukan Tes Bisik
1. Penderita dan pemeriksa sama sama berdiri, penderita
tetap ditempat sedangkan pemeriksa yang berpindah tempat.
2. Mulai pada jarak satu meter, dibisikkan lima atau sepuluh kata(umumnya lima kata
3. Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak duameter, dibisikkan k
ata lain dalam jumlah yang sama, bila didengarsemua mundur lagi, sampai pada
jarak dimana penderita mendengar 80% katakata (mendengar empat kata
dari lima kata yang dibisikkan), pada jarak itulah tajam
pendengaran telinga akandiuji.
4. Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat diuji ulang.Misalnya tajam pe
ndengaran tiga meter, maka bila pemeriksamaju kearah dua meter, penderita akan
mendengar semua katayang dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak
empat meter maka penderita hanya mendengar kurang dari 80%kata yang dibisikka
n.
h. Syarat:
1. Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
2. Penderita (yang diperiksa)
3. Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
4. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
5. Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
6. Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
7. Pemeriksa
8. Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
9. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
i. Teknik Pemeriksaan
1. Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum
menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat
mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita
dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
2. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan
satu jarak pendengaran.
j. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif
(jenis ketulian)
KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARA BISIK
N
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas 5 m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
normal tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli ringan 4m
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w
1. TES RINNE
a. Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
b. Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian
cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu
tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
c. Interpretasi:
Normal : Rinne positif
Tuli konduksi : Rinne negatif
Tuli sendori neural : Rinne positif
2. Tes weber
a. Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
b. Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak
lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu, atau pada gigi
insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar
lebih keras.
Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila
kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi.
c. Interpretasi:
Normal : tidak ada lateralisasi
Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri
3. TES SCHWABACH
a. Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
b. Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak
lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya
garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar
maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua
kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada
penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian
diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak
mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
c. Interpretasi:
Normal : Schwabach normal
Tuli konduksi : Schwabach memanjang
Tuli sensori neural : Schwabach memendek
DAFTAR PUSTAKA
Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
Arfandy Boy, Otoskopi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, 2000.
Rukmini Sri, Teknik Pemeriksaan THT, Penerbit EGC, Jakarta, 2005.
Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok
Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990