Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


“PEMERIKSAAN FISIK AIRWAY DAN RESUSITASINYA”

Dibuat Oleh :
Nama : Neng Mita Susanti
NIM : C1AA17099

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
Airway Management
1. Pengertian
Airway management merupakan prosedur medis yang bertujuan menjaga kepatenan
jalan udara pada pasien dengan tingkat kesadaran rendah. Prosedur tersebut meliputi
beberapa teknik, yaitu teknik chin-lift, jaw thrust, oropharyngeal airway,
nasopharyngeal airway, dan juga esophageal airway (Cole, 2002).
2. Tujuan
Tujuan umum pengaturan jalan udara meliputi beberapa hal, yaitu sebagai berikut
(Cole, 2002):
a. untuk menyediakan dan merawat keamanan jalan udara,
b. untuk memastikan adanya oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
c. untuk menghindari terjadinya aspirasi, serta
d. untuk melindungi spinal servikal (cervical spine).
Sedangkan tujuan khusus dari pengaturan jalan udara, yaitu sebagai berikut:
a. Oropharyngeal Airway
Tujuan (McCann, 2004):
1) untuk menjaga atau memelihara kepatenan jalan udara
2) memfasilitasi pengisapan oropharygeal, dan
3) untuk membantu kepatenan jalan udara pada pasien terutama
digunakan dalam waktu yang tidak lama, yaitu ketika postanesthesia
atau postictal stage.
b. Nasopharyngeal Airway
Pengaturan jalan udara dengan prosedur nasopharyngeal airway insertion and
care bertujuan untuk memelihara kepatenan jalan udara terutama bagi pasien
yang baru mengalami pembedahan oral atau facial trauma dan pasien dengan
gigi berlubang, tidak kuat, atau avulsed. Serta melindungi mukosa nasal dari
cedera ketika pasien membutuhkan pengisapan nasotracheal secara teratur dan
sering.
c. Esophageal Airway
Bertujuan untuk memelihara atau menjaga ventilasi pada pasien yang tidak
sadarkan diri sepanjang kardiak dan sistem respirasi tertahan atau terganggu.
1) untuk menghindari obstruksi lidah
2) untuk mencegah masuknya udara ke dalam perut, dan
3) untuk menjaga isi (contents) perut dalam risiko untuk memasuki
trakea.
3. Indikasi, Kontra Indikasi, dan Komplikasi
Indikasi dari airway management dapat meliputi (Cole, 2002):
a. Cedera kepala.
b. Cedera jalan udara langsung (direct airway injury).
c. Syok
d. Facial fracture.
e. Cedera thoraks.
f. Peminum atau pengobat (drugs/alcohol).
Indikasi pada penggunaan prosedur oropharyngeal airway, yaitu (McCann, 2004):
a. Penggunaan prosedur ini hanya dianjurkan bagi pasien dengan penurunan
kesadaran (unconscious).
b. Prosedur ini juga digunakan ketika pasien berada pada postictal stage dan
postanesthesia.
Sedangkan kontra indikasi bagi penggunaan prosedur oropharyngeal airway meliputi
(McCann, 2004):
a. Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.
b. Pasien yang baru mengalami atau menjalani pembedahan oral (oral surgery)
c. Pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi. Hal ini disebabkan penggunaan
prosedur tersebut mendorong atau menstimulasi reaksi muntah dan
laryngospasm.
Kemudian, komplikasi dalam penggunaan prosedur oropharyngeal airway, yaitu
(McCann, 2004):
a. Kerusakan pada gigi atau hilangnya gigi.
b. Kerusakan jaringan.
c. Pedarahan.
d. Adanya penekanan pada epiglotis melawan jalan masuk larynx terutama jika jalan
udara terlalu lama.
e. Adanya produksi obstruksi secara keseluruhan dalam jalan udara yang
disebabkan jalan udara yang terlalu panjang atau lama.
f. Adanya penekanan pada posterior lidah dan memperburuk obstruksi jalan udara
bagian atas yang terjadi ketika prosedur pemasukan tidak dilakukan secara benar.
Indikasi pada penggunaan prosedur Nasopharyngeal Airway, yaitu (McCann, 2004):
a. Pasien yang baru saja menjalankan pembedahan oral (oral surgery), facial
trauma.
b. Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.
c. Pasien yang membutuhkan pengisapan nasotracheal yang cukup sering.
d. Pasien yang dengan pengunaan oropharyngeal airway sudah tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhannya.
Kontra indikasi prosedur ini adalah pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan
atau juga yang mendapatkan gangguan hemoragik, sepsis, atau kelainan patologik
nasopharyngeal (McCann, 2004).
Komplikasi penggunaan prosedur ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004):
a. Adanya risiko infeksi sinus akibat obstruksi dari drainase sinus.
b. Adanya cedera mukosa nasal dan menyebabkan pedarahan.
c. Adanya kemungkinan aspirasi darah ke dalam trachea.
d. Adanya risiko masuknya esophagus akibat terlalu panjangnya pipa yang
digunakan dalam prosedur ini.
e. Risiko gastric distention dan hypoventilasi sepanjang ventilasi artifisial.
f. Adanya stimulus rangsangan muntah dan laryngospasm pada pasien sadar atau
semi sadar.
Indikasi pada penggunaan prosedur esophageal airway, yaitu (McCann, 2004):
a. Prosedur ini baik untuk pasien dengan didiagnosa cedera spinal cord.
b. Pasien dengan tingkat kesadaran rendah atau pingsan serta tidak bernapas.
Kontra indikasi pada penggunaan prosedur ini meliputi:
a. Pada pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi sadar. Hal ini disebabkan
pada kedua pasien tersebut akan menolak jalan udara esopharyngeal.
b. Pada pasien dengan trauma fasial yang pencegahannya menggunakan snugmask.
c. Pada pasien dengan adanya kelemahan refleks gag, pencernaan toksik kimia,
penyakit esophageal atau overdosis opioid.
Komplikasi penggunaan prosedur ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004):
a. Pada penggunaan prosedur ini memungkinkan terjadinya cedera esophageal,
meliputi ruptur.
b. Adanya kemungkinan laryngospasm, rangsangan muntah, dan aspirasi pada
pasien yang sadar atau semi sadar.
c. Adanya kemungkinan masuknya materi asing dari mulut dan pharynx ke dalam
trachea dan bronchi akibat penggunaan prosedur ini.
4. Alat dan Bahan
a. Oropharyngeal Airway
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemasukan (inserting) sebagai berikut:
1) Ukuran jalan udara oral yang sesuai
2) Tongue blade
3) Padded tongue blade
4) Sarung tangan
5) Opsional:
6) peralatan pengisapan (suction)
7) Handheld resuscitation bag
8) Oxygen-powered breathing device
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembersihan (cleaning):
1) Hidrogen peroxide
2) Air
3) Basin
4) Opsional: pembersihan pipa (pipe cleaner)
Alat dan bahan untuk reflex testing: cotton-tipped applicator.
b. Nasopharyngeal Airway
Alat dan bahan untuk pemasukan (inserting):
1) Ukuran jalan udara nasopharyngeal yang sesuai
2) Tongue blade
3) Water-soluble lubricant
4) Sarung tangan
5) Opsional: peralatan pengisapan (suction)
Alat dan bahan untuk pembersihan (cleaning)
1) Hidrogen peroxide
2) Air
3) Basin
4) Opsional: pipa pembersih (pipe cleaner)
5) Esophageal Airway
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam prosedur Esophageal Airway adalah
sebagai berikut:
1) Pipa esophageal
2) Masker wajah (face mask)
3) #16 or #18 French nasogastric (NG) tube (untuk EGTA)
4) 35-ml syringe
5) Peralatan pengisapan gastric
6) Peralatan pengisapan oral
7) Gogles dan sarung tangan
8) Opsional: handheld resuscitation bag dan water soluble lubricant
5. Protocol atau Prosedur
Oropharyngeal Airway (McCann, 2004):
a. Menjelaskan prosedur kepada pasien.
b. Memberikan privasi kepada pasien dan menggunakan sarung tangan untuk
mencegah transmisi dari cairan tubuh.
c. Lakukan pengisapan (suctioning) bila dibutuhkan.
d. Tempatkan pasien pada posisi supine dengan hiperekstensi leher dengan syarat
tidak kontra indikasi.
e. Masukkan jalan udara menggunakan cross-finger atau teknik tongue blade.
f. Tempatkan ibu jari di gigi bagian bawah pasien dan jari telunjuk berada di gigi
bagian atas. Kemudian, secara lembut membuka mulut dengan menekan gigi agar
mulut terbuka.
g. Masukan jalan napas dari atas ke bawah untuk menghindari penekanan lidah
terhadap pharynx, dan sisikan lidah ke mulut bagian belakang. Putar jalan udara
ketika itu mencapai dinding posterior pharynx.
h. Bila menggunakan teknik tongue blade, buka mulut pasien dan menekan lidah
dengan blade. Bimbing jalan udara ke belakang lidah seperti melakukan dengan
teknik cross-finger.
i. Auscultate paru-paru untuk memastikan ventilasi yang adekuat.
j. Melakukan perawatan mulut setiap 2-4 jam jika dibutuhkan. Dimulai dengan
membuka mulut dengan memegang rahang pasien dengan padded tongue blade
dan dengan lembut memindahkan jalan udara. Menempatkan jalan udara di basin
dan bilas dengan hidrogen peroxide dan air. Jika terdapat sisa sekresi, gunakan
pipa pembersih untuk menggantinya. Lakukan standar perawatan mulut secara
sempurna dan masukan kembali jalan udara.
k. Observasi membran mukosa mulut ketika jalan udara kembali dimasukkan.
l. Catat dan cek posisi jalan udara untuk memastikan berada pada posisi yang
sesuai.
Nasopharyngeal Airway:
a. Gunakan sarung tangan.
b. Bila berada situasi yang tidak mendesak, jelaskan prosedur kepada pasien.
c. Masukan peralatan nasopharyngeal airway.
d. Pertama, pegang jalan napas disamping wajah pasien untuk memastikan
ukurannya sesuai. Itu seharusnya tidak boleh terlalu kecil dibandingkan diameter
lubang hidung dan tidak boleh terlalu panjang dibandingkan jarak dari ujung
hidung ke earlobe.
e. Untuk memasukkan jalan udara, hiperekstensi leher pasien. Lalu, tekan ujung
hidung pasien dan lewatkan atau masukkan jalan udara ke dalam lubang hidung
pasien
f. Untuk memastikan jalan udara berada pada posisi yang sesuai, pertama tutup
mulut pasien. Lalu, tempatkan jari kita di atas pipa yang terbuka untuk
mendeteksi perubahan udara. Juga, menekan lidah pasien dengan tongue blade
dan perhatikan ujung jalan udara dibelakang uvula.
g. Cek secara teratur kondisi jalan udara.
h. Ketika pasien sudah dapat mengatur jalan udara secara mandiri, gantu jalan udara
ke yang lebih halus.
Esophageal Airway:
a. Gunakan sarung tangan dan peralatan perlindungan lainnya.
b. Bersihkan pertama ujung pipa distal yang sepanjang 2,5 cm dengan airsoluble
lubricant. Dengan EGTA, bersihkan pertama dari pipa NG bagian distal.
c. Mengkaji kondisi pasien untuk menentukan apakah aman prosedur bagi pasien.
d. Meminta izin kepada pasien untuk memposisikan pasien dalam posisi supine
dengan leher pasien berada pada kondisi normal atau semiflexed.
e. Masukkan ibu jari kedalam mulut pasien di belakang dasar lindah. Tempatkan jari
telunjuk dan tengah di bawah dagu pasien dan angkat rahang lurus (lift-jaw).
f. Dengan tangan yang lain, pegang pipa esophageal dibawah masker.
g. Dengan masih berada di posisi yang sama, masukkan ujung pipa esophageal
kedalam mulut pasien. Secara lembut, bimbing jalan udara ke lidah ke dalam
pharynx dan lalu ke esophagus, mengikuti pola pharyngeal
h. Ketika pipa sudah berada pada posisi yang sesuai, tergambar 35 cc udara ke
i. dalam syringe, menghubungkan syringe ke tube’s cuff-inflation valve, dan
memompa cuff.
j. Jika memasukan EGTA, masukan pipa NG kebagian paling bawah masker wajah
dan ke dalam pipa esophageal.
k. Memonitori pasien untuk memastikan ventilasi cukup adekuat. Perhatikan
pergerakan dada, dan pengisapan pasien jika mukus dihalang pipa EOA.
- Teknik Chin-Lift
- Teknik Jaw Thrust
6. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Perawat
Oropharyngeal Airway
a. Indikasi atau perhatikan suara napas. Hal ini berhubungan dengan apakah
jalan udara berada pada posisi yang sesuai atau ukuran yang sesuai.
b. Perhatikan untuk menghindari gangguan pada jalan udara.
c. Mengevaluasi perilaku pasien untuk menyediakan isyarat untuk pergantian
jalan udara.
Nasopharyngeal Airway
a. Perhatikan untuk menggunakan chin-lift atau jaw-thrust teknik untuk
membuka anteriol mandibula pasien. Segera setelah memasukkan, mengkaji
respirasi pasien. Jika ada yang kurang atau tidak cukup adekuat, inisiasi
artifisial posisi tekan ventilasi dengan menggunakan teknik mouth-to-mask,
handheld resuscitation bag, atau oxygen-powered breathing device.
b. Jika pasien batuk atau gags, pipa mungkin akan butuh sangat panjang. Jika
pergantian jalan udara dan masukan bagian yang lebih pendek
Esopharyngeal Airway
a. Tempatkan EGTA dan EOA sesuai dengan tempatnya sebelum digunakan.
b. Gunakan pemasangan jalan udara langsung sepanjang sisi kanan dari mulut
pasien.
c. Tetap perhatikan tingkat kesadaran pasien. Usahakan jauhi atau ikat tangan
pasien bila pasien mencoba untuk melepas jalan udara tersebut. Serta, beritahu
kepada pasien prosedur yang perawat lakukan. Selain itu, observasi
rangsangan muntah yang dapat terjadi pada pasien. Jika terjadi maka segera
ganti jalan udara.
7. Hal-hal Penting yang Harus Dicatat Setelah Tindakan
Oropharyngeal Airway
Hal-hal yang harus didokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut, yaitu:
a. Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan Oropharyngeal Airway.
b. Ukuran dari jalan udara.
c. Penggantian dan pembersihan jalan udara
d. Kondisi membran mukus.
e. Pengisapan.
f. Reaksi pasien.
g. Pemberian asuhan keperawatan.
h. Toleransi pasien terhadap prosedur.
Nasopharyngeal Airway
Hal-hal yang harus didokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut, yaitu:
a. Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan prosedur tersebut.
b. Ukuran dari jalan udara.
c. Penggantian dan pembersihan jalan udara.
d. Perubahan dari lubang hidung yang satu ke lainnya.
e. Kondisi membran mukus.
f. Pengisapan.
g. Komplikasi dan asuhan keperawatan yang diberikan.
h. Reaksi pasien terhadap prosedur.
Esophageal Airway
Hal-hal yang harus di dokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut, yaitu:
a. Catat tanggal dan waktu prosedur dilakukan.
b. Tipe jalan udara yang dilakukan atau dimasukan
c. Catat tanda vital pasien dan tingkat kesadaran pasien.
d. Penggantian dan pembersihan jalan udara.
e. Catat jalan udara alternatif yang dilakukan setelah ekstubasi.
f. Catat komplikasi dan asuhan keperawatan yang diberikan.

Daftar Pustaka
https://id.scribd.com/doc/51192084/laporan-pendahuluan-praktikum-airway-management

Anda mungkin juga menyukai