Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Cedera pada Balita

Anak usia balita di bagi menjadi 2 golongan yaitu usia 1- 3

tahun dinamakn usia toodler, dan usia 3-5 tahun di namakan anak usia

pra sekolah, dimana usia-usia tersebut merupakan masa keemasan.

Pada masa toddler anak akan semakin mandiri dan kognitif yang mulai

meningkat. Anak semakin menyadari kemampuannya untuk melakukan

kendali dan puas dengan hasil yang di capai melalui ketrampilan yang

baru tersebut, keberhasilan yang didapat akan membuat mereka

mengulanginya dan mulai mengendalikan lingkungan mereka. Usaha

yang gagal dapat menyebabkan timbulnya tingkah laku yang negatif

dan tempramen yang tinggi, tingkah ini muncul saat orang tua mulai

menghentikan tindakan mandiri tersebut.

Perkembangan motorik mulai berkembang cepat anak akan

mulai bisa melakukan perawatan diri seperti makan, memakai baju, dan

kegiatan toilet. Keterampilan motorik lainnya juga mencakup berlari,

melompat, berdiri pada satu kaki dalam beberapa detik dan menendang

bola. Sebagian besar dapat mengendarai sepeda roda tiga,

memanjattangga dan berlari cepat beusia 3 tahun. Pada usia 2 tahun

10
11

anak mulai mengalami peningkatankognitif untuk mengingat peristiwa,

menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan membangun alasan

berdasarkan pengalamannya terhadap suatu perisitwa (Potter & Perry,

2010).

Usia prasekolah koordinasi otot besar dan halus akan

meningkat. Anak usia ini sudah dapat berlari, naik dan turun tangga

dengan mudah, serta belajar melompat. Keterampilan motorik halus

pada usia ini berperan pada kegiatan sekolah. Pematangan otak

mengalami pertumbuhan tercepat pada area lobus frontalis yang

berfungsi dalam perencanaan dan penyusunan kegiatan baru dan

mempertahankan perhatian terhadap tugas. Anak usia ini dapat berpikir

secara kompleks dengan mengkategorikan objek berdasarkan ukuran,

warna atu dengan pertanyaan. Pada anak usia ini resiko kecelakaan

jatuh menjadi lebih kecil dengan semakin tingginya kemampuan

motorik anak. Pedoman pencegahan cedera pada balita juga diterpkan

pada anak prasekolah. Anak harus mempelajari keamanan di rumahnya

dan orangtua harus memonitor ketat kegiatan anak, di usia ini anak

merupakan peniru yang baik sehingga orang tua harus memberikan

contoh yang baik seperti memakai helm saat mengendarai sepeda motor

(Potter & Parry, 2010).

Cedera adalah dampak dari suatu agen eksternal yang

menimbulkan kerusakan, baik fisik maupun mental (Dewi. R,


12

indarwati, 2011). Cedera pada anak biasanya berawal dari rasa ingin

tahu anak yang tinggi danmelakukan sesuatu yang tidak sesuai

kemampuan yang dapat menyebabkan bahaya (Kuschithawati, et al,

2007).

World Health Organization (WHO) menggambarkan cedera

sebagai suatu peristiwa yang di sebabkan oleh dampak dari suatu agen

eksternal secara tiba-tiba dan dengan cepat menyebabkan kerusakan

baik fisik maupun mental. Cedera tersebut meliputi terkena air panas,

terpeleset, terkena pisau, keracunan, tenggelam, tersedak, jatuh,

biasanya karena kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya.

Pengaruh utama yang dapat menyebabkan cedera pada anak

ialah pada usia ini anak sedang mengmbangkan keterampilan motorik

kasarnya yang membuat mereka bergerak terus. Praktik pencegahan

cedera merupakan tindakan untuk meminimalkan tingkat kecelakaan

yang di derita anak akibat kurangnya pengawasan orang tua

(Kusbiantoro. D, 2014). Cedera pada anak bisa di sebabkan karena

benda benda yang ada di dalam rumah (Atak, et all, 2010)

Kemampuan perkembangan berhubungan dengan risiko cedera

menurut Wong (2008) yaitu:

a. Bayi sampai 1 tahun

Mulai bertambahnya mobilitas, meningkatnya koordinasi mata–

tangan dan refleks, bisa menggenggam volunteer berguling, mulai


13

terlihat bermain mulut, merangkak dan menarik benda-benda.

Resiko cedera yang mungkin pada anak usia ini adalah

aspirasi,tenggelam, jatuh, keracunan, luka bakar, kecelakaan,

kendaraan bermotor, kerusakan tubuh.

b. Masa usia bermain 1-3 tahun (toddler)

Di usia ini anak belajar jalan, berlari, memanjat, mereka bisa

membuka pintu dan gerbang, menjelajah segala sesuatu dengan

mulut, di usia ini rasa ingin tau anak sangat besar, anak naik turun

tangga, mereka tidak mewaspadai potensi bahaya yang di timbulkan

oleh orang asing atau orang lain. Resiko cedera pada usia ini ialah

kecelakaan kendaraan bermotor, tenggelam, luka bakar, keracunan.

Jatuh, tersedak, kerusakan tubuh.

Pemahaman tentang tingkat perkembangan anak perlu diikuti

dengan pemahaman pentingnya antisipasi terhadap bahaya yang

dapat muncul karena aktivitas dari anak usia toddler, yaitu tidak

bisa diam dan bergerak terus. Oleh karena itu, orang tua harus

diberi pengertian tentang bahaya yang dapat terjadi pada anak

(Kusbiantoro. D, 2014).

c. Masa kanak –kanak awal 3-5 tahun (preschool)

Usia prasekolah ini anak akan mulai tertarik dengankecepatan

dan gerakan, semakin terlibat dalam aktivitas- aktifitas yang jauh

dari rumah, anak akan dapat bekerja keras untuk menyempurnakan


14

suatu keterampilan, mempunyai aktivitas motorik kasar yang

bersifat waspada tetapi bukan takut, mereka menikmati

danmencoba hal baru, mobilitas menjurus ke peningkatan

kemandirian. Resiko cedera yang mungkin pada usia ini ialah

kecelakaan kendaraan bermotor, tenggelam, luka bakar, keracunan

cedera tubuh.

Menurut Nugrahatmaja, A.S (2011) cit khasanah, faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada anak dapat

dikatagorikan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Karakterisitik anak

Karakteristik ini merupakan hal yang sangat penting

untuk mengetahui insidensi, tipe dan resiko cidera yang

dialami anak. Karakteristik anak meliputi umur dan tingkat

perkembangan, jenis kelamin, kemampuan kognitif, afektif

dan motorik serta tingkat aktivitas anak. Secara naluri anak

mempunyai rasa ingin tahu dan mereka akan belajar dari apa

yang mereka lihat, sentuh, dengar, cium dan mereka

rasakan.

b. Karakteristik agen penyebab

Agen penyebab kecelakaan yang penting untuk

diketahui adalah air, api, mainan, tempat bermain dan bahan

beracun. Menghindari kemungkinan kecelakaan dapat


15

dilakukan dengan melibatkan anak dengan memberikan

pemahaman terhadap agen penyebab danbahaya yang bisa

terjadi sehingga anak mengerti dan dapat menghindarinya.

c. Karakteristik lingkungan

Lingkungan fisik dan sosiokultural dapat mempengaruhi

terjadinya kecelakaan pada anak. Lingkungan fisik meliputi

lingkungan rumah dan lingkungan luar rumah. Lingkungan

sosiokultural meliputi pola asuh, respon keluarga dan

kepedulian dari pemerintah atau masyarakat sekitar.

Strategi pencegahan menurut National Safety council

(2006) dalam Dewi. R, indarwati (2011) yaitu strategi yang

pertama adalah dengan peraturan yang mewajibkan

penggunaan sabuk pengaman dan pengikat tempat duduk

anak di dalam mobil, dan juga upaya mengurangi

pengemudi yang mabuk dan yang menggunakan telepon

saat berkendara. Strategi yang ke dua yaitu dengan

pemeriksaan keamanan produk untuk anak yang terbukti

telah mengurangi cedera pada anak. Strategi yang ketiga

yaitu kesadaran masyarakat untuk memasang alarm

kebakaran untuk mengurangi cedera kematian akibat

kebakaran. Strategi keempat menggunakan pelindung

kepala saat bersepeda. Dan strategi kelima yaitu dengan


16

mengadakan mengadakan program pendidikan untuk anak-

anak tentang pencegahan kebakaran, keracunan,

penggunaan sabuk, keselamatan, dan keamanan air.

2. Pencegahan cedera oleh Orang Tua

Orang tua menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ayah

dan ibu kandung. Peran orang tua terhadap anak usia balita yaitu

memahami tumbuh kembang anak, memenuhi kebutuhan gizi,

membeikan kebebasan agar mereka dapat melakukan berbagai hal yang

tidak membahayakan, mengnyimpan benda–benda yang dapat

membahayakan anak, mengawasi setiap yang dilakukan anak (Potter &

Perry, 2010). Pemahaman orang tua terhadap perkembangan anak

sangat penting untuk menghindari cedera pada anak (Kusbiantoro. D,

2014), selain itu pengawasan orang tua juga sangat penting untuk

mengurang cedera pada anak (Kuschithawati, et all, 2007).

Pencegahan cedera pada balita menurut Kusbiantoro .D (2014)

yang dapat dilakukan petugas kesehatan angtara lain memberikan

informasi dan pengetahuan pada orang tua serta selalu waspada pada

gerak gerik yang dilakukan oleh anak. Upaya pencegahan yang dapat di

lakukan orang tua di rumah yaitu dengan:

a. Menyimpan benda tajam di dalam laci yang dapat di kunci.

b. Membuat lemari khusus untuk zat yang berbahaya. Orang

tua menyimpan harus menyimpan semua racun potensial,


17

termasuk tumbuhan, subtansi pembersih dan obat obatan ini

di lakukan agar menciptakan lingkungan yang aman bagi

anak (Potter & Perry, 2010)

c. Menjaga lantai tetap bersih dan kering. Menghindari

tumpahan air minum di lantai agar mengurangi kejadian

jatuh pada anak (Atak, et all, 2010)

d. Memberikan alat bermain yang sesuai dengan usia anak

e. Melakukan pengawasan terhadap anak dengan cara

memberikan perhatian pada anak. Pengawasan saat anak

beraktifitas sendiri karena anak suka memasukan benda ke

dalam mulutnya untuk mencegah keracunan pada anak

(Amal.AI, et all ,2013)

Pencegahan cedera penurut Wong (2009) berdasarkan

klasifikasi tipe kecelakaan yang bisa terjadi sebagai berikut:

a. Kendaraan bermotor

Gunakan restrain mobil yang tersedia atau gunakan

sabuk pengaman, awasi anak saat bermain diluar, jangan

biarkan anak bermain di pinggir jalan atau belakang mobil

yang sedang parkir, awasi saat bermain sepeda roda tiga,

kunci pagar pintu bila tidak bisa mengawasi anak secara


18

langsung dan ajarkan anak untuk mematuhi peraturan

keamanan pejalan kaki.

b. Tenggelam

Awasi anak dengan ketat ketika berada dekat sumber air.

termasukember, jaga pintu kamar mandi dan toilet agar

tetaptertutup, pasang pagar disekeliling kolam renang dan

kunci gerbangnya, dan ajari berenang dan keamanan dalam

air.

c. Luka bakar

Putar pegangan teko kearah kompor, simpan korek api

dan pematik api rokok di daerah yang terkunci atau tidak

dapat di jangkau, letakan lilin dan obat nyamuk bakar yang

menyala, makanan panas dan rokok di luar jangkauan, tutup

soket listrik dengan penutup plastik pengaman, letakan

kabel listrik secara tersembunyi dan tidak dapat di jangkau,

jangan mengizinkan anak bermain dengan peralatan listrik ,

kabel atau korek api , tekankan bahaya api yang terbuka ,

ajari tentang apa artinya panas , dan selalu periksa suhu air

mandi, atau suhu air 48.9̊ C, atau lebih rendah, jangan

biarkan anak bermain keran air. Mengatur suhu air mandi

dengan thermometer, memastikan makanan dan minuman


19

agar tidak terlalu panas, jauhkan anak dari dapur saat

memasak (Zou.K, at all, 2015).

d. Keracunan

Letakan semua bahan yang berpotensi beracun diluar

jangkauan atau di dalam lemari terkunci, waspada terhadap

makanan, bahan makanan yang tidak bisa dikunyah seperti

tanaman, letakan kembali obat atau bahan beracun setelah

dipakai dengan segera, pasang penutup obat bertakaran

secara tepat, berikan obat sebagai obatbukan permen,

ajarkan anak agar tidak bermain–main dalam wadah

sampah, jangan lepaskan label dari wadah beracun dan cari

tau nomor dan lokasi pengendalian racun terdekat.

e. Jatuh

Pasang jaring – jaring pada jendela, paku dengan aman,

dan pasang terali pelindung, pasang gerbang di atas dan

bawah tangga, ganti karpet yang sudah robek atau tidak

aman, jaga pintu pagar tetap terkunci agar tidak bisa terbuka

oleh anak, pasang karpet dibawah tempat tidur dan di kamar

mandi, awasi tempat bermain, pilih tempat bermain dengan

lantai di lapisi bahan yang lembut dan aman dan yang

terakhir kenakan pakaian yang aman.


20

f. Tersedak atau asfikasi

Hindari potongan daging yang besar dan bulat, hindari

buah yang ada bijinya, ikan berduri, buncis kering, permen

keras, permen karet, kacang, popcorn dan anggur, dan

pilihlah mainan yang besar dan kuat tanpa tepi yang tajam

atau bagian kecil yang bisa di lapisi

g. Kerusakan tubuh

Hindari benda tajam atau runcing seperti pisau, gunting

atau tusuk gigi terutama jika belajar atau berlari, ajarkan

tindakan kewaspadaan keamanan, simpan semua peralatan

berbahaya, peralatan berkebun dalam tempat yang terkunci,

waspada terhadap bahaya dari binatang yang di awasi dan

binatang peliharaan, ajarinama, alamat, dan nomor telepon

serta minta bantuan dari orang yang benar jika tersesat,

pasang indentifikasi pada anak, ajari tindakan keamanan

terhadap orang asing, jangan pergi bersama orang asing dan

selalu mendengarkan kekhawatiran anak mengenai perilaku

orang lain.

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera


21

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Pengetahuan

tentang tumbuh kembang pada anak penting untuk mencegah cedera

pada anak selain itu pengetahuan tentang pertumbuhan dan

perkembangan perlu di ikuti dengan pemahaman tentang pentingnya

pencegahan terhadap bahaya yang dapat terjadi pada anak

(Kusbiantoro.D, 2014). Jika orang tua memiliki pengetahuan yang baik

maka tingkat pencegahan yang di lakukan juga cukup baik (Dewi. R &

indarwati, 2011), dan semakin meningkatnya pendidikan ibu, maka ibu

akan makin dapat mengidentifikasi resiko cedera pada anak (Atak, et

all, 2010).

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata


22

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apayang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi ataupenggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih

ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat


23

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu

kriteria yangditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-

kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Budiman & Agus. R (2013) antara lain:


24

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar

sekolah, berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah

sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan

seseorang, maka mudah bagi orang tersebut untuk menerima

informasi.

2. Informasi/ media masa

Informasi adalah “that of which one is apprised or told:

intelegence, news” (Oxford English Dictionary). Kamus

lain menyebutkan bahwa informasi adalah sesuatu yang

dapat di ketahui, namun ada pula yang menekankan

informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi adalah

suatu teknik untuk mengumpulkan, menganalisa, dan

menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-

Undang Teknologi Informasi).

3. Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Kebiasaanm dan tradisi yang dilakukan orang–orang

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau


25

buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi

seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas

yang di perlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status

sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam

lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai

pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu

cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam

memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman

belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan profesional, serta

pengalaman belajar selama bekerja akan dapat


26

mengembangkankemampuan mengambil keputusan yang

merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara

ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam

bidang kerjanya.

6. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga

pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada

usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak

melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan

diri menuju usia tua. Semakin tua semakin bijaksana,

semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin

banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya.

4. Perilaku Orang Tua

Perilaku dari segi biologi adalah suatu kegiatan atau aktifitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner (1983) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa

perilaku merupakan respon seorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Perilaku merupakan komponen yang paling berpengaruh pada


27

status kesehata. Menurut Bloom membedakan perilaku menjadi tiga

bidang yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, (Bloom, dalam

Notoatmodjo, 2003).

Menurut Kurt merumuskan model hubungan perilaku yang

menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi karakteristik individu dan

lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti

motif, nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu

sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor

lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan mempunyai

kekuatan besar dalam menentukan perilaku bahkan kadang

kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu, hal inilah

yang menjadikan perilaku lebih kompleks (Azwar, Saifuddin. 2012).

Orang tua sebagai suri tauladan utama bagi anak merupakan

unsur terpenting dalam membina keselamatan anak, oleh karena itu

perilaku orang tua di pandang sebagai salah satu faktor utama yang

menentukan derajat kesehatan dan keamanan anak. Menurut Vranda

(2011), banyak orang tua berpersepsi bahwa kecelakaan dan cedera

pada anak usia toddler merupakan hal yang alami sebagai kompensasi

dari periode tumbuh kembang. Sehingga kondisi seperti terjatuh,

terpeleset, merupakan hal yang wajar dan di anggap sebagai kejadian

sebagai kejadian yang tidak terlalu penting.


28

Perilaku di pengaruhi oleh beberapa faktor menurut teori Green.

Lawrece di kutip dari Notoatmodjo (2007) yaitu sebagai berikut:

a. Faktor predisposes

Faktor ini berupa faktor pengetahuan, sikap, umur, pendidikan,

ekonomi, budaya dan lainnya. Sikap yang baik pada orang tua

dapat mempengaruhi pencegahan yang baik pula. Pengetahuan

yang baik tentang tumbuh kembang anak juga mempengaruhi

dalam pencegahan cedera pada anak (Dewi. R & indarwati,

2011).Tingkat pendidikan orang tua yang tinggi berpengaruh

terhadap perilaku, pengetahuan membuat seseorang berpikir akan

suatu objek atau stimulus (Kusbiantoro. D 2014).

b. Faktor enabling

Faktor ini berupa fasilitas dan pendidikan atau informasi

kesehatan. Informasi mengenai pencegahan cedera pada anak

penting agar orang tua bisa lebih waspada terhadap resiko cedera.

Menurut Widianingsih (2014) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa perilaku orang tua dalam pencegahan cedera pada balita

mayoritas baik, hal tersebut di sebabkan karena fasilitas kesehatan

seperti PUSKESMAS, Sekolah Kesehatan, Rumah Sakit dekat

dengan daerah tersebut, sehingga akses mendapatkan pelayanan dan

informasi lebih mudah.


29

c. Faktor reinforcing

Faktor ini berupa perilaku tokoh masyarakat, perilaku petugas

kesehatan dan komitment pemerintah.

Domain perilaku menurut Bloom di klasifikasikan menjadi tiga

tingkat yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan

orangtua tentang pencegahan cedera pada toddler di pengaruhi oleh

beberapa faktor di antaranya adalah pendidikan, pengalaman

terhadap suatu kejadian dan fasilitas. Semakin tua usia seseorang

maka semakin banyak juga pengetahuannya. Selain itu pengetahuan

juga di pengaruhi oleh konsistensi seseorang terpapar informasi

(Vranada. A, 2011)

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan

untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek. Sikap dibentuk oleh komponen yaitu

kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu objek, kecenderungan


30

untuk bertindak (Vranada. A, 2011). Pada pennelitian yang

dilakukan Dewi. R & indarwati (2011), mengatakan bahwa

sebagian orang tua memiliki praktik yang baik di karenakan

sikaporang tua yang sebagian besar positif. Sikap merupakan

kesiapan untuk bertindak, dengan sikap yang positif di harapkan

praktik yang di hasilkan juga baik.

c. Tindakan atau praktek

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam

bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan

dan sikap yang telah dimiliki (Notoatmodjo, 1985). Praktik

pencegahan juga di pengaruhi oleh pekerjaan orang tua, pada

penelitia Vranada.A (2011) pekerjaan sebagai buruh dapat

mempengaruhi responden dalam mempraktikan pencegahan pada

kecelakaan yang mungkin terjadi pada anaknya. Sebagai buruh,

orang tua juga kadang kurang memperhatikan perilaku anaknya,

sehingga kurang mengetahui apakah anaknya berperilaku

membahayakan dirinya atau tidak. Pada penelitian Kuschitawati, et

all (2007), menyebutkan bahwa praktik pencegahan cedera yang di

lakukan yaitu berupa tindakan pengawasan yang masih rendah

merupakan faktor yang paling berperan terhadap kejadian cedera

pada anak, setelah faktor lingkungan anak yang tidak aman.


31

B. Kerangka Konsep

Pengetahuan pencegahan cedera


Perilaku pencegahan
cedera balita

Factor -faktor yang mempengaruhi


tingkat pengetahuan

- Pendidikan
- Informasi / media masa
- Lingkungan
- Pengalaman
- Usia
- pekerjaan

Keterangan:

: Di lakuan penelitian

: Tidak di lakukan penelitian

Anda mungkin juga menyukai