Disusun Oleh :
PSIK A 2016
Kelompok 4
1
Maret 2019
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya. Dan kami berharap semoga
makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semuanya terutama para pembaca.
Wassalamuallaikum. Wr. Wb
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN
4
jawaban atas amal dan ibadah kita yang dikerjakan selama di dunia. Tiap manusia
sudah ditentukan ajalnya sendiri-sendiri oleh Allah swt, hanya saja manusia tidak
mengetahui kapan ajal itu akan datang, dan dimana tempatnya ia
menghembuskan nafas penghabisan. Dalam ajaran Islam, kehormatan manusia
sebagai khalifah Allah swt dan sebagai ciptaan termulia, tidak hanya terjadi dan
ada ketika masih hidup di dunia saja. Akan tetapi kemuliaannya sebagai makhluk
Allah swt tetap ada walaupun fisik sudah meninggal. Kesinambungan
kemuliannya sebagai makhluk Allah terjadi karena ruhnya tetap hidup berpindah
ke alam lain, yang sering disebut dengan alam berzakh, alam di antara dunia dan
akhirat.
Penghormatan dan pemuliaan tersebut dilakukan sejak mulai dari perawatan
jenazah, yang diteruskan oleh ahli waris atau handai taulan yang masih hidup
setelah jenazah seseorang meninggal diberikan dalam beragam bentuk, seperti
ziarah, berkirim doa, dan sebagainya. Karena pentingnya pengurusan jenazah
sejak memandikan jenazah sampai penguburan jenazah maka Rasulullah saw
memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang mau mengurus jenazah sampai
selesai dengan pahala yang besar, Pengurusan jenazah muslim sangatlah penting
karena jika ada seorang muslim meninggal di suatu tempat dan tidak ada yang
bisa merawatnya dengan benar (sesuai dengan ajaran agama Islam), maka seluruh
masyarakat yang tinggal di tempat tersebut akan mendapatkan dosa karena
pengurusan jenazah merupakan wajib kifayah bagi umat Islam. Oleh sebab itu
harus ada orang muslim yang mampu untuk mengurusi jenazah dengan benar.
6
2. Makalah ini dapat manjadi bahan literature tambatan untuk pembuatan
makalah selanjutnya
BAB II
PEMBAHASAN
7
2. Tata Cara Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah itu seperti halnya mandi junub, dimana mandi wajibnya
hanya sekali saja menyeluruh pada semua bagian tubuh setelah menghilangkan benda
najisnya terlebih dahulu serta dengan syarat airnya harus suci.
Adapun tata cara memandikan mayat yaitu:
a. Persiapan Sebelum Memandikan Jenazah
Sebelum Memandikan jenazah, Maka harus dilakukan beberapa Persiapan,
adapun Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
1. Masker dan kaos tangan untuk memandikan jenazah agar terhindar dari
kuman jika si jenazah memiliki penyakit.
2. Sabun atau bahan lainnya untuk membersihkan tubuh si jenazah
3. Sampo untuk mengeramasi rambut si jenazah agar bersih dari kuman dan
kotoran
4. Air secukupnya untuk proses memandikan. Boleh memakai air yang dialiri
oleh selang, boleh juga menyiapkan air sebanyak tiga ember besar.
5. Meja besar atau dipan yang cukup dan kuat serta tahan air untuk tempat
meletakkan jenazah ketika dimandikan
6. Handuk untuk mengeringkan tubuh dan rambut si jenazah.
7. Kapas, kapur barus, daun bidara, atau wewangian yang lain serta bedak.
8. Dipersiapkan kain kafan tergantung jenis kelamin.
b. Proses memandikan jenazah.
1. Berniat untuk memandikan jenazah karena Allah. Sesuai hadist Nabi
dalam kitab Riyadhus Shalihin,
د هللا بنIIاح بن عبIزى بن ريIIد العIIل بن عبIIاب بن نفيIر بن الخطII أبي حفص عمIعن أمير الدؤمنين
لىIIول هللا صIIمعت رسII س:قرط بن رزاح بن عدي بن كعب بن لؤي بن غالب القرشي العدوي قال
و إلى هللاIIانت ىجرتII ومن ك،وىIIا نIIهللا عليو وسلم يقول ((إنما االعمال بالنيات و انما لكل امرئ م
و إليIIا وهجرتIIرأة ينكحهIIورسولو وهجرتو إلي هللا ورسولو و من كانت ىجرتو لدنيا يصيبها أو ام
ما ىا جر إليو
Artinya: Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khattab bin Nufail
bin Abdil Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Razah bin ‘Adiy bin
Ka’ab bin Luay bin Ghalib al-Quraisyiyyi al-‘Adawi, ia berkata aku
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Amal perbuatan itu
tergantung pada niatnya dan seseorang akan memperoleh balasan sesuai
8
dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan RasulNya, maka hijrah nya itu kepada Allah dan RasulNya.
Barangsiapa yang hijrahnya untuk kesenangan dunia yang didapatnya atau
karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada
apa yang diniatkannya (Annawawi 2006, 23).
2. Mayat diletakkan di tempat tinggi seperti di atas ranjang, dimana seluruh
auratnya antara pusar dan lutut ditutup, setelah semua bajunya dilepas
terlebih dahulu menurut mayoritas ulama, dan tetap menggunakan baju
gamis menurut Syafi’i. Pakaiannya diganti dengan kain mandi (kain
basahan).
3. Orang yang memandikan mengangkat kepala jenazah ke dekat tempat
duduknya, lalu mengurut atas perutnya dan menekannya dengan lembut
agar apa-apa yang siap keluar dari dalam tubuhnya segera keluar. Ketika
itu diperbanyak menyiramkan air agar membawa apa-apa yang keluar dari
alirannya. Orang yang memandikan itu membalutkan sepotong kain kasar
di tangannya untuk mencebokkan jenazah dan membersihkan lubang
kotoran dengan air.
4. Jenazah diwudhukan sebagaimana wudhu untuk shalat. Terlebih dahulu
dicuci tangan jenazah, dibersihkan kukunya dengan lidi. Lalu dibersihkan
gigi jenazah dengan kain putih, dibersihkan hidung, mata dan telinga
dengan menggunakan cotton bud lalu diwudhu’kan dengan mendahulukan
anggota wudhu’ sebelah kanan.
اIIا منهIIدأ بميIIذا ابIIال لIIو قIIعن ام عطية ان رسول هللا صلي هللا عليو وسلم حيث امرىا ان تغسل ابنت
ومواضع الوضوءمنها
Artinya: “Dari Ummi ‘Athiyah r.a, ia berkata: Ketika Rasulullah SAW
menyuruhku memandikan jenazah puteri beliau (Zainab), beliau
menyuruhku supaya mulai dengan anggota jenazah yang sebelah kanan
dan anggota-anggota wudhu’ (Muslim 2007, 147).
5. Mencuci kepala dan jenggotnya dengan cairan bidara atau sabun dengan
meremasnya atau dicampur dengan sedikit air yang diletakkan di sebuah
tempat sampai berbuih.
6. Mencuci bagian kanan badannya, yakni leher kanan, pundak dan tangan
kanan, sebelah dada bagian kanan, perut bagian kanan, paha kanan, betis
kanan, dan kaki kanan. Lalu memiringkannya bertumpu di atas sisi kirinya
9
dan mulai mencuci punggungnya yang sebelah kanan dan sisi kirinya
sekaligus. Sebaliknya, memiringkan dengan bertumpu pada sisi kanannya
dan mulai mencuci punggung bagian kiri.
7. Pada pemandian kali terakhir menggunakan kapur barus karena berkhasiat
memadatkan, menjadikan wangi, dan mendinginkan badan jenazah.
8. Setelah itu, jenazah dikeringkan dengan kain atau lainnya. Kumisnya
dirapikan tidak dipotong, kukunya dibersihkan jika panjang. Sedangkan
jenazah perempuan maka rambutnya dikepang menjadi tiga bagian (al-
Fauzan 2005, 308). Sebagaimana hadits Nabi :
لنهاIIال اغسIIاتو وقIIدى بنIIل احIIلم ونحن نغسIIو وسIIعن ام عطية قالت اتانا رسول هللا صلى هللا علي
عرىاIIفرنا شIالت وضIIديث قIIال في الحIم وقIIوب وعاصIIديث ايIIوترا خمسا او اكثر من ذلك بنحو ح
)ثالثة اثالث قرنيها و نا صيتها (رواه مسلم
10
“Pakaikanlah kain ini sebagai kafannya lapis pertama” (Muslim 1991,
646).
12
1. Untuk mayat laki-laki
a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih
lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan
diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang
mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi
selembar dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain
kafan tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup
dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain
kafan kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa
saja yang ada.
2. Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing
bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan
tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi
dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran
dengan kapas.
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan sarung.
13
e. Pakaikan baju kurung.
f. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan kerudung.
h. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan
kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.
2.2 Tata Cara Bersuci dan Shalat Bagi Orang Yang Sakit
2.2.1 Tata cara bersuci bagi orang yang sakit
1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats
kecil dan mandi jika berhadats besar.
2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya
bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh
bertayamum.
3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang
suci sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak
tangannya.
4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau
ditayamumkan orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan
tangannya ke tanah lalu mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan
orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan
orang lain.
18
5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap
dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya
tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka
juga membahayakan maka ia bisa bertayamum.
6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap
balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.
7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan
mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan
tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali
jika cat itu mengandung debu.
8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain
yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau
sapu tangan lalu bertayamum darinya.
9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat
berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang
tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.
10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin
maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.
11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena
najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci.
Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah
tidak perlu mengulang lagi.
12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena
najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau
menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila
tidak memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu
mengulang lagi.
13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena
ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya
kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya,
pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.
19
2.2.2 Tata cara shalat bagi orang yang sakit
1. Orang yang sakit harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak
tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat.
2. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang
lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri
dan ruku.
3. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring
dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh
sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan
meghadap kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya
sah, tidak usah mengulanginya lagi.
4. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju
arah kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa
menghadap kiblat. Bila tidak mampu yang demikian itu maka ia bisa shalat
dengan batas kemampuannya dan nantinya tidak usah mengulang lagi.
5. Orang yang sakit wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalatnya. Bila tidak
mampu maka bisa dengan isyarat anggukan kepala. Dengan cara untuk sujud
anggukannya lebih ke bawah ketimbang ruku. Bila masih mampu ruku namun
tidak bisa sujud maka ia ruku seperti biasa dan menundukkan kepalanya
untuk mengganti sujud. Begitupula jika mampu sujud namun tidak bisa ruku,
maka ia sujud seperti biasa saat sujud dan menundukkan kepala saat ruku.
6. Apabila dalam ruku dan sujud tidak mampu lagi menundukkan kepalanya
maka menggunakan isyarat matanya. Ia pejamkan matanya sedikit untuk ruku
dan memejamkan lebih banyak sebagai isyarat sujud. Adapun isyarat dengan
telunjuk yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak
mengetahuinya hal itu berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama.
7. Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka
hendaknya ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku,
sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan
sesuai yang diniatkannya).
8. Orang sakit tetap diwajibkan shalat tepat pada waktunya pada setiap shalat.
Hendaklah ia kerjakan kewajibannya sekuat dayanya. Jika ia merasa kesulitan
untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak
dengan shalat diantara waktu akhir dzhuhur dan awal ashar, atau antara akhir
20
waktu maghrib dengan awal waktu isya. Atau bisa dengan jama taqdim yaitu
dengan mengawalkan shalat ashar pada waktu dzuhur, dan shalat isya ke
waktu maghrib. Atau dengan jamak ta’khir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur
ke waktu ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya, semuanya sesuai kondisi
yang memudahkannya. Sedangkan untuk shalat fajar, ia tidak bisa dijamak
kepada yang sebelumnya atau ke yang sesudahnya.
9. Apabila orang sakit sebagai musafir, pengobatan penyakit ke negeri lain maka
ia mengqashar shalat yang empat raka’at. Sehingga ia melakukan shalat
dzuhur, ashar dan isya, dua raka’at-raka’at saja sehingga ia pulang ke
negerinya kembali baik perjalanannya lama ataupun sebentar.
22
perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan
damai. Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan adalah pasien terminal
yang di diagnosis mengidap penyakit berat yang kemungkinan sembuh sangat kecil,
bahkan tidak dapat disembuhkan lagi dan berakhir dengan kematian. Tetapi pasien
yang non terminal juga di bimbing dengan sama (Basit, 2010).
Secara bahasa, “Sakaratun” berasal dari Bahasa Arab jamak yaitu “sakratun”
yang artinya ‘keadaan mabuk’. Sementara “Naza’ ” artinya mencabut, mencopot,
melepaskan, menghilangkan.
Dalam konsep islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau
tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah, dan fase sakaratul
maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan
Rasulullah. Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut, Al-Hasan berkata bahwa
Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian.
Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn
Abi ad-Dunya). Dalam Al-Quran pun telah disebutkan tentang sakaratul maut,
“Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” (QS.50:19). “Alangkah
dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul
maut.” (QS. 6:93).
23
perbuatan-perbuatan lainnya, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, dan yang
sebenarnya untuk memahami segala sesuatu adalah hati. Hati disini diibaratkan
sebagai roh karena itu disebut hati rohani bukan hati jasmani, dan roh dengan
sendirinya dapat mengetahui segala sesuatu tanpa bantuan alat atau indera.
Secara medis dapat disimpulkan bahwa tanda orang yang sakaratul maut diantaranya :
Suatu tanda kematian akan dirasakan lagi pada saat hari ke-40
dari hari kematian seseorang. Tandanya adalah seseorang mampu
merasakan suatu denyutan – denyutan yang terdapat di bagian pusar.
Waktu yang terjadi untuk tanda-tanda ini juga terjadi ba’da Ashar.
Dikatakan bahwa pada saat pusar berdenyut, terdapat daun yang
24
bertulis namanya yang berada pada Arsy telah gugur. Kemudian
malaikat maut segera mengambil satu helai daun itu. Lalu mulai pada
saat itu, dia akan mulai mengikuti dimanapun manusia tersebut berada.
Bahkan dikatakan, manusia tersebut yang mempunyai rasa keimanan
yang cukup tinggi akan bisa melihat wujud malaikat maut tersebut
walaupun hanya sekilas. Dan orang yang melihatnya biasanya akan
bingung dan merasa takut karena dia tahu bahwa waktunya di dunia ini
tinggal sebentar.
25
meminimalisir najis yang ada di perut manusia tersebut sehingga pada
saat dimandikan akan lebih muda untuk dibersihkan.
6. Tanda Akhir
Akan terasakan satu kondisi sejuk di bagian pusat dan hanya akan
turun ke pinggang, lalu seterusnya akan naik kembali ke bagian
tenggorokan. Pada waktu ini sebaiknya seseorang tersebut tetap mengucap
kalimat Syahadat dan berdiam diri menantikan kehadiran malaikat maut.
Sebaiknya bila sudah terasa tanda yang akhir sekali, mengucap dalam
diam dan jangan lagi berbincang – bincang.
Sementara itu, ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafasnya yang
terakhir, yaitu :
26
2.3.3 Peran Perawat Dalam Membimbing Pasien Yang Sakaratul Maut
27
terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang
terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
Sesaat setelah ajal tiba atau setelah muhtadhir telah melalui kematiannya,
seperti adanya tanda-tanda mengendurnya telapak tangan dan kaki, cekungnya
pelipis dan hidung yang tampak lemas, tindakan berikutnya yang sunah dilalukan
adalah:
2. Mengikat rahangnya ke atas kepala dengan memakai kain yang agak lebar
agar mulutnya tidak terbuka.
Jika tidak mungkin dilakukan pada saat itu, maka segeralah ahli
warinya malakukan aqad Hawalah (pelimpahan tanggungan hutang) dengan
29
orang-orang yang bersangkutan. Dan sunah bagi mereka menerima tawaran
tersebut.
30
orang sakit hendaknya jangan berkeluh kesah. Allah telah berfirman
dalam Qs. Shad: 41,
A
rtinya: Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru
Rabbnya, 'Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan
siksaan. (Shad: 41)
Coba kita cermati perkataan Nabi Ayyub di atas. Sungguh
menakjubkan, dimana beliau tidak mengatakan, 'Ya Allah Engkau telah
membuatku sakit.' dan tidak pula, 'Ya Allah Engkau telah membuatku
bosan dengan penyakit ini.' Namun Nabi Ayyub mengatakan,
"Sesungguhnya aku diganggu setan."
Padahal saat itu sakit yang diderita Nabi Ayyub sangatlah parah,
beliau tidak mengeluh. Beliau jalani sakitnya dengan penuh kesabaran.
Dengan kesabaran dan ketawakalan kepada Allah akhirnya Allah berikan
kesembuhan kepadanya. Subhanaallah, semoga kita bisa meniru akhlak
beliau alaihissalam.
31
d. Hendaknya meletakkan tangannya pada bagian yang sakit kemudian
mengucapkan do’a dari hadits (yang shahih) seperti :
K
emudian mengucapkan sebanyak tujuh kali:
“Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya
dari keburukan apa yang aku temui dan aku hindari.” [HR. Muslim
no. 2022 (67)]
e. Berusaha untuk meminta kehalalan atas barang-barang yang masih
menjadi tanggungannya, barang yang menjadi hutangnya atau yang
pernah dirampas dari pemiliknya, menuliskan wasiat dengan menjelaskan
apa-apa yang merupakan miliknya, hak-hak manusia yang harus
dipenuhinya, juga wajib baginya untuk mewasiatkan harta-harta yang
bukan merupakan bagian dari warisannya, tanpa merugikan hak-hak
warisnya.
f. Tidak boleh menggantungkan jampi-jampi, jimat-jimat, dan semua yang
mengandung kesyirikan.
Namun disyari’atkan baginya untuk mengobati sakitnya dengan ruqyah
dan do’a-do’a yang disyari’atkan (do’a dari al-Qur-an dan as-Sunnah).
g. Hendaknya bersegera untuk bertaubat secara sungguh-sungguh dengan
memenuhi
syarat-syaratnya dan senantiasa memperbanyak amalan shalih.
32
h. Bagi orang yang sakit hendaknya berhusnuzhan (berprasangka baik)
kepada Allah dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan
menggabungkan antara takut dan pengharapan, serta disertai amalan yang
ikhlas. Hal ini berda-sarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
3. Jasmani
Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda setiap orang. Tindakan
yang dapat memungkinkan rasa nyaman : mengubah posisi, tidur, teknik
nafas dalam dan perawatan fisik. Lalu dapat juga dengan mendengarkan
murrotal, mentadaburi ayat-ayat suci Al- qur’an serta berzikir.
33
tidak berupaya mencari kesembuhan, sebaliknya orang yang tawakkalnya
lemah mencari kesembuhan.
Selain itu juga ada riwayat dari hadits Rasulullah SAW tentang
seorang wanita yang minta didoakan kesembuhan oleh Rasulullah SAW,
namun beliau memberikan pilihan untuk bersabar dan mendapat pahala sabar.
Dari Atha` bin Abi Rabah ra berkata,”Ibnu Abbas ra berkata
kepadaku,”Maukah aku tunjukkan kamu seorang wanita ahli surga?”. Aku
bilang,”Mau”. “Inilah wanita hitam yang datang kepada Nabi SAW
meminta,”Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan aku takut pakaianku
tersingkap saat datang ayanku. Mintakan kepada Allah untuk kesembuhanku”.
Rasulullah SAW menjawab,”Bila kamu mau, bersabarlah maka kamu akan
masuk surga. Tapi kalau tidak mau bersabar, aku akan meminta kepada Allah
agar kamu segera sembuh”. Wanita itu menjawab,”Aku memilih bersabar, tapi
aku tetap takut pakaianku tersingkap saat ayan, mintalah kepada Allah agar
saat ayan pakaianku tidak akan tersingkap”. Maka Rasulullah SAW berdoa
untuknya. (HR. Bukhari Muslim).
Namun pendapat yang menurut kami lebih kuat adalah yang
menganjurkan atau menyunnahkan kita untuk mencari kesembuhan. Sebab hal
itu merupakan hal yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW.
34
pengobatan alternatif adalah secara prinsip mengunakan sihir atau
bantuan jin, sedangkan obat-obatan tradisional, atau mungkin dengan
disuruh baca al-qur’an dan do’a-do’a hanyalah kamuflase belaka. Maka
hati-hatilah agar kita tidak terjerumus pada syirik dan dosa besar lainnya.
35
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya dan yang disembelih untuk berhala. …(QS. Al-Maidah : 3)
b. Bila terindikasi menggunakan jin (makhluq halus)
Misalnya dengan bantuan khadam, jin atau nama-nama lainnya yang
intinya adalah makhluq ghaib. Perbuatan ini jelas bertentangan dengan apa
yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat. Sebab mereka
belum pernah berobat dengan menggunakan media jin atau makhluq halus
jenis apapun.
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.(QS. Al-Jin : 6))
Yang agak sulit untuk dibedakan adalah bila sang penyembuh tidak
mengatakan bahwa pengobatannnya menggunakan makhluq seperti jin. Tetapi
menyamarkannya dengan istilah-istilah yang terkesan agak berbau ilmiyah.
Misalnya pengobatan dengan menggunakan energi tertentu. Padahal istilah
energi adalah kosa kata milik ilmu fisika yang terukur dan jelas jenisnya
apakah energi kinetik atau energi potensial. Penggunaan istilah energi dalam
kebanyakan pengobatan alternatif cenderung sulit dipisahkan dengan makna
yang berbau makhluq halus.
Dan tidak sedikit diantara mereka yang pada awalnya memang semata-
mata tidak menggunakan makhluq halus, namun pada tingkat tertentu dari
pengobatan itu, barulah jin memainkan peranan. Siasat seperti ini sudah bukan
hal yang aneh lagi buat para jin. Sebab bila sejak awal sudah disebutkan ada
peranan jin dalam pengobatan itu, biasanya orang-orang akan enggan berobat.
Maka jin baru akan digunakan ketika para pasien sudah mulai percaya atas
sistem pengobatannya.
Memang demikianlah ciri syetan, selalu punya langkah-langkah yang
spesifik dalam menjerat korbannya. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan
kita agar tidak terperangkap langkah-langkahnya.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(QS. Al-
Baqarah : 168)
c. Bila terindikasi menggunakan cara syirik
Misalnya pasien diminta untuk melakukan tapa di tempat tertentu.
Atau memasang jimat tertentu yang hukumnya syirik. Atau diminta untuk
mendatangi makam / kuburan keramat tertentu. Padahal baik kuburan maupun
mayat yang terbujur kaku di dalamnya sama sekali tidak bisa membela dirinya
sendiri, apalagi membagi-bagikan obat untuk orang yang masih hidup.
36
Tentu tindakan seperti ini adalah bentuk kemusyrikan yang pelakunya
diancam tidak akan diampuni dosanya di akhirat. Sebagaimana firman Allah
SWT :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-
Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar”.(QS. An-Nisa : 48)
d. Bila terindikasi menggunakan cara-cara yang diharamkan
Misalnya pengobatan dengan meminta pasien meminum air
kencingnya sendiri. Padahal air kencing itu hukumnya najis dan haram
diminum. Atau dengan memakan makanan yang jelas-jelas telah diharamkan
oleh Allah SWT dalam syariat Islam. Misalnya pasien diminta memakan
daging babi, daging anjing, atau minum darah serta memakan makanan haram
lainnya.
Bila melihat hadits di atas bahwa setiap Allah SWT menurunkan
penyakit, maka sudah pasti ada obatnya yang juga Allah turunkan. Tentunya
obat itu bukan dari barang yang haram secara syar’i.
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi
karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas
nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. Al-An’am : 145)
37
Hadis-hadis yang semakna dengan ini cukup banyak.
Kewajiban kita ialah mencegah mereka dan siapa yang datang kepada
mereka, tidak bertanya kepada mereka dan mempercayai mereka, serta
melaporkan mereka kepada pejabat yang berwenang sehingga mereka
dihukum dengan hukuman yang setimpal. Karena membiarkan mereka dan
tidak melaporkan mereka akan membahayakan semua orang, serta membantu
keterpedayaan orang-orang bodoh kepada mereka, bertanya kepada mereka,
dan mempercayai mereka.
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, wajib dimandikan bila
ia wafat, sekalipun seorang fasik yang menampakkan kefasikannya, bahkan anak zina
dan janin masih berusia empat bulan. Disunnahkan untuk bergegas dalam
memandikan mayat ketika diyakini akan kematiannya. Seandainya mayat dikuburkan
sebelum sempat dimandikanmaka harus digali dan dimandikan. Jika tidak didapati
lagi jasad mayat kecuali sedikit saja maka tetap dimandikan dan dishalatkan, menurut
Syafi’i dan Hanbali karena sesuai dengan tindakan para sahabat. Sedangkan Abu
Hanifah dan Malik berpendapat jika jasad yang ditemukan lebih banyak maka
dishalatkan, sedang jika sedikit saja maka tidak perlu lagi. Tayamum bisa
menggantikan posisi memandikan mayat ketika tidak adanya air atau sulit untuk
dimandikan, seperti jika ditakutkan tubuh mayat akan terkelupas jika dimandikan.
Namun, jika tidak ditakutkan apa-apa maka harus dimandikan dengan disiram air.
Pada dasarnya setiap muslim selama sadar atau dalam keadaan sakit, tetap
diwajibkan untuk shalat. Tetapi, apabila tidak dapat melakukan shalat seperti biasa
yaitu berdiri, maka dapat melakukannya dengan duduk, atau berbaring, atau isyarat
mata atau hati.
39
3.2 Saran
Kita sebagai perawat hendaklah memiliki sikap perawat islami, untuk itu
penting untuk memahami mengenai pengurusan jenazah, tata cara bersuci dan shalat
bagi orang sakit, peran perawat dalam membimbing sakaratul maut, dan hokum
pengobatan alternative dan dukun. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini
masih banyak yang perlu di koreksi, maka kami mengharapkan pembaca untuk
memberikan saran dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Basit. 2010. Bimbingan Rohani Islam bagi Pasien. Jogyakarta: Mahameru
Press.
2. As-Said, Syaikh Shalahudin. 2017. Detik-detik Sakaratul Maut. Jakarta : Aqwam
Jembatan Ilmu.
3. Ayyub, Hassan. 2015. Fiqih Ibadah. Jakarta : Penerbit Fathan.
4. Azzet, Ahmad. 2011. Tuntunan sholat fardu dan sunnan. Jogjakarta : Darul hikmah.
5. Hadi, Muhammad Abdul. 2002. Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulullah.
Jakarta : Penerbit Gema Insani.
6. Iqhali, gazali. 2010. Cara bersuci dan shalat orang sakit. Jakarta : rinekacipta.
7. Misliyani. 2009. Ibadah tayamum dan mandi wajib. Serang : As-syifa.
8. Sarwat, ahmad. 2018. Sholat orang sakit. Jakarta : rumah fiqih publishing.
9. Syaikh Amin bin Abdullah,dkk.2013.Adab Menjenguk Orang Sakit asy-Syaqawi
.Jakarta:Islam House
10. Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawa al-Ilaj bi Al-Qur’an wa as-Sunnah – ar-Ruqa
wama yata’allaqu biha, hal. 46-47. Terkini Jilid 3, Darul Haq Cetakan IV
41