Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN RBD

KEPERAWATAN JIWA 2

Tugas Ini Diberikan Oleh Ibu Fajriyah Nur Afriyanti, M.Kep, Sp.Kep.Jiwa

Disusun Oleh: Kelompok 5

Vina Ayu Wardani 11161040000018

Ikhsanul Amal Reformasi 11161040000019

Shavira Aldinah 11161040000020

Namira Safitri 11161040000031

Tutty Alawiyah 11161040000034

Mutiara Eka Rahmanda 11161040000035

Fitri Fadila 11161040000036

Dwi Nur Royha 11161040000079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MARET / 2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT. atas segala berkat dan rahmat-
Nya yang telah memberikan kesehatan yang berlimpah, sehingga penyusunan makalah ini dapat
berjalan dengan lancar dan diselesaikan oleh kelompok 5.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini juga bukan hanya karna
kemampuan kami semata, melainkan adanya orang-orang terdekat kami yang senantiasa
mendukung dan membimbing kami. Sehubungan dengan itu, kami, selaku kelompok 5, terutama
sangat berterimakasih dan mengapresiasikan Dosen Keperawatan Jiwa kami, Ibu Fajriyah Nur
Afriyanti, M.Kep, Sp.Kep.Jiwa, yang senantiasa membimbing kami dan selalu mendukung kami,
sehingga makalah kami dapat terselesaikan dengan baik. Kami juga banyak berterimakasih
kepada teman-teman terdekat kami yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang selalu
senantiasa menemani kami dan bekerja bersama kami, serta para anggota kelompok 5 yang
masih tetap bersemangat demi menyelesaikan makalah ini hingga akhir dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis sangat menyadari bahwa kami
masih banyak kekurangan, dan tidak luput dari kesalahan. Maka dari itu, kami sangatlah
mengharapkan masukan berupa kritik maupun saran dari berbagai pihak yang membaca dan
mempelajari makalah ini, agar makalah ini dapat lebih baik dan dapat lebih berguna untuk
kedepannya.

Tangerang, Maret 2019


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Resiko bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengaami resiko utuk
menyakiti diri sendri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang ika tidak dicegah mengarah pada kematian . perilaku destruktif diri yang mencakup
setiap bentuk ativita bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini
ebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen 1995. Dikutip Fitria, Nita 2009)
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definsi resiko bunuh diri ?

2. Apa tanda gejala resiko bunuh diri?

3. Bagaimana rentang respon resiko bunuh diri?

4. Apa klasifikasi resiko bunuh diri?

5. Apa Faktor yang mempengaruhi resiko bunuh diri?

6. Bagaimana Psikodinamika resiko bunuh diri?

7. Bagaimana patopsikologi resiko bunuh diri?

8. Bagaimana Askep resiko bunuh diri?

1.3 Tujuan Penulisan


2. Untuk mengetahui definisi resiko bunuh diri
3. Untuk mengetahui tanda gejala resiko bunuh diri
4. Untuk mengetahui rentang respon resiko bunuh diri
5. Untuk mengetahui klasifikai resiko bunuh diri
6. Untuk mengetahui faktor yang mengetahui resiko bunuh diri
7. Untuk mengetahui Psikodinamika resiko bunuh diri
8. Untuk mengetahui patofisiologi resiko bunuh diri
9. Untuk mengetahui askep resiko bunuh diri
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi
karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2013).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.  (Keliat, 2010).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000) dalam Yusuf (2015), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya
dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.
B. Manifestasi Klinis

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

C. Rentang Respon
1. Peningkatan Diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
2. Berisiko destruktif / pengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhan
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladatif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
D. Klasifikasi

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :


1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah
tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan
mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu
dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya.

E. Factor yang Mempengaruhi

1 Faktor Mood dan Biokimiawi otak


Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang
17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein
kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang
meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul
karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus
menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu
keinginan bunuh diri.”
2 Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di dalamnya
juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam otak itu bisa
menjadi petunjuk dalam neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan
manusia. Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan itu di
dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus bunuh diri, cairan
otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh
adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi. Itulah
yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3 Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari
pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam
memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan
protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang idak
menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita
baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan
bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti minum
racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila yang sebelumnya
tidak berhasil.
4 Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya.
Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya
hubungan dengan orang lain yang disayangi. Padahal hubungan interpersonal merupakan
sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan
bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
5 Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya akhir-
akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman
terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan
seseorang hingga tahap bunuh diri.

F. Akibat

Menurut Keliat (2010), resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :

 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri

G. Psikodinamika

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri
dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai
akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan
masalah keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil
mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos
(pendapat yang salah) tentang bunuh diri

H. Patopsikologi dan Proses Masalah


Rendahnya tingkat brain-derived neurotrophic factor (BDNF) yang terkait secara langsung
dengan bunuh diri dan secara tidak langsung melalui perannya dalam kejadian depresi berat,
gangguan stres pasca trauma, skizofrenia dan gangguan obsesif-kompulsif. Dari studi Bedah
mayat ditemukan adanya penurunan tingkat BDNF pada hipokampus dan korteks prefrontal,
pada orang yang mengalami gangguan kejiwaan maupun yang tidak. Serotonin,
sebuah neurotransmitter otak, diyakini rendah tingkatnya pada orang yang bunuh diri. Hal ini
sebagian didasarkan pada bukti meningkatnya kadar reseptor 5-HT2A setelah kematian. Bukti
lain termasuk berkurangnya tingkat produk turunan serotonin, Asam 5-hidroksiindoleasetat,
dalam cairan tulang belakang otak. Namun, bukti langsung cukup sulit dikumpulkan.
Epigenetika, studi tentang perubahan dalam ekspresi genetika dalam merespons faktor
lingkungan yang tidak mengubah DNA yang mendasarinya, juga diyakini berperan dalam
menentukan risiko bunuh diri.

I. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis
a. memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri.
b. Pada pasien dengan gangguan depresi berat mungkin diobati sebaga pasien
rawat jalan jika keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan
pengobatannya dapat dimulai secar cepat.
c. Proses terapi
1) Pendekatan Psikodinamika
2) Pendekatan Behavioral
3) Pendekatan Kognitif
4) Pendekatan Biologis
d. Kemoterapi (Chemotherapy)
1) Antianxiety Drugs, Anti Depressant, Antipsychotic
2) Electroconvulsive
3) Psychosurgery
2. Penatalaksanaan keperawatan
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam
keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah
dipantau oleh petugas kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna  cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas
menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan
melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis lainnya, menerima
pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan harga
diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara
bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya,
sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan biarkan
pasien sendiri dalam waktu yang lama.

Ancaman/ percobaan bunuh diri.


a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat
yang aman
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
c. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke Puskesmas/
Rumah Sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat
d. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
e. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

Isyarat Bunuh Diri.


a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Latih kontrol pikiran BD dengan Pikiran Positif Diri
f. Latih kontrol pikiran BD dengan Pikiran Positif Keluarga & Lingkungan
g. Latih menyusun rencana masa depan
h. Latih melakukan kegiatan rencana masa depan

J. ASKEP
A. Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
1) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
2) Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
3) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
4) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5) Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisocial
6) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan
gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri :
1) Faktor Predisposisi:
a. Biologis
Penyakit fisik, penyalahgunaan zat, riwayat mengalami gangguan jiwa,
riwayat penggunaan NAPZA, riwayat nyeri kronik, faktor herediter, penyakit
terminal.
b. Psikologis
Riwayat kekerasan masa kanak-kanak, riwayat keluarga bunuh diri,
homoseksual saat remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam mencapai harapan.
c. Sosial
Perceraian, perpisahan, hidup sendiri, tidak bekerja.
2) Faktor Presipitasi:
a. Perasaan marah/bermusuhan
b. Hukuman pada diri sendiri
c. Keputusasaan
d. Perasaan terisolasi
e. Kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti
f. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres
8. Symptom yang menyertainya
1) Apakah klien mengalami :
a. Ide bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
d. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
2) Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia. Dimana
hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri. Bila individu
menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu
dilakukan pengkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
a. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
b. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya
c. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan
dan mengagas akan suicide
d. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien

B. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Risiko Bunuh Diri

Koping Individu Tidak Efektif

C. Diagnosa Keperawatan
No. Dx NOC NIC
1. Risiko 1) Impulse Control Active Listening, Coping Enhancement,
Bunuh Diri 2) Suicide Self- Suicide Prevention, Impulse Control
Restraint Training, Behavior Management: Self-
Setelah dilakukan Harm, Hope Instillation, Contracting,
tindakan keperawatan Surveillance: Safety
selama 7x24 jam 1. Bantu klien untuk menurunkan
diharapkan klien tidak resiko perilaku destruktif yang
melakukan bunuh diri diarahkan pada diri sendiri, dengan
dengan kriteria hasil: cara :
 Menyatakan  Kaji tingkatan resiko yang di alami
harapannya untuk pasien : tinggi, sedang, rendah.
hidup  Kaji level Long-Term Risk yang
 Menyatakan meliputi : Lifestyle/ gaya hidup,
perasaan marah, dukungan social yang tersedia,
kesepian dan rencana tindakan yang bisa
keputusasaan mengancam kehidupannya, koping
secara asertif. mekanisme yang biasa digunakan.
 Mengidentifikasi 2. Berikan lingkungan yang aman
orang lain sebagai ( safety) berdasarkan tingkatan
sumber dukungan resiko , managemen untuk klien
bila pikiran bunuh yang memiliki resiko tinggi;
diri muncul.  Orang yang ingin suicide dalam
 Mengidentifikasi kondisi akut seharusnya
alaternatif ditempatkan didekat ruang
mekanisme perawatan yang mudah di monitor
coping oleh perawat.
 Mengidentifikasi dan
mengamankan benda – benda yang
dapat membahayakan klien
misalnya : pisau, gunting, tas
plastic, kabel listrik, sabuk, hanger
dan barang berbahaya lainnya.
 Membuat kontrak baik lisan
maupun tertulis dengan perawat
untuk tidak melakukan tindakan
yang mencederai diri Misalnya :
”Saya tidak akan mencederai diri
saya selama di RS dan apabila
muncul ide untuk mencederai diri
akan bercerita terhadap perawat.”
 Makanan seharusnya diberikan
pada area yang mampu disupervisi
dengan catatan :
o Yakinkan intake makanan
dan cairan adekuat
o Gunakan piring plastik atau
kardus bila memungkinkan.
o Cek dan yakinkan kalau
semua barang yang digunakan
pasien kembali pada
tempatnya.
 Ketika memberikan obat oral, cek
dan yakinkan bahwa semua obat
diminum.
 Rancang anggota tim perawat
untuk memonitor secara kontinyu.
 Batasi orang dalam ruangan klien
dan perlu adanya penurunan
stimuli.
 Instruksikan pengunjung untuk
membantasi barang bawaan
( yakinkan untuk tidak
memberikan makanan dalam tas
plastic)
 Pasien yang masih akut diharuskan
untuk selalu memakai pakaian
rumah sakit.
 Melakukan seklusi dan restrain
bagi pasien bila sangat diperlukan
 Ketika pasien sedang diobservasi,
seharusnya tidak menggunakan
pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya. Perlu diidentifikasi
keperawatan lintas budaya.
 Individu yang memiliki resiko
tinggi mencederai diri bahkan
bunuh diri perlu adanya
komunikasi oral dan tertulis pada
semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri
klien
 Tidak menghakimi dan empati
 Mengidentifikasi aspek positif
yang dimilikinya
 Mendorong berpikir positip dan
berinteraksi dengan orang lain
 Berikan jadual aktivitas harian
yang terencana untuk klien dengan
control impuls yang rendah
 Melakukan terapi kelompok dan
terapi kognitif dan perilaku bila
diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan dukungan social
 Informasikan kepada keluarga dan
saudara klien bahwa klien
membutuhkan dukungan social
yang adekuat
 Bersama pasien menulis daftar
dukungan sosial yang di punyai
termasuk jejaring sosial yang bisa
di akses.
 Dorong klien untuk melakukan
aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan
mekanisme koping yang positip.
 Mendorong ekspresi marah dan
bermusuhan secara asertif
 Lakukan pembatasan pada
ruminations tentang percobaan
bunuh diri.
 Bantu klien untuk mengetahui
faktor predisposisi ‘ apa yang
terjadi sebelum anda memiliki
pikiran bunuh diri’
 Memfasilitasi uji stress kehidupan
dan mekanisme koping
 Explorasi perilaku alternative
 Gunakan modifikasi perilaku yang
sesuai
 Bantu klien untuk mengidentifikasi
pola piker yang negative dan
mengarahkan secara langsung
untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan,
jika diindikasikan
 Memberikan pembelajaran yan
menyiapkan orang mengatasi stress
(relaxation, problem-solving
skills).
 Mengajari keluarga technique limit
setting
 Mengajari keluarga ekspresi
perasaan yang konstruktif
 Intruksikan keluarga dan orang lain
untuk mengetahui peningkatan
resiko : perubahan perilaku,
komunikasi verbal dan nonverbal,
menarik diri, tanda depresi.
2. Koping 1) Decision making Dicision making
Individu 2) Role inhasmet  Menginformasikan pasien alternatif
Tidak Efektif 3) Sosial support atau solusi lain penanganan
Setelah dilakukan  Memfasilitasi pasien untuk membuat
tindakan keperawatan keputusan
selama 5x24 jam  Bantu pasien mengidentifikasi,
diharapkan koping keuntungan, kerugian dari keadaan
individu membaik Role inhancemet
dengan kriteria hasil:  Bantu pasien untuk identifikasi
 Mengidentifikasi bermacam-macam nilai kehidupan
pola koping yang  Bantu pasien identifikasi strategi
efektif positif untuk mengatur pola nilai yang
  Mengungkapkan dimiliki
secara verbal Coping enhancement
tentang koping  Anjurkan pasien untuk
yang efektif mengidentifikasi gambaran perubahan
 Mengatakan peran yang realistis
penurunan stress  Gunakan pendekatan tenang dan
 Klien mengatakan menyakinkan
telah menerima  Hindari pengambilan keputusan pada
tentang saat pasien berada dalam stress berat
keadaannya  Berikan informasi actual yang terkait
 Mampu dengan diagnosis, terapi dan prognosis
mengidentifikasi
strategi tentang
koping

3. Risiko  Abuse Behavior Management


Perilaku Protektion  Tahan / mengontrol pasien
Kekerasan  Impulse self bertanggung jawab atas / nya
control perilakunya
Setelah dilakukan  Komunikasikan tentang harapan
tindakan keperawatan bahwa pasien akan mempertahankan
selama 5x24 jam kontrol / kondisinya
diharapkan klien tidak  Konsultasikan dengan keluarga untuk
mampu mengontrol menetapkan data dasar kognitif
emosinya dengan pasien
kriteria hasil:  Tetapkan batas dengan pasien
 Dapat  Menahan diri dan berdebat atau
mengidentifikasi tawar-menawar mengenai batas yang
faktor yang ditetapkan dengan pasien
menyebabkan  Menetapkan rutinitas
perilaku kekerasan  Menetapkan pergeseran-pergeseran
 Dapat ke konsistensi dalam Iingkungan dan
mengidentifikasi rutinitas perawatan
cara alternative  Menggunakan pengulangan secara
untuk mengatasi konsisten dapat dari rutinitas
masalah kesehatan sebagai cara menetapkan
 Dapat mereka
mengidentifikasi  Menghindari gangguan peningkatan
system pendukung aktivitas fisik, yang sesuai
dikomunitas  Membatasi jumlah perawat
 Tidak menganiaya memanfaatkan suara, berbicara
orang lain secara lembut rendah
fisik, emosi atau  Menghindari kesendirian pasien
seksual mengarahkan perhatian dari sumber
 Dapat menahan diri agitasi
dari menghancurkan  Menghindari memproyeksikan
barang-barang milik gambar mengancam
orang lain  Menghindari berdebat dengan pasien
 Dapat  Mengabaikan perilaku yang tidak
mengidentifikasi pantas
kapan marah,  Mencegah perilaku agresif-pasif
prustasi atau merasa  Pujian upaya pengendalian diri
agresif  Mengobati seperlunya
 Menerapkan pergelangan tangan /
kaki / hambatan dada, yang
diperlukan

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Perilaku bunuh diri adalah suatu usaha seseorang untuk mengakhiri hidupnya
dengan cara sukarela atau sengaja dengan tanda gejala salah satunya adalah mempunyai
ide untuk bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan dll. Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : bunuh
diri egoistic (faktor dalam diri seseorang), bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang),
bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan). Tindak keperawatan yang dilakukan
tergantung dengan fase risiko bunuh diri. Pada fase isyarat tindakan keperawatannya adalah
pemikiran atau kemampuan positif, sedangkan pada fase ancaman dan percobaan bunuh diri
tindakan keperawatannya adalah menenangkan dan melindungi pasien.
B. SARAN
Dari pembahasan makalah diatas sudah dijelaskan penyebab dan factor yang
mempengaruhi perilaku bunuh diri. Oleh karena itu, penulis menyarankan bahwa siapapun yang
melihat atau mendengar tanda gejala tersebut dapat bertindak sesuai aturan sehingga pasien
tidak melakukan tindak bunuh diri tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1 Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
2 Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
3 Berman. 2010. Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri. Jakarta: EGC.
4 Jenny., dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
5 Sujono & Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
6 Dalami , ermawati, S.Kp., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
7 Nurarif, A. H. dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
8 Swanson, Elizabeth, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian
Edition. Singapura: Esevier.
9 TIM POKJA PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
10 Wagner, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification ( NIC ) Edisi Bahasa Indonesia.
Singapura: Elsevier.
11 Yusuf, Ah., Fitryasari PK, Fitri., Nihayati E, Hanik. 2015. Buku Ajar Kesehatan Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika.
12 Stuart, G. W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai