Anda di halaman 1dari 14

http://annasudariana.blogspot.com/2013/10/fisiologi-postpartum.html .

   Sistem Reproduksi

1.      Uterus

Ø  Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut
involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini
besar uterus kira-kira sama iengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira
sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kmang lebih 1 cm di atas umbilikus.
Dalam reberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun
kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan
berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada
abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 g (1 lb) 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g (11 sampai
12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul
sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50 sampai 60 g.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan
masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia,
peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada
masa pascapartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar
setelah hamil.
Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil.
Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.

Ø  Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara ber-makna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramio-
metrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pemben-tukan bekuan. Hormon oksigen yang
dilepas dan kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum
intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali
untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin
(Pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
Ø  Tempat Plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyem-
buhan yang unik ini memampukan endometriummenjalankan siklusnya seperti biasa dan
memungkin-kan implantasi dan plasentasi untuk kehamilari di masa yang akan datang.
Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada
bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam
minggu setelah melahirkan.
Ø  Lokia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia, mula-mula
berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang
keluar uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksima! keluar selama menstruasi. Setelah
waktu terserbut aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung dan debris   desidua   serta   debris   trofoblastik.
menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia
serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari
setelah bayi, lahir warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba) mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua
sampai enam minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian   jumlah   aliran   lokia   berdasarkanobservasi tampon perineum sulit
dilakukan. Jacobson(1985) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan   kehilangan  
darah   pascapartum   secarasubjektif dengan  mengkaji jumlah  cairan  yangmenodai tampon
perineum. Caramengukur lokia yang obyektif ialah dengan menimbang tampon perineum
sebelum dipakai dan setelahdi lepas. Setiap peningkatan berat sebesar satu gramsetara dengan
sekitar satu mililiter darah. Seluruhperkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu
tidak    dipertimbangkan.    Seorang   wanita   yangmengganti satu tampon perineum dalam
waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darahdaripada wanita yang
mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin,tanpa memandang cara pemberiannya,
lokia yangmengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang.Setelah operasi sesaria, jumlah
lokia yang keluarbiasanva lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat jika klien
melakukan ambulasi dan menyusui.Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun
waktuyang lama, wanita dapat mengeluarkan semburandari saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak
sama denganperdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pascapartum menunjukkan perdarahan
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya
perdarahan ulang setelah hari ke 10 pascapartum menandakan adanya perdarahan padabekas
tempat plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan
mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang
berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri
tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai
bau cairan menstruasi; bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum adalah lokia.
Sumber umum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan
bukan lokia.
2.      Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapanbelas (18) jam
pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke
vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil-kondisi yang optimal untuk
perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdila-tasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup
secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari
ke-4 sampai ke-6 pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan
pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti
sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti
mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mukus dan mukosa.
Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali
keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum; serviks hanya
kembali pada keadaan tidak-hamil yang berupa lubang yang sudah sembuh, tertutup tapi
berbentuk celah. Dengan demikian, os servisis wanita yang sudah pernah melahirkan
merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran bayi lewat vagina.

3.      Vulva dan vagina


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ
ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak-hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
Himen mengalami ruptur pada saat melahirkan bayi per vaginam dan yang ter-sisa
hanya sisa-sisa kulit yang disebut karunkulae mirtiformis.
Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah wanita tersebut melahirkan
anak.
4.      Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang
oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelum melahirkan (nulipara.)

Relaksasi dasar panggul dan otot-otot abdomen juga dapat bertahan.

5.      Topangan Otot Panggul


Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan
masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang
terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan untuk
kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan
melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus, dinding
vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi
pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat
akibat melahirkan
B.     Sistem Endokrin
1.      Hormon plasenta
Selama  periode  pascapartum,  terjadi  perubahan hormon yang besar. Pengeluaran
plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon  vane diproduksi oleh organ
tersebut. Penurunan hormon human placental lactogen (hPL), estrogen, dan kortissol,serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga   kadar gula
darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium Ibu diabetik biasanya
membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari Karena
perubahan hormon normal ini membuat masa puerperium menjadi suatu periode transisi
untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.
Kadar estrogen dan progesteron menurun secaramencolok setelah plasenta keluar,
kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar estrogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkar dan lebih tinggi daripada wanita yang
menvusui pada pascapartum hari ke-17 (Bowes, 1991).
2.      Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu dimulainya  ovulasi  dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadarprolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimuli
-FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Bowes, 1991)
Kadar   prolaktin   meningkat   secara   progresif  sepanjang masa hamil. Pada wanita
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan
(Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap
kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang    diberikan.    Perbedaan    individual   
dalamkekuatan   mengisap    kemungkinan   juga    mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini
memperjelas bukti bahwa menyusui bukanlah bentuk KB  (Kelurga Berencana) yang baik.
Setelah melahirkan, wanita tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktif  mencapai
rentang sebelum hamil dalam dua minggu.
Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini yakni dalam 27 hari setelah
melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari.  Pada wanita menyusui, waktu rata-
rata terjadinya ovulasi sekitar 190  hari  (Bowes,   1991).   Di  antara  wanita yang menyusui,
15% mengalami menstruasi dalam enam ninggu dan 45% dalam 12 minggu. Di antara wanita
yang tidak menyusui, 40% mengalami menstruasi dalam enam minggu, 65% dalam 12
minggu, dan 90% dalam 24 minggu. Pada wanita menyusui, 80% siklus menstruasi pertama
tidak mengandung ovum (anovulatory). Pada wanita tidak menyusui, 50% siklus pertama
tidak mengandung ovum (Scott, dkk; 1990).
Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak daripada
normal. Dalam tiga sampai empat siklus, jumlah cairan menstruasi wanita kembali seperti
sebelum hamil.
C.    Abdomen
Apabila wanita  berdiri  di  hari  pertama  setelahmelahirkan, abdomennya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.Dalam dua minggu
setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar enam minggu
untuk dinding abdomen kembali ke keadaansebelum hamil. Kulit memperoleh kembali
elastisitasnya tetapi sejumlah kecil stria menetap. Pengembalian tonus otot bergantung
kepada kondisi tonussebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan jumlahdan jaringan lemak.
Pada keadaan tertentu, dengan atautanpa ketegangan yang berlebihan, seperti bayi besar atau
hamil  kembar,   otot-otot  dinding  abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis
rekti abdominis. Apabila menetap, defek ini dapat dirasa mengganggu pada wanita, tetapi
penanganan melalui upaya bedah jarang dibutuhkan. Seiring perjalanan waktu, defek tersebut
menjadi kurang terlihat.
D.    Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua
sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk; 1993). Pada sebagian kecil wanita,
dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
1.      Komponen urin

Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada
ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat
selama masa pascapartum, merupa kan akibat otolisis uterus yang berinvolusi Pemecahan
kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama
satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita.
Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah
suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
2.      Diuresis pascapartum

Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai mem-buang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengu-rangi cairan yang
teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama dua
sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh
penu-runan kadar estrogen, hilangnya peningkatan te-kanan vena pada tungkai bawah, dan
hilangnya penmgkatan volume darah akibat kehamilan, meru-pakan mekanisme lain tubuh
untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan
metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolism of pregnancy).
3.      Uretra dan kandung kemih

Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni
sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan
edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil hemoragi. Pengambilan urine dengan cara
bersih atau melalui kateter sering menun-jukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra
dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah
bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk ber-kemih menurun.
Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang hmbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi
vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,
seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung
kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan per-darahan
berlebih karena keadaan ini bisa meng-hambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa
pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan mi dapat menyebabkan kandung kemih
lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal (Cunningham,
dkk, 1993)..Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama,
dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih
kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
E.     Sistem Pencernaan

1.      Nafsu makan


Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi
makanan ringan! Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anes-tesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari
jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering sering ditemukan.
2.      Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal
3.      Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan mi bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi
karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi laserasi, atau hemoroid.
Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal
F.     Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkem-bangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotisol, dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk
kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
1.      Ibu tidak menyusui
Payudara biasanya teraba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular).
Nodularitasnya bersifat bilateral dan difus.
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat
antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum
menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Pada jaringan payudara
beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya
nyeri seiring dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga atau keempat pascapartum bisa
terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Distensi
payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan
akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan dari puting. Jaringan payudara di
aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara atau puting tambahan juga bisa terlibat.
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang
dalam 24 sampai 36 jam. Apabila bayi belum mengisap (atau dihentikan), laktasi ber-henti
dalam beberapa hari sampai satu minggu.
2.      Ibu yang menyusui
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi
berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu
cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai,
payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48
jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu.
Puting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inversi, dan
untuk menemukan apakah ada fisura atau keretakan.
G.    Sistem Kardiovaskuler
1.      Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah
selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah
menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40%
lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan
darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah sewaktu melahirkan
bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini pada saat operasi sesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan
cepat. Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini
berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang
melindungi wanita: (1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh
darah maternal 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang
menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air ekstra-vaskular yang
disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok hipovolemik biasanya tidak terjadi pada
kehilangan darah normal.
2.      Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi
selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-
tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau semua
pema-kaian konduksi anestesia (Bowes, 1991). Data mengenai kembalinya hemodinamika
jantung secara pasti ke kadar normal tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung normal
ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan
(Bowes, 1991).
3.      Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat
timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991)
(Tabel 16-2). Fungsi pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan
keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun, aksis jantung
kembali normal dan impuls titik maksimum (point of maximum impulse [PM/jj dan EKG
kembali normal.
Tabel. Tanda Vital Setelah Melahirkan
Temuan Normal Deviasi dari Nilai dan Penyebab yang
Mungkin
1.      TEMPERATUR Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan,
Selama 24 jam pertama dapat meningkat jika suhutubuh ibu meningkat sampai 38°C
sampai 38 derajat Celsius sebagai akibat (100,4°F) setelah 24 jam pertama setelah
efek dehidrasi persalinan. Setelah 24 jam bayi lahir dan terjadi lagi atau menetap
wanita harus tidak demam. selama dua hari. Kemungkinan lain ialah
mastitis, endometritis, infeksi saluran
kemih, dan infeksi sistemik.
Frekuensi denyut nadi yang cepat atau
2.      DENYUT NADI semakin meningkat dapat menunjukkan
Denyut nadi dan volume sekuncup serta hipovolemia akibat perdarahan.
curah jantung tetap tinggi selama jam
pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai
menurun dengan frekuensi yang tidak
diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10
setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke Hipoventilasi bisa terjadi setelah blok
frekuensi sebelum hamil. subaraknoid tinggi yang tidak lazim.
3.      PERNAPASAN
Pernapasan harus berada dalam rentang
normal sebelum melahirkan Tekanan darah yang rendah atau menurun
4.      TEKANAN  DARAH bisa menunjukkan hipovolemia akibat
Tekanan darah sedikit berubah atau perdarahan. Akan tetapi, ini merupakan
menetap. Hipotensi ortostatik, yang tanda yang lambat munculnya. Gejala lain
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan perdarahan biasanya membuat staf
ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat waspada. Tekanan darah yang semakin
timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini meningkat bisa disebabkan pemakaian
merupakan akibat pembengkakan limpa vasopresor atau bbat oksitoksik secara
yang terjadi setelah wanita melahirkan berlebihan. Karena hipertensi akibat
kehamilan (PIH) dapat menetap atau timbul
pertama kali pada pascapartum, evaluasi
rutin tekanan darah perlu dilakukan.  
Apabila wanita mengeluh nyeri kepala,
penyebab hipertensi harus disingkirkan  
sebelum wanita diberi analgesia. Apabila
tekanan darah meningkat, wanita
dianjurkan untuk tetap di tempat tidur dan
dokter diberi tahu.

4.      Komponen darah

Ø  Hematokrit dan hemoglobin


Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah
dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum.
Tidak ada SDM yang rusak selama masa pascapartum, tetapi semua kelebihan SDM akan
menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut. Waktu yang pasti kapan volume
SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas
normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan (Bowes, 1991).

Ø  Hitung sel darah putih


Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10 sampai
12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan
hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan
leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan
dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.

Ø  Faktor koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan
tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan
pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan risiko trom-boembolisme,
terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga
meningkatselama beberapa hari pertama setelah bayi lahir (Bowes, 1991). Faktor I, II, VIII,
IX, dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil. Produk
pemecahan fibrin, yang kemungkinan dilepaskan dari bekas tempat plasenta juga dapat
ditemukan dalam darah maternal.
5.      Varises 
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi
lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati
total diharapkan terjadi setelah melahirkan.

H.    Sistem Neurologi


Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan
melahirkan.

Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah
wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui diuresis setelah bayi lahir
menghilangkan sindrom carpal tunnel dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal
dan kesemutan (tingling) periodik pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya hilang
setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat dan memindah-kan bayi memperburuk keadaan.
Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pascapartum bisa
disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan (PIH), stres, dan
kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selama jarum epidural
diletakkan di tulang punggung untuk anestesia. Lama nyeri kepala bervariasi dari satu sampai
tiga hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektivitas pengobatan.

I.       Sistem Muskuloskeletal


Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan
tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita
tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Wanita yang baru menjadi ibu akan
memerlukan sepatu yang ukuran-nya lebih besar
J.      Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang  saat   kehamilan 
berakhir. Hiperpig mentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi
lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang
meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak hilang
seluruhnya.
Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis
biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi menetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang
setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya akan
menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil.
Diaforesis  ialah perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem integumen
K.    Perubahan Psikologis
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu yang
berada dalam masa nifas menjadi sen-sitifterhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal
mampu diatasinya. Di samping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras
oleh tuntutan kehamil-an serta persalinan, keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing
baginya dan oleh kecemasannya akan bayi, suami atau anak-anaknya yang lain. Tubuhnya
mungkin pula tidak memberikan respon yang baik terhadap obat-obat yang asing baginya
seperti preparat analgesik narkotik yang diberikan pada persalinan.
Depresi ringan, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah '4th day blues
(kemurungan hari keempat),' sering terjadi dan.banyak ibu yang baru pertama kali
mempunyai anak mendapatkan dirinya menangis, paling tidak satu kali, hanya kare-na
masalah yang sering sepele. Sebagian ibu merasa tidak berdaya dalam waktu yang singkat,
namun perasaan ini umumnya akan menghilang setelah kepercayaan pada diri mereka dan
bayinya tumbuh. Apabila depresi atau insomnia bertahan lebih dari 1 atau 2 hari, pasien harus
dirujuk ke bagian psikiatri untuk menyingkirkan kemungkinan psikosis nifas.

Anda mungkin juga menyukai