PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Untuk mengetahui Kekuatan pendengaran dengan melakukan pengkuran
menggunakan audiometri
BAB II
DASAR TEORI
A. Audiometri
Audiometri merupakan sebuah kata yang berasal dari kata audir dan metrios di mana
audir sendiri memiliki makna mendengar sedangkan metrios berarti mengukur. Kalau
digabungkan, maka hal ini disebut juga dengan proses uji pendengaran. Penggunaan
audiometri tak hanya untuk mengukur seberapa tajam pendengaran seseorang memakai
audiometer, tapi tujuan penggunaan juga sebagai penentu lokalisasi rusaknya anatomis
yang menyebabkan pendengaran terganggu (Tjan, Lintong and Supit, 2013).
Pada orang yang tidak mengerti perintah akan kebingungan sehingga hasilnya kurang
baik. Pemeriksaan audiometri ini penting untuk mengetahui penurunan ambang
pendengaran karena biasanya orang tidak akan mengeluh sampai ambang
pendengarannya menurun drastis. Bagi orang-orang yang bekerja pada daerah dengan
tingkat kebisingan tinggi sebaiknya periksa audiometri secara rutin, dan perusahaan yang
mempekerjakan orang pada tingkat kebisingan yang tinggi juga wajib memberikan
pemeriksaan audiometri pada karyawannya, karena penurunan ambang pendengaran
pekerja semacam ini termasuk dalam penyakit akibat kerja.Ada sejumlah indikasi
pemeriksaan yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orang-orang. Audiometri perlu
ditempuh ketika:
Riwayat trauma.
Terjadi penurunan kualitas pendengaran.
Telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini juga diketahui dengan
istilah tinitus.
Gangguan keseimbangan.
Riwayat kesehatan keluarga di mana mungkin ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan pendengaran.
Riwayat penggunaan obat-obatan jenis ototoksik.
Riwayat terlalu sering terpajan kebisingan (kemungkinan faktor tempat kerja).
Riwayat keluarnya cairan dari telinga atau telinga berair.
Telinga terasa penuh.
Sebenarnya ada 2 macam audiometri yakni audiometri nada murni(pure tone) dan
audiometri tutur. Audiometri nada murni hanya menggunakan nada yang telah direkam dalam
alat, sedangkan audiometri tutur dengan menggunakan suara tutur kata-kata yang telah
ditentukan. Saat ini audiometri nada murni yang paling banyak dikerjakan diberbagai tempat
karena lebih mudah dan objektif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien masuk di
dalam ruang kedap suara dan mengenakan headset khusus, kemudian diminta menekan
tombol jika mendengar suara. Pada beberapa alat audiometri terbaru yang portable tidak
memerlukan ruang kedap suara headsetnya sudah cukup untuk menahan suara dari luar
(Rahayu and Pawenang, 2016)
Hasil dari alat audiometri akan muncul berupa kertas dengan grafik yang disebut
audiogram. dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi pendengaran masih
baik atau sudah berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram berbentuk seperti berikut:
Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk grafik.
Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Jika anda bayangkan
sebuah piano atau alat musik lain, tuts untuk nada terendah adalah suara dengan frekuensi
terendah. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang diperdengarkan dengan satuan desibel.
Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai desibelnya. Sehingga jika suara-suara disekitar
kita dimasukkan ke dalam audiogram kurang lebih seperti ini:
Gambar di atas menunjukkan beberapa hal yang dapat menimbulkan suara dengan
frekuensi dan kekuatan tertentu. Misal kicauan burung frekuensinya tinggi dengan kekuatan
rendah, suara pesawat frekuensi tinggi dengan kekuatan yang sangat kuat. Pada hasil
audiogram setiap kali orang yang diperiksa menekan tombol saat mendengar frekuensi
tertentu akan muncul titik-titik di dalam audiogram yang nantinya akan menjadi garis batas
ambang pendengaran. Orang tersebut hanya dapat mendengar suara dengan kekuatan desibel
lebih besar dari garis tersebut. Pada gambar sebelah kiri dibawah, area putih adalah area yang
tidak bisa didengar orang tersebut, sedangkan area berwarna kuning adalah area suara yang
dapat didengar orang tersebut. Sehingga jika kita bandingkan orang tersebut tidak akan bisa
mendengar suara burung, tetapi masih bisa mendengar ucapan orang atau suara-suara yang
lebih keras.
Namun, dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu, terdapat
berbagai hal yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis objektif. Sebelum
masuk dalam pembacaan audiogram secara medis, mari kita simak terlebih dahulu simbol-
simbol dan istilah yang akan muncul dalam audiogram ini.
Hertz
Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audigram biasanya berkisar antara
250 Hz - 8000Hz
Desibel(dB HL)
Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan(intensitas) suara. Pada
audiogram biasanya berkisar antara 0-110 dB HL
Warna Merah Dan Biru
jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya berwarna biru,
sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis berwarna merah.
O Dan X
Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara(air conduction/AC), o untuk
telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.
< AND >
Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction/BC), <untuk
telinga kanan dan >untuk telinga kiri
AC
Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara
BC
Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan
bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga.
Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih detail
terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implan, dsb. Setelah mengerti
simbol-simbol tersebut sekarang kita bisa membaca sebuah audiogram dengan beberapa
aturan:
1. Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan
pendengaran menurut ISO ( Internasional Standart Organisasition ) dan ASA ( American
Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB – 25 dB : Normal
b. 26 dB – 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB – 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB – 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB – 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Karena ada beberapa pemeriksaan di beberapa frekuensi mungkin kita bingung
menggunakan yang mana sebagai penentu. Untuk menghitung ambang dengar kita gunakan
hasil intensitas suara pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz, ketiganya dijumlahkan
kemudian dibagi tiga. Rata-rata itulah yang menjadi ambang dengar pendengaran pasien.
Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB.
2 Asyifa Adwibaraski
Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
3. Cecilia Novena
Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
4. Maharani
Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil. Hanya saja telinga kanan pada frekuensi 250
Hz mencapai angka 30dB, namun masih kategori ringan.
5. Moudy Bella Ariska
Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kekuatan pendengaran dengan melakukan pengkuran menggunakan
audiometri dari kelima orang, masih kategori normal dan masih memenuhi baku mutu
ketetapan ISO dan ASA tentang pendnegaran. Jadi audiometri sangat berguna untuk
mengetahui tingkat intensitas pendengaran seseorang jika mengalamai terjadi
penurunan kualitas pendengaran, telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini
juga diketahui dengan istilah tinnitus, gangguan keseimbangan atau ada yang tidak
nayaman di telinga bisa melakukan pengecekan audiometri untuk mengetahui langkah
dan solusi yang harus di lakukan terhadap hasil dari pengecekan audiometri.
DAFTAR PUSTAKA
http://drwaluyo-nidabiomedika.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html
https://publichealthnote.blogspot.com/2012/05/audiometri.html
http://www.audiologyawareness.com/hearinfo_audiogramread.asp
http://www.medel.com/id/audiogram/
Rahayu, P. and Pawenang, E. T. (2016) ‘Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pendengaran Pada Pekerja Yang Terpapar Bising Di Unit Spinning I Pt. Sinar Pantja
Djaja Semarang’, Unnes Journal of Public Health.
Tjan, H., Lintong, F. and Supit, W. (2013) ‘Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di Kecamatan
Sario’, Jurnal e-Biomedik.
TUGAS DAN LAPORAN PRAKTIKUM
KELELAHAN KERJA
Pelaksanaan
Hari, tanggal : Jumat, 15 November 2019
Lokasi : Laboratorium Hyperkes Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
Materi Praktikum : Pengukuran Kelelahan Kerja
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran indikator kelelahan kerja.
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan tingkat kelelahan kerja.
B. Dasar Teori
Kelelahan adalah gejala yang ditandai oleh penurunan kinerja otot, perasaan lelah, dan
penurunan kesiagaan. Kelelahan kerja dalam suatu industri perubahan fisiologis dalam tubuh
(syaraf dan otot tidak berfungsi dengan baik, atau tidak secepat pada keadaan normal yang
disebabkan oleh perubahan kimiawi setelah bekerja), dan menurunnya kapasitas kerja.
C. Alat
1. Reaction Timer
2. Daya listrik
3. Tabel interpretasi tingkat kelelahan kerja
D. Prosedur Kerja
1. Mempersiapkan dan erangkai alat Reaction Timer.
2. Menghidupkan power supply (ON).
3. Menekan tombol Menu, maka dilayar display akan muncul/memilih Mode.
4. Memilih tombol Mode yang dikehendaki dengan menekan tombol Up/Down. Menekan
tombol Down hingga pada display muncul Mode 1.
5. Menekan tombol Menu untuk keluar dari menu Mode.
6. Menekan tombol menu sekali lagi untuk masuk menu Time, tujuannya untuk memilih waktu
pengukuran (1, 2, atau 3 menit) menggunakan tombol Up/Down.
7. Setelah setting selesai, kemudian menekan tombol Menu hingga layar display muncul R-20.
8. Menekan tombol enter, maka waktu efektif pengukuran dimulai (berlangsung/beroperasi).
Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol sesuai warna yang muncul. Warna yang
muncul adalah warna merah, kuning, hijau, dan biru.
9. Membaca memori pengukuran, dengan cara :
a. Menekan tombol Menu hingga pada display muncul Read.
b. Menekan tombol Up/Down untuk membaca isi memori.
c. Menekan tombol Down hingga pada display muncul angka 01 kemudian tmenekan
tombol Enter.
d. Menekan tombol Up kemudian Enter hingga muncul angka status kelelahan.
e. Menekan tombol menu untuk mengakhirinya.
10. Menghapus memori pengukuran, dengan cara :
a. Menekan tombol Menu hingga pada display muncul Eras.
b. Menekan tombol Enter untuk menghapus memori sehingga tampilan pada
layar display menjadi 000.
c. Menekan tombol Menu untuk mengakhiri program.
11. Menginterpretasikan hasil pengukuran kelelahan kerja dengan tingkat kelelahan kerja.
E. Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran kelelahan kerja dengan lama/waktu pengukuran selama 3 menit adalah
sebagai berikut :
No. Nama Hasil Pengukuran Tingkat Kelelehan
1. Nadya Husna 133 Normal
2. Cecilia Novena 123 Normal
3. Asyifa Adwibaraski 122 Sedang
4. Maharani 129 Normal
5. Moudy Bella Ariska 121 Normal
G. Kesimpulan
Pengukuran kelelahan kerja dilakukan terhadap 5 mahasiswa dengan hasil
pengukuran kelelahan kerja terhadap Nadya Husna menunjukkan nilai 133 dengan
interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat kelelahan Cecilia Novena menunjukkan nilai 123
dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat keleahan Asyifa Adwibaraski
menunjukkan nilai 122 dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat kelelahan
Maharani menunjukkan nilai 129 dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat
kelelahan Moudy Bella Ariska menunjukkan nilai 121 dengan interpretasi kelelehan kerja
normal.
Secara keseluruhan, hasil pengukuran terhadap ke-5 mahasiswa tersebut
menunjukkan tingkat kelelahan kerja yang masih normal dan tidak mengalami kelelahan
kerja yang berat.
TUGAS DAN LAPORAN PRAKTIKUM
ANTROPOMETRI
A. Pelaksanaan
B.Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menggunakan alat ukur antropometri.
D. Dasar Teori
1.Antropometri
Antropometri berasal dari kata latin yaitu anthtopos yang berarti manusia dan
metron yang berarti pengukuran, dengan demikian antropometri mempunyai arti
sebagai pengukuran tubuh manusia (Bridger, 1995). Berikut adalah beberapa definisi
antropometri dari berbagai sumber:
a) Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan
dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto, 1996).
b) Antropometri terutama berkaitan dengan dimensi stasiun kerja dan pengaturan
alat, peralatan, serta material (Pulat, 1997).
c) Antropometri tidak hanya fokus pada kesesuaian ketinggian tempat kerja, tetapi
juga bagaimana operator dapat dengan mudah mengakses kontrol dan perangkat
input (Helander, 2006).
d) Antropometri merupakan studi dan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wickens
et al., 1998).
Ada 3 filosofi dasar untuk desain yang digunakan oleh ahli-ahli ergonomi
sebagai data antropometri untuk diaplikasikan (Niebel & Freivalds, 2002).
a) Desain untuk ekstrim, yang berarti bahwa untuk desain tempat atau lingkungan
kerja tertentu seharusnya menggunakan data antropometri individu ekstrim.
Contoh: penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.
a) Usia
Ukuran tubuh manusia (stature) akan berkembang dari saat lahir sampai kira-kira
berumur 20-25 tahun (Roche & Davila, 1972; VanCott & Kinkade, 1972) dan
mulai menurun setelah usia 35-40 tahun. Bahkan, untuk wanita kemungkinan
penyusutannya lebih besar. Sementara untuk berat dan circumference chest akan
berkembang sampai usia 60 tahun.
b) Jenis Kelamin
Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali dada dan
pinggul.
c) Suku Bangsa (Etnis) dan Ras
Ukuran tubuh dan proporsi manusia yang berbeda etnis dan ras mempunyai
perbedaan yang signifikan. Orang kulit hitam cenderung mempunyai lengan dan
kaki yang lebih panjang dibandingkan orang kulit putih.
d) Pekerjaan
Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda pula dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Artinya, dimensi orang pun akan
berbeda dalam satu tempat dengan tempat yang lain.
c) Kehamilan (pregnancy)
Kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran dimensi tubuh
(untuk perempuan) dan tentu saja memerlukan perhatian khusus terhadap
produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti itu.
Untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan
dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka gambar berikut
akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu
diukur.
Gambar 1. Pengukuran Antropometri Anggota Tubuh Keterangan:
(1) Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala).
(2) Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
(4) Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
(5) Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukan).
(6) Tinggi tubuh dalam posisi duduk (dukur dari atas tempat duduk/pantat sampai
dengan kepala).
(7) Tinggi mata dalam posisi duduk.
(11) Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.
(12) Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut
atau betis.
(13) Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
(14) Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha.
(15) Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).
(19) Panjang siku yang diukur dari siku smpai dengan ujung jari–jari dalam posisi
siku tegak lurus.
(20) Lebar kepala.
(21) Panjang tangan diukur dari pergelangan tangan sampai dengan ujung jari.
(22) Lebar telapak tangan.
(23) Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar–lebar kesamping kiri–kanan
(tidak ditunjukan dalam gambar).
(24) Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal).
(25) Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no 24
tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukan dalam gambar).
(26) Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai
ujung jari tangan.
e) Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan
persentil yang akan dipakai.
f) Penyiapan alat ukur yang akan dipakai.
g) Pengambilan data.
h) Pengolahan data
(1)Kecukupan Data
Untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran dengan tingkat kepercayaan dan
tingkat ketelitian tertentu jumlahnya telah memenuhi atau tidak maka dilakukan
ujji kecukupan data. Untuk menetapkan berapa jumlah observasi yang
seharusnya dibuat (N’), terlebih dahulu harus ditetapkan tingkat kepercayaan
(convidence level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran
rancangan. Berikut adalah rumus dari uji kecukupan data :
Mean (x) adalah nilai rata-rata yang dihitung dari sekelompok data tertentu.
Rumus mean dinyatakan sebagai berikut:
∑xi x̅ =
n
Keterangan:
Standar Deviasi (σ) adalah simpangan yang dibakukan dari data yang
dihitung. Rumus standar deviasi dinyatakan sebagai berikut:
c) Perhitungan Persentil
e) Sandaran tangan tidak dapat diukur karena tidak terdapat sandaran tangan
pada kursi yang diamati.
f) Sudut alas duduk.
3. Pengukuran meja
a) Tinggi meja Tinggi meja diukur dari atas lantai sampai permukaan atas meja
sebagai sandaran tangan menggunakan pita meter.
b) Lebar meja diukur dari probandus kearah depan menggunakan pita meter.
c) Panjang meja diukur dari ujung kiri tepi meja sampai ujung kanan tepi meja
menggunakan pita meter.
d) Tebal meja diukur dari permukaan bawah meja sampai permukaan atas meja
menggunakan jangka sorong (sliding caliper).
F. Hasil Praktikum dan Perhitungan
1 Meja :
2 Kursi :
Sandaran pinggang 41
Usia : 21 tahun
1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 150 cm
Tinggi Siku 92 cm
Lebar Paha 45 cm
Panjang Lengan 68 cm
2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 14 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 80,5 cm
b) Nama : Farida
Usia : 42 tahun
1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 157 cm
Tinggi Siku 98 cm
Lebar Paha 48 cm
Panjang Lengan 78 cm
2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 62cm
Diameter Kepala 15,5 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 96,3 cm
Usia : 38 tahun
Lebar Paha 39 cm
Panjang Lengan 64 cm
2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 14,5 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 80,3 cm
Usia : 50 tahun
1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 167 cm
Lebar Paha 40 cm
Panjang Lengan 59 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 89,8 cm
e) Nama : Rifa
Usia : 33 tahun
1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 153,2 cm
Lebar Paha 47 cm
Panjang Lengan 67 cm
2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 56,5 cm
Diameter Kepala 14 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 82,9 cm
Usia : 23 tahun
1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 163,8 cm
Lebar Paha 37 cm
2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 15,5 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 84,2 cm
g) Nama : Sumiyati
Usia : 39 tahun
Lebar Paha 51 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 83,7 cm
3) Posisi Duduk
Keterangan X SD 5% 95%
Tinggi Duduk 85,52 2,41 79,92 85,67
Tinggi Siku Duduk 24,07 2,17 21,58 26,76
Tinggi Pinggul Duduk 17,42 1,38 16,4 19,52
Tinggi Lutut Duduk 46,37 2,08 44 49,15
Panjang Tungkai Atas 53,28 3,80 48,25 57,95
Panjang Tungkai Bawah 41,68 1,88 39,3 44,07
Tinggi Badan Duduk 125,87 3,68 122,42 131,27
G. Pembahasan
Usulan : -
Hasil : sudah sesuai dengan panjang lengan probandus, dimana ratarata panjang
lengan probandus adalah 65,7 cm. Hal tersebut dikarenakan panjang meja
sudah melebihi panjang lengan probandus, Sehingga probandus tidak perlu
melakukan gerakan paksa untuk menjangkau sesuatu di area kerja.
b. Lebar Meja
Usulan : -
Hasil : sudah sesuai dengan ukuran panjang lengan rata-rata probandus yaitu
65,7 cm.
c. Tinggi Meja
Usulan : 101 cm
Hasil : belum sesuai karena tinggi meja melebihi tinggi siku duduk, dimana tinggi
siku duduk persentil 5% yaitu 21,58 cm dan tinggi meja dalah 71,8 cm
sehingga probandus dengan ukuran tubuh kecil membutuhkan usaha lebih
untuk menyandarkan tangan ke meja.
d. Tebal Meja
Usulan : -
Hasil : sudah sesuai dengan ukuran antropometri probandus dimana saat probandus
duduk baik dengan menyandarkan kaki maupun tidak, lutut probandus tidak
bersinggungan dengan meja bagian bawah. Karena tinggi lutut duduk
individu tertinggi adalah 49,9 cm; tinggi sandaran kaki yang diukur adalah
16,7 cm, sedangkan tinggi meja 71,8 cm dengan tebal meja 1,4 cm. Serta
bahannya juga terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.
2. Kesesuaian Kursi
Kriteria:
Tinggi tempat duduk dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas
duduk.
Kriteria : harus lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai dengan
telapak kaki.
Usulan : 39-45 cm.
Hasil : belum sesuai, karena tinggi tempat duduk hasil pengukuran
Adalah 51 cm, sedangkan panjang tungkai bawah persentil 5% probandus
adalah 39,3 cm. Hal ini dikarenakan kesalahan dan ketidaktelitian
praktikan dalam melakukan pengukuran.
b. Lebar Alas Duduk
Usulan :-
H. Simpulan
1. Dari hasil pengukuran dimensi ukuran tubuh semua anggota kelompok, didapatkan
bahwa tidak semua ukuran dari bagian-bagian meja dan kursi yang sesuai dengan
dimensi ukuran tubuh anggota kelompok.
a) Panjang meja 164,7 cm, sudah sesuai.
a) Saat pengukuran praktikan diharapkan serius dan teliti agar tidak terjadi
kesalahan pada pengukuran.
b) Praktikan harus memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.
Agung K, Dianasa A.S. Desember 2011. “Perancangan Meja dan Kursi Kerja yang
Ergonomis pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan
Produktivitas”. No.2. pp :79-80. Yogyakarta
Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Teknik
Industri-ITS.
Suma’mur. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto.
LAMPIRAN