Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di


lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah satuan gelombang,
dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut gelombang
suara.Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan
nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin
besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi
nada.
Namun nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya
dipahami selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang
pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.
Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang
bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak
berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari
gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran
harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas.
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan
seseorang mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking
(penyamaran). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau
absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya teransang
oleh ransangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain berkaitan dengan
nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, Efek penyamaran suara
lata akan meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang tertentu dan dapat
diukir dengan audiometri.
Audiometri adalah suatu metode pemeriksaan fungsi pendengaran dengan
menggunakan suatu alat yang dapat menghasilkan suara dengan berbagai frekuensi
dan kekuatan.Pemeriksaan ini kurang akurat jika digunakan pada seorang anak atau
orang yang tidak mengerti perintah, karena penggunaan alat ini mengharuskan pasien
untuk mengerti perintah saat mendengar suara. Pendengaran yang baik di pengaruhi
oleh rutinitas suara yang masuk ke dalam telinga secara terus menerus sehingga
rentan terjadi kurang pendengaran jadi perlu di lakukan pengukuruan Audiometri.

B. TUJUAN
Untuk mengetahui Kekuatan pendengaran dengan melakukan pengkuran
menggunakan audiometri
BAB II
DASAR TEORI

A. Audiometri
Audiometri merupakan sebuah kata yang berasal dari kata audir dan metrios di mana
audir sendiri memiliki makna mendengar sedangkan metrios berarti mengukur. Kalau
digabungkan, maka hal ini disebut juga dengan proses uji pendengaran. Penggunaan
audiometri tak hanya untuk mengukur seberapa tajam pendengaran seseorang memakai
audiometer, tapi tujuan penggunaan juga sebagai penentu lokalisasi rusaknya anatomis
yang menyebabkan pendengaran terganggu (Tjan, Lintong and Supit, 2013).
Pada orang yang tidak mengerti perintah akan kebingungan sehingga hasilnya kurang
baik. Pemeriksaan audiometri ini penting untuk mengetahui penurunan ambang
pendengaran karena biasanya orang tidak akan mengeluh sampai ambang
pendengarannya menurun drastis. Bagi orang-orang yang bekerja pada daerah dengan
tingkat kebisingan tinggi sebaiknya periksa audiometri secara rutin, dan perusahaan yang
mempekerjakan orang pada tingkat kebisingan yang tinggi juga wajib memberikan
pemeriksaan audiometri pada karyawannya, karena penurunan ambang pendengaran
pekerja semacam ini termasuk dalam penyakit akibat kerja.Ada sejumlah indikasi
pemeriksaan yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orang-orang. Audiometri perlu
ditempuh ketika:
 Riwayat trauma.
 Terjadi penurunan kualitas pendengaran.
 Telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini juga diketahui dengan
istilah tinitus.
 Gangguan keseimbangan.
 Riwayat kesehatan keluarga di mana mungkin ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan pendengaran.
 Riwayat penggunaan obat-obatan jenis ototoksik.
 Riwayat terlalu sering terpajan kebisingan (kemungkinan faktor tempat kerja).
 Riwayat keluarnya cairan dari telinga atau telinga berair.
 Telinga terasa penuh.
Sebenarnya ada 2 macam audiometri yakni audiometri nada murni(pure tone) dan
audiometri tutur. Audiometri nada murni hanya menggunakan nada yang telah direkam dalam
alat, sedangkan audiometri tutur dengan menggunakan suara tutur kata-kata yang telah
ditentukan. Saat ini audiometri nada murni yang paling banyak dikerjakan diberbagai tempat
karena lebih mudah dan objektif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien masuk di
dalam ruang kedap suara dan mengenakan headset khusus, kemudian diminta menekan
tombol jika mendengar suara. Pada beberapa alat audiometri terbaru yang portable tidak
memerlukan ruang kedap suara headsetnya sudah cukup untuk menahan suara dari luar
(Rahayu and Pawenang, 2016)

Hasil dari alat audiometri akan muncul berupa kertas dengan grafik yang disebut
audiogram. dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi pendengaran masih
baik atau sudah berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram berbentuk seperti berikut:

Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk grafik.
Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Jika anda bayangkan
sebuah piano atau alat musik lain, tuts untuk nada terendah adalah suara dengan frekuensi
terendah. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang diperdengarkan dengan satuan desibel.
Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai desibelnya. Sehingga jika suara-suara disekitar
kita dimasukkan ke dalam audiogram kurang lebih seperti ini:
Gambar di atas menunjukkan beberapa hal yang dapat menimbulkan suara dengan
frekuensi dan kekuatan tertentu. Misal kicauan burung frekuensinya tinggi dengan kekuatan
rendah, suara pesawat frekuensi tinggi dengan kekuatan yang sangat kuat. Pada hasil
audiogram setiap kali orang yang diperiksa menekan tombol saat mendengar frekuensi
tertentu akan muncul titik-titik di dalam audiogram yang nantinya akan menjadi garis batas
ambang pendengaran. Orang tersebut hanya dapat mendengar suara dengan kekuatan desibel
lebih besar dari garis tersebut. Pada gambar sebelah kiri dibawah, area putih adalah area yang
tidak bisa didengar orang tersebut, sedangkan area berwarna kuning adalah area suara yang
dapat didengar orang tersebut. Sehingga jika kita bandingkan orang tersebut tidak akan bisa
mendengar suara burung, tetapi masih bisa mendengar ucapan orang atau suara-suara yang
lebih keras.
Namun, dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu, terdapat
berbagai hal yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis objektif. Sebelum
masuk dalam pembacaan audiogram secara medis, mari kita simak terlebih dahulu simbol-
simbol dan istilah yang akan muncul dalam audiogram ini.
 Hertz
Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audigram biasanya berkisar antara
250 Hz - 8000Hz
 Desibel(dB HL)
Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan(intensitas) suara. Pada
audiogram biasanya berkisar antara 0-110 dB HL
 Warna Merah Dan Biru
jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya berwarna biru,
sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis berwarna merah.
 O Dan X
Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara(air conduction/AC), o untuk
telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.
 < AND >
Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction/BC), <untuk
telinga kanan dan >untuk telinga kiri
 AC
Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara
 BC
Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan
bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga.
Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih detail
terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implan, dsb. Setelah mengerti
simbol-simbol tersebut sekarang kita bisa membaca sebuah audiogram dengan beberapa
aturan:
1. Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan
pendengaran menurut ISO ( Internasional Standart Organisasition ) dan ASA ( American
Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB – 25 dB : Normal
b. 26 dB – 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB – 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB – 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB – 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Karena ada beberapa pemeriksaan di beberapa frekuensi mungkin kita bingung
menggunakan yang mana sebagai penentu. Untuk menghitung ambang dengar kita gunakan
hasil intensitas suara pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz, ketiganya dijumlahkan
kemudian dibagi tiga. Rata-rata itulah yang menjadi ambang dengar pendengaran pasien.

2. Penentuan tipe gangguan pendengaran


Untuk menentukan tipe gangguan pendengaran apakah gangguan konduksi, sensorineural
atau campuran, kita harus membandingkan hasil audiometri bagian AC dan BC. Sebelum
masuk ke pembandingan kita ingat dulu bahwa proses suara bisa diterima otak adalah melalui
telinga bagian luar, tengah dan dalam. Pemeriksaan AC dengan hantaran udara memeriksa
semua bagian telinga karena suara akan dihantarkan melalui semua bagian telinga.
Sedangkan pada pemeriksaan BC, suara dihantarkan langsung melalui tulang tengkorak
sehingga menyingkat langsung menuju telinga bagian dalam dan tidak memeriksa telinga luar
maupun telinga tengah. Telinga luar dan telinga tengah berperan dalam hantaran suara,
sedangkan telinga dalam terdapat saraf yang menerima rangsang suara. Dari teori tersebut
dapat kita simpulkan jika:
a. Hasil AC terdapat peningkatan, dan BC dalam batas normal berarti ada gangguan pada
telinga luar atau telinga tengah, sedangkan telinga dalam normal sehingga dapat
disimpulkan gangguan pendengaran tipe konduksi.
b. Hasil AC dan BC terdapat peningkatan dengan hasil yang 7ampersama, berarti terdapat
gangguan di telinga dalam, sehingga disimpulkan gangguan pendengaran tipe
sensorineural.
c. Hasil BC terdapat peningkatan ambang pendengaran, dan hasil AC juga meningkat
lebih jauh berarti terdapat gangguan baik di telinga luar atau tengah dan telinga dalam,
sehingga disimpulkan terdapat gangguan pendengaran tipe campuran.
Pemeriksaan audiometri adalah sebuah pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa
tingkat fungsi dari pendengaran seseorang dengan cara mendengar suara, nada, atau frekuensi
tertentu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi gangguan pendengaran
setelah operasi dilakukan pada pengidap tumor di atau sekitar telinga. Tidak hanya itu,
pemeriksaan audiometri juga berguna untuk mengevaluasi apakah seseorang membutuhkan
alat bantu dengar atau tindakan operasi guna meningkatkan kemampuan pendengaran.
Bagian telinga manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah, dan dalam.
Pemeriksaan audiometri bisa diandalkan untuk mendeteksi seseorang yang mengalami
gangguan pendengaran sensorineural atau kerusakan saraf. Tidak hanya itu, gangguan
pendengaran konduktif atau kerusakan pada gendang telinga juga bisa dideteksi. Terdapat
beberapa bagian tes yang akan dilakukan selama pemeriksaan audiometri berlangsung.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL DAN PEMBAHASAN


Langkah kerja :
 Pemeriksaan pendengaran bisa dilakukan dengan alat audiometri.
 Pada pemeriksaan audiometri akan didapatkan hasil audiogram yang harus
diinterpretasi.
 Dengan interpretasi hasil audiogram bisa diketahui adanya gangguan pendengaran
jika ambang pendengaran terendah >25 dB
 Dengan perbandingan hasil audiometri AC dan BC maka dapat diketahui jenis
gangguan pendengaran: konduksi, sensorineural, atau campuran
Tes pengukuran fungsi pendengaran secara kuantitatif dan kualitatif, meliputi
berapa besar gangguan pendengarannya (derajat gangguan pendengarannya (derajat
gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar menggunakan alat audiometer,
Hasil pemeriksaan dicatat dalam audiogram.
Pemeriksaan ini akan menguji pendengaran menggunakan suara paling lembut
atau yang paling tidak terdengar untuk seseorang. Ketika pemeriksaan dilakukan,
kamu akan dipakaikan earphone dan mendengar berbagai macam suara yang
diarahkan ke salah satu telinga pada satu waktu.
Pemeriksaan audiometri dilakukan di ruangan yang tenang dan juga kedap
suara. Earphone akan dipakaikan di telinga kamu dan kamu akan diminta untuk
duduk dengan tenang dan tidak berbicara. Earphone yang terhubung ke mesin akan
mengeluarkan suara dan nada yang berbeda masuk ke telinga, serta suara tersebut
masuk ke salah satu telinga.
Yang di peroleh :
1. Nadya Husna

Keterangan : O = right X= Left

Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB.
2 Asyifa Adwibaraski

Keterangan : O = right X= Left

Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
3. Cecilia Novena

Keterangan : O = right X= Left

Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
4. Maharani

Keterangan : O = right X= Left

Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil. Hanya saja telinga kanan pada frekuensi 250
Hz mencapai angka 30dB, namun masih kategori ringan.
5. Moudy Bella Ariska

Keterangan : O = right X= Left

Perhitungan sederha yang bisa di lakukan adalah menurut ISO ( Internasional Standart
Organisasition ) dan ASA ( American Standart Assosiation ) yaiu 0 dB ISO = -10 dB ASA
atau 10 dB ISO = 0 dB ASA.
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
Jadi, Berdasarkan Hasil dari pendengaran telinga Kanan dan Kiri termasuk kategori Normal,
karena belum melebihi 26 dB dan relative stabil.
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kekuatan pendengaran dengan melakukan pengkuran menggunakan
audiometri dari kelima orang, masih kategori normal dan masih memenuhi baku mutu
ketetapan ISO dan ASA tentang pendnegaran. Jadi audiometri sangat berguna untuk
mengetahui tingkat intensitas pendengaran seseorang jika mengalamai terjadi
penurunan kualitas pendengaran, telinga terus berbunyi atau mendengung di mana ini
juga diketahui dengan istilah tinnitus, gangguan keseimbangan atau ada yang tidak
nayaman di telinga bisa melakukan pengecekan audiometri untuk mengetahui langkah
dan solusi yang harus di lakukan terhadap hasil dari pengecekan audiometri.
DAFTAR PUSTAKA

http://drwaluyo-nidabiomedika.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html
https://publichealthnote.blogspot.com/2012/05/audiometri.html
http://www.audiologyawareness.com/hearinfo_audiogramread.asp
http://www.medel.com/id/audiogram/
Rahayu, P. and Pawenang, E. T. (2016) ‘Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pendengaran Pada Pekerja Yang Terpapar Bising Di Unit Spinning I Pt. Sinar Pantja
Djaja Semarang’, Unnes Journal of Public Health.
Tjan, H., Lintong, F. and Supit, W. (2013) ‘Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di Kecamatan
Sario’, Jurnal e-Biomedik.
TUGAS DAN LAPORAN PRAKTIKUM
KELELAHAN KERJA
Pelaksanaan
Hari, tanggal : Jumat, 15 November 2019
Lokasi : Laboratorium Hyperkes Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
Materi Praktikum : Pengukuran Kelelahan Kerja

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran indikator kelelahan kerja.
2. Mahasiswa mampu menginterpretasikan tingkat kelelahan kerja.

B. Dasar Teori
Kelelahan adalah gejala yang ditandai oleh penurunan kinerja otot, perasaan lelah, dan
penurunan kesiagaan. Kelelahan kerja dalam suatu industri perubahan fisiologis dalam tubuh
(syaraf dan otot tidak berfungsi dengan baik, atau tidak secepat pada keadaan normal yang
disebabkan oleh perubahan kimiawi setelah bekerja), dan menurunnya kapasitas kerja.

Kelelahan diklasifikasikan ke dalam 7 bagian, yaitu :


1. Kelelahan visual, yaitu meningkatnya kelelahan mata
2. Kelelahan tubuh secara umum, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang berlebihan
3. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual
4. Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu
bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan.
5. Pekerjaan yang bersifat monoton
6. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang
7. Kelelahan sirkadian, yaitu bagian dari ritme siang-malam, dan memulai periode tidur yang
baru.
Kelelahan ini ditandai oleh kurangnya kemampuan bekerja yg penyebabnya psikis,
hal ini pengaruh dp monotoni, keadaan lingkungan seperti ruangan yg panas, penerangan yg
tidak memadahi, intensitas kebisingan yg tinggi, keadaan jiwa (misalnya kekhawatiran,
konflik pribadi dan kondisi kesehatan).
Penganggulangan kelelahan kerja diantaranya adalah :
1. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dihadapi, maupun pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan,
getaran, serta ketidaknyamanan.
2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.
3. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.
4. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja.
5. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
6. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga
kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.
7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan
kehidupannya.
8. Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dialoksikan secara baik.
9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya.
10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita
hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan.
11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat berbahaya.

C. Alat
1. Reaction Timer
2. Daya listrik
3. Tabel interpretasi tingkat kelelahan kerja

D. Prosedur Kerja
1. Mempersiapkan dan erangkai alat Reaction Timer.
2. Menghidupkan power supply (ON).
3. Menekan tombol Menu, maka dilayar display akan muncul/memilih Mode.
4. Memilih tombol Mode yang dikehendaki dengan menekan tombol Up/Down. Menekan
tombol Down hingga pada display muncul Mode 1.
5. Menekan tombol Menu untuk keluar dari menu Mode.
6. Menekan tombol menu sekali lagi untuk masuk menu Time, tujuannya untuk memilih waktu
pengukuran (1, 2, atau 3 menit) menggunakan tombol Up/Down.
7. Setelah setting selesai, kemudian menekan tombol Menu hingga layar display muncul R-20.
8. Menekan tombol enter, maka waktu efektif pengukuran dimulai (berlangsung/beroperasi).
Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol sesuai warna yang muncul. Warna yang
muncul adalah warna merah, kuning, hijau, dan biru.
9. Membaca memori pengukuran, dengan cara :
a. Menekan tombol Menu hingga pada display muncul Read.
b. Menekan tombol Up/Down untuk membaca isi memori.
c. Menekan tombol Down hingga pada display muncul angka 01 kemudian tmenekan
tombol Enter.
d. Menekan tombol Up kemudian Enter hingga muncul angka status kelelahan.
e. Menekan tombol menu untuk mengakhirinya.
10. Menghapus memori pengukuran, dengan cara :
a. Menekan tombol Menu hingga pada display muncul Eras.
b. Menekan tombol Enter untuk menghapus memori sehingga tampilan pada
layar display menjadi 000.
c. Menekan tombol Menu untuk mengakhiri program.
11. Menginterpretasikan hasil pengukuran kelelahan kerja dengan tingkat kelelahan kerja.

Tabel 1. Interpretasi Tingkat Kelelahan Kerja


No. Tingkat Kelelahan Lama/Waktu Pengukuran (menit)
1 2 3
1. Prima 49 – 60 97 – 120 145 – 180
2. Normal 37 – 48 73 – 96 109 – 144
3. Sedang 25 – 36 49 – 72 73 – 108
4. Lelah 23 – 24 25 – 48 37 – 72
5. Sangat lelah 0 – 12 0 – 24 0 – 36

E. Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran kelelahan kerja dengan lama/waktu pengukuran selama 3 menit adalah
sebagai berikut :
No. Nama Hasil Pengukuran Tingkat Kelelehan
1. Nadya Husna 133 Normal
2. Cecilia Novena 123 Normal
3. Asyifa Adwibaraski 122 Sedang
4. Maharani 129 Normal
5. Moudy Bella Ariska 121 Normal

F. Analisis dan Pembahasan


Pengukuran kelelahan kerja dilakukan terhadap 5 mahasiswa. Pengukuran kelelahan
kerja terhadap Nadya Husna Pribadi memperoleh hasil 133 yang menunjukkan interpretasi
tingkat kelelahan kerja yang normal. Nilai tersebut merupakan nilai tertinggi diantara ke-4
mahasiswa lainnya, sedangkan pengukuran kelelahan kerja terhadap Moudy Bella Ariska
memperoleh hasil terendah yaitu sebesar 121 yang menunjukkan interpretasi tingkat
kelelahan kerja normal.
Secara keseluruhan, hasil pengukuran terhadap ke-5 mahasiswa tersebut
menunjukkan tingkat kelelahan kerja yang masih normal dan tidak mengalami kelelahan
kerja yang berat. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tidak melakukan aktifitas kerja yang
berat dan cukup istirahat.

G. Kesimpulan
Pengukuran kelelahan kerja dilakukan terhadap 5 mahasiswa dengan hasil
pengukuran kelelahan kerja terhadap Nadya Husna menunjukkan nilai 133 dengan
interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat kelelahan Cecilia Novena menunjukkan nilai 123
dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat keleahan Asyifa Adwibaraski
menunjukkan nilai 122 dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat kelelahan
Maharani menunjukkan nilai 129 dengan interpretasi kelelehan kerja normal, tingkat
kelelahan Moudy Bella Ariska menunjukkan nilai 121 dengan interpretasi kelelehan kerja
normal.
Secara keseluruhan, hasil pengukuran terhadap ke-5 mahasiswa tersebut
menunjukkan tingkat kelelahan kerja yang masih normal dan tidak mengalami kelelahan
kerja yang berat.
TUGAS DAN LAPORAN PRAKTIKUM

ANTROPOMETRI

A. Pelaksanaan

1. Hari/Tanggal : Jumat, 15 November 2019


2. Lokasi : Lab Hyperkes dan Kampus 1 Poltekkes Jogja
3. Materi Praktik : Pengukuran Antropometri

B.Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menggunakan alat ukur antropometri.

2. Untuk mengetahui data-data dimensional manusia (termasuk menentukan sampel)


yang dibutuhkan dalam merancang fasilitas kerja.
Manfaat

1. Praktikan mampu menggunakan alat ukur antropometri.

2. Praktikan dapat mengetahui data-data dimensional manusia yang dibutuhkan


dalam merancang fasilitas kerja.

D. Dasar Teori
1.Antropometri

Antropometri berasal dari kata latin yaitu anthtopos yang berarti manusia dan
metron yang berarti pengukuran, dengan demikian antropometri mempunyai arti
sebagai pengukuran tubuh manusia (Bridger, 1995). Berikut adalah beberapa definisi
antropometri dari berbagai sumber:
a) Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan
dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto, 1996).
b) Antropometri terutama berkaitan dengan dimensi stasiun kerja dan pengaturan
alat, peralatan, serta material (Pulat, 1997).
c) Antropometri tidak hanya fokus pada kesesuaian ketinggian tempat kerja, tetapi
juga bagaimana operator dapat dengan mudah mengakses kontrol dan perangkat
input (Helander, 2006).
d) Antropometri merupakan studi dan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wickens
et al., 1998).

Ada 3 filosofi dasar untuk desain yang digunakan oleh ahli-ahli ergonomi
sebagai data antropometri untuk diaplikasikan (Niebel & Freivalds, 2002).

a) Desain untuk ekstrim, yang berarti bahwa untuk desain tempat atau lingkungan
kerja tertentu seharusnya menggunakan data antropometri individu ekstrim.
Contoh: penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

b) Desain untuk penyesuaian, desainer seharusnya merancang dimensi peralatan


atau fasilitas tertentu yang bisa disesuaikan dengan pengguna (users). Contoh:
perancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju atau mundur, dan sudut
sandarannya pun bisa diubah.
c) Desain untuk rata-rata, desainer dapat menggunakan nilai antropometri rata-rata
dalam mendesain dimensi fasilitas tertentu. Contoh: desain fasilitas umum seperti
toilet umum, kursi tunggu, dan lain- lain.
Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan
tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian
data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan
manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai
kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk
mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya
kesalahan desain (design-induced error).
Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal:
a) Perancangan areal kerja (Work station, interior mobil, dan sebagainya).
b) Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools), dan
sebagainya.
c) Perancangan produk–produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja, dan
sebagainya.
d) Perancangan lingkungan fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan
menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakan produk
tersebut. Dalam kaitan ini maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangan tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90% - 95% dari populasi
yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakannya dengan selayaknya. Rancangan produk yang dapat diatur secara
fleksibel jelas memberikan kemungkinan lebih besar bahwa produk tersebut akan
mampu dioperasikan oleh setiap orang meskipun ukuran tubuh mereka akan
berbeda-beda. Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil
referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range
tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability)
suatu produk merupakan suatu prasyarat yang amat penting dalam proses
perancangannya, terutama untuk produk–produk yang berorientasi ekspor.
Berdasarkan kriteria untuk penerapan ergonomi, antropometri dibagi menjadi
dua:
a)Antropometri Statis disebut juga pengukuran dimensi struktur tubuh (structural
body dimension), di mana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang
berada dalam posisi statis atau diam. Dimensi yang diukur pada antropometri
statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh.
Atropometri statis ini meliputi dimensi otot rangka atau skeletal yaitu antara
pusat sendi (seperti antara siku dan pergelangan tangan) atau dimensi kontur
yaitu dimensi permukaan tubuh- kulit (seperti kedalam atau tinggi duduk). Agar
hasil pengukuran representatif, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode
tertentu terhadap berbagai individu, dan tubuh harus dalam keadaan diam. Secara
umum, beberapa contoh pengukuran antropometri statis antara lain :
1) Tinggi dan berat badan.

2) Tinggi siku duduk yang diukur dari tempat duduk.

3) Ukuran : panjang, lebar, tebal anggota tubuh tertentu.

4) Jarak antara sendi-sendi segmen tubuh.

5) Berat, volume, masa tubuh.


6) Lingkar dari berbagai anggota tubuh tertentu.

7) Pusat gravitasi tubuh.

8) Dimensi dengan pakaian tipis maupun pakaian biasa.

9) Dimensi antropometri duduk maupun berdiri.

b) Antropometri Dinamis disebut juga pengukuran dimensi fungsional tubuh


(funcional body dimensions), dimana pengukuran dilakukan pada saat tubuh
sedang melakukan aktivitas fisik. Pengukuran tersebut antara lain meliputi
jangkauan, lebar jalan lalu lalang untuk orang yang sedang berjalan, termasuk
juga pengukuran kisaran gerak untuk variasi sendi dan persendian. Hal pokok
yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah
mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-
gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu. Terdapat tiga kelas pengukuran dinamis, yaitu:
1) Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan
mekanis dari suatu aktivitas. Contoh: dalam mempelajari performa atlet.
2) Pengukuran jangkauan ruangan yang dibutuhkan saat kerja. Contoh:
Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif saat bekerja yang dilakukan
dengan berdiri atau duduk.
3) Pengukuran variabilitas kerja. Contoh: Analisis kinematika dan kemampuan
jari-jari tangan dari seorang juru ketik atau operator komputer.
2.Pengukuran Antropometri

Kenyataan menunjukan bahwa manusia pada umumnya akan berbeda-beda


dalam hal dimensi atau ukuran tubuh antara satu dengan yang lain. Perbedaan antara
satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi variasi dimensi tubuh manusia, diantaranya (Wieckens et al., 2004):

a) Usia

Ukuran tubuh manusia (stature) akan berkembang dari saat lahir sampai kira-kira
berumur 20-25 tahun (Roche & Davila, 1972; VanCott & Kinkade, 1972) dan
mulai menurun setelah usia 35-40 tahun. Bahkan, untuk wanita kemungkinan
penyusutannya lebih besar. Sementara untuk berat dan circumference chest akan
berkembang sampai usia 60 tahun.
b) Jenis Kelamin

Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali dada dan
pinggul.
c) Suku Bangsa (Etnis) dan Ras

Ukuran tubuh dan proporsi manusia yang berbeda etnis dan ras mempunyai
perbedaan yang signifikan. Orang kulit hitam cenderung mempunyai lengan dan
kaki yang lebih panjang dibandingkan orang kulit putih.

d) Pekerjaan

Aktivitas kerja sehari-hari juga menyebabkan perbedaan ukuran tubuh manusia.


Pemain basket profesional biasanya lebih tinggi dari orang biasa. Pemain balet
biasanya lebih kurus disbanding rata-rata orang.
Selain faktor-faktor di atas, masih ada beberapa kondisi tertentu (khusus) yang
dapat mempengaruhi variabilitas ukuran dimensi tubuh manusia yang juga perlu
mendapat perhatian, seperti: a)Cacat tubuh
Data antropometri akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang- orang
cacat.
b) Faktor iklim

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda pula dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Artinya, dimensi orang pun akan
berbeda dalam satu tempat dengan tempat yang lain.
c) Kehamilan (pregnancy)

Kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran dimensi tubuh
(untuk perempuan) dan tentu saja memerlukan perhatian khusus terhadap
produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti itu.
Untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan
dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka gambar berikut
akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu
diukur.
Gambar 1. Pengukuran Antropometri Anggota Tubuh Keterangan:
(1) Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala).
(2) Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

(3) Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

(4) Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

(5) Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukan).
(6) Tinggi tubuh dalam posisi duduk (dukur dari atas tempat duduk/pantat sampai
dengan kepala).
(7) Tinggi mata dalam posisi duduk.

(8) Tinggi bahu dalam posisi duduk.

(9) Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).

(10) Tebal atau lebar paha.

(11) Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.

(12) Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut
atau betis.
(13) Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
(14) Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha.
(15) Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).

(16) Lebar pinggul atau pantat.


(17) Lebar dari dada dalam keadaan membusung.

(18) Lebar perut

(19) Panjang siku yang diukur dari siku smpai dengan ujung jari–jari dalam posisi
siku tegak lurus.
(20) Lebar kepala.

(21) Panjang tangan diukur dari pergelangan tangan sampai dengan ujung jari.
(22) Lebar telapak tangan.

(23) Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar–lebar kesamping kiri–kanan
(tidak ditunjukan dalam gambar).
(24) Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal).
(25) Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no 24
tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukan dalam gambar).
(26) Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai
ujung jari tangan.

3.Tahapan Perancangan Antropometri

Gambar 2. Tahapan Perancangan Antropometri

Tahapan perancangan stasiun kerja menyangkut work space design dengan


memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah (Roebuck, 1995):
a) Menentukan kebutuhan perancangan dan establish requirement.
b) Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.

c) Pemilihan sampel yang akan diambil datanya.

d) Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil).

e) Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan
persentil yang akan dipakai.
f) Penyiapan alat ukur yang akan dipakai.

g) Pengambilan data.

h) Pengolahan data

i) Visualisasi rancangan dengan memperhatikan posisi tubuh secara normal,


kelonggaran (pakaian dan ruang), variasi gerak.
j) Analisis hasil rancangan.

Beberapa pengolahan data yang harus dilakukan pada data antropometri


(Nurmianto, 1996 & Tayyari, 1997) adalah:

(1)Kecukupan Data
Untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran dengan tingkat kepercayaan dan
tingkat ketelitian tertentu jumlahnya telah memenuhi atau tidak maka dilakukan
ujji kecukupan data. Untuk menetapkan berapa jumlah observasi yang
seharusnya dibuat (N’), terlebih dahulu harus ditetapkan tingkat kepercayaan
(convidence level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran
rancangan. Berikut adalah rumus dari uji kecukupan data :

Keterangan: k = konstanta, tergantung tingkat


kepercayaan s = derajat ketelitian N = jumlah sampel
Apabila nilai N’ < N maka uji kecukupan data terbilang cukup Tabel 1. Tingkat
Kepercayaan dan Nilai k
Tingkat Kepercayaan Nilai k
99% 2,58 ≈ 3
95% 1,96 ≈ 2
67% 1

(2) Keseragaman Data


Untuk mengetahui apakah data hasil pengukuran memiliki
homogenitas data dengan tingkat keyakinan tertentu sehingga data tersebut
diharapkan berada dalam batas kontrol maka dilakukan uji keseragaman data.
Data yang terlalu ekstrim sewajarnya dibuang dan tidak dimasukkan dalam
perhitungan selanjutnya. Untuk menghitung uji keseragaman data, maka
diperlukan beberapa perhitungan berikut:
a) Mean (Rata-Rata)

Mean (x) adalah nilai rata-rata yang dihitung dari sekelompok data tertentu.
Rumus mean dinyatakan sebagai berikut:
∑xi x̅ =
n

Keterangan:

Σxi = Jumlah semua nilai x ke i


n = Jumlah sampel
b) Standar Deviasi

Standar Deviasi (σ) adalah simpangan yang dibakukan dari data yang
dihitung. Rumus standar deviasi dinyatakan sebagai berikut:

c) Perhitungan Persentil

Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan prosentase tertentu dari


sekelompok orang yang dimensinya sama atau lebih rendah dari nilai
tersebut. Persentil ke-95 akan menunjukan populasi 95% populasi berada
pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan persentil ke-5 akan
menunjukan 5% populasi berada pada atau diatas ukuran itu. Umumnya ada
beberapa nilai persentil yang sering dipergunakan, yaitu seperti terlihat pada
tabel:
E. Prosedur Pengukuran
1. Desain antropometri statis berdiri
a) Probandus siap.
b) Probandus dalam keadaan berdiri tegak dan menghadap lurus ke depan.
c) Pengukuran yang dilakukan dalam posisi berdiri dan duduk.
.
2. Pengukuran kursi :
a) Tinggi kursi dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas
duduk.
b) Panjang alas kursi pertemuan garis proyeksi permukaan depan sandaran
duduk sampai dengan permukaan alas duduk .
c) Lebar kursi diukur pada garis tengah alas duduk melintang.

d) Sandaran punggung diukur lebar dan panjang.

e) Sandaran tangan tidak dapat diukur karena tidak terdapat sandaran tangan
pada kursi yang diamati.
f) Sudut alas duduk.

3. Pengukuran meja

a) Tinggi meja Tinggi meja diukur dari atas lantai sampai permukaan atas meja
sebagai sandaran tangan menggunakan pita meter.
b) Lebar meja diukur dari probandus kearah depan menggunakan pita meter.
c) Panjang meja diukur dari ujung kiri tepi meja sampai ujung kanan tepi meja
menggunakan pita meter.
d) Tebal meja diukur dari permukaan bawah meja sampai permukaan atas meja
menggunakan jangka sorong (sliding caliper).
F. Hasil Praktikum dan Perhitungan

1. Hasil Pengukuran Stasiun Kerja


No Stasiun Kerja Ukuran (cm)

1 Meja :

Panjang meja 164,7

Lebar meja 56,4

Tinggi meja 71,8

Tebal meja 1,4

2 Kursi :

Tinggi kursi dari lantai 51


sampai pada permukaan
atas bagian depan alas
duduk
Panjang alas duduk 37

Lebar tempat duduk dari 44


garis tengah alas duduk
melintang
Sudut alas duduk 90o

Sandaran pinggang 41

2. Hasil Pengukuran Praktik dan Tugas Antopometri Postur Tubuh

a) Nama : Caecilia Novena D

Usia : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 150 cm

Tinggi Msts 140 cm

Tinggi Bahu 122 cm

Tinggi Siku 92 cm

Tinggi Kepalan Tangan 121cm

Lebar Paha 45 cm

Panjang Lengan 68 cm

Panjang Lengan Bawah 44 cm

Panjang Lengan Atas 31 cm

Panjang Depa 165 cm

Jangkauan Atas 196,4 cm

2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 14 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 80,5 cm

Tinggi Siku Duduk 22 cm

Tinggi Pinggul Duduk 16,7 cm

Tinggi Lutut Duduk 47,4 cm

Panjang Tungkai Atas 54 cm

Panjang Tungkai Bawah 42,5 cm


Tinggi Badan Duduk 123,4 cm

b) Nama : Farida

Usia : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 157 cm

Tinggi Mata 146 cm

Tinggi Bahu 125 cm

Tinggi Siku 98 cm

Tinggi Kepalan Tangan 131cm

Lebar Paha 48 cm

Panjang Lengan 78 cm

Panjang Lengan Bawah 52 cm

Panjang Lengan Atas 26 cm

Panjang Depa 167 cm

Jangkauan Atas 198 cm

2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 62cm
Diameter Kepala 15,5 cm
3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 96,3 cm

Tinggi Siku Duduk 33,1 cm

Tinggi Pinggul Duduk 22,2 cm

Tinggi Lutut Duduk 52,3 cm

Panjang Tungkai Atas 56,5 cm

Panjang Tungkai Bawah 43,6 cm

Tinggi Badan Duduk 122,5 cm

c) Nama : Risma Wulandari

Usia : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


1)Posisi Berdiri
Tinggi Badan 154,3 cm

Tinggi Mata 131,8 cm

Tinggi Bahu 99,1 cm

Tinggi Siku 88,5 cm

Tinggi Kepalan Tangan 128 cm

Lebar Paha 39 cm

Panjang Lengan 64 cm

Panjang Lengan Bawah 43 cm

Panjang Lengan Atas 29 cm

Panjang Depa 156 cm


Jangkauan Atas 195,5 cm

2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 14,5 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 80,3 cm

Tinggi Siku Duduk 23,3 cm

Tinggi Pinggul Duduk 16,4 cm

Tinggi Lutut Duduk 44 cm

Panjang Tungkai Atas 55 cm

Panjang Tungkai Bawah 42 cm

Tinggi Badan Duduk 122 cm

d) Nama : Teguh Imam

Usia : 50 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 167 cm

Tinggi Mata 146,6 cm

Tinggi Bahu 120,6 cm

Tinggi Siku 96,5 cm

Tinggi Kepalan Tangan 137 cm

Lebar Paha 40 cm
Panjang Lengan 59 cm

Panjang Lengan Bawah 39,4 cm

Panjang Lengan Atas 27 cm

Panjang Depa 146 cm

Jangkauan Atas 185,1 cm


2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 13,5 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 89,8 cm

Tinggi Siku Duduk 35,3 cm

Tinggi Pinggul Duduk 19,1 cm

Tinggi Lutut Duduk 45,8 cm

Panjang Tungkai Atas 52 cm

Panjang Tungkai Bawah 39 cm

Tinggi Badan Duduk 143,5 cm

e) Nama : Rifa

Usia : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 153,2 cm

Tinggi Mata 140,2cm


Tinggi Bahu 130,6 cm

Tinggi Siku 91,2 cm

Tinggi Kepalan Tangan 115,5 cm

Lebar Paha 47 cm

Panjang Lengan 67 cm

Panjang Lengan Bawah 40,5 cm

Panjang Lengan Atas 25 cm

Panjang Depa 150 cm

Jangkauan Atas 188,2 cm

2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 56,5 cm
Diameter Kepala 14 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 82,9 cm

Tinggi Siku Duduk 26,9 cm

Tinggi Pinggul Duduk 19,7 cm

Tinggi Lutut Duduk 44 cm

Panjang Tungkai Atas 50 cm

Panjang Tungkai Bawah 40 cm

Tinggi Badan Duduk 127,1 cm


f) Nama : Rizqi Setiawan

Usia : 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

1) Posisi Berdiri
Tinggi Badan 163,8 cm

Tinggi Mata 139,2 cm

Tinggi Bahu 120,2 cm

Tinggi Siku 86,1 cm

Tinggi Kepalan Tangan 143 cm

Lebar Paha 37 cm

Panjang Lengan 66,4 cm

Panjang Lengan Bawah 41,5 cm

Panjang Lengan Atas 24 cm

Panjang Depa 154 cm

Jangkauan Atas 196,9 cm

2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54 cm
Diameter Kepala 15,5 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 84,2 cm

Tinggi Siku Duduk 26,5 cm


Tinggi Pinggul Duduk 16,5 cm

Tinggi Lutut Duduk 46,2 cm

Panjang Tungkai Atas 47,5 cm

Panjang Tungkai Bawah 41 cm

Tinggi Badan Duduk 124,2 cm

g) Nama : Sumiyati

Usia : 39 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


1)Posisi Berdiri
Tinggi Badan 160,5 cm

Tinggi Mata 138,7 cm

Tinggi Bahu 100 cm

Tinggi Siku 95,3 cm

Tinggi Kepalan Tangan 142 cm

Lebar Paha 51 cm

Panjang Lengan 68,6 cm

Panjang Lengan Bawah 44,3 cm

Panjang Lengan Atas 31 cm

Panjang Depan 164 cm

Jangkauan Atas 200,5 cm


2) Antropometri Kepala
Lingkar Kepala 54,5 cm
Diameter Kepala 14,5 cm

3) Posisi Duduk
Tinggi Duduk 83,7 cm

Tinggi Siku Duduk 21,4 cm

Tinggi Pinggul Duduk 16,4 cm

Tinggi Lutut Duduk 49,9 cm

Panjang Tungkai Atas 59 cm

Panjang Tungkai Bawah 44,7 cm

Tinggi Badan Duduk 128,4 cm

2.Hasil Perhitungan Antropometri Postur Tubuh


1)Posisi Berdiri
Keterangan X SD 5% 95%
Tinggi Badan 155,51 3,91 151,7 160,85
Tinggi Bahu 131,82 3,96 127,08 137,17
Tinggi Siku 98,44 1,75 96,04 100,42
Tinggi Mata 90,05 3,24 86,22 94,16
Tinggi Kepalan Tangan 41,64 4,98 37,3 49,3
Lebar Paha 41,47 5,49 36,3 49,8
Panjang Lengan 65,7 3,29 60,5 68,42
Panjang Lengan Bawah 42,45 2,01 39,73 44,44
Panjang Lengan Atas 28 2,76 24,3 31
Panjang Depa 156,57 7,16 147,2 164,7
Jangkauan Atas 194,8 6,00 186,03 200,8
2) Antropometri Kepala
Keterangan X SD 5% 95%
Lingkar Kepala 54,85 1,31 54 56,85
Diameter Kepala 14,5 0,44 13,5 14,5

3) Posisi Duduk
Keterangan X SD 5% 95%
Tinggi Duduk 85,52 2,41 79,92 85,67
Tinggi Siku Duduk 24,07 2,17 21,58 26,76
Tinggi Pinggul Duduk 17,42 1,38 16,4 19,52
Tinggi Lutut Duduk 46,37 2,08 44 49,15
Panjang Tungkai Atas 53,28 3,80 48,25 57,95
Panjang Tungkai Bawah 41,68 1,88 39,3 44,07
Tinggi Badan Duduk 125,87 3,68 122,42 131,27

G. Pembahasan

1. Kesesuain Meja Kriteria:


a. Panjang Meja

Diukur dari ujung meja kiri sampai ujung meja kanan.

Usulan : -

Hasil : sudah sesuai dengan panjang lengan probandus, dimana ratarata panjang
lengan probandus adalah 65,7 cm. Hal tersebut dikarenakan panjang meja
sudah melebihi panjang lengan probandus, Sehingga probandus tidak perlu
melakukan gerakan paksa untuk menjangkau sesuatu di area kerja.
b. Lebar Meja

Diukur dari probandus dari arah depan.

Usulan : -

Hasil : sudah sesuai dengan ukuran panjang lengan rata-rata probandus yaitu
65,7 cm.
c. Tinggi Meja

Usulan : 101 cm

Hasil : belum sesuai karena tinggi meja melebihi tinggi siku duduk, dimana tinggi
siku duduk persentil 5% yaitu 21,58 cm dan tinggi meja dalah 71,8 cm
sehingga probandus dengan ukuran tubuh kecil membutuhkan usaha lebih
untuk menyandarkan tangan ke meja.
d. Tebal Meja

Kriteria : 1) Dapat memberikan gerakan bebas pada kaki.

2)Terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.

Usulan : -

Hasil : sudah sesuai dengan ukuran antropometri probandus dimana saat probandus
duduk baik dengan menyandarkan kaki maupun tidak, lutut probandus tidak
bersinggungan dengan meja bagian bawah. Karena tinggi lutut duduk
individu tertinggi adalah 49,9 cm; tinggi sandaran kaki yang diukur adalah
16,7 cm, sedangkan tinggi meja 71,8 cm dengan tebal meja 1,4 cm. Serta
bahannya juga terbuat dari bahan yang keras dan tidak mudah patah.

2. Kesesuaian Kursi

Kriteria:

Probandus dengan sikap duduk mendapatkan sikap yang mantap dan


memberikan relaksasi otot, dan tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian
tubuh yang mengganggu sirkulasi darah dan sensitifitas bagian tubuh.
a. Tinggi Alas Duduk

Tinggi tempat duduk dari lantai sampai dengan permukaan atas bagian depan alas
duduk.
Kriteria : harus lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai dengan
telapak kaki.
Usulan : 39-45 cm.
Hasil : belum sesuai, karena tinggi tempat duduk hasil pengukuran
Adalah 51 cm, sedangkan panjang tungkai bawah persentil 5% probandus
adalah 39,3 cm. Hal ini dikarenakan kesalahan dan ketidaktelitian
praktikan dalam melakukan pengukuran.
b. Lebar Alas Duduk

Diukur pada garis tengah alas duduk melintang.

Kriteria : harus lebih lebar dari lebar paha.

Usulan : 40-45 cm.

Hasil : belum sesuai dengan ukuran antropometri lebar pinggul probandus


karena lebar paha probandus terlebar adalah 51 cm, sedangkan lebar kursi
yang ada yaitu 44 cm.

merancang desain lebar kursi harus memperhatikan data antropometri


individu ekstrim dalam hal ini yaitu individu terbesar.
c. Sudut Sandaran Punggung

Usulan :-

Hasil : sesuai, karena didapatkan hasil pengukuran 90° pada kursi


laboratorium. Hal ini dikarenakan kesalahan dan ketidaktelitian praktikan
dalam melakukan pengukuran

H. Simpulan

1. Dari hasil pengukuran dimensi ukuran tubuh semua anggota kelompok, didapatkan
bahwa tidak semua ukuran dari bagian-bagian meja dan kursi yang sesuai dengan
dimensi ukuran tubuh anggota kelompok.
a) Panjang meja 164,7 cm, sudah sesuai.

b) Lebar meja 56,4 cm, sudah sesuai.

c) Tinggi meja 71,8 cm, belum sesuai.

d) Tebal meja 1,4 cm, sudah sesuai.

e) Tinggi kursi 51 cm, belum sesuai (terjadi kesalahan dan ketidaktelitian


praktikan).
f) Lebar kursi 44 cm, belum sesuai.
g) Sudut sandaran punggung 90°, sudah sesuai
2. Alat-alat kerja yang tidak sesuai dengan antropometri probandus juga dapat
mengakibatkan probandus akan melakukan gerakan paksaan yang dapat
menimbulkan cedera.
I. Saran

1. Beberapa saran dalam desain alat dan ruang kerja:

a) Perlu adanya penerapan ergonomi yang disesusaikan dengan antropometri tubuh


dari si pengguna. Sehingga pengguna tidak akan terlalu banyak menjangkau atau
melakukan gerakan paksaan yang dapat menyebabkan cedera.
b) Pembenahan atau redesain alat dan tempat kerja apabila tidak sesuai dengan
antropometri tenaga kerja. Agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar.
2. Beberapa saran dalam melakukan praktikum:

a) Saat pengukuran praktikan diharapkan serius dan teliti agar tidak terjadi
kesalahan pada pengukuran.
b) Praktikan harus memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien.

c) Hendaknya praktikan agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan praktikum,


agar memperoleh hasil yang maksimal.
d) Perlu adanya redesain kursi dan meja agar probandus dapat lebih nyaman dalam
kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA

Agung K, Dianasa A.S. Desember 2011. “Perancangan Meja dan Kursi Kerja yang
Ergonomis pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan
Produktivitas”. No.2. pp :79-80. Yogyakarta

Anonim. Modul antropometri.


http://apk.lab.uii.ac.id/PSKE/TP/antropometri/Modul%20Antropometri%2
0PSKE%202013.pdf(27 mei 2017)

Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Teknik
Industri-ITS.

Pradana, Rezha. 2014. Laporan Antropometri (K3).


http://rezhapradana.blogspot.co.id/2014/02/laporan-antropometri-k3.html(26 mei
2017)

Purnomo, Hari. 2012. Antropometri dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suma’mur. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto.
LAMPIRAN

TLG TAMBAHIN FOTO PAK SATPAM


DENGAN RANI YANG NARI BEL
WKWKW

Anda mungkin juga menyukai