Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TUGAS UAS TEORI SISTEM JARINGAN RUMAH SAKIT


AUDIOMETRI

Dosen Pengampu :
Moch Prastawa Assalim Tetra Putra , ST, M.Si.
NIP. 19771029 200212 1 004

Disusun Oleh :
Achmad Muhajjir S. Nursam
NIM. P27838120002

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN TEKNOLOGI ELEKTROMEDIS
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
DASAR KLINIS DAN FUNGSI ALAT

1.1 Dasar Klinis


Telinga manusia adalah salah satu organ pendengaran dan keseimbangan yang sangat
penting dalam menjalani kehidupan. Bagian-bagian telinga terdiri dari telinga luar, tengah
dan dalam. Telinga bagian luar berfungsi menangkap gelombang suara yang akan dirubah
menjadi energi mekanik oleh telinga bagian tengah. Kemudian, telinga bagian tengah akan
mengubah energi mekanik menjadi gelombang saraf, yang akan dilanjutkan ke otak. Selain
itu, telinga bagian dalam juga membantu untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Mekanisme pendengaran manusia memungkinkan terbentuknya kontak antara individu
dengan suara di lingkungan sekitarnya. Suara merupakan sensasi yang muncul apabila
terdapat getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan
pelonggaran suatu molekul yang terbentuk silih berganti dan menyentuh membran timpani.
Suara adalah suatu energi vibrasi yang dapat dihantarkan melalaui media cair, padat ataupun
gas dan apabila suatu suara memiliki frekuensi dan intensitas yang cukup adekuat, maka
akan memunculkan rangsangan pada reseptor-reseptor yang berada di dalam telinga. Energi
vibrilasi tersebut mempunyai sifat fisik yaitu: frekuensi, amplitudo, bentuk gelombang serta
kualitas (timbre).
Audiometri merupakan pemeriksaan untuk mengetahui jenis dan derajat
ketulian (gangguan pendengaran). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat ketulian
serta jenis ketulian seperti :
 Tuli Konduktif
 Tuli Sensorineural
 Tuli Campuran
Dalam melakuakan evaluasi audiometri, pemeriksaan standar audiometri yang
dilakuakan adalah Audiometri Nada Murni dan Audiometri Tutur, yang dijelaskan sebagai
berikut.
1. Audiogram Normal Secara Teoritis, bila pendengaran normal, ambang dengar untuk
hantaran udara maupun hantaran tulang sebesar 0 dB. Pada keadaan tes yang baik,
audiogram dengan ambang dengar 10 dB pada 250 dan 500 Hz, sedangkan 0dB pada
1000, 2000, 4000, dan 10000 Hz dan pada 8000 Hz dapat dianggap normal.

Gambar 1. 1 Audiogram Normal

2. Gangguan Dengar Konduktif Diagnosis gangguan dengar kondukstif ditegakkan


berdasarkan prinsip bahwa gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan
hantaran udara yang lebih besar daripada hantaran tulang, disini terdapat ambang
hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada 200 Hz. Penyebab ketulian koduktif seperti
penyumbatan liang telinga, contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan
tuba eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran seperti
fiksasikongenitalm fiksasi karena trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, jugaakan
menyebabkan peninggian amabang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap
antara hantaran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya ketulian konduktif.
Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan pendengaran lebih
pada frekuensi rendah.

Gambar 1. 2 Gangguan Dengar Kondusif

3. Gangguan Dengar Sensorineural (SNHL)Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan


ambang pendengaran hantaran tulang dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini
terjadi bila terdapat gangguan koklea, N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran,
termasuk kelainan yang terdapat di dalam batang otak. Kelainan pada pusat pendengaaran
saja (gangguan pendengaran sentral) biasanya tidak menyebabkan gangguan dengar
untuk nada murni, namun tetap terdapat gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada
koklea terjadi karena dua cara, pertama sel rambut di dalam koklea rusak, kedua karena
stereosilia dapat hancur. Proses ini dapat terjadi karena infeksi virus, obat ototoxic, dan
biasa terpapar bising yang lama, dapat pula terjadi kongenital.

Gambar 1. 3 Gangguan Dengar Sensorineural

4. Gangguan Dengar Campuran, kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai


sumbatan serumen yang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan
gangguan fungsi koklea ditambah dengan penurunan pendengaran karena sumbatan
konduksi udara mengambarkan tingkat ketulian yang disebabkan oleh komponen
konduktif. Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai “jarak
udara-tulang” atau “air-bone gap”. Jarak udara-tulang merupakan suatu ukuran dari
komponen konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level hantaran udara
menunjukkan tingkat patologi koklea, kadang disebut sebagai “cochlear reserve” atau
cabang koklea.
Gambar 1. 4 Gangguan Dengar Campuran

5. Audiogram Nonorganis Pasien dapat berpura-pura tuli dalam pemeriksaaan, ada yang
secara sadar atau tidak sadar melebih-lebihkan derajat ketuliannya. Pada keadaan ganti
rugi atau kompensasi misalnya, hal ini dapat menguntungkan. Indikasi adanya keadaan
ini adalah bila terdapat ketidakseusaian antara diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan
audiometric. Bila tes diulang akan tampak perbedaan nilai ambang. Pemeriksa sebaikya
mengulang pemeriksaan audiometric dan menerangkan ambang yang tidak tetap dan
tidak dapat dipercaya (Soetirto, 2007).

1.2 Fungsi Alat


Sedangkan audiometri adalah suatu alat pemeriksaan yang berfungsi untuk menguji
pendengaran manusia. Selain itu audiometri juga memiliki beberapa fungsi lainnya,
diantaranya :
1. Untuk mengukur berapa tingkat ketajaman pendengaran manusia.
2. Untuk mengukur ambang pendengaran manusia.
3. Untuk mengindikasikan apabila terjadi kehilangan fungsi pendengaran.
4. Mampu mencatat kemampuan pendengaran dari setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda-beda.
5. Dapat menghasilkan audiogram (suatu gambar berupa grafik dari ambang pendengaran
dari setiap masing-masing telinga terhadap suatu rentang frekuensi).
Saat melakukan uji pendengaran menggunakan audiometri, tindakan ini perlu
dilakukan di dalam ruangan kedap suara namun di ruangan yang heningpun hasilnya cukup
memuaskan. Pembacaan hasil dari kerja alat audiometri ini juga dapat dilakukan baik secara
manual ataupun otomatis. Pemeriksaan audiometri memiliki biaya sedang dan dibutuhkan
hanya jika kebisingan merupakan masalah/kejadian yang serius dan terus-menerus. 
Hal yang biasa dilakukan di poliklinik THT ialah pemeriksaan
menggunakan audiometri nada murni. Audiometri nada murni merupakan suatu alat
pemeriksaan berupa elektronik akustik yang dapat menghasilkan nada murni mulai dari
frekuensi 125 Hz sampai dengan 8000 Hz. Dengan menggunakan alat ini, hasil akhirnya
mampu menentukan keadaan fungsi masing-masing telinga secara kualitatif (normal, tuli
sensori neural, tuli konduktif atau tuli campuran) dan kuantitatif (normal, tuli ringan, tuli
sedang atau tuli berat).
Selama ini alat audiometri yang biasa digunakan untuk memeriksa tingkat ketulian
dari telinga manusia merupakan audiometri yang berjenis konvensional. Jenis audiometri ini
memiliki kelemahan dalam hal penggambaran grafik pada hasil akhir dari pemeriksaan
(audiogram) yang masih manual, serta tingkat akurasi penggambaran yang masih tergolong
rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan membuat audiometri yang mampu
menyimpan, menampilkan dan mencetak data pasien beserta bentuk audiogram dari hasil
pemeriksaannya.
BAB II
KONSEP DASAR, BLOK DIAGRAM, DAN RANGKAIAN

2.1 Konsep Dasar

Gambar 1. 5 Alat Audiometri

Audiometri berasal bahasa Latin yaitu dari kata audire yang bearti pendengarandan
metrios yang bearti mengukur, jadi secara harfiah audiometri adalah pemeriksaan untuk
menguji fungsi pendengaran. Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk
mengetahui level pendengaran seseorang. Pemeriksaan audiometri dalam ilmu medis
maupun ilmu hiperkes tidak sajadapat digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan
pendengaran. Audiometri merupakan tes kemampuan pendengaran, selain menentukan
tingkat pendengaran tetapi juga mengukur kemampuan membedakan intensitas suara
danmengenali pitch.Alat yang digunakan untuk menguji pendengaran adalah audiometer
yangdiujikan pada kedua belah telinga secara bergantian. Audiometer merupakan suatu
peralatan elektronik yang digunakan untuk menguji pendengaran, dimana audiometer
mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksaan
yaitufrekuensi (125-8000 dan intensitas suara yang dapat diukur (-10 s/d 110 dB) (Soetirto,
2007).
Indikasi pemeriksaan audiometri diantaranya adalah :
1. Adanya penurunan pendengaran
2. Telinga berbunyi dengung
3. Rasa penuh ditelinga
4. Riwayat keluar cairan
5. Riwayat terpajan kebisingan
6. Riwayat tauma
7. Riwayat pemakaian obat ototoksik
8. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
9. Gangguan keseimbangan
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis, dan
pasien yang kooperatif. Prinsip dasar pemeriksaan audiometri ini adalah pemeriksaan pada
bermacam-macam frekunsi dan intensitas suara (dB) ditransfer melalui headset ataubone
conductor ke telinga atau mastoid dan batasan intensitassuara (dB) pasien yang tidak dapat
didengar lagi dicatat melalui program computer atau diplot secara manual pada kertas grafik
(Soetirto, 2007).

2.2 Blok Diagram


Gambar 1. 6 Blok Diagram Alat Audiometri

Ketika tombol on ditekan maka supplay tegangan akan masuk ke seluruh rangkaian
pada alat. Osilator akan membangkitkan frekuensi dengan keluaran gelombang sinus dan
kotak. Gelombang sinus digunakan untuk mengatur intensitas bunyi (dB) sedangkan
gelombang kotak untuk menghitung nilai frekuensi. Nilai frekuensi diatur dengan cara
memutar resistor variable (potensio). Frekuensi akan dihitung oleh microcontroller dengan
menghitung jumlah counter per detiknya, kemudian ditampilkan di display. Gelombang
sinus akan dikuatkan oleh amplifier kemudian dihubungkan dengan headphone. Potensio
digunakan untuk mengatur intensitas bunyi yang keluar. Bunyi yang telah keluar berupa
nada murni yang akan di teruskan ke headphone. Supaya bunyi nada tesnya tidak keluar
terus menerus, maka ditambahkan saklar supaya bunyi keluar sesuai dengan lama waktu
yang dibutuhkan. Jika pasien mendengar maka tombol save akan di pencetnya, maka dB dan
frekuensi beserta tanggal tes yang tertampil di display akan tersimpan pada SD card. Nilai
frekuensi dan desibel yang telah diujikan akan disimpan pada micro sd secara berurutan
berdasarkan nilai frekuensi dan desibel yang diujikan.
Komponen yang diperlukan :
Gambar 1. 7 Nama Komponen yang Diperlukan
2.3 Rangkaian
2.3.1 Rangkaian Power Supply
Rangkaian power supply adalah rangkaian yang berfungsi sebagai pensuplai
tegangan dan arus listrik untuk rangkaian.

Gambar 1. 8 Rangkaian Power Supply

Tegangan 12 V DC bersumber dari adaptor dan baterai. Tegangan dari adaptor


masuk ke saklar. Tegangan baterai adalah 3,6 V, kemudian dinaikan tegangannya
menjadi 12 V dengan menggunakan modul step up, kemudian masuk ke saklar.
Tegangan 12 V masuk ke IC regulator 7809 untuk membatasi tegangan keluaran
sebesar 9 V, transistor digunakan sebagai penstabil tegangan dan kapasitor digunakan
untuk menyaring ripple tegangan yang masih bocor. Tegangan 12 V masuk ke IC
regulator 7805 untuk membatasi tegangan keluaran sebesar 5 V, transistor digunakan
sebagai penstabil tegangan dan kapasitor digunakan untuk menyaring ripple tegangan
yang masih bocor.

2.3.2 Rangkaian Minimum System


Rangkaian minimum system berfungsi sebagai kontrol dari semua modul yang
terdapat pada alat.
Gambar 1. 9 Rangkaian Minimum System

Rangkaian minimum sistem pada modul ini berfungsi sebagai kontrol kerja
modul secara keseluruhan. Fungsi dari kristal adalah sebagai clock tambahan yang
terhubung dengan kapasitor berguna sebagai pengosongan dan pengisian osilator,
sebenarnya ATMega328p sudah mempunyai clock internal tetapi frekuensinya masih
kecil sehingga tidak maksimal dalam pengolahan data. Pada IC ATMega 328p ini
diberi program yang akan mengontrol sistem kerja modul. Adapun program yang
digunakan pada modul ini menggunakan program arduino.
Berikut ini fungsi port-port pada ATMega328p, PD2 tersambung ke IC 4584.
PD3 sampai PD7 ditambah PB0 tersambung ke rangkaian LCD. PB2 sampai PB5
terhubung ke modul SD card. PB6 dan PB7 masing-masing tersambung ke kaki
kristal. PC1 sebagai input ADC2, PC2 sebagai input ADC1. PC3 terhubung ke push
button tombol save. PC4 tersambung ke SDA, PC5 tersambung ke SCL pada modul
RTC 1307.

2.3.3 Rangkaian LCD


Rangkaian LCD berfungsi untuk menampilkan karakter dan data pengukuran
pada alat.
Gambar 1. 10 Rangkaian LCD

LCD yang digunakan adalah 16 x 2, tegangan masukan 5V. pin-pin pada LCD
terhubung ke rangkaian minimum system sesuai dengan jalur pada gambar.

2.3.4 Rangkaian Pembangkit Frekuensi


Rangkaian pembangkit frekuensi yang digunakan adalah osilator RC dengan
menggunakan IC XR 2206. IC tersebut mampu menghasilkan gelombang sinus, segi
empat dan gigi gergaji dengan kualitas tinggi dan akurasi cukup tepat.
Gambar 1. 11 Rangkaian Pembangkit Frekuensi

Fungsi PIN 1 yaitu sebagai pengatur modulasi amplitudo sinyal input dengan
tegangan masuknya 5V. PIN 3 berfungsi sebagai multiplier output. Pin 4 adalah vcc
12V. PIN 5dan 6 adalah timing kapasitor dengan nilai 100nF. PIN 7 adalah timing
resistor yang disusun seri 1K dan potensio 100 K. Fungsi resistor 1 K adalah sebagai
pengaman supaya hambatannya ketika potensi diputar maksimal hambatannya tidak
bernilai 0. Frekuensi yang dihasilkan ditentukan oleh harga kapasitor pada PIN 5,6 dan
resistor pada PIN 7. Harga fₒ adalah:

PIN 2 sebagai keluaran gelombang sinus, kemudian masuk ke rangkaian


transistor penguat tegangan. Transistor PNP berfungsi untuk memberikan bias positif
pada transistor NPN. Kapasior 1000 uF berfungsi sebagai kopel antara rangkaian
penguat. PIN 11 sebagai keluaran gelombang kotak, kemudian masuk ke rangkaian
transistor buffer sebagai penyetabil sinyal. Gelombang kotak masuk ke IC 4584
sebagai penegas gelombang kotak kemudian masuk ke mikro untuk nilai menghitung
frekuensi.

2.3.5 Rangkaian Amplifier


Rangkaian amplifier berfungsi untuk menaikan tegangan yang masuk ke
rangkaian.
Gambar 1. 12 Rangkaian Amplifier

Gelombang sinus, masuk ke potensio (RV3). Potensio berfungsi sebagai


pengatur tinggi gelombang sinus yang masuk ke kaki 3 pada U1.B. Setelah potensio
dipasang kapasitor C4 yang berfungsi sebagai kopling, fungsinya supaya menahan
tegangan DC dari rangkaian selanjutnya supaya tidak saling mempengaruhi (Test
Point 1). Setelah dari kapasitor sinyal masuk ke rangkaian yang terhubung ke PORTC
2 sebagai ADC 2, dengan tegangan referensinya 2,5 V. Sebelum masuk ke kaki 3
U1.B sinyal masuk ke pembagi tegangan pada R7 dan R12 (Test Point 2). Potensio
(RV3) diatur hingga keluaran OpAmp U1.B 5Vpp (Test Point 3). Tegangan 5 Vpp
merupakan hasil dari penguatan noninverting dengan penguatan 11 kali dengan nilai
R3 100K Ohm dan R4 10K Ohm. U1.A adalah rangkaian buffer menguatkan tegangan
sebesar 1 kali. Keluarannya di jadikan rangkaian bias atau tegangan referensi supaya
output sinyal tidak ada yang dibawah garis nol. Keluaran U1.B kemudian masuk ke
C7, kemudian masuk ke potensio Vol dB. Potensio Vol dB ini berfungsi untuk
mengatur keluaran dari U2.A dan U2.B yang tersusun secara pararel. Penguatan pada
U2.A dan U2.B adalah sebesar 1,12 kali dengan nilai R23=R25 yakni 1,2K Ohm dan
R24=R28 yakni 10K Ohm. Keluran U2.A digunakan sebagai input ADC 1, sedangkan
keluaran U2.B disambungkan ke headphone. Fungsi kapasitor C13 adalah untuk
memblok gelombang DC sehingga yang masuk ke headphone hanya gelombang sinus
saja.
Adapun rumus untuk menghitung nilai dB berdasarkan tegangan adalah:
BAB III
DASAR YANG HARUS DIPELAJARI

3.1 Dasar Secara Fisika


a. Nada Murni

Gambar 1. 13 Audiogram

Keterangan Gambar Audiogram :


- Garis Horizontal untuk dB
- Garis Vertikal untuk Frekuensi
- Garis tebal pada 20 dB : batas normal
- Antara 2 garis vertikal ada garis bayangan untuk frekuensi ½ oktav :
 750 Hz (antara 500 dan 1000 Hz)
 1500 Hz (antara 1000 dan 2000 Hz)
 3000 Hz (antara 2000 dan 4000 Hz)
 6000 Hz (antara 4000 dan 8000 Hz)
- ½ oktav diperlukan pada audiogram yang curam, contohnya pada audiogram ototoxtic.

b. Teknik Manual Audiometri Nada Murni


1. Dimulai dari telinga yang baik.
2. AC terlebih dahulu, baru BC.
3. Diawali dari 1.000 Hz (sebab frekuensi ini paling enak didengar) pada 40 dB,kalau 40
dB tidak mendengar naikkan 20 dB menjadi 60 dB, kemudian turunkan setiap 10 dB
sampai tidak mendengar sama sekali kemudian naikkan 5 dB. Catat di Audiogram.
Berikutnya 2.000 Hz, 4.000 Hz, 8.000 Hz, kembali ke 1.000 Hz, 500 Hz, 250 Hz.
4. Pemberian Stimulus secara interuptor, tidak monoton. Pemeriksaan telinga sehat
selesai.
5. Pindah ke telinga yang sakit.
6. Kalau AC 1.000 Hz pada telinga yang sakit ada gab lebih dari 40 dB, tes AC
dihentikan terlebih dahulu. Kita lakukan tes Weber menggunakan Vibrator dengan
maksud agar ada gambaran bahwa yang sakit SNHL / CHL. Lateralisasi ke yang sehat
: SNHL Lateralisasi ke yang sakit : CHL.
7. AC tertinggi : 100 Db.
8. Nilai ambang dicatat pada Audiogram sampai selesai pada semua frekuensi.
9. Kemudian kita lakukan tes BC, prosedur sama dengan di atas. Untuk BC hanya 500
Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz, 4.000 Hz. BC tertinggi : 65 dB.
10. BC harus lebih baik daripada AC karena BC langsung Kokhlea atau BC identic
dengan tuli SNHL.
11. Air Bone Gab lebih dari 40 dB adalah pemeriksaan yang salah (bisa salah pada BC
atau AC).
12. Pemasangan vibrator jangan menyentuh pina.
13. Pada Borneo Fenomena, BC pada 500 Hz dibawah AC, biasanya pada penderita
Presbycusis.

c. Interpretasi Audiogram Nada Murni


1. DBN (Dalam Batas Normal), apabila AC maupun BC diatas garis batas Normal
(dibawah 20 dB).
2. CHL (Conductive Hearing Loss), apabila BC dbn sedang AC di bawah garis normal,
Air Bone Gab tidak lebih 40 dB.
3. SNHL (Sensori Neural Hearing Loss), apabila baik AC maupun BC sama-sama di
bawah garis normal, Air Bone Gab kurang dari 15 dB (berhimpit).
4. MHL (Mixed Hearing Loss), apabila baik AC mapun BC sama-sama di bawah garis
normal, Air Bone Gab lebih dari 15 dB.

3.2 Dasar Secara Biologi


Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri
dari daun telinga atau aurikula serta liang telinga atau kanalis auditorius eksternus. Daun
telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot. Liang telinga sepertiga lateral dibentuk oleh
tulang rawan dan dua pertiga bagian dalam dibentuk oleh tulang. Panjang keseluruhan liang
telinga adalah sekitar 2,5 cm. Telinga tengah berbentuk kubah dengan enam sisi. Organ
konduksi pada telinga tengah adalah membrana timpani, rangkaian tulang-tulang
pendengaran, liga mentum penunjang dan fenestra rotundum.
Telinga bagian dalam terdiri dari koklea dan komponen penyusunnya. Koklea
berbentuk kumparan yang terdiri dari skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, suatu cairan ekstraseluler yang kaya natrium
yaitu 139 mEq/L dan rendah kalium yaitu 4 mEq/L. Perilimfe di skala vestibuli berhubungan
dengan perilimfe di skala timpani melalui suatu apeks koklea yang disebut helikotrema.
Skala media mengandung cairan endolimfe, suatu cairan intraselular yang kaya kalium yaitu
144 mEq/L dan rendah natrium yaitu 13 mEq/L yang dikelilingi oleh membran Reissner,
membrane basilaris, lamina spiralis pars osseus dan dinding lateral koklea.

Gambar 1. 14 Anatomi Telinga

Organon korti terletak pada membran basilaris berbentuk seperti spiral yang lebarnya
0,12 mm di bagian basal dan melebar sampai 0,5 mm di bagian apeks yang merupakan
kumpulan neuroepitel yang merupakan ujung organ penerima rangsangan saraf akibat
getaran bunyi. Organon Corti mempunyai tiga bangun penting yaitu sel-sel rambut, sel
penyokong dan membrane tektoria. Sel rambut memiliki stereosilia yang mengandung aktin
dan prestin. Aktin merupakan protein yang sensitif terhadap sentuhan dan pergerakan,
sedangkan prestin merupakan protein motorik yang berperan untuk mengatur dan
mengendalikan kekuatan elektromotilitas sel-sel rambut.

3.3 Dasar Seacara Fisiologi


Pada mekanisme mendengar, aurikula berfungsi untuk menangkap, memantulkan,
mengumpulkan serta mengarahkan gelombang suara ke kanalis auditorius eksternus.
Gelombang suara ini oleh kanalis auditorius eksternus diresonansikan, diperkuat dan
diteruskan ke membrana timpani. Telinga tengah berfungsi untuk meneruskan gelombang
suara dari telinga luar ke telinga dalam dan memperkuat gelombang tersebut. Impul akustik
dalam perjalanannya dari telinga luar sampai telinga dalam sebagian besar akan hilang atau
tertahan akibat perpindahan media yaitu udara menuju padat dan cair. Suara yang hilang ini
mencapai 99,9% sehingga impuls akustik yang mencapai organon korti tinggal 0,1%.
Telinga tengah memiliki mekanisme ungkit dan hidrolik yang memperkuat impuls akustik
sebesar 18,2 kali setara dengan 25 dB.
Pada telinga dalam terjadi dua proses penting dalam sistem pendengaran. Pertama
adalah proses transmisi hidrodinamik yaitu perpindahan energi bunyi dari foramen ovale ke
sel-sel bersilia. Kedua adalah proses transduksi yaitu terjadi pengubahan pola energi bunyi
pada organon korti menjadi potensial aksi dalam nervus auditorius. Proses transduksi
dimulai dari pergerakan membran basilaris dan membran tektoria akibat bergeraknya skala
media dan endolimfe karena proses transmisi sehingga terbentuk suatu pola energi listrik
yang berjalan sepanjang membran basilaris. Pola pergeseran membran basilaris membentuk
gelombang berjalan dengan amplitude maksimal yang berbeda dan sesuai dengan frekuensi
stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi
berfrekuensi tinggi yaitu 10 kHz mempunyai pergeseran maksimal pada bagian basal koklea,
sedangkan stimulus bunyi berfrekuensi rendah sebesar 125 Hz mempunyai pergeseran
maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat
tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks sedangkan bunyi yang berfrekuensi sangat rendah
dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris. Pergerakan membran
basilaris merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut terlepasnya
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius
dan dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke pusat pendengaran di korteks serebri.
BAB IV
TEKNOLOGI TERBARU

4.1 Audiometri Portabel

Gambar 1. 15 Audiometri Portabel

Diinisiasi oleh Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik


Fisika ITS serta didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), alat audiometri
ini dikembangkan untuk memonitor level pendengaran seseorang guna diklasifikasikan
sebagai subjek dengan gangguan pendengaran atau berpendengaran normal. “Alat ini
memantau ambang batas pendengaran seseorang dan umumnya pendengaran normal berada
di 60 desibel (dB).
Alat audiometri dirancang portable dan dapat digunakan di ruang terbuka. Hal ini
dilatarbelakangi karena terbatasnya ruang pemeriksaan yang layak serta pemeriksaan di
ruang yang sempit dapat membahayakan pasien dengan penyakit tertentu seperti pasien
Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB MDR). “Dengan ini, pemeriksaan pendengaran
dapat dilakukan dimana saja.
Alat ukur pendengaran ini juga dirancang user-friendly sehingga dapat digunakan
secara mandiri oleh pasien. Cara penggunaan alat yang mengadopsi metode three force
choice ini juga sangat mudah. Pada alat ukur terdapat tiga tombol, bila naracoba mendengar
suara saat lampu LED alat menyala, maka naracoba akan menekan salah satu dari tiga
tombol di bawah lampu yang menyala.
Hasil dari pengukuran alat berupa audiogram dapat diakses melalui alat elektronik
yang sudah terhubung dengan alat audiometri menggunakan sambungan internet wi-fi.
Audiogram ini nantinya akan dibaca oleh pihak dokter, dan dokter terkait juga yang
menentukan apakah pasien mengalami gangguan pendengaran atau tidak berdasarkan grafik
level pendengaran.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Pemeriksaan audiometri dalam ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak sajadapat
digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan
lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Selain itu audiometri
juga memiliki beberapa fungsi lainnya, diantaranya :
1. Untuk mengukur berapa tingkat ketajaman pendengaran manusia.
2. Untuk mengukur ambang pendengaran manusia.
3. Untuk mengindikasikan apabila terjadi kehilangan fungsi pendengaran.
4. Mampu mencatat kemampuan pendengaran dari setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda-beda.
5. Dapat menghasilkan audiogram (suatu gambar berupa grafik dari ambang pendengaran
dari setiap masing-masing telinga terhadap suatu rentang frekuensi).
Selama ini alat audiometri yang biasa digunakan untuk memeriksa tingkat ketulian
dari telinga manusia merupakan audiometri yang berjenis konvensional. Jenis audiometri ini
memiliki kelemahan dalam hal penggambaran grafik pada hasil akhir dari pemeriksaan
(audiogram) yang masih manual, serta tingkat akurasi penggambaran yang masih tergolong
rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan membuat audiometri yang mampu
menyimpan, menampilkan dan mencetak data pasien beserta bentuk audiogram dari hasil
pemeriksaannya.
Diinisiasi oleh Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik
Fisika ITS serta didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), alat audiometri
ini dikembangkan untuk memonitor level pendengaran seseorang guna diklasifikasikan
sebagai subjek dengan gangguan pendengaran atau berpendengaran normal. Alat audiometri
dirancang portable dan dapat digunakan di ruang terbuka. Alat ukur pendengaran ini juga
dirancang user-friendly sehingga dapat digunakan secara mandiri oleh pasien. Hasil dari
pengukuran alat berupa audiogram dapat diakses melalui alat elektronik yang sudah
terhubung dengan alat audiometri menggunakan sambungan internet wi-fi.
DAFTAR PUSTAKA

[1] A. N. Fauziati, Hubungan Kuesioner Hearing Handicap Inventory for the Elderly-
Screening ( Hhie-S ) Dengan Tes Audiometri Nada Murni Pada Oleh : 2019.
[2] S. D. Mustiva, “AUDIOMETER BERBASIS MIKROKONTROLLER AVR ATmega
8535,” J. Tek. Elektromedik, vol. 8, no. 1, pp. 746–754, 2013.
[3] A. Hamzah, Y. B. Prasetyo, Y. A. Prasetyo, and ..., “Audiometri Interaktif Berbasis
Komputer,” Widya …, vol. 21, no. 2, pp. 40–44, 2016, [Online]. Available:
http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/widyateknika/article/view/
89%0Ahttps://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/widyateknika/article/
viewFile/89/89
[4] K. Sinaga and H. Sutanto, “Rancang Bangun Audiometer Berbasis Mikrokontroler dengan
Antarmuka Komputer,” Youngster Phys. J., vol. 2, no. 3, pp. 87–94, 2013.
[5] T. S. Pratama, “Analisis Hubungan Umur Dan Lama Pemajanan Pemeriksaan Audiometri
Tenaga Kerja Di Unit Produksi Central Processing Area Job P-PEJ Tuban Jawa Timur,”
J. Skripsi, pp. 1–86, 2010.

Anda mungkin juga menyukai