Audiometri
Oleh :
Egy Fazar Ilhami
P22030118012
TEKNIK ELEKTROMEDIK
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dekade akhir abad ini populasi bising mulai melanda bidang industri,
musik yang menggunakan instrument elektronik yang digelarkan dengan irama rock dan
jazz demikian pula bidang penerbangan antariksa dengan peluncuran roket angkasa dan
akhirnya populasi bising meluas ke rumah tangga dengan eletrifikasi alat-alat seperti air
conditioning, mesin cuci dan menghisap debu, pengering rumput, lemari es dan
sebagainya. Dengan demikian benarlah apa yang di nyataka oleh Mo Kenzi (1916)
bahwa civilization is noise atau kemajuan peradaban manusia di tandai dengan bising.
Kerusakan pendengaran akibat terpapar bising keras dalam waktu yang cukup
lama yang lazimnya disebut trauma bising diperkirakan mulai terjadi pada abad
perunggu sejak manusia mengenal logam. Penempatan bahan perunggu dan besi untuk
dibuat alat-alat atau senjata yang diperlukan dalam sehari-hari menimbulkan bising keras
yang dapat merusak pendengaran.
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah
penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, musik yang menggunakan
instrument elektronik yang digelarkan dengan irama rock dan jazz. Demikian juga bidang
penerbangan antariksa dengan peluncuran roket angkasa dan akhirnya polusi bising
meluas ke rumah tangga dengan elektrifikasi alat-alat seperti air conditioner, mesin cuci,
penghisap debu, pengering rumput, dan sebagainya. Dengan demikian benarlah apa yang
dinyatakan oleh Mc Kenzi (1916) bahawa civilitation is noise atau kemajuan peradapan
manusia ditandai dengan bising. Akibatnya kebisingan makin dirasakan mengganggu dan
dapat memberikan dampak pada kesehatan.
Kerusakan organ pendengaran akibat bising terjadi pada lingkaran basal
coohleae yang ditandai dengan menghilangnya sebagian sel-sel rambut organon spirale
coohleae. Selanjutnya dengan hasil pengukuran pendengaran dengan audiometer yang
terlihat dengan jelas terinci frekuensi-frekuensi organ pendengaran yang mengalami
kerusakan.
Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila
terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu
komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Trauma akustik
3
ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat bising di tempat kerja, gangguan
sistemik yang timbul akibat kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung
kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah. Untuk itu, tenaga
kesehatan perlu mengenali pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan
deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja.
Pemeriksaan tingkat ketulian telinga manusia menggunakan alat audiometer
dilakukan oleh seorang operator dengan cara mengatur beberapa kombinasi nilai
intensitas dan frekuensi, kemudian kombinasi nilai intensitas dan frekuensi tersebut
dikirim satu persatu dalam bentuk sinyal listrik ke earphone agar mampu diubah menjadi
bentuk bunyi. Earphone dipasang di kedua telinga probandus, apabila probandus
mendengar bunyi dari tiap-tiap bunyi yang diperdengarkan maka probandus tersebut
diharuskan mengangkat tanda sebagai pertanda mendengar dan pada saat itu pula
operator memberi tanda pada sebuah kartu hasil pemeriksaan yang disebut audiogram.
Hal utama dari program konsevarsi pendengaran pada pekerja adalah untuk
mencegah kehilangan fungsi pendengaran akibat pajanan kebisingan di tempat kerja
orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan Program konservasi pendengaran ini
sudah sepatutnya mengusakan atau memodifikasi sesuai situasi dan kondisi yang ada
untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu perlindungan bagi pekerja terhadap bahaya
potensial pajanan kebisingan, hal kedua pada Program konservasi pendengaran ini adalah
mendidik dan memotivasi individu dimana mereka akan selalu memilih untuk
melindungi diri sendiri dari pajanan kebisingan di luar lingkungan kerja dan memberikan
pengetahuan mereka pada teman atau sanak keluarga tetang Program konservasi
pendengaran ini. Program Program konservasi pendengaran berupa program pencegahan
kehilangan fungsi pendengaran pada pekerja memberikan keuntungan berupa dapat
menjaga kemampuan pendengaran pekerja secara optimal dalam hidup dan hubungan
interpersonal, menyadari akan bunyi alarm bahaya dan banyak lagi, dan
dapatmenurunkan angka kecelakaan kerja dan berkerja lebih efisien.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penggunaan, tujuan penggunaan, dan manfaat audiometer.
2. Untuk mengetahui derajat ketulian.
3. Untuk deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan mencegah
Temporary Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.
4. Untuk mengetahui ambang batas pendengaran anggota kelompok 1 ProDi D4
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian
(gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian yaitu tuli
konduktif dan tuli saraf (Sensorineural). Audiometer adalah peralatan elektronik
untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, yaitu :
a. Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran.
b. Mengindikasikan kehilangan pendengaran.
c. Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis.
d. Mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda.
e. Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing
telinga pada suatu rentang frekuensi).
f. Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang
heningpun hasilnya memuaskan.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
presentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah
subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan
bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang
merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu
5
dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD
sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya,
tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan
mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memang kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad
pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan
seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran
baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga :
apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab
kurang pendengaran.
2. Tujuan dan Manfaat Audiometri
a. Tujuan Audiometri
1. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga.
2. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi.
3. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak.
b. Manfaat Audiometri, ada empat tujuan (Davis, 1978) :
a. Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekurnsi bunyi, bising dapat dibagi atas :
1) Bising yang continue dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
2) Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga
relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler dan katup gas.
3) Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus
menerus, melainkan ada metode yang relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas
dan kebisingan di lapangan terbang.
4) Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Misalnya suara ledakan mercon, tembakan dan meriam.
5) Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini
terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruh terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :
1) Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras.
Misalnya mendengkur.
2) Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena triakan atau isyarat tanda
bahaya tenggelam dalam bising dalam sumber lain.
Bising yang merusak (damaging/injurious noise). Adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan
fungsi pendengaran.
BAB III
HASIL
1. Gambar Alat
Fungsi alat :
a. Jack untuk menghubungkan arus listrik.
b. Tombol-tombol Kontrol :
1) TONE : untuk memilih test signal mode Pulse atau Cont
a) Pulse : signal model mendengung
b) Cont : signal model terputus-putus
2) TEST : untuk memulai test.
3) STOP : untuk menghentikan test.
11
4) HOLD : tombol dimana bila ditekan signal akan ada pada frequensi
dimana carieage berada dan akan memberikan signal.
5) FORWARD : tombol dimana apa bila ditekan careieage akan bergerak ke
frequensi yang diinginkan sehingga test terhenti untuk
sementara.
6) RETRUN : tombol tekan pemindahan arus yang mana test terhenti, dan
carieage akan kembali ke posisi semula.
7) RESPONSE COUNTER : akan menyala bila test berada di luar daerah normal.
c. Tombol ON : untuk menghidupkan. Saat hidup lampu pilot menyala.
d. Fiber pen untuk menunjukkan atau menulis hasil dari test audiogram.
e. Kartu atau kertas audiogram digunakan untuk data medis.
f. Earphone berfungsi untuk mendengarkan frekuensi suara terdiri dari kiri dan
kanan yaitu warna merah dan biru.
g. Handswitch berfungsi untuk menunjukkan respon dari probandus.
2. Cara Kerja
a. Audiometri set telah dikalibrasi
b. Memasang earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga kanan
dan warna biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengaranya atau telinga kanan (tekan
tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di frekuensi 500 Hz dengan menekan/memutar tombol
frekuensi sesuai dengan nomor 500 Hz.
f. Tekan tombol nada mulia 50 dB dan turunkan bertahap dengan
menekan/memutar tombol intensitas,
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik
penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon ulangi hingga intensitas 10 dB.
i. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan
4000 Hz dengan prosedur yang sama.
j. Periksa telinga sebelahnya denga prosedur yang sama.
3. Tata Cara Pengujian
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan maka tenaga kerja/pasien/probandus harus bebas
bising selama 16 jam agar didapatkan gambaran audiogram yang dapat dipercaya.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum Audiometri dengan alat Audiometer yang dilakukan pada hari
Senin, 24 November 2014. Maka hasil pengukuran dapat dianalisis :
A. Analisa Statik Analitik
13
Dari hasil pemeriksaan tajam pendengaran atau nilai ambang dengar seseorang dengan
beskey audiometer dapat diketahui langsung bahwa probandus termasuk dalam criteria type I
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Telinga normal
b. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
Nilai ambang dengar tergantung dari kepekaan pendengaran dan kelainan yang dialami.
Probandus dalam kategori type I, yaitu telinga normal hal itu dapat ditunjukan
dengan grafik nada Pulse dan Cont berimpit dari frekuensi 500 Hz - 8000 Hz dan nilai ambang
dengarnya antara - 10 dB – 30 dB.
B. Analisa Hasil
Hasil pemeriksaan tajam pendengaran atau nilai ambang dengar seseorang dengan
audiometer adalah sebagai berikut :
1. Type I
a. Telinga normal.
b. Grafik nada PULSE dan CONT berhimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
c. Nilai ambang dengar antara -10 dB sampai 30 dB.
2. Type II
c. Tuli konduktif.
d. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
e. Nilai ambang dengar tergantung dari kepekaan pendengaran dan kelainan yang
dialami.
3. Type III
a. Tuli syaraf.
b. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 3000 Hz dan pada
frekuensi 4000 Hz sampai 8000 Hz terjadi pemisahan.
c. Untuk tuli akibat bising terdapat ciri khas yaitu terjadi torehan C5 pada frekuensi 4000
atau sudah menyebar pada freuensi disekitarnya.
4. Type IV
a. Tuli akibat kerusakan pada retrocohlear atau sensori neuro hearing loss.
b. Grafik nada PULSE dan CONT memisah dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
5. Type V
a) Tuli psikologis.
b) Grafik nada PULSE dan CONT terbalik dimana nada continue dan nada pulse
dibawah.
14
C. Analisa Deskriptif
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa dari analisa data
di atas terdapat pencegahan terhadap gangguan pendengaran yang dapat diketahui dengan tes
Audiometri.
Pada frekuensi 500 dB - 4000 dB,. Karena di sebabkan beberapa hal :
1) Keadaan ruangan tidak kondusif.
2) Banyak suara yang menganggu.
3) Suara tidak steril sebelum melakukan praktikum, yang seharusnya praktikan harus steril dari
suara yang bising.
Sebab umum gangguan pendengaran dan upaya pencegahan :
a. Sebab-sebab gangguan pendengaran
1) Intensitas suara terlalu tinggi.
1) Usia.
2) Penyakit bawaan.
3) Riwayat gangguan pendengaran sebelum di tes.
4) Gaya hidup.
5) Pengaruh obat-obatan.
6) Keadaan kesehatan.
7) Kepekaan pendengaran.
8) Lama pemaparan.
b. Upaya pencegahan
1) Meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai kebisingan dan pengaruh terhadap
kesehatan.
2) Mengetahui tingkat kebisingan ditempat-tempat tertentu sesuai dengan karakteristik
kegiatan.
3) Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya mengurangi
paparan, secara teknis (Engineering control) dengan cara pemilihan equipment atau
proses yang lebih sedikit menimbulkan bising, dengan melakukan perawatan
(maintenance), melakukan pemasangan penyerap bunyi, mengisolasi dengan
melakukan peredaman (material akustik), menghindari kebisingan.
4) Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya mengurangi
paparan, secara administratif (Administrative Control) dengan cara melakukan shift
kerja, mengurangi waktu kerja, melakukan training.
15
5) Deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss dan mencegah Themporary
Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.
6) Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan menggunakan ear plug, ear muff, helmet.
Pengaruh yang menyebabkan terjadinya kebisingan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Non Auditory Effek
Menyebabkan gangguan percakapan oleh karena adanya intervensi sehingga
komunikasi terganggu. Derajat gangguan bising atau speech interference level terhadap
percakapan tergantung pada dua faktor yaitu masking ability dari bising dan situasi atau
keperluan komunikasi. SIL dapat diukur dengan jalan menentukan efek interferensi dari
bising terhadap kemampuan dua orang untuk mengadakan percakapan, biasanya
ditentukan dalam sound pressure level pada frekuensi–frekuensi 600 - 1200 Hz, 1200
-2400 Hz, 2400 - 4600 Hz. Pengaruh lain adalah gangguan physiologis, gangguan tidur
dan gangguan kenyamanan pendengaran.
2. Auditory Effect
Pengaruh pemaparan bising pada organ pendengaran adalah sebagai berikut :
a. Trauma akustik
Terjadi oleh paparan suara yang sangat keras dan dalam waktu yang singkat,
misalnya ledakan. Kerusakan ini mudah dalam diagnose dan terjadinya dapat dengan
tepat diketahui. Bagian yang terkena umumnya pada gendang telinga (membran
tympani pecah/lobang). Kelainan ini bersifat reversibel dengan jalan dioperasi.
Permanent threeshold shift atau sering disebut Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) adalah kehilangan daya dengar secara perlahan-lahan oleh karena
pemaparan bising secara keras (diatas 85 dB) dalam waktu lama yang akhirnya
bersifat irreversibel. PTS atau NIHL ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : kepekaan individu, obat-
obatan, darah, dan penyakit telinga serta umur. Sedang faktor eksternal yang ikut
berperan adalah intensitas, lama pemaparan, spektrum suara, jenis bising, hoby, dan
bising lingkungan tempat tinggal.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Cara Kerja
a. Audiometri set telah dikalibrasi
b. Memasang earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga kanan
dan warna biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengaranya atau telinga kanan (tekan
tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di frekuensi 500 Hz dengan menekan/memutar tombol
frekuensi sesuai dengan nomor 500 Hz.
f. Tekan tombol nada mulia 50 dB dan turunkan bertahap dengan
menekan/memutar tombol intensitas,
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik
penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon ulangi hingga intensitas 10 dB.
i. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan
4000 Hz dengan prosedur yang sama.
j. Periksa telinga sebelahnya denga prosedur yang sama.
17
2. Tujuan Audiometri
1)Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga.
2)Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi.
3)Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak.
3. Manfaat Audiometri, ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1)Mediagnostik penyakit telinga.
2)Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari,
atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah
butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam
bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD.
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
4. Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :
a. Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal.
b. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, disebut tuli ringan.
c. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang.
d. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat.
e. Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat.
2. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap sumbernya,
perjalanannya, dan penerimanya. Selain itu dapat juga dengan melakukan
pengendalian secara teknis (Engineering Control), pengendalian secara administratif
(Administrative Control) dan langkah terakhir adalah penggunaan alat pelindung
pendengaran.
3. Dari praktikum tersebut telinga kiri probandus merupakan telinga dengan ketulian
ringan hal ini dapat terlihat bahwa telinga tersebut dapat mendengar pada frekuensi
500 Hz sampai dengan 4000 Hz dengan tingkat intensitas 25 dB – 40 dB. Sedangkan
telinga kanan probandus merupakan kategori telinga normal hal ini dapat terlihat
bahwa telinga tersebut dapat mendengar pada frekuensi 500 Hz sampai dengan 4000
Hz dengan tingkat intensitas < 25 dB. Pekerjaan probandus adalah seorang mahasiswa
yang hanya terkena sedikit paparan. Sehingga telinga probandus seharusnya masih
normal. Untuk 7 probandus yang lain hasil pengukuran nilai ambang pendengaran
baik telinga kanan atau kiri tidak mengalami penurunan pendengaran atau normal.
Dilihat dari rata-rata ambang dengar baik telinga kanan ataupun kiri dari 7 probandus
memiliki kesamaan rata-rata ambang dengar 10 Hz.
18
B. Saran
1. Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum mahasiswa bersungguh-sungguh dan tidak
banyak bercanda ataupun membuat kegaduhan, sehingga tidak mengganggu
probandus yang sedang melakukan test audiometri.
2. Program sebaiknya menyediaan tempat praktikum khusus yang lebih baik dan jauh
dari sumber bising sehingga praktikan dapat berkonsentrasi dalam praktikum dan
praktikum dapat berjalan dengan baik.
3. Penyediaan waktu yang tepat saat akan melaksanakan praktikum bagi mahasiswa agar
hasil praktikum yang didapat bersifat valid.
4. Sebagai seorang ahli K3 sebaiknya mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan
mengetahui cara pencegahan serta pengendaliannya.