Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Audiometri

Oleh :
Egy Fazar Ilhami
P22030118012

TEKNIK ELEKTROMEDIK
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dekade akhir abad ini populasi bising mulai melanda bidang industri,
musik yang menggunakan instrument elektronik yang digelarkan dengan irama rock dan
jazz demikian pula bidang penerbangan antariksa dengan peluncuran roket angkasa dan
akhirnya populasi bising meluas ke rumah tangga dengan eletrifikasi alat-alat seperti air
conditioning, mesin cuci dan menghisap debu, pengering rumput, lemari es dan
sebagainya. Dengan demikian benarlah apa yang di nyataka oleh Mo Kenzi (1916)
bahwa civilization is noise atau kemajuan peradaban manusia di tandai dengan bising.
Kerusakan pendengaran akibat terpapar bising keras dalam waktu yang cukup
lama yang lazimnya disebut trauma bising diperkirakan mulai terjadi pada abad
perunggu sejak manusia mengenal logam. Penempatan bahan perunggu dan besi untuk
dibuat alat-alat atau senjata yang diperlukan dalam sehari-hari menimbulkan bising keras
yang dapat merusak pendengaran.
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah
penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, musik yang menggunakan
instrument elektronik yang digelarkan dengan irama rock dan jazz. Demikian juga bidang
penerbangan antariksa dengan peluncuran roket angkasa dan akhirnya polusi bising
meluas ke rumah tangga dengan elektrifikasi alat-alat seperti air conditioner, mesin cuci,
penghisap debu, pengering rumput, dan sebagainya. Dengan demikian benarlah apa yang
dinyatakan oleh Mc Kenzi (1916) bahawa civilitation is noise atau kemajuan peradapan
manusia ditandai dengan bising. Akibatnya kebisingan makin dirasakan mengganggu dan
dapat memberikan dampak pada kesehatan.
Kerusakan organ pendengaran akibat bising terjadi pada lingkaran basal
coohleae yang ditandai dengan menghilangnya sebagian sel-sel rambut organon spirale
coohleae. Selanjutnya dengan hasil pengukuran pendengaran dengan audiometer yang
terlihat dengan jelas terinci frekuensi-frekuensi organ pendengaran yang mengalami
kerusakan.
Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila
terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu
komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Trauma akustik
3

ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat bising di tempat kerja, gangguan
sistemik yang timbul akibat kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung
kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah. Untuk itu, tenaga
kesehatan perlu mengenali pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan
deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja.
Pemeriksaan tingkat ketulian telinga manusia menggunakan alat audiometer
dilakukan oleh seorang operator dengan cara mengatur beberapa kombinasi nilai
intensitas dan frekuensi, kemudian kombinasi nilai intensitas dan frekuensi tersebut
dikirim satu persatu dalam bentuk sinyal listrik ke earphone agar mampu diubah menjadi
bentuk bunyi. Earphone dipasang di kedua telinga probandus, apabila probandus
mendengar bunyi dari tiap-tiap bunyi yang diperdengarkan maka probandus tersebut
diharuskan mengangkat tanda sebagai pertanda mendengar dan pada saat itu pula
operator memberi tanda pada sebuah kartu hasil pemeriksaan yang disebut audiogram.
Hal utama dari program konsevarsi pendengaran pada pekerja adalah untuk
mencegah kehilangan fungsi pendengaran akibat pajanan kebisingan di tempat kerja
orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan Program konservasi pendengaran ini
sudah sepatutnya mengusakan atau memodifikasi sesuai situasi dan kondisi yang ada
untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu perlindungan bagi pekerja terhadap bahaya
potensial pajanan kebisingan, hal kedua pada Program konservasi pendengaran ini adalah
mendidik dan memotivasi individu dimana mereka akan selalu memilih untuk
melindungi diri sendiri dari pajanan kebisingan di luar lingkungan kerja dan memberikan
pengetahuan mereka pada teman atau sanak keluarga tetang Program konservasi
pendengaran ini. Program Program konservasi pendengaran berupa program pencegahan
kehilangan fungsi pendengaran pada pekerja memberikan keuntungan berupa dapat
menjaga kemampuan pendengaran pekerja secara optimal dalam hidup dan hubungan
interpersonal, menyadari akan bunyi alarm bahaya dan banyak lagi, dan
dapatmenurunkan angka kecelakaan kerja dan berkerja lebih efisien.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penggunaan, tujuan penggunaan, dan manfaat audiometer.
2. Untuk mengetahui derajat ketulian.
3. Untuk deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan mencegah
Temporary Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.
4. Untuk mengetahui ambang batas pendengaran anggota kelompok 1 ProDi D4
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian
(gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian yaitu tuli
konduktif dan tuli saraf (Sensorineural). Audiometer adalah peralatan elektronik
untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, yaitu :
a. Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran.
b. Mengindikasikan kehilangan pendengaran.
c. Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis.
d. Mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang
berbeda.
e. Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing
telinga pada suatu rentang frekuensi).
f. Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang
heningpun hasilnya memuaskan.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
presentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah
subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan
bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang
merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu
5

bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.


Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
a. Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250 - 500, 1000 -
2000, 4000 - 8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala, tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga
akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca
audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 20 - 29 tahun merupakan nilai ambang baku
pendengaran untuk nada murni.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwuensi 20 - 20.000 Hz. Frekwensi dari 500 - 2000 Hz yang paling penting
untuk memahami percakapan sehari-hari. Menurut ISO derajat ketulian adalah
sebagai berikut :
1) Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal.
2) Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, disebut tuli ringan.
3) Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang.
4) Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat.
5) Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang
berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada
diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan
earphone (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila
terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai
ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
a. Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-
kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah
6

dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip


audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disini sebagai
alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita.
Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui microphone
yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon
kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih
dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan
disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan
jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak
jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk
menebaknya. Pemeriksa mencatatan presentase kata-kata yang ditirukan dengan
benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan
ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari
audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
1) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50 % dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya
disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
2) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai
diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi
maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara
barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat
nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata
yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50 % tidak
dapat menirukan kata-kata dengan tepat. Kriteria orang tuli :
1) Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20 - 40 dB
1) Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40 - 60 dB
2) Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60 - 80 dB
3) Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas > 80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila
seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu
7

dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD
sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya,
tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan
mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memang kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad
pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan
seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran
baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga :
apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab
kurang pendengaran.
2. Tujuan dan Manfaat Audiometri
a. Tujuan Audiometri
1. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga.
2. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi.
3. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak.
b. Manfaat Audiometri, ada empat tujuan (Davis, 1978) :

1) Mediagnostik penyakit telinga.


2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari,
atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan,
apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi
(misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD.
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
3. Pengertian Bising
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya
yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik, atau yang menyebabkan rasa sakit
atau yang menghalangi gaya hidup. Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan
sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif
(peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum
pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu.
8

a. Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekurnsi bunyi, bising dapat dibagi atas :
1) Bising yang continue dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
2) Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga
relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler dan katup gas.
3) Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi secara terus
menerus, melainkan ada metode yang relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas
dan kebisingan di lapangan terbang.
4) Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Misalnya suara ledakan mercon, tembakan dan meriam.
5) Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya saja disini
terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruh terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :
1) Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras.
Misalnya mendengkur.
2) Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena triakan atau isyarat tanda
bahaya tenggelam dalam bising dalam sumber lain.
Bising yang merusak (damaging/injurious noise). Adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan
fungsi pendengaran.

4. Anatomi Telinga dan Mekanisme Mendengar


9

a. Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :


1) Telinga bagian luar.
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi
oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu
menampung gelombang suara dan menyebabkan membrane timpani bergetar.
Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membrane timpani
bergetar begitu juga sebaliknya.
2) Telinga bagian tengah.
Terdiri atas osside yaitu tulang kecil (tulang pendengaran yang halus)
Martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran
timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang
bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari cochlea.
3) Telinga bagian dalam.
Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea
mengandung cairan, di dalamnya terdapat membran basiler dan organ corti
yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran.
Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan oleh cochlea,
menghantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan impuls bagi organ
corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengaran
(nervuscochlearis).
b. Mekanisme Pendengaran
Suara ditangkap daun telinga dan dialirkan melalui saluran telinga.
Getaran suara ditangkap gendang telinga dan diteruskan ke telinga tengah. Getaran
diteruskan oleh tulang–tulang sanggurdi ke jendela rumah siput. Getaran
memenuhi rumah siput sehingga dapat ditangkap oleh sel–sel saraf, sel–sel saraf
rambut getar di rumah siput menghantarkan sinyal listrik akibat getarannya ke saraf
pendengaran saraf pendengaran menghantarkan sinyal listrik ke otak, otak
menerjemahkan sinyal listrik sebagai sensasi bunyi.
c. Gangguan Pendengaran
10

Gangguan pendengaran yaitu perubahan pada tingkat pendengaran yang


berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam
memahami pembicaraan. Secara kasar gradasi gangguan pendengaran karena
bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari
sebagai berikut :
1) Normal : tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa 6 m.
2) Sedang : kesulitan dalam percakapan sehari-harimulai jarak > 1,5 m.
3) Menengah : kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >
1,5 m.
4) Berat : kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak > 1,5 m.
5) Sangat berat: kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak < 1,5 m.
6) Tuli total : kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi.

BAB III
HASIL

A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Cara Pengukuran

1. Gambar Alat

Fungsi alat :
a. Jack untuk menghubungkan arus listrik.
b. Tombol-tombol Kontrol :
1) TONE : untuk memilih test signal mode Pulse atau Cont
a) Pulse : signal model mendengung
b) Cont : signal model terputus-putus
2) TEST : untuk memulai test.
3) STOP : untuk menghentikan test.
11

4) HOLD : tombol dimana bila ditekan signal akan ada pada frequensi
dimana carieage berada dan akan memberikan signal.
5) FORWARD : tombol dimana apa bila ditekan careieage akan bergerak ke
frequensi yang diinginkan sehingga test terhenti untuk
sementara.
6) RETRUN : tombol tekan pemindahan arus yang mana test terhenti, dan
carieage akan kembali ke posisi semula.
7) RESPONSE COUNTER : akan menyala bila test berada di luar daerah normal.
c. Tombol ON : untuk menghidupkan. Saat hidup lampu pilot menyala.
d. Fiber pen untuk menunjukkan atau menulis hasil dari test audiogram.
e. Kartu atau kertas audiogram digunakan untuk data medis.
f. Earphone berfungsi untuk mendengarkan frekuensi suara terdiri dari kiri dan
kanan yaitu warna merah dan biru.
g. Handswitch berfungsi untuk menunjukkan respon dari probandus.
2. Cara Kerja
a. Audiometri set telah dikalibrasi
b. Memasang earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga kanan
dan warna biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengaranya atau telinga kanan (tekan
tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di frekuensi 500 Hz dengan menekan/memutar tombol
frekuensi sesuai dengan nomor 500 Hz.
f. Tekan tombol nada mulia 50 dB dan turunkan bertahap dengan
menekan/memutar tombol intensitas,
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik
penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon ulangi hingga intensitas 10 dB.
i. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan
4000 Hz dengan prosedur yang sama.
j. Periksa telinga sebelahnya denga prosedur yang sama.
3. Tata Cara Pengujian
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan maka tenaga kerja/pasien/probandus harus bebas
bising selama 16 jam agar didapatkan gambaran audiogram yang dapat dipercaya.
12

Selain itu dilakukan juga penulisan status pasien/tenaga kerja/probandus yang


meliputi : nama, umur, masa kerja, bagian, jenis kelamin, riwayat penyakit
telinga, dan keluhan yang dialami saat sekarang, pekerjaan sebelumnya,
pekerjaan sekarang dan hobi.
b. Tempatkan kartu audiogram dan selipkan pena pada posisi ujung kiri dengan
menekan tombol RETURN.
c. Jelaskan pada tenaga kerja/pasien/probandus sebagai berikut :
1) Anda akan diperiksa telinganya baik kiri maupun kanan.
2) Begitu dengan suara atau nada tekanan tombol handswitch dan lepaskan
dengan segera bila sudah tidak dengar lagi. Jangan dibiarkan nada/suara
tersebut terdengar semakin keras dan jangan biarkan nada/suara tersebut
hilang terlalu lama.
d. Pasang earphone yang tepat dan posisi yang nyaman. Untuk itu perlu :
1) Singkirkan semua gangguan antara earphone dengan telinga seperti : rambut,
kaca mata dan anting-anting.
2) Atur pembalut kepala sehingga terletak pada bagian atas dari kepala pasien
probandus.
3) Pastiakan bahwa earphone dengan label merah berada di telinga kanan dan
yang berlabel biru berada di telinga kiri.
Perhatian : pendengaran earphone harus hati-hati. Goncangan mekanik akan
dapat mengubah karakteristik dan mengharuskan untuk diganti.
e. Test dimulai dengan nada PULSE dari frekuensi 500 Hz sampai dengan frekuensi
8000 Hz untuk kedua telinga dan kemudian nada CONT untuk kedua telinga.
f. Setelah semua test dilakuakn maka matikan alat, ambil fiber pena dengan hati-
hati dan ambil kartu audiogramnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum Audiometri dengan alat Audiometer yang dilakukan pada hari
Senin, 24 November 2014. Maka hasil pengukuran dapat dianalisis :
A. Analisa Statik Analitik
13

Dari hasil pemeriksaan tajam pendengaran atau nilai ambang dengar seseorang dengan
beskey audiometer dapat diketahui langsung bahwa probandus termasuk dalam criteria type I
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Telinga normal
b. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
Nilai ambang dengar tergantung dari kepekaan pendengaran dan kelainan yang dialami.
Probandus dalam kategori type I, yaitu telinga normal hal itu dapat ditunjukan
dengan grafik nada Pulse dan Cont berimpit dari frekuensi 500 Hz - 8000 Hz dan nilai ambang
dengarnya antara - 10 dB – 30 dB.
B. Analisa Hasil
Hasil pemeriksaan tajam pendengaran atau nilai ambang dengar seseorang dengan
audiometer adalah sebagai berikut :
1. Type I
a. Telinga normal.
b. Grafik nada PULSE dan CONT berhimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
c. Nilai ambang dengar antara -10 dB sampai 30 dB.
2. Type II
c. Tuli konduktif.
d. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
e. Nilai ambang dengar tergantung dari kepekaan pendengaran dan kelainan yang
dialami.
3. Type III
a. Tuli syaraf.
b. Grafik nada PULSE dan CONT berimpit dari frekuensi 500 Hz sampai 3000 Hz dan pada
frekuensi 4000 Hz sampai 8000 Hz terjadi pemisahan.
c. Untuk tuli akibat bising terdapat ciri khas yaitu terjadi torehan C5 pada frekuensi 4000
atau sudah menyebar pada freuensi disekitarnya.
4. Type IV
a. Tuli akibat kerusakan pada retrocohlear atau sensori neuro hearing loss.
b. Grafik nada PULSE dan CONT memisah dari frekuensi 500 Hz sampai 8000 Hz.
5. Type V
a) Tuli psikologis.
b) Grafik nada PULSE dan CONT terbalik dimana nada continue dan nada pulse
dibawah.
14

C. Analisa Deskriptif
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa dari analisa data
di atas terdapat pencegahan terhadap gangguan pendengaran yang dapat diketahui dengan tes
Audiometri.
Pada frekuensi 500 dB - 4000 dB,. Karena di sebabkan beberapa hal :
1) Keadaan ruangan tidak kondusif.
2) Banyak suara yang menganggu.
3) Suara tidak steril sebelum melakukan praktikum, yang seharusnya praktikan harus steril dari
suara yang bising.
Sebab umum gangguan pendengaran dan upaya pencegahan :
a. Sebab-sebab gangguan pendengaran
1) Intensitas suara terlalu tinggi.
1) Usia.
2) Penyakit bawaan.
3) Riwayat gangguan pendengaran sebelum di tes.
4) Gaya hidup.
5) Pengaruh obat-obatan.
6) Keadaan kesehatan.
7) Kepekaan pendengaran.
8) Lama pemaparan.
b. Upaya pencegahan
1) Meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai kebisingan dan pengaruh terhadap
kesehatan.
2) Mengetahui tingkat kebisingan ditempat-tempat tertentu sesuai dengan karakteristik
kegiatan.
3) Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya mengurangi
paparan, secara teknis (Engineering control) dengan cara pemilihan equipment atau
proses yang lebih sedikit menimbulkan bising, dengan melakukan perawatan
(maintenance), melakukan pemasangan penyerap bunyi, mengisolasi dengan
melakukan peredaman (material akustik), menghindari kebisingan.
4) Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya mengurangi
paparan, secara administratif (Administrative Control) dengan cara melakukan shift
kerja, mengurangi waktu kerja, melakukan training.
15

5) Deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss dan mencegah Themporary
Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi permanen.
6) Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan menggunakan ear plug, ear muff, helmet.
Pengaruh yang menyebabkan terjadinya kebisingan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Non Auditory Effek
Menyebabkan gangguan percakapan oleh karena adanya intervensi sehingga
komunikasi terganggu. Derajat gangguan bising atau speech interference level terhadap
percakapan tergantung pada dua faktor yaitu masking ability dari bising dan situasi atau
keperluan komunikasi. SIL dapat diukur dengan jalan menentukan efek interferensi dari
bising terhadap kemampuan dua orang untuk mengadakan percakapan, biasanya
ditentukan dalam sound pressure level pada frekuensi–frekuensi 600 - 1200 Hz, 1200
-2400 Hz, 2400 - 4600 Hz. Pengaruh lain adalah gangguan physiologis, gangguan tidur
dan gangguan kenyamanan pendengaran.
2. Auditory Effect
Pengaruh pemaparan bising pada organ pendengaran adalah sebagai berikut :
a. Trauma akustik
Terjadi oleh paparan suara yang sangat keras dan dalam waktu yang singkat,
misalnya ledakan. Kerusakan ini mudah dalam diagnose dan terjadinya dapat dengan
tepat diketahui. Bagian yang terkena umumnya pada gendang telinga (membran
tympani pecah/lobang). Kelainan ini bersifat reversibel dengan jalan dioperasi.

b. Temporary Threeshold Shift


Terjadi apabila seseorang memasuki tempat yang bising, sehingga
mengalami kenaikan nilai ambanng dengar yang bersifat sementara. Kenaikan nilai
ambang dengar iniakan pulih kembali apabila keluar dari tempat yang bising. Untuk
kembali secara sempurna maka perlu istirahat (bebas bising). Untuk pemaparan
diatas 85 dB maka recoveri sempurna memerlukan waktu 3-7 hari. Apabila recoveri
tidak dapat sempurna maka dalam waktu lama akan menjadi Permanent Threeshold
Shift (tuli bersifat menetap). TTS dipengaruhi oleh : intensitas bising, lama
pemaparan, spektrum suara, temperal patern, kepekaan individu, obat-obatan dan
kepekaan pendengaran.
c. Permanent threeshold shift
16

Permanent threeshold shift atau sering disebut Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) adalah kehilangan daya dengar secara perlahan-lahan oleh karena
pemaparan bising secara keras (diatas 85 dB) dalam waktu lama yang akhirnya
bersifat irreversibel. PTS atau NIHL ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : kepekaan individu, obat-
obatan, darah, dan penyakit telinga serta umur. Sedang faktor eksternal yang ikut
berperan adalah intensitas, lama pemaparan, spektrum suara, jenis bising, hoby, dan
bising lingkungan tempat tinggal.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Cara Kerja
a. Audiometri set telah dikalibrasi
b. Memasang earphone sesuai dengan liang telinga (warna merah pada telinga kanan
dan warna biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengaranya atau telinga kanan (tekan
tombol nada warna merah untuk memeriksa telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di frekuensi 500 Hz dengan menekan/memutar tombol
frekuensi sesuai dengan nomor 500 Hz.
f. Tekan tombol nada mulia 50 dB dan turunkan bertahap dengan
menekan/memutar tombol intensitas,
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek (1 detik
penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon ulangi hingga intensitas 10 dB.
i. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan
4000 Hz dengan prosedur yang sama.
j. Periksa telinga sebelahnya denga prosedur yang sama.
17

2. Tujuan Audiometri
1)Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga.
2)Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi.
3)Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak.
3. Manfaat Audiometri, ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1)Mediagnostik penyakit telinga.
2)Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari,
atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah
butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam
bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD.
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
4. Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut :
a. Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal.
b. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB, disebut tuli ringan.
c. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB, disebut tuli sedang.
d. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB, disebut tuli berat.
e. Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat.
2. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap sumbernya,
perjalanannya, dan penerimanya. Selain itu dapat juga dengan melakukan
pengendalian secara teknis (Engineering Control), pengendalian secara administratif
(Administrative Control) dan langkah terakhir adalah penggunaan alat pelindung
pendengaran.
3. Dari praktikum tersebut telinga kiri probandus merupakan telinga dengan ketulian
ringan hal ini dapat terlihat bahwa telinga tersebut dapat mendengar pada frekuensi
500 Hz sampai dengan 4000 Hz dengan tingkat intensitas 25 dB – 40 dB. Sedangkan
telinga kanan probandus merupakan kategori telinga normal hal ini dapat terlihat
bahwa telinga tersebut dapat mendengar pada frekuensi 500 Hz sampai dengan 4000
Hz dengan tingkat intensitas < 25 dB. Pekerjaan probandus adalah seorang mahasiswa
yang hanya terkena sedikit paparan. Sehingga telinga probandus seharusnya masih
normal. Untuk 7 probandus yang lain hasil pengukuran nilai ambang pendengaran
baik telinga kanan atau kiri tidak mengalami penurunan pendengaran atau normal.
Dilihat dari rata-rata ambang dengar baik telinga kanan ataupun kiri dari 7 probandus
memiliki kesamaan rata-rata ambang dengar 10 Hz.
18

B. Saran
1. Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum mahasiswa bersungguh-sungguh dan tidak
banyak bercanda ataupun membuat kegaduhan, sehingga tidak mengganggu
probandus yang sedang melakukan test audiometri.
2. Program sebaiknya menyediaan tempat praktikum khusus yang lebih baik dan jauh
dari sumber bising sehingga praktikan dapat berkonsentrasi dalam praktikum dan
praktikum dapat berjalan dengan baik.
3. Penyediaan waktu yang tepat saat akan melaksanakan praktikum bagi mahasiswa agar
hasil praktikum yang didapat bersifat valid.
4. Sebagai seorang ahli K3 sebaiknya mengetahui penyebab gangguan pendengaran dan
mengetahui cara pencegahan serta pengendaliannya.

Anda mungkin juga menyukai