Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERALATAN DIAGNOSTIK LANJUT


AUDIOMETRY

Nama : Imam Mahmudi (20173010004)


Ilham Rizki (20173010020)
Nanda Fa’ul Haqie A.L (20173010028)

Kelas : TEM A
Dosen Pengampu : Wisnu Kusuma Wardana, S.T.

LABORATORIUM ELEKTROMEDIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTROMEDIK
PROGRAM VOKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad,
hidayah, serta karunia-Nya tiada henti kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Audiometry” ini tepat waktu. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Peralatan Diagnostik
Lanjut yang diberikan oleh dosen pembimbing di bidang akademik tersebut.
Ucapan terimakasih secara khusus pebulis sampaikan kepada :
1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sampai detik ini.
2. Orang tua dan keluarga penulis atas doa dan dukungannya.
3. Saudara Wisnu Kusuma Wardana, S.T., selaku laboran pembimbing mata
kuliah Peralatan Diagnostik Lanjut yang telah banyak memberikan
pengetahuan selama proses mata kuliah berlangsung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif selalu diharapkan
untuk perbaikan penyusunan makalah selanjutnya.

Yogyakarta, 22 Mei 2019


Penulis

ii
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar.............................................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Anatomi Telinga.................................................................................................3
2.1.1 Anatomi Telinga Luar.........................................................................3
2.1.2 Anatomi Telinga Tengah....................................................................4
2.1.3 Anatomi Telinga Dalam.....................................................................5
2.2 Fisiologi Pendengaran........................................................................................7
2.3 Gangguan Fisiologi Telinga...............................................................................8
2.3.1 Tuli Konduktif....................................................................................8
2.3.2 Tuli Perseptif......................................................................................8
2.3.3 Tuli Campuran....................................................................................9
2.4 Audiometri.........................................................................................................9
2.4.1 Audiometri Nada Murni.....................................................................9
2.4.2 Audiometri tutur...............................................................................10
2.5 Audiogram.......................................................................................................10
2.5.1 Contoh Audiogram Pendengaran Normal (Telinga Kanan)..............11
2.5.2 Contoh Audiogram Tuli Sensori Neural (Telinga Kanan)................12
2.5.3 Contoh Audiogram Tuli Konduktif (Telinga Kanan)........................12
2.5.4 Contoh Audiogram Tuli Campur (Telinga Kanan)...........................13
2.6 Audiometer.......................................................................................................13
2.6.1 SOP Alat Audiometer.......................................................................18
BAB III PENUTUP........................................................................................................21
3.1 Kesimpulan......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telinga manusia merupakan organ pendengaran yang menangkap dan
merubah bunyi berupa energi mekanis menjadi energi elektris secara efisien dan
diteruskan ke otak untuk disadari serta dimengerti, sebagai sistem organ
pendengaran, telinga dibagi menjadi sistem organ pendengaran perifer dan sentral.
Gangguan pendengaran mengakibatkan seseorang kesulitan mendengar
pembicaraan sehingga terjadi gangguan komunikasi yang dapat berdampak
negatif terhadap pekerjaan, pendidikan dan hubungan sosial, hal tersebut dapat
menimbulkan depresi. Gangguan pendengaran pada anak yang didapatkan sejak
lahir akan menjadi penderita tuli dan bisu [2].
Tingkat penurunan kemampuan pendengaran (ambang pendengaran) pada
individu dapat diketahui dengan berbagai jenis tes pendengaran diantaranya tes
bisik, tes garputala, tes audiometri. Hingga saat ini telah berkembang audiometer
dengan berbagai jenis diantaranya adalah audiometer nada murni dan audiometer
tutur [10].
Pada audiometer nada murni sistem uji pendengaran dengan menggunakan
suatu rangkaian digital yang dapat menghasilkan nada murni dari berbagai
frekuensi (125, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz) dan taraf
intensitas yang dapat diatur dalam satuan desibel (dB). Sedangkan pada
audiometer tutur sistem uji pendengaran dengan katakata terpilih yang talah
dibakukan, dituturkan melalui rangkaian yang talah dikalibrasi [11].
Seiring dengan pertambahan usia dan faktor lingkungan kerja yang bising
fungsi dari organ telinga suatu saat dapat melemah tanpa disadari, karena terlalu
sering mendengar dalam tingkat kebisingan yang tinggi, oleh karena itu perlulah
untuk mengecek fungsi organ telinga secara berkala. Sebelumnya untuk mengetes
fungsi organ pendengaran dapat dilakukan dirumah sakit dibagian THT, hal ini
kurang efiktif karena memerlukan waktu cukup lama untuk melakukan tes
pendengaran [12].

1.2 Rumusan Masalah

1
1. Bagaimana struktur fisiologi pendengaran pada telinga?
2. Bagaimana proses pendengaran terjadi di telinga?
3. Jenis – jeis gangguan yang mungkin terjadi di telinga
4. Bagaimana kerja alat audiometer sebagai pendiagnosa bagi pasien
gangguan telinga?

1.3 Tujuan
1. Bagaimana rancangan alat yang mungkin mampu digunakan untuk merakit
suatu alat pendiagnosa gangguan telinga?
2. Mampu memahami bagaimana prinsip kerja dari alat EMG yang di bahas
3. Mampu mengerti rangkaian yang digunakan pada alat
4. Mampu membedakan antara hasil bacaan alat untuk mendiagnosa
gangguan telinga
5. Melakukan pembelajaran mengenai struktur fisiologi jaringan telinga

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga


Telinga merupakan alat penerima gelombang suara yang diubah menjadi
impuls pulsa listrik dan diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf
pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga
manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi
tersebut akan dianalisa dan diintrepetasikan. Telinga sendiri terdiri atas tiga
bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian
dalam.
2.1.1 Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna (telinga), meatus akustikus ekterna (liang
telinga) dan membran timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang
merupakan kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan
menghubungkan suara menuju meatus akustikus eksterna [1].

Gambar 1. Anatomi Telinga

Meatus akustikus eksterna selain sebagai tempat penyimpanan serumen,


juga berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas telinga dalam 3000 Hz – 4000 Hz.
Saluran ini memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Gendang telinga atau membran
timpani, memiliki ketebalan sekitar 0,1 cm dan luas sekitar 65mm2. Gendang ini
menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah [1].

3
Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area
tekanan tinggi dan rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran
timpani bergetar ke dalam dan keluar. Supaya membran tersebut dapat secara
bebas bergerak kedua arah, tekanan udara istirahat pada kedua sisi membran
timpani harus sama. Membran sebelah luar terekspos pada tekanan atmosfer yang
melewati meatus akustikus ekterna sedangkan bagian dalam menghadapi tekanan
atmosfer dari tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah ke faring.
Secara normal, tuba ini tertutup tetapi dapat dibuka dengan gerakan menguap,
mengunyah dan menelan [1].
2.1.2 Anatomi Telinga Tengah
Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic
cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi
oleh promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius,
posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa
kranii, inferior oleh bulbus vena jugularis. Batas superior dan inferior MT
membagi KT menjadi epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan hipotimpanum
[2].
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu M.Tensor Timpani dan
M.Stapedius. M.Tensor Timpani berorigo di dinding semikanal tensor timpani dan
berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf trigeminus.
Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah dalam sehingga menjadi
lebih tegang, dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara dan
melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M.Stapedius berorigo di dalam
eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna stapes, hal ini
menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan meningkatkan
resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini berfungsi mempertahankan,
memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat
mencegah kerusakan organ koklea. Telinga tengah berhubungan dengan
nasopharing melalui tuba Eustahcius [2].
Telinga tengah terdiri dari 3 buah tulang (ossicle) yaitu malleus, incus dan
stapes. Malleus menempel pada membran timpani sedangkan stapes menempel
pada oval window yang merupakan gerbang menuju koklea yang berisi cairan.

4
Suara yang masuk 99,9% mengalami refleksi dan hanya 0,1% saja yang di
transmisi/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400 Hz membran timpani
bersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4.000 Hz membran timpani akan
menegang [1].

Gambar 2. Skema hubungan antara membran timpani osikel

2.1.3 Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa, di
dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur TD yaitu labirin,
merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara tuba dan rongga TD yang
dilapisi epitel. Labirin terdiri dari labirin membran berisi endolim yang
merupakan satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan
rendah natrium. Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin tulang, di antara
labirin tulang dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit
tinggi natrium rendah kalium. Labirin terdiri dari tiga bagian yaitu pars superior,
pars inferior dan pars intermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran
semisirkularis, pars inferior terdiri dari sakulus dan koklea, sedangkan pars
intermedia terdiri dari duktus dan sakus endolimpaticus [2].

5
Gambar 3.Skema Labirin
Fungsi TD ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau
indera pendengaran dan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua
organ tersebut saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut
mengalami gangguan maka yang lain akan terganggu [2].
Koklea berbentuk kumparan yang terdiri dari skala vestibuli, skala media
dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, suatu cairan
ekstraseluler yang kaya natrium yaitu 139 mEq/L dan rendah kalium yaitu 4
mEq/L. Perilimfe di skala vestibuli berhubungan dengan perilimfe di skala
timpani melalui suatu apeks koklea yang disebut helikotrema. Skala media
mengandung cairan endolimfe, suatu cairan intraselular yang kaya kalium yaitu
144 mEq/L dan rendah natrium yaitu 13 mEq/L yang dikelilingi oleh membran
Reissner, membrane basilaris, lamina spiralis pars osseus dan dinding lateral
koklea [3,4].

6
Gambar 4.Anatomi telinga

Organon korti terletak pada membran basilaris berbentuk seperti spiral yang
lebarnya 0,12 mm di bagian basal dan melebar sampai 0,5 mm di bagian apeks
yang merupakan kumpulan neuroepitel yang merupakan ujung organ penerima
rangsangan saraf akibat getaran bunyi. Organon Corti mempunyai tiga bangun
penting yaitu sel-sel rambut, sel penyokong dan membrane tektoria. Sel rambut
memiliki stereosilia yang mengandung aktin dan prestin. Aktin merupakan protein
yang sensitif terhadap sentuhan dan pergerakan, sedangkan prestin merupakan
protein motorik yang berperan untuk mengatur dan mengendalikan kekuatan
elektromotilitas sel-sel rambut [3,4].
2.2 Fisiologi Pendengaran
Pada mekanisme mendengar, aurikula berfungsi untuk menangkap,
memantulkan, mengumpulkan serta mengarahkan gelombang suara ke kanalis
auditorius eksternus. Gelombang suara ini oleh kanalis auditorius eksternus
diresonansikan, diperkuat dan diteruskan ke membrana timpani. Telinga tengah
berfungsi untuk meneruskan gelombang suara dari telinga luar ke telinga dalam
dan memperkuat gelombang tersebut [4,5,6]. Impul akustik dalam perjalanannya
dari telinga luar sampai telinga dalam sebagian besar akan hilang atau tertahan
akibat perpindahan media yaitu udara menuju padat dan cair. Suara yang hilang
ini mencapai 99,9% sehingga impuls akustik yang mencapai organon korti tinggal
0,1%. Telinga tengah memiliki mekanisme ungkit dan hidrolik yang memperkuat
impuls akustik sebesar 18,2 kali setara dengan 25 dB [4,5,6].
Pada telinga dalam terjadi dua proses penting dalam sistem pendengaran.
Pertama adalah proses transmisi hidrodinamik yaitu perpindahan energi bunyi dari
foramen ovale ke sel-sel bersilia. Kedua adalah proses transduksi yaitu terjadi
pengubahan pola energi bunyi pada organon korti menjadi potensial aksi dalam
nervus auditorius. Proses transduksi dimulai dari pergerakan membran basilaris
dan membran tektoria akibat bergeraknya skala media dan endolimfe karena
proses transmisi sehingga terbentuk suatu pola energi listrik yang berjalan
sepanjang membran basilaris [3,4]. Pola pergeseran membran basilaris
membentuk gelombang berjalan dengan amplitude maksimal yang berbeda dan

7
sesuai dengan frekuensi stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran
basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi yaitu 10 kHz mempunyai
pergeseran maksimal pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus bunyi
berfrekuensi rendah sebesar 125 Hz mempunyai pergeseran maksimum lebih
kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak
dapat mencapai bagian apeks sedangkan bunyi yang berfrekuensi sangat rendah
dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris. Pergerakan
membran basilaris merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
sel rambut terlepasnya neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius dan dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai
ke pusat pendengaran di korteks serebri [3,4,5].
2.3 Gangguan Fisiologi Telinga
2.3.1 Tuli Konduktif
Karena kelainan di telinga luar atau di telinga tengah
a) Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia
liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, dan
osteoma liang teling.
b) Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah
tubakar/sumbatan tuba eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.
2.3.2 Tuli Perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N.audiotorius) atau kerusakan pada
sirkuit system saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalami penurunan atau
kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan
pada
a) Organo corti
b) Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais
c) Pusat pendengaran otak
2.3.3 Tuli Campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna
sehingga infeksi skunder (tuli persepsi juga).

8
2.4 Audiometri
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan
jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan jenis ketulian yaitu tuli konduktif dan tuli saraf (Sensorineural).
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Berikut merupakan pemeriksaan standar
yang dilakukan.
2.4.1 Audiometri Nada Murni
Suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250 - 500, 1000 -
2000, 4000 - 8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala, tulang ketelinga orang yang
diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ketajaman
pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas
nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat
kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang
yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20 - 29 tahun merupakan nilai
ambang baku pendengaran untuk nada murni.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi
20 - 20.000 Hz. Frekensi dari 500 - 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari. Menurut ISO derajat ketulian adalah sebagai
berikut :
1) Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal.
2) Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan.
3) Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang.
4) Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat.
5) Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat.
2.4.2 Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-
kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah

9
dikalibrasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip
audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disini sebagai
alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita.
Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui microphone
yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon
kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih
dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan
disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan
jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak
jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk
menebaknya. Pemeriksa mencatatan presentase kata-kata yang ditirukan dengan
benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan
ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang
jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50 % tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat. Kriteria orang tuli :
1) Ringan, masih bisa mendengar pada intensitas 20 - 40 dB
2) Sedang, masih bisa mendengar pada intensitas 40 - 60 dB
3) Berat, sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60 - 80 dB
4) Berat sekali, tidak dapat mendengar pada intensitas > 80 dB
2.5 Audiogram
Audiogram adalah catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran
dengan audiometer, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai
frekuensi terhadap intensitas suara dalam desibel (dB).

10
Gambar 5. Audiogram
Perlu diingat baik-baik :
o Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri
o Hantaran udara (Air Conduction = AC)
Kanan = O
Kiri = X
o Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)
Kanan = C
Kiri = ‫כ‬
o Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ___) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
o Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - )
dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk
telinga kiri.
2.5.1 Contoh Audiogram Pendengaran Normal (Telinga Kanan)

11
Gambar 6. Audiogram Pendengaran Normal (Telinga Kanan)
Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
2.5.2 Contoh Audiogram Tuli Sensori Neural (Telinga Kanan)

Gambar 7. Audiogram Tuli Sensori Neural (Telinga Kanan)


Tuli sensori neural : AC dan BC lebih dari 25 dB
  AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
2.5.3 Contoh Audiogram Tuli Konduktif (Telinga Kanan)

Gambar 8. Audiogram Tuli Konduktif (Telinga Kanan)


Tuli Konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB
                         Antara AC dan BC terdapat air-bone gap
2.5.4 Contoh Audiogram Tuli Campur (Telinga Kanan)

12
Gambar 9. Audiogram Tuli Campur (Telinga Kanan)
Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB
AC lebih besar dari BC, terdapat air-bone gap [7].

2.6 Audiometer
Audiometer adalah alat elektronik pembangkit bunyi dalam intensitas dan
frekuensi tertentu, yang dipergunakan untuk mengukur tingkat ambang
pendengaran seseorang. Ambang pendengaran ialah bunyi terlemah.

Gambar 10. Audiometer


Pada audiometer sistem manual, proses pemeriksaan dilakukan dengan cara
memilih berbagai intensitas dan frekuensi melalui penekanan tombol untuk
diperdengarkan terhadap pasien menggunakan sepasang earphone, kemudian
pasien akan mengacungkan tangan sebagai tanggapan mendengar bunyi [8].
Seperti diperlihatkan pada Gambar 10, ketika pasien mengacungkan tangan
sebagai tanggapan mendengar bunyi maka operator memberi tanda pemeriksaan
pada sebuah kartu hasil pemeriksaan yang disebut audiogram. Pada audiogram

13
terdapat tingakt bunyi dalam intensitas 0 dB – 20 dB dan frekuensi 125 Hz – 8000
Hz [9]. Menggunakan audiometer akan dapat ditentukan tingkat gangguan
pendengaran dan tindakan selanjutnya. Jika gangguan pendengaran disebabkan
kelainan bawaan pada telinga luar atau pada telinga tengah maka untuk dapat
mendengar digunakan alat bantu pendengaran. Pada tingkat penderita gangguan
pendengaran dikelompokkan pada beberapa intensitas, yaitu tuli ringan (30 dB –
40 dB), tuli sedang (40 dB – 60 dB), tuli berat (60 dB – 90 dB), dan tuli sangat
berat lebih dari 90 dB. Sedangkan intensitas ambang pendengaran normal adalah
0 dB – 30 dB.

Gambar 11. Audiogram pemeriksaan secara manual


Dalam bentuk diagram blok untuk alat sederhana pada gambar 8, alat
diagnostik Audiometer digambarkan sebagai berikut ini

Penjelasan Blok Diagram :


Power Supply

14
Power supply merupakan sumber energi dari rangkaian elektronika di blok
pengirim ini yang terdiri dari keluaran DC +12 Volt, -12 Volt, +5 Volt, -5 Volt,
dan Ground. Power supply berfungsi sebagai sumber energi dan penyearah dari
sumber listrik PLN AC menjadi DC melalui komponen didalamnya yaitu dioda.
Listrik PLN dengan tegangan 220 Volt masuk melalui Transformator Step-Down
yang terdapat di dalam power supply untuk diturunkan tegangannya dengan nilai
tertentu. Setelah melalui transformator tegangan yang masuk kemudian
disearahkan menjadi tegangan DC melalui komponen dioda. Tegangan yang
sudah menjadi DC dibatasi agar menjadi keluaran bernilai DC +12 Volt, -12 Volt,
+5 Volt, dan -5 Volt melalui IC regulator 7812,7912, 7805, dan 7905.
Rangkaian Power Supply

Osilator
Rangkaian osilator adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk mengasilkan
suatu sinyal dengan frekuensi tertentu. Dalam audiometer rangkaian ini berfungsi
untu menghasilkan sinyal sinus dengan frekuensi range pendengaran manusia
yaitu 20 Hz - 20 KHz. Pada penentuan besar frekuensi yang dihasilkan oleh satu
rangkaian osilator bergantung pada besar R (resistor) dan C (kapasitor). Sehingga
jika akan menghasikan frekuensi osilator yang berbeda maka rangkaian cukup
mengubah resistansi pada resistor variable karena nilai kapasitor dibuat tetap,
maka jumlah rangkaian osilator di sesuaikan dengan jumlah frekuensi yang akan
kita bangkitkan. Pada rangkaian osilator menggunakan ic OP-Amp 741 namun
bias juga menggunakan ic OP-Amp lain yang sesuai spesifikasi ic OP-Amp untuk
osilator.

15
Rangkaian Osilator

Amplifier
Amplifier adalah penguat akhir bagian sistem tata suara yang berfungsi sebagai
penguat sinyal audio yang pada dasarnya merupakan penguat tegangan dan arus
dari sinyal audio yang bertujuan untuk menggerakan pengeras suara. Gelombang
sinus, masuk ke potensio. Potensio sendiri berfungsi sebagai pengatur tinggi
gelombang sinus yang masuk. Setelah potensio dipasang kapasitor yang berfungsi
sebagai kopling, fungsinya supaya memblok tegangan DC dari rangkaian
selanjutnya supaya tidak saling mempengaruhi. Setelah dari kapasitor sinyal
masuk ke rangkaian yang terhubung sebagai ADC 2, dengan tegangan
referensinya 2,5 V. Kemudian para rangkaian ini terdapat juga rangkaian buffer
yang berfungsi untuk menguatkan tegangan sebesar 1 kali. Keluarannya di jadikan
rangkaian bias atau tegangan referensi supaya output sinyal tidak ada yang
dibawah garis nol. Kemudian masuk ke potensio Vol dB, dimana potensio Vol dB
ini berfungsi untuk mengatur keluaran dari dua rangkaian yang tersusun secara
pararel dengan penguatannya adalah sebesar 1,12 kali. Yang kemudian keluaran
tadi digunakan sebagai input ADC 1, dan juga disambungkan ke headphone .
Fungsi kapasitor setelah keluaran adalah untuk memblok gelombang DC sehingga
yang masuk ke headphone hanya gelombang sinus saja.
Rangkaian Amplifier

16
Control Frekuensi dan Amplitudo
Control Frekuensi dan Amplitudo berfungsi sebagai kontrol pengaturan jika
supply tegangan telah masuk ke seluruh rangkaian dan osilator akan
membangkitkan frekuensi dengan keluaran gelombang sinus dan kotak.
Gelombang sinus digunakan untuk mengatur intensitas bunyi (dB) sedangkan
gelombang kotak untuk menghitung nilai frekuensi. Nilai frekuensi diatur dengan
cara memutar resistor variable (potensio). Frekuensi akan dihitung oleh
mikrokontroler dengan menghitung jumlah counter per detiknya, kemudian
ditampilkan di display.
Minimum Sistem
Rangkaian minimum sistem pada modul ini berfungsi sebagai control kerja modul
secara keseluruhan. Fungsi dari kristal adalah sebagai clock tambahan yang
terhubung dengan kapasitor berguna sebagai pengosongan dan pengisian osilator,
sebenarnya ATMega328p sudah mempunyai clock internal tetapi frekuensinya
masih kecil sehingga tidak maksimal dalam pengolahan data. Pada IC ATMega
328p ini diberi program yang akan mengontrol sistem kerja modul. Adapun
program yang digunakan pada modul ini menggunakan program arduino.
Rangkaian Minimum Sistem

17
2.6.1 SOP Alat Audiometer
1. Persiapan Alat
o Nyalakan Power Audiometer 10 Menit sebelum pemeriksaan
o Tombol :
- Output : untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC atau BC,
- Frekuensi : Memilih nada
- Hearing Level : Mengatur Intensitas
- Tone : Memberikan Sinyal
- Masking : Memberikan bunyi Masking pada NTE (Non-Test Ear)
apabila diperlukan
2. Persiapan Pasien
o Pemeriksaan kemampuan komunikasi Penderita sebelum pemeriksaan
- Telinga mana yang mampu mendengar lebih jelas
- Telinga mana yang lebih sering digunakan bertelepon
- Pemeriksaan Tinitus
- Daya tahan terhadap suara yang keras
o Pemeriksaan Liang Telinga
- Periksa dan bersihkan dahulu liang telinga dari serumen
o Memberikan instruksi secara singkat dan sederahana
- Penderita menekan tombol (atau mengangkat tangan) saat
mendengar sinyal yang diberikan.
- Saat sinyal tidak terdengar, penderita diminta untuk tidak menekan
tombol

18
3. Tahap Pemeriksaan
o Berikan instruksi yang jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang
harus didengar dan respon apa yang harus diberikan jika mendengar
nada. Oleh karena itu lakukan pengenalan nada pada pasien, kemudian
pasien diinstruksikan untuk menekan tombol bila mendengar nada
o Pasang headphone dengan posisi warna merah untuk telinga kanan dan
warna biru untuk telinga kiri
o Pemeriksaan dimulai pada telinga kanan dimulai pada frekuensi 1000 Hz
dengan intensitas 40 – 50 dB, bila orang yang diperiksa mendengar maka
ia akan menekan tombol sinyal dan petunjuk lampu akan menyala.
o Turunkan secara bertahap intensitas suara sebesar 10 dB sampai tidak
mendengar, naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan sebesar
5 dB sampai orang yang diperiksan mendengar lagi. Berikan rangsangan
sampai 3 kali bila respon hanya 1 kali dari 3 kali test maka naikan lagi 5
dB dan berikan rangsangan 3 kali. Bila telah didapat respon yang tetap
maka perpaduan antara penurunan dan penambahan merupakan Batas
Ambang Dengar.
o Catat hasil dalam lembar data pemeriksaan dan pada audiochart.
o Untuk pemeriksaan frekuensi berikutnya, mulailah pada tingkat 15 dB
lebih rendah dari ambang dengar pada frekuensi 1000 Hz (misalnya bila
pada frekuensi 1000 Hz dimulai intensitas 50 dB, maka pada frekuensi
2000 Hz dimulai dengan intensitas 30-35 dB)
o Lakukan pemeriksaan untuk frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang
sama, dan terakhir pemeriksaan pada frekuensi 500 Hz.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Audiometer adalah alat elektronik pembangkit bunyi dalam intensitas dan
frekuensi tertentu, yang dipergunakan untuk mengukur tingkat ambang
pendengaran seseorang. Ambang pendengaran ialah bunyi terlemah. Hasil bacaan
pada alat dikelompokkan menjadi normal, tuli neural dan tuli konduktif. Hasil
bacaan ini sangatlah berfariasi, nilai grafik yang di dapatkan untuk mendiagnosa
kondisi telinga ini akan disesuaikan dengan nilai hasil pengukuran atau pengujian
alat pada telinga, dengan dilakukan pengukuran berulang kali dan nilai nilai
tersebut nantinya dikonversi kedalam bentuk grafik untuk dibaca oleh dokter dan
pasien akhirnya mampu mendapatkan diagnosa kondisi telinga mereka.
Pemeriksaan yang dilakukanpun harus sesuai dengan SOP yang seharusnya untuk
alat, demi menjaga keselamatan dan kesehatan dari pasien dan pemeriksa itu
sendiri.

21
DAFTAR PUSTAKA

[1] Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012.


[2] Jurnal THT-KL.Vol.2,No.2, Mei – Agustus 2009, hlm 76 – 85.
[3] Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. Anatomy and Physiology of Hearing. In :
Bailey BJ, Johnson JT editors. Head and Neck Surgery - Otolaryngology. 4th
ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins; 2006.p. 2190-99.
[4] Gacek RR, Gacek MR. Anatomy of The Auditory and Vestibular Systems. In:
Ballenger JJ, Snow JB,editors. Ballenger,s Ohinolaryngology Head and Neck
Surgery. 16th ed. Chicago : BC Decker; 2003.p.1-24.
[5] Hong O, Kerr MJ, Poling GL, Dhar S. Understanding and Preventing Noise
Induced Hearing Loss. Disease-a-Month. 2013 ; 59 : 110-18.
[6] Moller AR. Noise-Induced Hearing Loss. In : Moller AR editor. Hearing:
Anatomy, Physiology, and Disorders of The Auditory System 2nd ed.
London : Elsevier ; 2006.p. 220-5.
[7] Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI.1990.Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke
1.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
[8] Rukmini, S., Herawati, S., Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.
[9] Gabriel, J.F., Fisika Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1996.
[10] Ann K. Lieberth, Douglas R. Martin, "The Instructional Effectiveness of a
Web-Based Audiometry Simulator", Vol. 16 Pp. 79–84, 2005.
[11] Deborah Viviane Ferrari1, Esteban Alejandro Lopez, "Results Obtained With
A Low Cost Software-Based Audiometer For Hearing Screening ", Vol.17,
No. 3, Pp. 257-264, Jul/Aug/September - 2013.
[12] Liza Salawati, "Noise-Induced Hearing Loss", Volume 13, nomor 1, hlm. 67-
78, April 2013.

22

Anda mungkin juga menyukai