Anda di halaman 1dari 24

Dasar teori

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini


menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometer adalah perangkat elektro-akustik untuk tes tingkat kemampuan
pendengaran (Hearing Level) manusia (pasien), yang hasilnya dinyatakan oleh
audiogram. Audiometer menghasilkan nada murni (pure tone) sebagai sinyal uji dan
white noise sebagai sinyal masking. Pada test pendengaran, audiogram merupakan
grafik frekuensi terhadap dBHL (desibel Hearing Level) yang menyatakan ambang
dengar dari pasien. Dengan ambang dengar ini maka pemeriksa dapat menentukan
jenis, derajat, dan lokasi gangguan pendengaran pada penderita gangguan
pendengaran.
Prinsip kerja audiometer berbasis komputer mengacu pada audiometer
konvensional, yaitu menghasilkan nada murni yang akan direspon oleh pasien
(naracoba) pada frekuensi-frekuensi 125 Hz hingga 8000 Hz dalam pita satu oktaf.
Pada audiometer, intensitas suara dapat dirubah-ubah sesuai dengan prosedur dan
kebutuhan pengujian dalam rentang pendengaran -10dBHL s.d 110dBHL. Beberapa
keunggulan audiometer berbasis computer dibandingkan dengan audiometer
konvensional antara lain memiliki sistem database untuk pasien yang dapat
memudahkan untuk mencari, menyimpan serta analisis data pasien, serta fungsi-
fungsi lain yang dapat dioperasikan pada komputer. Kemudahan-kemudahan yang
lain dapat diperoleh jika digunakan komputer portable.

Klasifikasi tingkat pendengaran :


Pendengaran Normal : dapat mendengar pada intensitas < 25 dB
Gangguan pendengaran Ringan : dapat mendengar pada intensitas 25 - 40 dB
Gangguan pendengaran Sedang : dapat mendengar pada intensitas 40-60 dB
Gangguan pendengaran Berat : dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Gangguan pendengaran Berat sekali : dapat mendengar pada intensitas > 80
dB

Alat dan bahan


1. Komputer
2. Audiometer
3. Printer
4. Earphone
5. Kertas

Prosedur kerja
1. Memakai earphone
2. Klik icon audiometer pada komputer
3. Klik data ID
4. Mengisi ID Pasien yang berisi Umur dan jenis kelamin kemudian klik keluar
5. Pilih mode auto test
6. Klik mulai kemudian apabila mulai terdengar suara tekan spasi begitu seterusnya
7. Klik stop
8. Klik audiogram maka akan keluar grafik kemudian klik simpan/cetak
9. Klik print kiri atas
10. Klik print kanan atas kemudian klik close
Pembahasan
Dari hasil audiogram dapat dilihat bahwa semua pasien memiliki penguatan
pendengaran dibawah 25 dB artinya semua pasien memiliki tingkat pendengaran
yang normal. Tingkat penguatan pendengaran paling tinggi adalah pasien WK
dengan rata-rata penguatan telingan kanan 10,25 dB dan telinga kiri 7,875 dB. Hal
ini dikarenakan pada waktu praktikum tidak dilakukan didalam box melainkan diluar
box dengan keadaan ruang penuh oleh orang-orang sehingga pasien tidak dapat
berkonsentrasi karena masih dapat mendengar suara dari luar earphone yaitu suara
dari orang-orang yang didalam ruangan.
Gangguan
dengar Konduktif

Diagn
osis gangguan dengar kondukstif
ditegakkan berdasarkan prinsip bahwa
gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan gangguan hantaran udara
yang lebih besar
daripada hantaran tulang. Pada keadaan tuli konduktif murni, keadaan koklea
yang b
a
ik
(intak) menyebabkan hantaran tulang normal,
yaitu 0 dB pada audiogram.
2,9,10
Pengecualian adalah pad
a tuli konduktif karena fiksasi
tulang stapes (misalnya pada
otosklerosis). Disini terdapat ambang hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada
2000Hz.
Diperkiran keadaan ini bukan karena ketulian sensor
ineural, tapi belum diketahui sebabnya.
Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga, contohnya
serumen, terjadinya
OMA, OMSK, penyumbatan tuba eustachius. Setiap keadaan yang
menyebabkan gangguan
pendengaran seperti fiksasi kongenitalm fik
sasi karena trauma, dislokasi rantai tulang
pendengaran, juga akan menyebabkan peninggian amabang hantaran udara
dengan hantaran
tulang normal. Gap antara hantran tulang dengan hantaran udara menunjukkan
beratnya
ketulian konduktif.
2,10
8
Derajat ketulian y
ang disebabkan otitis media sering berfluktuasi. Eksarsebasi dan
remisi sering terjadi pada penyakit telinga tenga terutama otitis media serosa.
Pada orang tua
sering mengeluhkan
pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek, sesudah berenang
atau sedang
tumbuh gigi. dapat juga saat perubahan pada musim tertentu karena alergi.
Penurunan Pendengaran akan menetap sekitar 55
-
60 dB pada pasien otitis media. Selama
koklea normal, gangguan pendengaran maksimum tidak melebihi 60 dB.
Konfigurasi
audiogram pada
tuli konduktif biasanya menunjukkan pendengaran lebih pada frekuensi
rendah. Dap
a
t pula berbentuk audiogram yang datar.
2,9
Gambar
4
. Audiogram tuli konduktif
10
3.
Gangguan dengar Sensorineural (SNHL)
Tuli sen
s
orineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran
hantaran tulang
dan
udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini terjadi bila terdapat gangguan
koklea,
N.auditorius (NVIII) sampai ke pusat pendengaran termasuk kelainan yang
terdapat didalam
batang o
tak.
2
Kelainan pada pusat pendengaaran saja (gangguan pendengaran sentral)
biasanya tidak menyeababkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap
terdapat
gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea terjadi karenadua cara,
pertama sel
rambut did
alam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses ini dapat
terjadi
karena
infeksi virus, obat ototoxic, dan biasa terpapar bising yang lama, dapat pula
terjadi
kongenital. Istilah retrokoklea digunakan untuk sistem pendengaran sesuda
h
koklea
, tetapi
9
tidak termasuk korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang termasuk adalah
N.VIII dan
batang otak.
9,10
Berdasarkan hasil audiometrik
saja tidak dapat membedakan jenis tuli koklea atau
retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Pada
ketulian Meniere, pendengaran
terutama berkurang pada frekuensi tinggi.
Tuli sensorineural karena presbikusis dan tuli suara
keras biasanya terjadi pada nada dengan frekuensi tinggi.
10
Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran tulang harusnya
normal
pula. Bila
konduksi udara dan konduksi tulang keduaduannya abnormal dan pada level
yang sama,
maka pastilahnya masalah terletak pada koklea atau N. VIII, sedangkan telinga
tengah
normal.
10
Gambar 5
. Audiogram tuli sensorineural
10
4.
Gangguan Dengar
Campuran
Kemungkinan tarjadinya kerusakan
koklea disertai sumbatan serume
n yang padat
dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan gangguan fungsi koklea
ditambah dengan
penurunan pendengaran karena sumbatan konduksi udara mengambarkan
tingkat ketulian
yang disebabkan oleh komponen konduktif.
2,9
Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal sebagai “jarak udara
-
tulang” atau “air
-
bone gap”. Jarak udara
-
tulang merupakan suatu ukuran dari komponen
konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Leve
l hantara
n
udara menunjukkan tingkat
patologi koklea, kadang disebut sebagai “
cochlear reserve”
atau cabang koklea
.
10
10
Gambar 6
. Audiogram tuli campuran
10
5.
Audiogram Nonorganis
Pasien dapat berpura
-
pura tuli dalam pemeriksaaan, ada yang secara sadar atau
tidak
sadar melebih
-
lebihkan derajat ketuliannya. Pada keadaan ganti rugi atau kompensasi
misalnya, hal ini dapat menguntungkan. Indikasi adanya keadaan ini adalah bila
terdapat
ketidakseusaian antara diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan audiometric. Bi
la tes diulang
akan tampak perbedaan nilai ambang. Pemeriksa sebaikya mengulang
pemeriksaan
audiometric dan menerangkan ambang yang tidak tetap dan tidak dapt
dipercaya.
2,6,0
Anak kecil yang member
ikan
hasi audiogram yang tidak dapat dipercaya biasanya
dap
at diperiksa tanpa sadar dengan suara binatang datau music. Ia akan member
reaksi yang
benar. Sebaikmua dilakukan pemeriksaan beberapa kali untuk mendapatkan
ambang yang
sebenarnya. Ketulian non organis ini perlu mendapatkan pengobatan dari
psikiater atau
psikolog.
9,10
11
VI. Derajat ketulian
Derajat ketulian berdasarkan ISO:
3,8
Ambang pendengaran
Interpretasi
0
-
25 dB
Normal
26
-
40 dB
Tuli ringan
41
-
60 dB
Tuli sedang.
61
-
90 dB
Tuli berat
>90 dB
Tuli sangat berat
Nilai ambang dengar dapat
diukur dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:
3
Misal, ambang dengar (AD)=
AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 H
z
3
Menurut kepustakanaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk
pendengaran,
sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
derajat ketulian dihitung dengan menambahkan
ambang dengar 4000Hz dengan kteriga ambang dengar di atas lalu dibagi 4.
3
M
is
al, ambang dengar (AD) =
AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 H
z+ AD 4000H

Anda mungkin juga menyukai