Dewasa 1,5-2ml/kg/jam
Anak-anak 2-4ml/kg/jam
Bayi 4-6ml/kg/jam
Neonatus 3 ml/kg/jam
Verban post operasi biasanya akan bertahan selama 2 hari (atau tergantung instruksi
dari dokter/perawat) selama itu tidak ada aliran discharge. Luka harus kering selama
2 hari, apabila verban menjadi basah karena darah atau cairan lainnya maka harus
cepat diganti (Oxford University, 2011). Melakukan remove stitches 7-10 hari, atau
bisa sampai 14 hari. Hal-hal yang memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut antara
lain : adanya kemerahan, adanya nyeri, bengkak, bleeding, luka bertambah besar
atau dalam, luka tampak kehitaman, bau pus, adanya discharge yang meningkat,
demam (WNHS, 2016). Melakukan perawatan insisi secara tepat merupakan hal yang
penting untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi lainnya. Sebelum pulang,
sebaiknya pasien diberi edukasi mengenai cara melakukan manajemen luka setelah
proses pembedahan. Secara tidak langsung hal ini juga dapat mencegah timbulnya
scars (Jourdan,2019).
Melakukan perawatan pasien dengan luka pasca operasi merupakan bagian penting
dari GP. Early detection dan manajemen post operasi sangat esensial dalam
mengurangi angka rawat inap di rumah sakit. Komunikasi dan kolaborasi efektif
antara staf rumah sakit, dokter dan perawat sangat penting dalam memberikan
perawatan pasca operasi (Sinha, 2019).
2. Apa saja yang harus saya perhatikan secara khusus dalam pemantauan pasien
tersebut?
Anamnesa terkait penyebab ileus sebelumnya agar kejadian serupa tidak terulang
kembali (riwayat gangguan pencernaan, riwayat diare sebelum timbulnya ileus,
riwayat pemberian obat anti diare) Penyebab tersering obstruksi usus pada bayi dan
anak-anak adalah intususepsi, dengan insidensi tertinggi pada usia 4-9 bulan. 30%
didapatkan pada anak usia >2 tahun. 90% kasus → idiopatik. Kemungkinan juga
peristaltik usus yang tidak terkoordinasi atau hiperplasia limfoid akibat infeksi
gastrointestinal (Marsicovetere et al., 2017).
3. Edukasi apa yang harus saya berikan ke keluarga pasien terkait dengan kondisi dan
perjalanan penyakit pasien tersebut?
Melakukan komunikasi efektif dengan ibu pasien atau jika memungkinkan
melakukan family meeting terhadap ayah ibu dan keluarga lain yang sekiranya bisa
membantu keluarga ini dalam memahami perjalanan penyakit pasien tersebut.
Selain itu dokter keluarga juga harus dapat memahami patofisiologi suatu penyakit
berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) sebelum melakukan edukasi ke orang
lain. Menjelaskan kepada keluarga pasien kapan pasien bisa mulai makan nasi
sehingga kebutuhan nutrisi tercukupi dan mencegah dehidrasi.
Melakukan edukasi tindakan promotif kesehatan terkait dengan diare antara lain
menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan yang baik, serta menjaga
higiene dan sanitasi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi (Kemenkes RI,
2014).
Menghadapai kekhawatiran keluarga yang berlebihan, dokter keluarga dapat terus
mendampingi keluarga tersebut dalam fungsi memberikan pelayanan yang
berkelanjutan (Leopando, 2014). Dokter keluarga selayaknya memberikan jaminan
rasa aman bahwa pasien tidak sendiri, tetapi senantiasa didampingi dalam
menghadapi sakit dan komplikasinya. Hal ini dapat untuk mencegah pasien mencari
infromasi dan pengobatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa
berakibat buruk. Dokter keluarga dapat menyarankan kontrol dalam jangka waktu
tertentu agar dapat dilakukan tindakan bisa dibutuhkan, pemeriksaan penunjang lain
yang dibutuhkan atau kolaborasi dengan disiplin ilmu yang diperlukan (Claramita et
al., 2019)
Untuk meminimalisir risiko komplikasi pasca bedah, maka sangat penting untuk
memperhatikan diet pra dan pasca bedah. Tujuan diet pra bedah adalah untuk
mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat
pembedahan dan untuk mengatasi stres serta penyembuhan luka. Sedangkan tujuan
diet pasca bedah yaitu untuk mengupayakan status gizi pasien segera kembali
normal, mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
pasien, dengan cara sebagai berikut :
a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
b. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
c. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
Ada pun syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap (cair-
saring-lunak-biasa). Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada
macam pembedahan dan keadaan pasien (Almatsier, 2010).
www.uhs.nhs.uk
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Claramita, M., Gayatri, A., & Mahmudah, N. A. (2019). Kedokteran Keluarga di Layanan
Primer (2nd ed.). Gadjah Mada University Press.
Claramita, M., Gayatri, A., & Mahmudah, N. A. (2019). Kedokteran Keluarga di Layanan
Primer (2nd ed.). Gadjah Mada University Press.
Kemenkes RI. (2014). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di FKTP (Vol. 3, Issue 2).
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/1268/1127
Marsicovetere, P., Ivantury, S. J., White, B., & Holubar, S. (2017). Intestinal Intussusception:
Etiology, Diagnosis, and Treatment. Clinics in Colon and Rectal Surgery, 30(1), 003–004.
Oxford University. (2011). Caring for surgical wounds at home. In Caring for surgical wounds
at home. NHS Foundation Trust.
Sinha, S. (2019). Management of post-surgical wounds in general practice. Australian
Journal of General Practice, 48(9), 596–599. https://doi.org/10.31128/AJGP-04-19-4921
Weimann, A., Braga, M., Harsanyi, L., Laviano, A., Ljungqvist, O., Soeters, P., Jauch, K. W.,
Kemen, M., Hiesmayr, J. M., Horbach, T., Kuse, E. R., & Vestweber, K. H. (2006). ESPEN
Guidelines on Enteral Nutrition: Surgery including Organ Transplantation. Clinical
Nutrition, 25(2), 224–244. https://doi.org/10.1016/j.clnu.2006.01.015