Oleh Kelompok 1:
Oleh Kelompok 1 (RSMS):
Adinda Handayani Trenggono I4B018052
Iffah Humaidah I4B018070
Eni Wahyu Subagyo I4B018080
Aditya Pandu Widiatmoko I4B018064
Getrudis Wilhelmina I4B018076
Elsava Tamara P. M I4B018110
Sugiono I4B018084
A. Latar Belakang
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga mengalami
respon hipermetabolik kompleks terhadap trauma, sakit yang dialami akan mengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Pasien dengan sakit
kritis yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) sebagian besar menghadapi
kematian, mengalami kegagalan multi organ, menggunakan ventilator, dan memerlukan
support tekhnologi. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah pemenuhan
kebutuhan nutrisi untuk melepas ketergantungan ventilator, mempercepat penyembuhan
dan memperpendek lama rawat. Namun selama ini, hal tersebut tidak banyak diperhatikan
karena yang menjadi fokus perawatan adalah mempertahankan homeostatis tubuh
(Menerez, 2012; Schulman, 2012; Ziegler, 2009).
Pasien kritis seringkali mengalami stress akibat trauma, cedera, pembedahan, sepsis dan
penyakitnya sehingga mengakibatkan peningkatan metabolisme dan katabolisme yang
berujung pada malnutrisi. Kondisi malnutrisi dapat meningkatkan kematian dan komplikasi
serta memperlama lama rawat, biaya dan waktu penyembuhan. Hal ini didukung penelitian
dari O Daly (2010) tentang pasien dengan fraktur panggul yang disertai gangguan
malnutrisi energi protein memiliki prevalensi kematian 9,8 % jika dibandingkan dengan
pasien dengan fraktur panggul tanpa disertai gangguan malnutrisi energy protein. Hampir
semua pasien kritis mengalami anoreksia atau ketidakmampuan makan karena penurunan
kesadaran, pemberian sedasi, dan terintubasi. Pasien yang tidak dapat makan atau tidak
boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral dengan selang
nasogastric (NGT) maupun selang oralgastrik (OGT) atau cara parenteral (intravena) baik
itu menggunakan vena central maupun perifer.
Survey yang dilakukan pada tahun 2011 di Inggris menunjukkan bahwa terjadi
perubahan trend dalam peningkatan penggunaan EN di ICU dan pengurangan penggunaan
PN terbukti dari 1286 pasien, 707 pasien menggunakan EN, 147 menggunakan PN, 274
menggunakan EN dan PN dan 158 belum memperhatikan nutrisi sesuai kebutuhan pasien
(Mahtab, et all 2011; Rifka, 2012). Oleh karena itu support nutrisi yang tepat sangat
penting pada pengelolaan pasien sakit kritis yang dapat diberikan secara enteral (EN),
parenteral (PN) atau bersama-sama enteral dan parenteral sehingga kebutuhan akan zat gizi
makro dan zat gizi mikro dapat terpenuhi.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam membuat laporan jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pemberian makan enteral pada pasien kritis dilakukan berdasarkan evidence based riset.
BAB II
RESUME JURNAL
A. Resume Jurnal 1
1. Identitas Jurnal
Judul : Enteral tolerance in critically ill patients
Penulis : Hiroomi Tatsumi
Penerbit : Journal of Intensive Care
Volume Jurnal : 7
Tahun : 2019
DOI : 10.1186/s40560-019-0378-0
B. Metodologi Penelitian
1. Desain
Jurnal ini merupakan literature review yang mengangkat permasalahan dari beberapa
penelitian, yang menjadi fokus bahasan diantaranya adalah inisiasi pemberian nutrisi
enteral dan hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam pemberian nutrisi enteral
2. Metode
Penelitian dilakukan dengan melakukan review terhadap hasil penelitian yang
diterbitkan dari tahun 2009 hingga 2019 yang diperoleh dari beberapa basis data
jurnal seperti CINAHL, EBSCO, Proquest dan Google Scholar. Pencarian data
dilakukan dengan menggunakan kata-kata kunci ini, di antaranya adalah nutrisi
enteral, ICU, pasien sakit kritis.
3. Topik bahasan
Nutrisi Enteral, Pasien Kritis, ICU
C. Hasil Penelitian
Nutrisi enteral (EN) dapat mempertahankan struktur dan fungsi mukosa
gastrointestinal lebih baik daripada parenteral nutrisi. Pada pasien yang sakit
kritis, EN harus dihentikan atau diinterupsi, jika komplikasi gastrointestinal,
terutama gangguan muntah dan buang air besar, tidak sembuh dengan manajemen
yang tepat. Untuk menghindari komplikasi gastrointestinal, EN harus dimulai
sesegera mungkin dengan jumlah yang sedikit terlebih dahulu dan secara bertahap
ditingkatkan. EN itu sendiri juga dapat mempromosikan peristaltik usus.
Langkah-langkah untuk mengurangi risiko refluks dan aspirasi meliputi
peningkatan kepala tempat tidur (30 ° hingga 45 °), beralih ke pemberian
berkelanjutan, pemberian obat prokinetik atau antagonis narkotika untuk
meningkatkan motilitas gastrointestinal, dan beralih ke akses jejunal (rute
postpyloric).
Selain itu, kontrol buang air besar juga penting untuk perawatan intensif.
Secara khusus, diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan defisiensi
penyerapan nutrisi, malnutrisi, dan peningkatan angka kematian. Selain itu, diare
dapat menyebabkan penurunan volume darah yang bersirkulasi, asidosis
metabolik, kelainan elektrolit, dan kontaminasi luka bedah dan ulkus tekan. Jika
diare terjadi pada sakit kritis pasien pada manajemen EN, penting untuk
menentukan apakah diare terkait EN atau tidak. Setelah mengesampingkan
penyebab lain diare, langkah-langkah untuk mencegah diare terkait EN termasuk
beralih dari pemberian cairan infus terus-menerus, beralih mwnjado pemberian
makan lambung, penyesuaian agen yang meningkatkan peristaltik gastrointestinal
atau pencahar, pemberian obat antidiare, mengubah jenis formula EN, dan
semisolidifikasi formula EN. Salah satu cara terbaik untuk melakukannya
Keberhasilan untuk manajemen EN adalah untuk melanjutkan selama mungkin
tanpa gangguan dan penghentian EN mudah dengan langkah-langkah yang tepat,
bahkan jika komplikasi gastrointestinal terjadi.
BAB III
ANALISIS JURNAL
rontgen abdomen)
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi komplikasi pada pasien
kritis yang mendapatkan nutrisi enteral diantarannya yaitu refluks dan aspirasi.
Selama pemberian EN, risiko refluks dan aspirasi harus dievaluasi dan dicegah, terutama
pada pasien berisiko tinggi. Aspirasi adalah salah satu komplikasi yang paling sering terjadi
dari EN. Faktor risiko tinggi untuk aspirasi diantaranya:
Langkah-langkah untuk mengurangi risiko refluks dan aspirasi dijelaskan di bawah ini.
Tinggikan kepala tempat tidur (30 ° hingga 45 °) Pada pasien yang sakit kritis, mengangkat
kepala tempat tidur akan mencegah aspirasi tidak hanya selama manajemen EN, tetapi juga
selama ventilasi buatan, dan sebagainya Dibandingkan dengan posisi terlentang ke semi-
telentang, ketinggian kepala tempat tidur pada 30 ° hingga 45 ° ditunjukkan secara signifikan
mengurangi kejadian pneumonia. Khususnya, pada kenyataannya, sudut sering tetap kurang dari
30 °, bahkan jika kepala dari tempat tidur ditinggikan; Oleh karena itu, penting untuk memeriksa
sudut secara teratur. Namun demikian Penting untuk diperhatikan bahwa peningkatan yang
berkepanjangankepala tempat tidur selama administrasi EN terus menerus dapat meningkatkan
risiko mengembangkan ulkus tekanan sakral (Drakulovic 2009).
Selain itu dengan beralih ke akses jejunal (rute postpyloric) Mengubah rute infus EN dari akses
lambung ke akses usus kecil (postpyloric) telah menunjukan dapat mengurangi insiden refluks.
Insiden diare terkait EN telah banyak dilaporkan, secara teori, diare telah dianggap lebih
mungkin terjadi dengan injeksi langsung formula EN hyperosmotic ke dalam jejunum dari pada
ke perut. Dalam banyak kasus, diare sebenarnya dapat ditingkatkan dengan mengubah jejunal
EN menjadi lambung EN. Berkenaan dengan metode administrasi EN, infus terus menerus
dengan penggunaan pompa EN dilaporkan menghambat perkembangan diare, dibandingkan
dengan EN infus intermiten], tetapi efek ini sulit untuk dinilai setelah diare terjadi (Mirt 2004).
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dukungan nutrisi merupakan komponen penting dalam perawatan kritis. Terdapat
disfungsi dari gastrointestinal pada pasien sakit kritis dan dengan pemberian nutrisi
enteral menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah ke usus. Efek menguntungkan
pemberian nutrisi enteral mencakup pemanfaatan yang lebih baik substrat, pencegahan
atrofi mukosa, pelestarian integritas flora usus. Pemberian nutrisi awal secara signifikan
mengurangi lama tinggal di ICU dan mengurangi kematian di rumah sakit pada pasien
ICU yang menggunakan ventilasi mekanis. Namun dalam penggunaannya terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait komplikasi yang dapat terjadi berkaitan
dengan pemberian EN, seperti pencegahan refluks, aspirasi, dan kejadian diare.
2. Implikasi
1. Peningkatan kecermatan dan pembuatan protokol terkait pemberian nutrisi enteral
sesuai dengan kondisi pasien
2. Peningkatan kerjasama antara klinisi, perawat, dietisien, dan farmasi dalam suatu tim
asuhan nutrisi pada pasien dengan kondisi kritis.
3. Perawat dapat merekomendasikan metode, jenis asupan, dan rute yang tepat
berdasarkan catatan perkembangan pasien
4. Perawat dapat menerapkan asuhan keperawatannya dengan mengangkat diagnosa
keperawatan terkait keseimbangan nutrisi, dan pencegahan resiko aspirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Lewis SJ, Andersen HK, Thomas S. Early enteral nutrition within 24 h of intestinal surgery
versus later commencement of feeding: a systematic review and meta-analysis. Journal
of Gastrointestinal Surgery. 2009;13(3):569.
Menerez, Fernanda de Souza., Heitor Pons Leite., Paulo Cesar Koch Nogueira. 2011.
Malnutrition as An Independent Predictor Of Clinical Outcome In Critically Ill
Children. Journal of Nutrition 28 (2012) 267–270.
Montejo, J.C.,et al. 2010. Gastric Residual Volume During Enteral Nutrition In ICU Patients:
The REGANE Study. Intensive Care Med (2010) 36:1386–1393DOI 10.1007/s00134-
010-1856-y.
Munawaroh, Sri Wisnu., Handoyo., Diah Astutiningrum. 2012. Efektifitas Pemberian Nutrisi
Enteral Metode Intermittent Feeding Dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu
Lambung Pada Pasien Kritis Di Ruang ICU RSUD Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 8, No. 3, Oktober 2012.
Pinto, Tatiana Fuchs, Raquel Rocha, Cristiane Assis Paula and Rosangela Passos de Jesus. 2012.
Tolerance To Enteral Nutrition Therapy In Traumatic Brain Injury Patients. Journal of
Brain Injury, August 2012; 26(9): 1113–1117.
Schulman, Rifka C and Jeffrey I Mechanick. 2012. Metabolic and Nutrition Support in the
Chronic Critical Illness Syndrome. Respiratory Care June 2012 Vol 57 No 6.
Sharifi, Mahtab N., Anna Walton., Gayatri Chakrabarty., Tony Rahman., Penny Neild and
Andrew Poullis. 2011. Nutrition Support In Intensive Care Units In England: A
Snapshot Of Present Practice. British Journal of Nutrition (2011), 106, 1240–1244.
doi:10.1017/S0007114511001619.
Simpson, Fiona., Gordon Stuart Doig. 2009. Parenteral Vs. Enteral Nutrition In The Critically Ill
Patient: A Meta-Analysis Of Trials Using The Intention To Treat Principle. Intensive
Care Med (2005) 31:12–23 DOI 10.1007/s00134-004-2511-2. Diakses tanggal 4 Juli
2014 pukul 09.56 WIB. http://search.proquest.com.
Tuna,M., R. Latifi., A. El-Menyer., H. Al Thani. 2013. Gastrointestinal Tract Access For Enteral
Nutrition In Critically Ill And Trauma Patients: Indications, Techniques, And
Complications. Europian Journal Trauma Emergency Surgical (2013) 39:235–242 DOI
10.1007/s00068-013-0274-6.
Wiryana, Made. 2009. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 8
Nomor 2 Mei 2009.
Zaloga GP. Early enteral nutrition in acutely ill patients: a systematic review. Critical care
medicine. 2001;29(12):2264–2270.
Ziegler, Thomas R. 2009. Parenteral Nutrition in the Critically Ill Patient. The new england
journal of medicine 361;11 nejm.org september 10, 2009. http://search.proquest.com.