Anda di halaman 1dari 48

i

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastroenteritis merupakan peradangan pada lambung, usus kecil dan


usus besar dengan tanda dan gejalanya adalah diare yang merupakan
peningkatan frekuensi, konsistensi fases yang lebih cair, fases dengan
kandungan air yang banyak, dan fases bias disertai dengan darah atau lendir
(Muttaqin, 2013). Masalah diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat
(Utami & Wulandari, 2015).
Gastroenteritis merupakan penyebab kedua kematian anak di dunia
dengan 15 juta anak meninggal setiap tahunnya (Utami & Wulandari, 2015).
Sampai saat ini Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak di Negara berkembang. Gastroenteritis
akut adalah diare disertai muntah yang teijadi secara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat (Muhammad Iqbal, 2018).
World Health Organization (WHO) menyatakan secara global setiap
tahun ada sekitar 1,7 miliar kasus Gastroenteritis dengan angka kematian
760.000 anak dibawah 5 tahun. Pada negara maju dan berkembang anak-anak
usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode Gastroenteritis pertahun.
Setiap episodenya, Gastroenteritis akan menyebabkan kehilangan cairan dan
nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tubuh sehingga Gastroenteritis
merupakan penyebab kematian karena dehidrasi berat dan malnutrisi pada
anak yang menjadi penyebab kematian kedua pada anak berusia dibawah 5
tahun. Data United Nat ion Children’s Fund (UNICEF) dan WHO, juga
menjelaskan bahwa secara global terdapat 2 juta anak meninggal dunia setiap
tahunnya karena Gastroenteritis (WHO, 2015).
Negara Afrika dan Asia Tenggara sekitar 78% kematian tersebut
terjadi karena Gastroenteritis yang merupakan satu permasalahan kesehatan
dunia yang patut menjadi perhatian global. Diperkirakan di Negara
berkembang setiap anak dibawah 3 tahun mengalami 3 kali episode diare akut
setiap tahunnya. Setiap episode tersebut akan menekan nutrisi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan menjadi penyebab utama malnutrisi pada

1
2

anak (Rahayu, Dusak, Sukmayanti, & Hardika, 2018). Berdasarkan Riset


Kesehatan Dasar Indonesia, 2016. Prevalensi tertinggi penyakit
Gastroenteritis diderita oleh balita, terutama pada usia <1 tahun (7%) dan 1-
4 tahun (6,7%). Prevalensi tertinggi insiden Gastroenteritis di lima provinsi di
Indonesia yaitu; Aceh (10,2%), dan banten (8,0%). Karakteristik
Gastroenteritis balita tertinggi teijadi pada kelompok umur 12 - 23 bulan
(7,6%), laki-laki (5,5%). Tinggal di daerah pedesaan (5,3%), dan kelompok
indeks kepemilikan terbawah (6,2%) ((RISKESDAS).2016). Kasus
Gastroenteritis pada anak di kota Jakarta Timur tahun 2020 adalah 3.768 anak
di bawah usia 5 tahun. Dan kasus Gastroenteritis di RSAU dr. Esnawan
Antariksa pada anak usia 1 – 3 tahun ada (11,4 %) dari tahun 2021 – 2022.
Secara umum kondisi peradangan dan Gastrointestinal disebabkan
oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi
enterotoksin atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan
sekresi cairan atau menurunkan absorbs cairan sehingga akan teijadi dehidrasi
dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar penyebab timbulnya
diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi
akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan mobilisasi usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan
(masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah) dan gangguan sirkulasi
darah (Ariani, 2016).
3

Berdasarkan menurut penelitian (Jois Nari, 2019) salah satu


penanganan Gastroenteritis dengan masalah Hipovolemia yaitu pemberian
terapi madu murni efektif untuk menangani masalah diare pada anak.
Madu dapat dipakai untuk mengatasi diare karena efek antibakterinya
dan kandungan nutrisinya yang mudah dicerna. Manfaat madu lain adalah
membantu dalam penggantian cairan tubuh yang hilang akibat diare. Dalam
cairan rehidrasi madu dapat menambah kalium dan serapan air tanpa
meningkatkan serapan natrium. Hal itu membantu memperbaiki mukosa yang
rusak, merangsang pertumbuhan jaringan baru dan bekerja sebagai agen anti-
inflamasi.
Madu murni memiliki beberapa kandungan gizi seperti: karbohidrat,
protein, asam amino, vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam
madu anatara lain Vit B1, B2, B3, B6, C, A, E, flavonoid. Sedangkan untuk
kandungan mineralnya ada Na, Ca, K, Mg, CI, Fe, Zn. (journal, unnes 2018).
Uji klinis pemberian terapi madu murni pada anak yang menderita
gastroenteritis telah diteliti, para peneliti mengganti glukosa di dalam cairan
rehidrasi oral yang mengandung elektrolit dan hasilnya diare mengalami
penurunan yang signifikan. Dari studi laboratorium dan uji klinis, madu murni
memiliki aktivitas bakterisidal yang dapat melawan beberapa organisme
enteropathogenic, termasuk diantaranya spesies dari salmonella, shigella, dan
E.colli. (Cholid et.,2016).
Untuk metode terapi madu yang diberikan pada anak usia toddler (1-
3 tahun) ini diberikan selama 5 hari dengan dosis madu 5 cc yang ditambahkan
pada air hangat 10 cc diberikan 3 kali sehari pada pukul 07.00, 15.00, dan
21.00 WIB. Madu yang digunakan pada studi kasus ini adalah madu murni.
(Nurmaningsih et al.,2015).
Berdasarkan data diatas, perawat dituntut untuk meningkatkan peran
aktif dalam mengatasi masalah tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan anak kepada penderita dan keluarga yang meliputi asuhan
keperawatan promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang
keperawatan penyakit Gastroenteritis serta kebutuhan cairan pada klien.
4

preverentif (pencegahan) yaitu, mengajarkan cara mencuci tangan sebelum


dan sesudah aktifitas, menjaga makanan selalu bersih, menyajikan makanan
yang sehat dan bergizi, menyediakan air yang bersih, dan menjaga lingkungan
agar tetap bersih, kuratif, yaitu memberikan larutan madu dan jika ada syok
segera dilakukan resusitasi cairan (larutan ringer laktat) dan rehabilitative,
yaitu istirahat yang cukup serta berikan diet yang bergizi dan mudah dicerna,
yaitu diet BRAT (Banana, Rice, Apple sauce, Toast) Diet BRAT sangat
dianjurkan bagi penderita diare karena memiliki kandungan serat dan protein
tinggi, serta lemak yang rendah sehingga bisa meredakan masalah pada
saluran cerna.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis
tertarik mengambil Karya Tulis Ilmiah dengan Judul Gambaran Asuhan
Keperawatan Pada Klien An. A dan An. P Yang Mengalami Hipovolemia
dengan Gastroenteritis di RSAU. dr.Esnawan Antariksa Jakarta.
1.2 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Gambaran Asuhan
Keperawatan pada Klien An. A dan An. P yang mengalami Hipovolemia
dengan Gastroenteritis di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah pada studi kasus ini adalah
“Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien An. A dan An.
P yang Mengalami Hipovolemia Dengan Gastroenteritis di RSAU dr.
Esnawan Antariksa Jakarta”.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien An. A
dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di RSAU
dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
5

1.4.2 Tujuan Khusus


1) Untuk memperoleh gambaran pengkajian keperawatan pada klien An.
A dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di
RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
2) Untuk memperoleh gambaran diagnosis keperawatan pada klien An.
A dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di
RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
3) Untuk memperoleh gambaran perencanaan keperawatan pada klien
An. A dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan
Gastroenteritis di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
4) Untuk memperoleh gambaran tindakan keperawatan pada klien An. A
dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di
RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
5) Untuk memperoleh gambaran evaluasi pada klien An. A dan An. P
yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di RSAU dr.
Esnawan Antariksa Jakarta.

1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di
bidang keperawatan anak tentang penanganan Gastroenteritis.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Profesi Perawat
Meningkatkan sumber informasi dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan keperawatan yang optimal, khususnya pada kasus
Gastroenteritis pada klien An. A dan An. P
2) Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dengan adanya studi kasus ini sebagai bahan acuan dan
pertimbangan oleh para pelaksana program dalam peningkatan upaya
dibidang kesehatan khususnya dalam penanganan keperawatan pada
klien An. A dan An. P Gastroenteritis yang mengalami hipovolemia
6

dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk


mengembangkan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
klien An. A dan An. P yang mengalami hipovolemia dengan
Gastroenteritis.
a) Untuk bahan informasi dan acuan bagi institusi dalam menilai kegiatan
pembelajaran tentang pengetahuan akan Gastroenteritis pada klien An.
A dan An. P.
b) Untuk bahan bacaan dalam usaha menambah pengetahuan bagi
mahasiswa Program Studi Diploma III Keperawatan Akademi
Keperawatan Berkala Widya Husada yang berhubungan dengan kasus
Gastroenteritis pada klien An. A dan An. P.
c) Bagi profesi perawat untuk meningkatkan sumber informasi dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang optimal,
khususnya pada kasus Gastroenteritis pada klien An. A dan An. P.
3) Bagi klien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan sumber informasi bagi masyarakat
awam mengenai penanganan yang tepat dan optimal dalam upaya
penanggulangan angka kejadian Gastroenteritis pada klien An. A dan
An. P.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masalah Kesehatan


2.1.1. Pengertian
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus
besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan
abdomen. (Muttaqin, 2013).

Gastroenteritis adalah iritasi dan peradangan pada lapisan dalam


lambung dan usus kecil. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau
parasite, serta menyebabkan muntah dan diare yang parah. Gastroenteritis,
paling sering ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Selain itu, penularan juga teijadi dari kontak dekat dengan individu yang
terinfeksi. Saluran limbah selama musim hujan dapat menyebabkan
penyebaran lebih lanjut dari organisme penyebab. Kotoran terbuka adalah
alasan umum lainya yang menyebabkan penyebaran kondisi melalui lalat
dan hama lainya. (Kardiyudiani & Susanti,2019).

Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan


diare yang disebabkan oleh infeksi, alergi atau keracunan zat makanan
(Nuari, 2015). Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan kosistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah dan atau lendir (Wjayaningsih, 2013).

Berdasarkan uraian diatas menurut pendapat para ahli dapat


disimpulkan bahwa Gastroenteritis adalah peradangan mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan perubahan konsistensi tinja yang teijadi
tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10
ml/KgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Jadi dapat
disimpulkan Gastroenteritis adalah buang air besar dengan frekuensi tidak
normal dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, dan kandungan air
pada fases lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 ml/24 jam.

7
8

2.1.2 Etiologi

Dewi Wulandari dan Meira Erawati (2016) mengemukakan ada empat


macam penyebab Gastroenteritis, yaitu:

A. Faktor Infeksi
1) Infeksi entemal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama Gastroenteritis. Meliputi infeksi enteral dan
virus sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, Escherichia Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Acromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus Ecno, Coxsacme, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain - lain.
c) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloide),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Thricomonas
hominis), jamur (Candida, Albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia
ensefalitis, dan sebagainya.
B. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleran glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride, Malabsorbsi protein : asam
amino, B-laktoglobulin.
C. Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
D. Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas
9

2.1.3 Patofisiologi
1) Proses Penyakit
Secara umum kondisi peradangan dan Gastrointestinal disebabkan oleh
infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan sekresi cairan atau
menurunkan absorbs cairan sehingga akan teijadi dehidrasi dan hilangnya
nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga teijadi pergeseran air dan elektrolit kedaiam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian teijadi diare. Gangguan mobilisasi usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Gangguan gizi sebagai
akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah) dan
gangguan sirkulasi darah (Ariani, 2016).
10

2) PATHWAY

Gambar 2.1 Pathway Gastroenteritis

Sumber : ( Indrie Maulia Sari, 2018)


11

3) Manifestasi Klinik
Menurut Wijayaningsih (2013), dan Dewi (2015) Ada beberapa tanda dan
gejala yang teijadi pada kasus Gastroenteritis, yaitu antara lain :
1) Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel, gelisah
2) Suhu badan meningkat
3) Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4) Timbul diare
5) Fases makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lender
6) Warna fases berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu
7) Anus lecet
8) Muntah baik sebelum maupun sesudah diare
9) Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada
bayi, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir pada mulut
dan membrane mukosa kering.
10) Berat badan menurun
11) Pucat lemah

4) Komplikasi
Menurut Marmi & Rahaijo, 2012, Sebagai akibat kehilangan cairan dan
elektrolit secara mendadak dapat teijadi berbagai macam komplikasi seperti:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isonik atau hipertonik)
2) Retakan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi perubahan pada elektrokardiagram)
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktose
karena kerusakan vili mukosa usus halus
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik
7) Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
12

2.1.4 Penatalaksanaan
1) Terapi
Memberikan larutan madu murni untuk membantu memperbaiki mukosa
usus yang rusak, merangsang pertumbuhan jaringan baru dan membantu
dalam penggantian cairan tubuh yang hilang akibat diare untuk mencegah
teijadinya dehidrasi. Menurut (Kiswantoro dkk, 2021) dan (Nurmaningsih
dkk, 2019).
1) Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan:
a) Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari
biasanya.
b) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa anak ke
Puskesmas terdekat.
2) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.
Tindakan:
a) Berikan terapi madu murni sebanyak 5cc 3 x 1 hari
b) Teruskan pemberian makanan, sebaiknya yang lunak dan mudah
dicerna.
c) Bila tidak ada perubahan segera bawa ke Puskesmas terdekat.
3) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.
Tindakan:
a) Segera bawa ke Puskesmas atau Rumah sakit dengan fasilitas
perawatan.
b) Terapi madu murni dan ASI diteruskan selama masih bisa minum.
4) Takaran pemberian madu murni.
a) Dibawah 1 tahun: 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas
setiap kali mencret.
b) Dibawah 5 tahun (anak balita): 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya
1 gelas setiap kali mencret.
c) Anak di atas 5 tahun: 3 jam pertama 6 gelas selanjutnya 1,5 gelas
setiap kali mencret.
d) Anak di atas 12 tahun dan dewasa: 2 gelas setiap kali mencret.
13

2) Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan


1) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan dan jumlah
pemberiannya. (Nurfatima, 2017).
a) Cairan per Oral
Pada anak dengan dehidrasi ringan atau sedang diberikan peroal
berupa cairan yang bersifat NaCl, NaHCO3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan pada anak diatas 6 bulan kadar natrium 90 mEg/1.
Pada anak dibawah 6 bulan 50-60 mEg/1. Formula lengkap disebut
oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang
tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
b) Cairan parenteral
Diberikan pada anak yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
(1) Untuk anak umur lbl-2th berat badan 3-10kg 1 jam pertama
40ml/kgBB/menit = 3 tts/ kgBB /menit (infuse set berukuran
lml = 15 tts atau 13tts/kgBB/mnt ( infuse set lml=20 tts). 7
jam berikutnya 12ml/kgBB/menit = 3 tts/kgBB/mnt (infuse
set berukuran lml=15 tts atau 4tts/kgBB/mnt (set infuse
fml=20tts). f 6 jam berikutnya 125ml/kgBB/oralit.
(2) Untuk anak 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg 1 jam
pertama 30ml/kgBB/jam atau 8tts/kgBB/menit (lml=15 tts
atau 10 tts/kgBB/mnt (lml=20 tts).
(3) Untuk anak 5-10 tahun dengan berat badan 15-25kgl jam
pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (lml=15 tts
atau 7:10 ml/kgBB/jam atau 2,5tts/kgBB/mnt (1 ml=15
tts atau 3 tts/kgBB/mntlml=20tts). 16 jam berikutnya 105
ml/kgBB peroralit peroral.
(4) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3kgkebutuhan
cairan 125ml+100ml+25ml = 250 ml/kgBB /24jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa5%+l bagian NaHC03 U/2%.
Kecepatan: 4 jam pertama : 25ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/mnt (lml=15 tts) 8 tts/kgBB/mnt (lml=20 tts).
14

(5) Untuk bayi berat badan lahir rendah kebutuhan cairan: 250
ml/kgBB/24jam, jenis cairan 4:1 (4bagian glukosa 10%+ 1
bagian NaHCO3 1^%).
c) Pengobatan dietic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7kg jenis makanan :
(1) Susu ASI atau susu formula yang mengandung rendah
laktosa dan asam lemak tidak jenuh.
(2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat(nasi
tim) bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
terbiasa.
(3) Susu khusus sesuai kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemakyang
berantai sedang atau tidak jenuh.
d) Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat
lain (Lestari, 2016).
e) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
(1). Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap
antibiotika.
(2). Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
15

(3). Tinja :
pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica,
B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada
tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. Pemeriksaan mikroskopik
untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang
penyebab diare, letak anatomis serta adanya prosesperadangan mukosa.
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit
PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
histolytica pada umumnya leukosit pada tinja minimal.
16

2.1.5 Konsep Tumbuh Kembang


1) Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi
(bertambah banyak) sel - sel tubuh dan juga disebabkan oleh bertambah
besarnya sel. Adanya multiplikasi dan bertambah besarnya ukuran sel
menandakan pertambahan secara kuantitatif. Pertumbuhan lebih
ditekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang menjadi lebih besar
lebih matang bentuknya seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi
badan, dan lingkar kepala (Rekawati, et al. 2013).
2) Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur, serta dapat
diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem terorganisasi. Aspek
perkembangan ini sifatnya kualitatif, yaitu pertambahan kematangan
fungsi dari masing- masing bagian tubuh (Rekawati,et al 2013).
3) Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler 1-3 Tahun
a). Pola Pertumbuhan
Pola pertumbuhan anak usia toddler adalah suatu proses
alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap, berat dan
tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami
peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial,
maupun spiritual.
b) Motoric Kasar
Perkembangan kemampuan motoric kasar adalah
kemampuan yang berhubungan dengan gerak-gerak kasar yang
melibatkan sebagian besar organ tubuh seperti berlari dan
melompat. Perkembangan motoric kasar ini sangat dipengaruhi
oleh proses kematangan anak juga jelas berbeda. Motoric kasar
anak umur 12-18 yaitu anak sudah mampu berjalan
mengeksploitasi rumah serta sekeliling rumah. Anak umur 18-24
17

bulan antara lain sudah mampu bisa naik turun tangga. Anak usia
24-36 mulai belajar meloncat-loncat, memanjat, melompat dengan
satu kaki dan bisa naik sepeda beroda tiga.
c) Motoric Halus
Komponen motorik adalah kemampuan fisik otot kecil dan
koordinasi mata-saraf. pada anak usia 18- 12 bulan yaitu anak
mampu menyusun 2 atau 3 kotak. Anak umur 18-24 bulan antara
lain anak mulai menyusun 6 kotak, belajar makan sendiri, dan
menggambar garis di kertas atau pasir. Untuk anak umur 24-36
bulan anak mulai membuat jembatan dengan 3 kotak dan
menggambar lingkaran.
d) Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia toddler secara umum yaitu
bahasa. anak usia 24-36 bulan anak mulai mampu menyusun
kalimat dan menggunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-
kata yang ditunjukkan kepadanya. Kemampuan memproduksi
kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi
emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Cara fisik
kemampuan anak film memproduksi kata-kata Andai oleh
perkembangan bibir, tiga, dan Gigi mereka yang sedang tumbuh,
pada tahap pemerolehan bahasa (kemampuan mengucapkan dan
memahami arti kata juga tidak mendengarkan melihat dan
mengartikan simbol-simbol bunyi otak nya.
e) Perkembangan Kognitif
Kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan
ilmu pengetahuan apabila diperlukan Pengetahuan yang dimiliki
dapat dipergunakan banyak atau sedikitnya pengetahuan
merupakan ukuran kemampuan kognitif seseorang (Nur Fatimah,
2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan
positif antara kecerdasan dengan kemampuan anak Artinya bahwa
semakin tinggi kecerdasan anak semakin tinggi pada
perkembangan kognitif kemampuan kognitif perkembangan
18

sebagai hasil dari kerjasama antar genetik dengan lingkungan


kemampuan ini akan menikatkan karena adanya rangsangan yang
diberikan kemudian masuk ke dalam otak yang sedang
berkembang.
Kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan
penguasaan ilmu pengetahuan apabila diperlukan Pengetahuan
yang dimiliki dapat dipergunakan banyak atau sedikitnya
pengetahuan merupakan ukuran kemampuan kognitif seseorang.
Nur Fatimah menyatakan bahwa Terdapat hubungan yang
signifikan dan positif antara kecerdasan dengan kemampuan anak
Artinya bahwa semakin tinggi kecerdasan anak semakin tinggi
pada perkembangan kognitif kemampuan kognitif perkembangan
sebagai hasil dari kerjasama antar genetik dengan lingkungan
kemampuan ini akan menikatkan karena adanya rangsangan yang
diberikan kemudian masuk ke dalam otak yang sedang
berkembang. (Restu Iriani, 2022)
f) Sosialisasi Dan Internalisasi
Sosialisasi adalah proses dimana anak mengembangkan
kebiasaan keterampilan Oma nilai dan mati yang menjadikan
mereka sebagai anak yang bertanggung jawab dan produktif
sosialisasi tergantung pada interaksi standar sosial menjadikan
standar tersebut menjadi miliknya anak yang tersosialisasi dengan
sukses tidak lagi menaati peraturan atau perintah untuk
mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman, mereka telah
membuat standar parental sosial mereka sendiri emosional
melakukan yang masalah dan kemampuan yang menahan diri dan
melakukan hal tersebut. (Putra dkk, 2014)
Sosialisasi adalah proses dimana anak mengembangkan
kebiasaan keterampilan yang menjadikan mereka sebagai anak
yang bertanggung jawab dan produktif sosialisasi tergantung pada
interaksi standar sosial. Pada anak usia 12-18 bulan anak mulai
memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing. Anak umur 18-
19

24 bulan anak mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang
air kecil, menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-
orang yang lebih besar, dan memperlihatkan minat kepada anak
lain bermain-main dengan mereka. Dan anak umur 24-36 bulan
anak mulai bermain bersama dengan anak lain dan menyadari
adanya lingkungan lain di luar keluarganya. (Restu Iriani, 2022).
4) Perkembangan Keterampilan Motorik Kasar
Keterampilan motorik kasar (fisik) adalah keterampilan yang
membutuhkan gerakan seluruh tubuh dan yang melibatkan otot-otot
besar untuk melakukan fungsi sehari-hari, seperti berdiri dan beijalan,
berlari dan melompat, dan duduk tegak di meja. Keterampilan
koordinasi mata- tangan seperti keterampilan bola (melempar, 30
menangkap, menendang) serta mengendarai sepeda atau skuter dan
berenang.
Pada periode usia pra sekolah fisik yang berkembang selama bermain
menggunakan motorik kasar seperti:
1) Mengembangkan koordinasi otot besar melalui aktivitas yang
memungkinkan untuk menarik, melempar, menangkap, dan
menendang.
2) Mengembangkan keterampilan bepergian dan keterampilan gerak
motorik untuk bermanuver di lingkungan mereka dan dalam
kelompok besar.
3) Mengembangkan keterampilan mengendalikan otot dan
menyeimbangkan melalui aktivitas seperti beijalan,
melompatiompat, berlari, memanjat, meraih, dll.
4) Mengembangkan koordinasi mata-tangan Tugas orang tua pada
tahap perkembangan motorik kasar adalah :
a) Memberikan pujian pada anak ketika mampu melakukan aktivitas
secara mandiri
b) Mengecek lingkungan rumah untuk keselamatan sebagai balita,
karena aktivitas fisiknya lebih banyak.
c) Menyediakan lingkungan yang aman untuk bermain.
20

5) Keterampilan Motorik Halus


Perkembangan motorik halus merupakan komponen penting dari
kesejahteraan anak-anak. Sejak lahir hingga usia anak delapan tahun,
anak-anak secara terus menerus mendapatkan, memperbaiki, dan
menggabungkan fungsi dan keterampilan motorik mereka dan
mengintegrasikan keterampilan mereka. Perkembangan motorik halus
memiliki implikasi penting bagi keterlibatan anak-anak dalam seni
rupa, menggambar, dan pengalaman menulis yang muncul.
Pengembangan motorik halus sangat penting dalam mengembangkan
kemampuan membuat tanda dan menulis secara efektif, sehingga
pesan dapat dikomunikasikan.
Anak berusia 3 tahun dapat menggerakkan masing-masing jari
secara independen dan mampu menggenggam peralatan dan krayon
seperti cara orang dewasa, dengan ibu jari satu sisi dan jari-jari di sisi
lain. Ia juga dapat menulis dengan bebas, menyalin lingkaran,
menelusuri kotak, dan makan sendiri tanpa banyak makanan yang
ditumpahkan. Sekitar usia 3 hingga 4 tahun, anak-anak mulai
menggunakan ritsleting dan kancing, dan terus mendapatkan
kemandirian dalam berpakaian dan membuka pakaiannya sendiri
6) Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
menurut Sulistyawati (2015) adalah sebagai berikut:
a) Faktor Genetic
Genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
perkembangan anak. Instruksi genetik yang terkandung di dalam
sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kulitas dan kuantitas
perkembangan. Hal yang terkandung dalam faktor genetik antara
lain berbagai faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis
kelamin, dan suku bangsa.
b) Faktor Lingkungan
Secara garis besar faktor lingkungan dibagi berdasarkan faktor-
faktor berikut:
21

a) Faktor Lingkungan Pranatal


(1) Gizi pada ibu sewaktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum teijadinya kehamilan
maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering
menghasilkan bayi BBLR, cacat bawaan bahkan lahir
mati. Gizi yang buruk sewaktu hamil juga dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia
pada bayi baru lahir (BBL), BBL menjadi mudahterkena
infeksi, dan bisa teijadi abortus pada ibu hamil.
(2) Toksin/zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka
terhadap zat-zat teratogen seperti obat-obatan seperti
thalidomide, phenitoin, methadion, dan obat-obatan anti
kanker. Ibu hamil, perokok berat/peminum alkohol
kronis sering melahirkan BBLR, lahir mati, cacat atau
retardasi mental. Keracunan logam berat pada ibu hamil,
misalkan karena makan ikan yang terkontaminasi
merkuri dapat menyebabkan mikrosefali, serebral palsy
(di Jepang dikenal dengan penyakit Minamata).
(3) Endokrin
Hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan
janin mungkin somatotropin, hormon plasenta, tiroid,
insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip
insulin. Cacat bawaan sering teijadi pada ibu yang
mengalamidiabetes dan tidak mendapat pengobatan
pada trimester I kehamilan, umur ibu <18 tahun/ >35
tahun, defisiensi yodium pada waktu hamil,
phenyketonuria (PKU).
(4) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum kehamilan 18 minggu dapat
menyebabkan kematian janin, kerusakan otak,
mikrosefali atau cacat bawaan lainnya.
22

(5) Infeksi
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat
bawaan adalah TORCH (Toxoplasmis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herves Simplex). Infeksi lainnya
yang juga menyebabkan penyakit pada janin adalah
varisella, cixsackie, echovirus, malaria, lues, HIV, polio,
campak, listeriosisleptospira, mikoplasma, virus
influenza dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia
pada ibu hamil dapat merusak janin.
(6) Stress
Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin yang dapat
menyebabkan cacat bawaan dan kelainan kejiwaan.
(7) Anoksia Embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada
plasenta atau tali pusat menyebabkan BBLR.
(8) Riwayat kelahiran prematur.
b) Faktor Lingkungan Post Natal
Faktor lingkungan postnatal dibagi menjadi empat yaitu :
(1) Fingkungan biologis yang terdiri dari ras/suku bangsa,
jenis kelamin, umur, status gizi, perawatan kesehatan,
penyakit kronis dan hormon.
(2) Faktor fisik yang terdiri dari cuaca, musim, keadaan
geografis suatu daerah, sanitasi dan radiasi.
(3) Faktor psikososial antara lain stimulasi, motivasi belajar,
ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya,
stress, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi
anak dan orang tua
(4) Faktor adat dan istiadat yang meliputi pekeijaan dan
pendapatan keluarga, pendidikan ayah dan ibu, jumlah
saudara, stabilitas rumah tangga, adat-istiadat, norma-
norma, dan tabu-tabu dan agama.
23

2.1.6 Konsep Hospitalisasi


1) Pengertian
Hospitalisasi merupakan keadaan yang mengharuskan anak tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan karena suatu alasan yang
berencana maupun kondisi darurat. Tinggal di rumah sakit dapat
menimbulkan stres bagi anak-anak, remaja, dan keluarga mereka (Mendri
dan Prayogi, 2017).
Reaksi terhadap hospitalisasi Reaksi yang timbul akibat hospitalisasi
meliputi:
1) Reaksi anak
Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan
hospitalisasi karena kondisi ini merupakan perubahan dari status
kesehatan dan rutinitas umum pada anak. Hospitalisasi menciptakan
serangkaian peristiwa traumatik dan penuh kecemasan dalam iklim
ketidak pastian bagi anak dan keluarganya, baik itu merupakan prosedur
elektif yang telah direncanakan sebelumnya ataupun akan situasi darurat
yang teijadi akibat trauma. Selain efek fisiologis masalah kesehatan
terdapat juga efek psikologis penyakit dan hospitalisasi padaanak, yaitu
sebagai berikut:
a) Ansietas dan kekuatan
Bagi banyak anak memasuki rumah sakit adalah seperti memasuki
dunia asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan.
Ansietas seringkali berasal dari cepatnya awalan penyakit dan
cedera, terutama anak memiliki pengalaman terbatas terkait dengan
penyakit dan cidera.
b) Ansietas perpisahan
Ansietas terhadap perpisahan merupakan kecemasan utama anak di
usia tertentu. Kondisi ini teijadi pada usia sekitar 8 bulan dan
berakhir pada usia 3 tahun.
c) Kehilangan kontrol
Ketika dihospitalisasi, anak mengalami kehilangan kontrol secara
signifikan.
24

2) Reaksi orang tua


Hampir semua orang tua berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi
anak dengan reaksi yang luar biasa. Pada awalnya orang tua dapat
bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika penyakit tersebut muncul
tiba-tiba dan serius. Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang
banyak diungkapkan oleh orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan
dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang digunakan.
3) Reaksi saudara kandung (sibling)
Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah
sakit adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah, cemburu, benci,
iri dan merasa bersalah. Orang tua sering kali memberikan perhatian
yang lebih pada anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang sehat.
Hal tersebut menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan
merasa ditolak.
4) Perubahan peran keluarga
Selain dampak perpisahan terhadap peran keluarga, kehilangan peran
orang tua dan sibling. Hal ini dapat mempengaruhi setiap anggota
keluarga dengan cara yang berbeda. Salah satu reaksi orang tua yang
paling banyak adalah perhatian khusus dan intensif terhadap anak yang
sedang sakit.
2) Dampak Hospitalisasi
Proses hospitalisasi mempengaruhi anak-anak dengan cara yang
berbeda, tergantung pada usia, alasan untuk rawat inap mereka, dan
temperamen. Temperamen adalah bagaimana anak bereaksi terhadap situasi
baru atau unfamiliar. Kecemasan karena perpisahan dengan keluarga dan
teman berpengaruh pada terganggunya aktivitas bersama teman, rutinitas
yang dijalani bersama keluarga, hubungan teman sebaya, dan prestasi di
sekolah. Anak yang berada di lingkungan baru selama proses hospitalisasi
juga merasa takut pada orang asing yang merawatnya maupun lingkungan
rumah sakit yang terasa asing. Selain itu, ketidaksukaan anak pada lingkungan
rumah sakit juga disebabkan oleh ruangan rumah sakit yang ramai
25

atau gaduh, lingkungan yang panas, fasilitas permainan yang tidak memadai,
dan makanan rumah sakit yang mungkin terasa hambar dan tidak enak.
Hal lain yang menyebabkan anak mengalami kecemasan pada saat
proses hospitalisasi adalah anak harus menerima perawatan dan investigasi.
Ketika menerima perawatan anak biasanya takut pada proses-proses yang
harus dijalaninya, seperti proses operasi, penyuntikan, mutilasi, dan
mengkonsumsi obat-obatan secara rutin. Ketakutan selama proses perawatan
juga bisa diakibatkan karena adanya bayangan tentang rasa nyeri, perubahan
tentang penampilan tubuh, dan kecemasan akan kematian.
Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia prasekolah,
sebagai berikut:
a) Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang teijadi pada anak pertengahan sampai
anak periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan adalahcemas
karena perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang
yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal
akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b) Kehilangan kontrol
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini
terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari- hari
activity daily living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di
rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam
mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik
anak dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap
ketergantungan dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan
agresif. Jika teijadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena
penyakit kronis), maka anak akan kehilangan otonominya dan pada
akhirnya akan menarik diri dari hubungan interpersonal.
c) Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
26

(perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang.


Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut
atau suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak
terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti tindakan yang
sangat menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan
menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau
berlari keluar.
Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah adalah
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.

2.1.6 Konsep Dasar Hipovolemia


1) Definisi Hipovolemia
Hipovolemia merupakan kondisi dimana tubuh mengalami penurunan
asupan cairan dikarenakan adanya muntah yang banyak, kehilangan nafsu
makan yang mengakibatkan asupan yang masuk kedalam tubuh berkurang.
Selain itu, penyebab kekurangan volume cairan bisa diakibatkan demam
yang sangat tinggi dan adanya luka bakar pada derajat 2-4. Cairan yang ada
dibawah kulit keluar atau menguap karena demam atau adanya luka,
sehingga cairan yang ada didalam intraseluler akan keluar menuju
intravaskuler untuk menggantikan cairan intravaskuler yang hilang secara
terus menerus. Hal ini juga dapat mengakibatkan kekurangan volume cairan
(Nilam, 2018). Hipovolemi merupakan penurunan volume cairan
intravaskuler, interstitial dan atau intraseluler ditandai dengan frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun dan hematokrit meningkat (Tim
pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
2) Etiologi Hipovolemia
Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya volume cairan (Nanda, 2015)
meliputi:
27

a. Penurunan asupan cairan atau intake yang diakibatkan oleh mual,


muntah, penurunan kesadaran.
b. Hambatan mengakses cairan.
c. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan.
d. Kehilangan cairan yang aktif.
3). Manifestasi Klinis Hipovolemia
Klien yang mengalami kekurangan volume cairan pada umumnya
ditemukan tanda dan gejala berikut: terjadi penurunan pada elstisitas kulit,
tekanan darah menurun, frekuensi nadi cepat, kencing sedikit atau miksi,
membran bibir tampak kering, kulit kering, suhu tubuh meningkat,
hematokrit meningkat, berat badan menurun, haus, kelemahan (NANDA,
2018).
4) Patofisiologi Hipovolemi
Kekurangan volume cairan atau hipovolemia adalah suatu kondisi
dimana tubuh mengalami penurunan asupan cairan atau bisa jugadisebabkan
tubuh kehilangan cairan dan eletrolit secara proposional. Kekurangan cairan
terjadi ketika cairan yang ada di intravaskuler hilang yang diakibatkan oleh
suhu tubuh yang terlalu tinggi, adanya luka dengan derajat 2-4. Untuk
mengganti cairan intravaskuler yang hilang tubuh mengkompensasi dengan
mengeluarkan atau memindahkan cairan interseluler ke intravaskuler.
Sehingga hal ini mengakibatkan tubuh mengalami penurunan cairan
ekstraseluler (Nilam, 2018).
5) Komplikasi
a. dehidrasi sedang hingga berat.
b. syok hipovolemik
c. Kejang
28

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan (termasuk hasil pemeriksaan tes diagnostik)
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan secara
sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (setiadi, 2012).
1) Anamnesis
a) Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang
meliputi: nama lengkap,tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, asal suku bangsa, nama orang tua, pekeijaan orang tua,
penghasilan.
b) Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari, BAB kurang dari empat
kali dengan konsentrasi cair (dehidrasi tanpa dehidrasi). BAB 4-10
kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang). BAB lebih
dari sepuluh kali (dehidrasi berat), bila diare berlangsung kurang dari
14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah
diare persisten.
c) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat penyakit sekarang
(a) Suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang,
atau tidak ada, dan timbul diare
(b) Fases cair mungkin disertai lender dan darah
(c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi
(d) Gejala muntah dapat teijadi sebelum atau sesudah diare
(e) Apabila klien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit
maka gej ala dehidrasi mulai tampak
(f) Diuresis : teijadi oliguria (kurang 1 ml/kg bb/jam) bila
terjadi dehidrasi
29

(2) Riwayat keperawatan sebelumnya


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang, buruk), psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
(3) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan
yang penting karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur
dan fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik
dan tindakan harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan.
(4) Riwayat penyakit keluarga
(a) Penyakit
Riwayat penyakit keluarga yang pemah menderita pemyakit
yang sama atau penyakit lain.
(b) Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene
yang kurang mudah terkena kuman penyebab diare
(c) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarangan) / di sungai dan
cara bermain anak yang kurang higienis dapat mempermudah
masuknya kuman lewat fecal-oral.
(d) Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu
keputusan untuk penanganan awal atau lanjutan ini
bergantung pada tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
anggota keluarga (orang tua).
30

(5) Riwayat nutrisi


(a) Asupan makanan
(b) Keluhan nyeri abdomen
(c) Mual
(d) Muntah
(e) Berat badan biasanya turun
(6) Pola eliminasi :
(a) Frekuensi defekasi sering >3 kali/hari
(b) Fases cair, mengandung lendir dan darah.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
(1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
(2) Gelisah, rewel, (dehidrasi ringan atau sedang)
(3) Lesu, lunglai atau tidak sadar
(4) Tidak urine (dehidrasi berat)
b) Berat badan
Anak yang menderita diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan sebagai berikut:
(1) Dehidrasi ringan : bila teijadi penurunan berat badan 5% (50
ml/kg)
(2) Dehidrasi sedang : bila teijadi penurunan berat badan 5-10% (50
100 ml/kg)

(3) Dehidrasi berat : bila teijadi penurunan berat badan 10-15%


(100150 ml/kg)
c) Kulit
Untuk mengetahui elastis kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor
(cubit daerah perut penggunaan kedua ujung jari). Inspeksi kulit
apakah teijadi iritasi.
d) Kepala
Anak di bawah dua tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung.
31

e) Wajah
Perhatikan wajah apakah simetris, pucat apakah ada nyeri tekan,
apakah ada edema ada lesi dan luka, periksa apakah wajah pucat.
f) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal, bila
dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung (cowong). sedangkan
dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.
g) Telinga
Periksa penempatan posisi telina, amati penonjolan atau pendataran
telinga, periksa struktur telinga luar terhadap hygiene amati apabila
ada kotoran, masa, tanda-tanda infeksi, apakah ada nyeri tekan.
h) Hidung
Amati ukuran dan bentuk hidung adakah pernapasan cuping hidung
atau tidak, lakukan palpasi setiap sisi hidung untuk menentukan
adakah nyeri tekan atau tidak, apakah ada pernapasan cuping hidung
apakah ada dospnea, apakah ada sekret.
i) Mulut dan lidah
(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
(2) Mulut dan lidah kering ( dehidrasi ringan)
(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
j) Leher
Gerakan kepala dan leher anak dengan ROM yang penuh.palpasi
apakah terdapat pebengkakan kelenjar getah bening ataupembesaran
kelenjar tiroid.
k) Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding dada
kedaiam. Amati jenis pernapasan, amati gerak pemapasan. Amati
pergerakan dada palpasi apakah ada nyeri atau tidak, auskultasi suara
napas tambahan ronkhi atau wheezing.
l) Abdomen
Kemungkinan distensi, kram, bising usus meningkat.
32

m) Anus
Adakah iritasi pada kulitnya.
n) Periksa kelainan punggung apakah terdapat skoliosis,lordosis,
kifosis.
o) Ekstremitas
Kaji bentuk kesimtrisan bawah dan atas, tonus otot meningkat,
rentang gerak terbatas, kelemahan otot, dan gerak abnormal.
3) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Padila, 2013) pemeriksaan diagnostic :
a) Pemeriksaan tinja diperiksa dalam hal volume, wama dan
konsistensinya serta diteliti adanya mucus darah dan leukosit. Pada
umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika gastroenteritis
berhubungan dengan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada
penderita Salmonella, E. Coli, Enterovirus dan Shigelosis.
Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja menunjukan
kemungkinan adanya peradangan kolon. pH tinja yang rendah
menunjukan adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah/
pH kurang dari 5,5 maka penyebab diare bersifat tidak menular.
b) Pemeriksaan darah, pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum,
kreatinin dan berat jenis plasma. Penurunan pH darah disebabkan
karena teijadi penurunan bikarbonat sehingga Frekuensi nafas agak
cepat. Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.
c) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI, 2017).
33

Masalah keperawatan yang lazim muncul menurut SDKI:


1) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare
2) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3) Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


Intervesi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien.
Adapun rencana keperawatan yang seuai dengan penyakit Gastroenteritis
menurut (SIKI, SLKI, 2018) adalah sebagai berikut:
1. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan Diare.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi maka diharapkan
keseimbangan elektrolit meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan output (frekuensi dan konsistensi BAB
kembali normal)
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (elastis turgor kulit meningkat,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus berlebih)
3) Kadar Elektrolit serum meningkat ( natrium: 135-145 mEq/L,
Kalium: 3,5 - 5,3 mEq/L, dan Klorida: 100 – 106 mEq/L)
Rencana tindakan dan rasional :
A. Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidak seimbangan
elektrolit
Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda – tanda ketidak
seimbanbangan cairan elektrolit
2) Monitor kadar elektrolit serum
Rasional : untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh
3) Monitor mual, muntah dan diare
Rasional : untuk memberikan tindakan keperawatan
mengatsai mual, muntah dan diare
34

4) Monitor kehilangan cairan, jika perlu


Rasional : menganalisis data klien untuk mengatur
keseimbangan cairan.
B. Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
Rasional : untuk mengetahui kondisi keseimbangn
elektrolit klien setiap hari
2) Anjurkan keluarga untuk memeberikan terapi madu
Rasional : untuk menurunkan frekuensi diare pada klien
3) Ajarkan keluarga untuk membuat larutan madu murni
Rasional : untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang
akibat diare atau muntah
4) Ajarkan keluarga dan pasien cara cuci tangan yang baik dan
benar
Rasional : Menerapkan hidup sehat untuk mencegah diare
5) Dokumentasikan hasil pemantauan
Rasional: untuk menyimpan semua data klien, sebagai
barang bukti
C. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Rasioanal : keluarga klien memahami tujuan dan prosedur
pemantauan setiap tindakan keperawatan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Rasional : keluarga klien mengetahui hasil pemantauan
yang telah dilakukan perawat
D. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam pemberian cairan Elektrolit
Rasional : untuk memberikan cairan elektrolit secara
parenteral
2) Kolaborasi dalam pemberian terapi Madu murni
Rasional: untuk menurunkan frekuensi diar
35

2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


Tujuan : setelah dilakukan intervensi maka diharapkan status cairan
tubuh anak membaik.
Kriteria Hasil :
1) Kekuatan otot dan turgor kulit membaik
2) Intake cairan membaik
3) Kadar hematokrtit membaik
Rencana Tindakan :
A. Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovelemia (mis, frekuensi nadi
meningkat,nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, dll)
Rasional: untuk mengetahui tanda – tanda gelaja
Hipovolemia
2) Monitor intake dan output cairan
Rasioanl: untuk mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk mengatur keseimbangan cairan
B. Terapeutik
Hitung kebutuhan Cairan
Rasional : mempertahankan keseimbangan Cairan
C. Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional : untuk mempertahankan cairan
D. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian terapi cairan dan cek serum elektrolit
Rasional : untuk memberikan hidrasi cairan tubuh dan
mengetahui kadar serum elektrolit.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi Status Nutrisi Klien membaik
Kriteria hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Nafsu makan membaik
3) Diare Menurun
36

4) Membran mukosa membaik (lembab)


Rencana Tindakan
A. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi klien sehingga
dapat menentukan intervensi yang diberikan
2) Identifikasi makanan yang disukai
Rasioanal : untuk meningkatkan nafsu makan
3) Monitor asupan makanan
Rasioanl : untuk mengetahui status gizi klien dan dapat
memberikan asupan nutrisi sesuai yang dibutuhkan
4) Monitor berat badan
Rasional : untuk memantau perubahan atau penurunan berat
badan
B. Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan
Rasional : untuk menghindari infeksi, dan membersihkan
serta menyegarkan mulut
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional : makanan yang menarik tersaji dalam keadaan
hangat akan meningkatkan keinginan untuk makan
3) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional : mempercepat pemulihan sakit
4) Berikan suplemen makanan
Rasioanal : untuk membantu pemenuhan gizi pada tubuh
C. Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
2) Anjurkan duduk jika mampu
Rasional : membantu mencerna makanan dengan mudah
37

D. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda
nyeri, antiemetic)
Rasional : mengatasi rasa nyeri atau mual
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi maka diharapkan suhu tubuh


membaik
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh membaik
2) Menggigil Menurn
3) Suhu kulit membaik
Rencana tindakan
A. Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermi
Rasional : untuk mengetahui penyebab dari hipertermi dan
memberikan tindakan keperawatan yang tepat
2) Monitor suhu tubuh
Rasional : untuk mengetahui seberapa panasnya klien
B. Terapeutik
1) Berikan Cairan oral
Rasioanl : mencegah terjadinya dehidrasi
2) Lakukan pendinginan ekstra (missal, kompres)
Rasional : untuk menurunkan demam
C. Edukasi
Anjurkan tirah baring
Rasioanl : untuk mempercepat pemulihan
D. Kolaborasi
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
Rasional : untuk menurunkan panas
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
hiperpristaltik
38

Tujuan : setelah dilakukan intervensi maka diharapkan nyeri dapat


menurun.
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri Menurun
2) Meringis Menurun
3) Gelisah menurun
4) Kesulitan tidur menurun
5)
Rencana Tindakan
A. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intesitas nyeri
Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri
2) Identifikasi respon nyeri non verbal
Rasional: untuk mengetahui atau memenuhi penilaian skala
tingkat nyeri
B. Terapeutik
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : untuk mengurangi resiko factor yang dapat
memperberat rasa nyeri
C. Edukasi
Ajarkan Teknik non farmakologis (mis, Teknik nafas dalam)
Rasioanal : meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat yang dapat diterima klien.
D. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : mengurangi rasa nyeri
39

2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran implementiasi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien dan keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, factor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. (Setiadi, 2012).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan
perbaikan, bagaimana reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan
yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari
perencanaan keperawatan. (Rohmah dan Walid. (2012)).
1) Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan
keluarga segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Ditulis pada catatan perawat, dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan keperawatan.
2) Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan Analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembagan
yang merupakan rekapan akhir secara paripurna catatan naratif,
penderita pulang atau pindah. Hasil yang diharapkan pada anak setelah
dilakukan tindakan keperawatan adalah kebutuhan nutrisinya sesuai
dengan usianya.
40

Catatan evaluasi dalam bentuk SOAP:


S: Merupakan respon subjektif klien terhdap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan dan berupa kalimat pertanyaan klien dan
keluarga.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan berdasarkan pengamatan/observasi klien.
A: Merupakan hasil Analisa ulang dari data subyektif dimana
masih/tetap muncul masalh baru.
P: Merupakan planning/perencanaan atau tindakan berdasarkan hasil
Analisa.

2.2.6 Kerangka Konsep


BAB 5
Kesimpulan dan Saran

Setelah melakukan “Asuhan Keperawatan pada Klien yang mengalami


risiko ketidakseimbangan elektrolit dengan Gastroenteritis di RSAU Dr.Esnawan
Antariksa” di Ruang Parkit Kamar No. 2A dan 5B , dengan melalui tahapan-
tahapan pada proses keperawatan, maka pada bab ini penulis mengemukakan
kesimpulan dan saran demi meningkatkan asuhan keperawatan, terutama asuhan
keperawatan anak .

5.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah diuraikan tentang Asuhan Keperawatan pada
anak dengan diagnose Gastroenteritis maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
Pada tahap pengkajian diperoleh data melalui studi kasus antara lain : pada
An. A didapatkan hasil pengkajian keluhan BAB cair 5 kali/hari, sulit makan,
mual dan lemas. Dilakukan pemeriksaan didapatkan lemak positif, jamur (+),
didapatkan klien mengalami dehidrasi sedang, seteah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari tidak adanya penurunan dehidrasi. Sedangkan pada
Klien An. P didapatkan hasil pengkajian keluhan muntah tak terhitung selama 2
hari, diare 3 kali cair, sulit makan, terdapat ruam pada daerah selangkangan dan
anus serta lemas. Dilakukan pemeriksaan didapatkan Trombosit 673 10ˆ3/uL
(150-550), fases konsistensi cair, didapatkan klien mengalamai dehidrasi sedang
ditandai dengan detak jantung meningkat serta lemas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari mengalami penurunan dengan dehidrasi ringan.
Diagnose keperawatan yang muncul pada An. A sesuai dengan yang di
prioritaskan penulis yaitu : Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif ditandai dengan turgor kulit tidak elastis , defisit nutrisi berhubungan
dengan keengganan untuk makan ditandai dengan nafsu makan menurun,
Ansietas berhubungan dengan Dampak hospitalisasi ditandai dengan merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, Sedangkan Diagnose
keperawatan yang muncul pada An. P Hipovolemia berhubungan dengan

104
105

kehilangan cairan aktif ditandai dengan turgor kulit tidak elastis defisit nutrisi
berhubungan dengan keengganan untuk makan ditandai dengan nafsu makan
menurun, gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekuensi
BAB ditandai dengan kemmerahan.
Sedangkan diagnosa yang tidak terdapat pada kasus tetapi muncul pada
teori adalah :risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan output
berlebih, Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit dan Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik
Perencanaan keperawatan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi klien yang didapatkan dari data informasi klien. Penentuan tujuan,
kriteria hasil dan intervensi disesuaikan dengan rujukan referensi yang tersedia.
Fokus perawatan klien adalah mempertahankan keseimbangan cairan pada anak
Pelaksanaan yang disusun berdasarkan intervensi yang ditetapkan pada masing-
masing diagnosa yang terdapat pada klien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan sudah dilakukan
sesuai dengan perencanaan yang dibuat pada kasus An.A dan An. P Salah satu
tindakan keperawatan mandiri yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang menjadi fokus utama yaitu dengan memberikan terapi madu.
Semua tindakan dilaksanakan dengan efektif dan sesuai dengan yang
direncanakan. Hasilnya diare dan muntah pada kedua klien berkurang setelah
dilakukan tindakan mandiri selama 3 hari.
Pada tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP, masalah yang
terdapat pada masing-masing klien ditemukan 3 diagnosa keperawatan dengan
kriteria hasil yang telah ditetapkan, pada An. A dan An.P semua diagnosa
keperawatan dapat teratasi dan intervensi di hentikan.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
dimasa yang akan datang demi tercapaikan tingkat derajat kesehatan, yaitu
sebagai berikut :
106

1) Bagi mahasiswa-mahasiswi
Agar lebih giat lagi membaca dan membekali diri dengan ilmu pengetahuan
supaya lebih terampil dan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya penyakit Gastroenteritis.
2) Bagi keluarga klien
Supaya bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) agar tidak
terjadi penyakit berulang pada klien maupun keluarga klien
3) Kepada tenaga kesehatan
a) Agar selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien agar asuhan
keperawatan yang direncanakan dapat tercapai dan masalah dapat teratasi
demi terlaksanannya asuhan keperawatan yang baik khususnya pada
klien anak yang mengalami Gastroenteritis dengan peningkatan suhu
tubuh.
b) Diharapakan selalu melaksanakan intervensi dan implementasi
berdasarkan penelitian ilmiah dan menerapkan evidence-based practice
dalam memberikan asuhan keperawatan.
4) Kepada Akademi Keperawatan Berkala Widya Husada
Supaya memperbanyak literatur dan referensi tahun terbitan terbaru untuk
membantu menyempunarkan karya tulis yang akan dibuat oleh penulis
yang akan datang.
5) Bagi peneliti selanjutnya
a) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan karya tulis
ini dan melakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian terapi madu
dan oralit gula garam pada klien yang mengalami diara dan muntah atau
Risiko ketidakseimbangan elektrolit dengan diagnos medis
Gastroenteritis.
b) Supaya peneliti melakukan penelitian terbaru dan mencari intervensi non-
farmakologi lain.
DAFTAR PUSTAKA

Andika K, Siti M, Ririn N. (2021). Studi Literatur : Asuhan Keperawatan


Gastroenteritis Pada Anak Dengan Masalah Hipovolemia. Health Sciences
Journal 5 (1): 30-34
Ariani, Ayu Putri. (2016). Diare. Pencegahan dan Pengobatannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Dwi Nurmaningsih, (2019). Madu Sebagai Terapi Komplementer Untuk Anak
Dengan Diare Akut JKH 3 (1); 3-9.
Indrie. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan
Gastroenteritis Di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes Kemenkes Samarinda
Kalimantan Timur.
Jois nari, (2019). Madu Sebagai Terapi Komplementer Untuk Anak Dengan Diare
Akut JKH 3 (1); 3-9.
Kardiyudiani dan Susanti. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT Pustaka Buku.
Mardalena, I. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Marmi dan Rahardjo Kukuh. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi Balita Dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mendri NK, Prayogi AS. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan
Bahaya Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Muttaqin, (2013). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo, Soekidjo, (2017), Metodelogi Penelitian Kesehatan, PT Rineka
Cipta, Jakarta.
Nurfatima. (2017). Asuhan Keperawatan Anak Yang Mengalami Gastroenteritis
Dengan Kekurangan Volume Cairan Di Ruang Melati Rsud Ungaran.
Program Studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada Surakarta
Nurmaningsih, (2019). Madu Sebagai Terapi Komplementer Untuk Anak Dengan

107
108

Diare Akut JKH 3 (1); 3-9.


Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi.4. Jakarta : Salemba Medika.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Pricilla, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi.
Jakarta EGC
Putra, D.S.H. dkk. (2014). Keperawatan anak dan tumbuh kembang (pengkajian dan
pengukuran). Yogyakarta: Nuha Medika.
Ranuh, dkk. (2017). Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 6. Jakarta : IDAI
Rekawati et, al. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. In Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak. Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Restu Iriani, (2022). Keperawatan Anak Itu Mudah, Jakarta: Trans Info Media
Rohmah dan Walid. (2012). Proses Keperawatan : Teori Dan Aplikasi Pada Anak
Gangguan Sistem Gastrointestinal dengan Gangguan Kebutuhan Cairan
dan Elektrolit. Ar-Ruzz Media. Yogjakarta.
RSAU Dr. Esnawan Antariksa, (2022) Kasus Gstroenteritis Pada anak usia toddler.
Jakarta Timur.
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Proses Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjingsih & Ranuh, G. (2013). Tumbuh kembang anak. edisi 2. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sulistyawati, A. (2015) “Deteksi Tumbuh Kembang Anak,” In Deteksi Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokjo SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Titis. (2019). Asuhan Keperawatan Diare Pada Anak dengan Gastroenteritis Akut.
IR_Perpustakaan Universitas Airlangga Lamongan.
109

Tresnaningati. (2018). Asuhan Keperawatan Gastroenteritis Pada An. A Dan An. I


Dengan Masalah Keperawatan Dieare Di Ruang Bougenville RSUD dr.
Haryoto Lumajang. Program Studi D3 Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Utami & Wulandari. (2015). Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gastrointestinal Dehidrasi Sedang. IJSM-Indonesia Journal Medical
Sciene, 60-61
WHO. (2015). Diarrhoeal disease, World Health Organisatio
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
110

Anda mungkin juga menyukai