BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Memperoleh gambaran Asuhan Keperawatan pada Klien An. A
dan An. P yang mengalami Hipovolemia dengan Gastroenteritis di RSAU
dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
5
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di
bidang keperawatan anak tentang penanganan Gastroenteritis.
1.5.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Profesi Perawat
Meningkatkan sumber informasi dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan keperawatan yang optimal, khususnya pada kasus
Gastroenteritis pada klien An. A dan An. P
2) Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dengan adanya studi kasus ini sebagai bahan acuan dan
pertimbangan oleh para pelaksana program dalam peningkatan upaya
dibidang kesehatan khususnya dalam penanganan keperawatan pada
klien An. A dan An. P Gastroenteritis yang mengalami hipovolemia
6
7
8
2.1.2 Etiologi
A. Faktor Infeksi
1) Infeksi entemal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama Gastroenteritis. Meliputi infeksi enteral dan
virus sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, Escherichia Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Acromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus Ecno, Coxsacme, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain - lain.
c) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloide),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Thricomonas
hominis), jamur (Candida, Albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia
ensefalitis, dan sebagainya.
B. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleran glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride, Malabsorbsi protein : asam
amino, B-laktoglobulin.
C. Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
D. Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas
9
2.1.3 Patofisiologi
1) Proses Penyakit
Secara umum kondisi peradangan dan Gastrointestinal disebabkan oleh
infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin atau
memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan sekresi cairan atau
menurunkan absorbs cairan sehingga akan teijadi dehidrasi dan hilangnya
nutrisi dan elektrolit.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga teijadi pergeseran air dan elektrolit kedaiam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian teijadi diare. Gangguan mobilisasi usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Gangguan gizi sebagai
akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah) dan
gangguan sirkulasi darah (Ariani, 2016).
10
2) PATHWAY
3) Manifestasi Klinik
Menurut Wijayaningsih (2013), dan Dewi (2015) Ada beberapa tanda dan
gejala yang teijadi pada kasus Gastroenteritis, yaitu antara lain :
1) Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel, gelisah
2) Suhu badan meningkat
3) Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4) Timbul diare
5) Fases makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lender
6) Warna fases berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu
7) Anus lecet
8) Muntah baik sebelum maupun sesudah diare
9) Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada
bayi, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir pada mulut
dan membrane mukosa kering.
10) Berat badan menurun
11) Pucat lemah
4) Komplikasi
Menurut Marmi & Rahaijo, 2012, Sebagai akibat kehilangan cairan dan
elektrolit secara mendadak dapat teijadi berbagai macam komplikasi seperti:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isonik atau hipertonik)
2) Retakan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi perubahan pada elektrokardiagram)
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktose
karena kerusakan vili mukosa usus halus
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik
7) Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
12
2.1.4 Penatalaksanaan
1) Terapi
Memberikan larutan madu murni untuk membantu memperbaiki mukosa
usus yang rusak, merangsang pertumbuhan jaringan baru dan membantu
dalam penggantian cairan tubuh yang hilang akibat diare untuk mencegah
teijadinya dehidrasi. Menurut (Kiswantoro dkk, 2021) dan (Nurmaningsih
dkk, 2019).
1) Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan:
a) Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari
biasanya.
b) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa anak ke
Puskesmas terdekat.
2) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.
Tindakan:
a) Berikan terapi madu murni sebanyak 5cc 3 x 1 hari
b) Teruskan pemberian makanan, sebaiknya yang lunak dan mudah
dicerna.
c) Bila tidak ada perubahan segera bawa ke Puskesmas terdekat.
3) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.
Tindakan:
a) Segera bawa ke Puskesmas atau Rumah sakit dengan fasilitas
perawatan.
b) Terapi madu murni dan ASI diteruskan selama masih bisa minum.
4) Takaran pemberian madu murni.
a) Dibawah 1 tahun: 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas
setiap kali mencret.
b) Dibawah 5 tahun (anak balita): 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya
1 gelas setiap kali mencret.
c) Anak di atas 5 tahun: 3 jam pertama 6 gelas selanjutnya 1,5 gelas
setiap kali mencret.
d) Anak di atas 12 tahun dan dewasa: 2 gelas setiap kali mencret.
13
(5) Untuk bayi berat badan lahir rendah kebutuhan cairan: 250
ml/kgBB/24jam, jenis cairan 4:1 (4bagian glukosa 10%+ 1
bagian NaHCO3 1^%).
c) Pengobatan dietic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7kg jenis makanan :
(1) Susu ASI atau susu formula yang mengandung rendah
laktosa dan asam lemak tidak jenuh.
(2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat(nasi
tim) bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
terbiasa.
(3) Susu khusus sesuai kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemakyang
berantai sedang atau tidak jenuh.
d) Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat
lain (Lestari, 2016).
e) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
(1). Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap
antibiotika.
(2). Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
15
(3). Tinja :
pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica,
B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada
tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. Pemeriksaan mikroskopik
untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang
penyebab diare, letak anatomis serta adanya prosesperadangan mukosa.
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit
PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
histolytica pada umumnya leukosit pada tinja minimal.
16
bulan antara lain sudah mampu bisa naik turun tangga. Anak usia
24-36 mulai belajar meloncat-loncat, memanjat, melompat dengan
satu kaki dan bisa naik sepeda beroda tiga.
c) Motoric Halus
Komponen motorik adalah kemampuan fisik otot kecil dan
koordinasi mata-saraf. pada anak usia 18- 12 bulan yaitu anak
mampu menyusun 2 atau 3 kotak. Anak umur 18-24 bulan antara
lain anak mulai menyusun 6 kotak, belajar makan sendiri, dan
menggambar garis di kertas atau pasir. Untuk anak umur 24-36
bulan anak mulai membuat jembatan dengan 3 kotak dan
menggambar lingkaran.
d) Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia toddler secara umum yaitu
bahasa. anak usia 24-36 bulan anak mulai mampu menyusun
kalimat dan menggunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-
kata yang ditunjukkan kepadanya. Kemampuan memproduksi
kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi
emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Cara fisik
kemampuan anak film memproduksi kata-kata Andai oleh
perkembangan bibir, tiga, dan Gigi mereka yang sedang tumbuh,
pada tahap pemerolehan bahasa (kemampuan mengucapkan dan
memahami arti kata juga tidak mendengarkan melihat dan
mengartikan simbol-simbol bunyi otak nya.
e) Perkembangan Kognitif
Kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan
ilmu pengetahuan apabila diperlukan Pengetahuan yang dimiliki
dapat dipergunakan banyak atau sedikitnya pengetahuan
merupakan ukuran kemampuan kognitif seseorang (Nur Fatimah,
2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan
positif antara kecerdasan dengan kemampuan anak Artinya bahwa
semakin tinggi kecerdasan anak semakin tinggi pada
perkembangan kognitif kemampuan kognitif perkembangan
18
24 bulan anak mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang
air kecil, menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-
orang yang lebih besar, dan memperlihatkan minat kepada anak
lain bermain-main dengan mereka. Dan anak umur 24-36 bulan
anak mulai bermain bersama dengan anak lain dan menyadari
adanya lingkungan lain di luar keluarganya. (Restu Iriani, 2022).
4) Perkembangan Keterampilan Motorik Kasar
Keterampilan motorik kasar (fisik) adalah keterampilan yang
membutuhkan gerakan seluruh tubuh dan yang melibatkan otot-otot
besar untuk melakukan fungsi sehari-hari, seperti berdiri dan beijalan,
berlari dan melompat, dan duduk tegak di meja. Keterampilan
koordinasi mata- tangan seperti keterampilan bola (melempar, 30
menangkap, menendang) serta mengendarai sepeda atau skuter dan
berenang.
Pada periode usia pra sekolah fisik yang berkembang selama bermain
menggunakan motorik kasar seperti:
1) Mengembangkan koordinasi otot besar melalui aktivitas yang
memungkinkan untuk menarik, melempar, menangkap, dan
menendang.
2) Mengembangkan keterampilan bepergian dan keterampilan gerak
motorik untuk bermanuver di lingkungan mereka dan dalam
kelompok besar.
3) Mengembangkan keterampilan mengendalikan otot dan
menyeimbangkan melalui aktivitas seperti beijalan,
melompatiompat, berlari, memanjat, meraih, dll.
4) Mengembangkan koordinasi mata-tangan Tugas orang tua pada
tahap perkembangan motorik kasar adalah :
a) Memberikan pujian pada anak ketika mampu melakukan aktivitas
secara mandiri
b) Mengecek lingkungan rumah untuk keselamatan sebagai balita,
karena aktivitas fisiknya lebih banyak.
c) Menyediakan lingkungan yang aman untuk bermain.
20
(5) Infeksi
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat
bawaan adalah TORCH (Toxoplasmis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herves Simplex). Infeksi lainnya
yang juga menyebabkan penyakit pada janin adalah
varisella, cixsackie, echovirus, malaria, lues, HIV, polio,
campak, listeriosisleptospira, mikoplasma, virus
influenza dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia
pada ibu hamil dapat merusak janin.
(6) Stress
Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin yang dapat
menyebabkan cacat bawaan dan kelainan kejiwaan.
(7) Anoksia Embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada
plasenta atau tali pusat menyebabkan BBLR.
(8) Riwayat kelahiran prematur.
b) Faktor Lingkungan Post Natal
Faktor lingkungan postnatal dibagi menjadi empat yaitu :
(1) Fingkungan biologis yang terdiri dari ras/suku bangsa,
jenis kelamin, umur, status gizi, perawatan kesehatan,
penyakit kronis dan hormon.
(2) Faktor fisik yang terdiri dari cuaca, musim, keadaan
geografis suatu daerah, sanitasi dan radiasi.
(3) Faktor psikososial antara lain stimulasi, motivasi belajar,
ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya,
stress, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi
anak dan orang tua
(4) Faktor adat dan istiadat yang meliputi pekeijaan dan
pendapatan keluarga, pendidikan ayah dan ibu, jumlah
saudara, stabilitas rumah tangga, adat-istiadat, norma-
norma, dan tabu-tabu dan agama.
23
atau gaduh, lingkungan yang panas, fasilitas permainan yang tidak memadai,
dan makanan rumah sakit yang mungkin terasa hambar dan tidak enak.
Hal lain yang menyebabkan anak mengalami kecemasan pada saat
proses hospitalisasi adalah anak harus menerima perawatan dan investigasi.
Ketika menerima perawatan anak biasanya takut pada proses-proses yang
harus dijalaninya, seperti proses operasi, penyuntikan, mutilasi, dan
mengkonsumsi obat-obatan secara rutin. Ketakutan selama proses perawatan
juga bisa diakibatkan karena adanya bayangan tentang rasa nyeri, perubahan
tentang penampilan tubuh, dan kecemasan akan kematian.
Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia prasekolah,
sebagai berikut:
a) Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang teijadi pada anak pertengahan sampai
anak periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan adalahcemas
karena perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang
yang terdekat bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal
akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b) Kehilangan kontrol
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini
terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari- hari
activity daily living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di
rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam
mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik
anak dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap
ketergantungan dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan
agresif. Jika teijadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena
penyakit kronis), maka anak akan kehilangan otonominya dan pada
akhirnya akan menarik diri dari hubungan interpersonal.
c) Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
26
e) Wajah
Perhatikan wajah apakah simetris, pucat apakah ada nyeri tekan,
apakah ada edema ada lesi dan luka, periksa apakah wajah pucat.
f) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal, bila
dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung (cowong). sedangkan
dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.
g) Telinga
Periksa penempatan posisi telina, amati penonjolan atau pendataran
telinga, periksa struktur telinga luar terhadap hygiene amati apabila
ada kotoran, masa, tanda-tanda infeksi, apakah ada nyeri tekan.
h) Hidung
Amati ukuran dan bentuk hidung adakah pernapasan cuping hidung
atau tidak, lakukan palpasi setiap sisi hidung untuk menentukan
adakah nyeri tekan atau tidak, apakah ada pernapasan cuping hidung
apakah ada dospnea, apakah ada sekret.
i) Mulut dan lidah
(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
(2) Mulut dan lidah kering ( dehidrasi ringan)
(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
j) Leher
Gerakan kepala dan leher anak dengan ROM yang penuh.palpasi
apakah terdapat pebengkakan kelenjar getah bening ataupembesaran
kelenjar tiroid.
k) Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding dada
kedaiam. Amati jenis pernapasan, amati gerak pemapasan. Amati
pergerakan dada palpasi apakah ada nyeri atau tidak, auskultasi suara
napas tambahan ronkhi atau wheezing.
l) Abdomen
Kemungkinan distensi, kram, bising usus meningkat.
32
m) Anus
Adakah iritasi pada kulitnya.
n) Periksa kelainan punggung apakah terdapat skoliosis,lordosis,
kifosis.
o) Ekstremitas
Kaji bentuk kesimtrisan bawah dan atas, tonus otot meningkat,
rentang gerak terbatas, kelemahan otot, dan gerak abnormal.
3) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Padila, 2013) pemeriksaan diagnostic :
a) Pemeriksaan tinja diperiksa dalam hal volume, wama dan
konsistensinya serta diteliti adanya mucus darah dan leukosit. Pada
umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika gastroenteritis
berhubungan dengan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada
penderita Salmonella, E. Coli, Enterovirus dan Shigelosis.
Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja menunjukan
kemungkinan adanya peradangan kolon. pH tinja yang rendah
menunjukan adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah/
pH kurang dari 5,5 maka penyebab diare bersifat tidak menular.
b) Pemeriksaan darah, pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum,
kreatinin dan berat jenis plasma. Penurunan pH darah disebabkan
karena teijadi penurunan bikarbonat sehingga Frekuensi nafas agak
cepat. Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.
c) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.
D. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda
nyeri, antiemetic)
Rasional : mengatasi rasa nyeri atau mual
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah diuraikan tentang Asuhan Keperawatan pada
anak dengan diagnose Gastroenteritis maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
Pada tahap pengkajian diperoleh data melalui studi kasus antara lain : pada
An. A didapatkan hasil pengkajian keluhan BAB cair 5 kali/hari, sulit makan,
mual dan lemas. Dilakukan pemeriksaan didapatkan lemak positif, jamur (+),
didapatkan klien mengalami dehidrasi sedang, seteah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari tidak adanya penurunan dehidrasi. Sedangkan pada
Klien An. P didapatkan hasil pengkajian keluhan muntah tak terhitung selama 2
hari, diare 3 kali cair, sulit makan, terdapat ruam pada daerah selangkangan dan
anus serta lemas. Dilakukan pemeriksaan didapatkan Trombosit 673 10ˆ3/uL
(150-550), fases konsistensi cair, didapatkan klien mengalamai dehidrasi sedang
ditandai dengan detak jantung meningkat serta lemas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari mengalami penurunan dengan dehidrasi ringan.
Diagnose keperawatan yang muncul pada An. A sesuai dengan yang di
prioritaskan penulis yaitu : Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif ditandai dengan turgor kulit tidak elastis , defisit nutrisi berhubungan
dengan keengganan untuk makan ditandai dengan nafsu makan menurun,
Ansietas berhubungan dengan Dampak hospitalisasi ditandai dengan merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, Sedangkan Diagnose
keperawatan yang muncul pada An. P Hipovolemia berhubungan dengan
104
105
kehilangan cairan aktif ditandai dengan turgor kulit tidak elastis defisit nutrisi
berhubungan dengan keengganan untuk makan ditandai dengan nafsu makan
menurun, gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekuensi
BAB ditandai dengan kemmerahan.
Sedangkan diagnosa yang tidak terdapat pada kasus tetapi muncul pada
teori adalah :risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan output
berlebih, Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit dan Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik
Perencanaan keperawatan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi klien yang didapatkan dari data informasi klien. Penentuan tujuan,
kriteria hasil dan intervensi disesuaikan dengan rujukan referensi yang tersedia.
Fokus perawatan klien adalah mempertahankan keseimbangan cairan pada anak
Pelaksanaan yang disusun berdasarkan intervensi yang ditetapkan pada masing-
masing diagnosa yang terdapat pada klien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan sudah dilakukan
sesuai dengan perencanaan yang dibuat pada kasus An.A dan An. P Salah satu
tindakan keperawatan mandiri yang penulis lakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang menjadi fokus utama yaitu dengan memberikan terapi madu.
Semua tindakan dilaksanakan dengan efektif dan sesuai dengan yang
direncanakan. Hasilnya diare dan muntah pada kedua klien berkurang setelah
dilakukan tindakan mandiri selama 3 hari.
Pada tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP, masalah yang
terdapat pada masing-masing klien ditemukan 3 diagnosa keperawatan dengan
kriteria hasil yang telah ditetapkan, pada An. A dan An.P semua diagnosa
keperawatan dapat teratasi dan intervensi di hentikan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
dimasa yang akan datang demi tercapaikan tingkat derajat kesehatan, yaitu
sebagai berikut :
106
1) Bagi mahasiswa-mahasiswi
Agar lebih giat lagi membaca dan membekali diri dengan ilmu pengetahuan
supaya lebih terampil dan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya penyakit Gastroenteritis.
2) Bagi keluarga klien
Supaya bisa menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) agar tidak
terjadi penyakit berulang pada klien maupun keluarga klien
3) Kepada tenaga kesehatan
a) Agar selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien agar asuhan
keperawatan yang direncanakan dapat tercapai dan masalah dapat teratasi
demi terlaksanannya asuhan keperawatan yang baik khususnya pada
klien anak yang mengalami Gastroenteritis dengan peningkatan suhu
tubuh.
b) Diharapakan selalu melaksanakan intervensi dan implementasi
berdasarkan penelitian ilmiah dan menerapkan evidence-based practice
dalam memberikan asuhan keperawatan.
4) Kepada Akademi Keperawatan Berkala Widya Husada
Supaya memperbanyak literatur dan referensi tahun terbitan terbaru untuk
membantu menyempunarkan karya tulis yang akan dibuat oleh penulis
yang akan datang.
5) Bagi peneliti selanjutnya
a) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan karya tulis
ini dan melakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian terapi madu
dan oralit gula garam pada klien yang mengalami diara dan muntah atau
Risiko ketidakseimbangan elektrolit dengan diagnos medis
Gastroenteritis.
b) Supaya peneliti melakukan penelitian terbaru dan mencari intervensi non-
farmakologi lain.
DAFTAR PUSTAKA
107
108