Anda di halaman 1dari 13

STASE KEPERAWATAN ANAK

ANALISIS JURNAL
MADU SEBAGAI TERAPI KOPMPLAMENTER MENGATASI DIARE
PADA ANAK BALITA

Disusun oleh :

1. Darmatasya Banda (233203005)


2. Puji Pangestu (233203022)
3. Nur Wahida (233203024)
4. Tiara Aghivana Pratiwi (233203025)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV II


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS JURNAL
MADU SEBAGAI TERAPI KOPMPLAMENTER MENGATASI DIARE
PADA ANAK BALITA

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Khristina Diaz, MPH.) ( Sri Riayana, S. Kep., Ns., M. Kep.)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pencernaan pada anak dapat mengalami gangguan yang
dapatdisebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab gangguan pada sistem
pencernaan manusia misalnya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat dan
pola makan yang tidak teratur. Salah satu gangguan sistem pencernaan adalah
diare. Penyakit diare menjadi penyebab kedua kematian pada anak-anak di
bawah lima tahun dan menjadi penyebab utama kekurangan gizi pada balita.
Secara global, angka kejadian diare setiap tahunnya mencapai 1,7 milyar dan
menyebabkan kematian balita 760.000 jiwa. Di negara-negara berkembang,
anak-anak yang berada pada usia di bawah lima tahun rata-rata mengalami 3
kali diare setiap tahun (Kemenkes, 2015).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk
tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali
sehari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang
air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Ligkungan,
2011).
Diare biasanya merupakan gejala infeksi di saluran pencernaan, yang
dapat disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan parasit. Infeksi dapat
menyebar melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi, dari
kebersihan lingkungan yang buruk (WHO, 2017).
Karena sebagian besar kasus diare bersifat akut dan disebabkan oleh
virus, manajemen terapeutik diare biasanya bersifat suportif (memelihara
keseimbangan cairan dan nutrisi). Pengembalian keseimbangan cairan dapat
dilakukan dengan pemberian cairan dan elektrolit oral seperti: pedialyte, oralit
atau madu dan pemberian ASI jika penyebab diare bukan ASI. Salah satu
penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak yang menderita
diare adalah pemberian madu (Kyele & Carman, 2018).
Masyarakat dunia dari berbagai budaya dan agama telah mengenal
madu sebagai jenis suplemen yang bernilai tinggi. Dari studi laboratorium dan
uji klinis, madu murni memiliki aktivitas bakterisidal yang dapat melawan
beberapa organisme enteropathogenic, termasuk diantaranya spesies dari
salmonela, shigela dan E.coli. Uji klinis pemberian madu pada anak yang
menderita gastroenteristis Masyarakat dunia dari berbagai budaya dan agama
telah mengenal madu sebagai jenis suplemen yang bernilai tinggi. Dari studi
laboratorium dan uji klinis, madu murni memiliki aktivitas bakterisidal yang
dapat melawan beberapa organisme enteropathogenic, termasuk diantaranya
spesies dari salmonela, shigela dan E.coli. Uji klinis pemberian madu pada
anak yang menderita gastroenteristis (Cholid et al, 2011).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran penerapan pemberian madu untuk
menurunkan diare pada anak.
BAB II
RESUME JURNAL

A. Cara Mencari Jurnal


Langkah-langkah dalam mencari jurnal, sebagai berikut :
1. Buka Google Scholar : masukan keyword Jurnal terapi komplementer
diare pada anak

2. Download jurnal sesuai pilihan


B. Resume Jurnal
1. Judul Artikel
Madu sebagai terapi komplamenter mengatasi diare pada anak balita.
2. Nama Penulis
Rifka Putri Andayani
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rawat inap RSI Siti Rahmah Padang dalam
waktu tujuh minggu yang dimulai pada bulan April sampai Juni 2019.
4. Populasi dan Sampel Penelitian
Sampel dipilih dengan teknik total sampling dengan kriteria inklusi anak
usia 1-5 tahun dengan diare akut, anak dirawat tanpa dehidrasi atau anak
dengan dehidrasi ringan atau sedang, dan hari rawat pertama. Kriteria
ekslusi anak mengalami muntah, alergi dengan madu, serta dengan
penyakit penyerta lainnya. Jumlah sampel yaitu 20 anak.
5. Resume (IMRAD)
a) Introduction (pendahuluan)
Diare dapat merugikan kesehatan balita. Banyak dampak akibat
diare diantaranya adalah terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan asam
dan basa, hipoglikemia, hipokalemia, masalah status gizi, dan masalah
sirkulasi. Proses homeostasis akan terjadi akibat dari dehidrasi
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Beberapa penatalaksanaan diare yaitu mencegah agar dehidrasi
tidak terjadi, berikan oralit, berikan zink, berikan intake makanan
selama diare, dan pengobatan lainnya jika anak diare dan penyakit
lain. Kualitas hidup anak dan biaya kesehatan yang tinggi juga
merupakan dampak dari diare. Sehingga pemberian rehidrasi oral
dapat diberikan pada anak dengan diare.
Memberikan oral rehydration salts (ORS) merupakan
osmolaritas rendah, zink, dan meningkatkan intake cairan juga
termasuk dalam penatalaksanaan pada anak diare. Dehidrasi dapat
dicegah dengan mengkonsumsi ORS sehingga mampu mengurangi
angka kematian. Memberikan ORS dengan menggabungkan dengan
madu dapat dijadikan sebagai pengobatan untuk diare. Madu mampu
menghambat 60 spesies bakteri, jamur, dan virus penyebab diare.
Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa 65% anak
balita menurun frekuensi diarenya dengan diberikan madu. Selain itu,
pemberian ORS dan madu 5 ml setiap 6 jam/ hari pada anak usia
kurang dari 2 tahun lebih efektif terhadap penurunan frekuensi diare,
lama rawat anak, dan konsistensi feses menjadi meningkat.
b) Method (metode penelitian)
Penelitian ini merupakan pendekatan quasi experiment pre test and
post test nonequivalent without control group. Peneliti melakukan
melakukan penilaian awal sebelum intervensi dilakukan. Penilaian
tersebut adalah adanya tanda-tanda dehidrasi pada anak, menilai
derajat dehidrasi anak dan menilai frekuensi diare. Intervensi
dilakukan dengan memberikan madu 3 kali sehari dan diberikan
sebanyak 5 ml pada anak. Intervensi ini dilakukan mulai dari anak
dirawat sampai anak dinyatakan boleh pulang. Populasi pada
penelitian ini adalah balita yang dirawat di RSI Siti Rahmah Padang.
Sampel dipilih dengan teknik total sampling dengan kriteria inklusi
anak usia 1-5 tahun dengan diare akut, anak dirawat tanpa dehidrasi
atau anak dengan dehidrasi ringan atau sedang, dan hari rawat
pertama. Kriteria ekslusi alergi dengan madu, serta dengan penyakit
penyerta lainnya. Jumlah sampel yaitu 20 anak. Penelitian ini
dilakukan di rawat inap RSI Siti Rahmah Padang dalam waktu tujuh
minggu yang dimulai pada bulan April sampai Juni 2019.
c) Result (hasil penelitian)
Hasil penelitian menunjukkan menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan signifikan terhadap frekuensi diare sebelum dan setelah
diberi madu (p<0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%.
d) Discussion (pembahasan)
Kandungan antibiotik madu juga mampu mengatasi bakteri
diare dan mempunyai aktivitas bakterisida yang mampu melawan
beberapa organisme enterophagetic, termasuk spesies dari Salmonella,
Shigella dan E. Colli. Madu mempunyai dua molekul bioaktif
diantaranya flavonoid dan polifenol yang berfungsi menjadi
antioksidan. Madu mampu meminimalkan frekuensi diare,
meningkatkan berat badan, dan memperpendek hari rawat di rumah
sakit. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti
bahwa dengan madu yang diberikan pada balita diare mampu
menurunkan frekuensi diare.
Aktivitas antibakteri pada madu dipengaruhi oleh hidrogen
peroksida, senyawa flavonoid, minyak atsiri dan senyawa organik
lainnya. Sifat antibakteri yang terdapat pada madu dipengaruhi oleh
osmolaritas madu yang tinggi, kandungan rendah air, pH yang rendah
sehingga keasaman madu menjadi lebih tinggi. Madu memiliki
kandungan tinggi gula yang mampu meningkatkan tekanan osmosis
sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Kadar gula pada madu yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan bakteri. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa
bahwa frekuensi diare kelompok yang mendapatkan madu sebanyak 5
ml 3 kali sehari adalah 3,55 kali. Larutan gula tak jenuh pada madu
yang terdiri dari 84% campuran fruktosa dan glukosa, memiliki
interaksi yang kuat antara kedua molekul gula dengan molekul air dan
mampu meningkatkan penyerapan air pada usus dan dapat
meningkatkan konsistensi pada feses. pH pada madu memiliki tingkat
keasaman yaitu 3,2 sampai 4,5 yang mampu menghambat
patogenakibat diare.
Antibakteri pada madu bekerja dengan hidrogen peroksida
yang diproduksi secara enzimatik glukosa oksidase dan senyawa
fenolik. Enzim glukosa oksidase mampu disekresikan kelenjar
hipoparingeal lebah ke. Enzim glukosa oksidase mampu meningkatkan
kandungan antibakteri dengan cara menngubah glukosa di madu
menjadi asam glikonat dan hidrogen peroksida sehingga dapat
menghampat pertumbuhan bakteri.
BAB III
APLIKASI DAN ANALISIS JURNAL

A. Aplikasi Jurnal pada Kasus


Cara penerapan terapi pada jurnal yaitu mencari pasien balita yang diadnosa
diare. Pasien yang dipilih untuk diberikan intervensi adalah An. I. Sebelum
dilakukan intervensi, kami terlebih dahulu menjelaskan prosedur tindakan,
lamanya tindakan, tujuan tindakan, dan menanyakan kesediaan anak dan
keluarga An. A untuk anaknuya mengikuti tindakan yang akan kami berikan.
Kami memberikan intervensi selama 3 hari berturut-turut dan didapatkan
hasil:
DS : Ibu pasien mengatakan BAB anaknya sudah tidak cair, BAB sehari 1
kali dan konsistensi padat
DO :
➢ Nyeri abdomen menurun
➢ Peristaltik usus membaik
B. Analisis Jurnal
Terapi pemberian madu diberikan tiga kali dalam sehari selama 3 hari
dengan dosis 5 cc/ml. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nurmaningsih (2019) menunjukkan perbedaan yang signifikan frekuensi
BAB dan konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu (p value =
0,001) sehingga dapat disimpulkan bahwa madu berpengaruh terhadap
frekuensi BAB dan konsistensi feses pada anak balita dengan diare akut.
Menurut Sakri (2020) Madu memiliki manfaat yang tinggi bagi dunia medis,
terutama untuk mengatasi berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau.
Madu dapat dipakai untuk mengatasi diare karena efek antibakterinya dan
kandungan nutrisinya yang mudah dicerna. Manfaat madu lain adalah
membantu dalam penggantian cairan tubuh yang hilang akibat diare.
Terapi diare yang utama adalah mengganti cairan yang hilang untuk
mencegah terjadinya dehidrasi, dengan memberikan cairan rehidrasi/oralit.
Gula akan meningkatkan penyerapan garam. Penggantian gula dengan madu
pada rehidrasi oral ternyata jauh lebih menguntungkan karena madu
mengandung fruktosa yang meningkatkan serapan air dan menurunkan
serapan garam natrium sehingga mencegah kelebihan natrium dalam tubuh.
Selain itu, fruktosa dapat meningkatkan penyerapan garam kalium, sedangkan
gula dapat mengurangi penyerapannya (Adji, 2021). Penelitian yang
dilakukan oleh Oskouei & Najafi (2017) juga menyebutkan bahwa madu
dapat menambah kalium dan serapan air tanpa meningkatkan serapan natrium.
Hal itu membantu memperbaiki mukosa usus yang rusak, merangsang
pertumbuhan jaringan baru dan bekerja sebagai agen anti-inflamasi.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Huda
(2018) bahwa hasil penelitian uji in vitro sensivitas madu terhadap
pertumbuhan dari bakteri Escherichia coli menunjukkan bahwa pada
konsentrasi 10%-100% terbentuk zona hambatan dan disekitar disk tidak ada
pertumbuhan bakteri, diameter zona hambat mencapai 16,3 mm – 31 mm. Hal
ini menunjukkan bahwa madu mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli, bakteri yang paling sering menyebabkan terjadinya diare
pada anak balita.
C. Hubungan hasil penelitian dengan kondisi real di lapangan
Jika disesuaikan dengan kondisi lahan, An.i diperoleh hasil bahwa
pasien tersebut tidak ada komplikasi seperti hipokalemia, hipoglikemi, dan
kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
.Dalam pemberian madu sebagai terapi komplamenter diare pada balita.
Pada By.Ny S (Hari I : BAB anaknya masih cair, BAB hari ini 3 x dan tidak
banyak, nyeri perut). Hari II : BAB anaknya masih cair, BAB hari ini 1X,
nyeri abdomen sedikit berkurang) , H III : Konsitensi BAB anaknya padar, BAB
hari ini 1X, nyeri abdomen sudah tidak ada.
1. SOP pemberian madu sebagai terapi komplamenter
1) Pasien dengan diare (BAB 3 x sehari atau lebih), tidak alergi madu
2) Berikan 5 cc setiap pemberian/ 8 jam
3) Observasi diare setiap hari
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil intervensi yang teah dilakukan maka dapat
disimpulkan penerapan pemberian madu mampu menurunkan frekuensi diare
menjadi 3 kali sehari, konsistensi feces lunak, bising usus normal.
B. SARAN
Diharapkan perawat dapat memberikan terapi tambahan pemberian
cairan oral lainya sebagai terapi komplamenter.
DAFTAR PUSTAKA
Cholid, S., Santoso, B & Suhartono. (2011). Pengaruh pemberian madu pada diare akut.
FK UNDIP Semarang. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 5. 289-295
Depkes RI. (2011b). Panduan Sosialisai Tataksana Diare Pada Balita Untuk Petugas
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Subdit Diare. Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI. www.depkes.go.id>buletin-diare. Diunduh tanggal 29
Oktober 2023.
Kyle, T & Carman,S. (2018). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2 Volume 3. Jakarta:
EGC
Nurmaningsih, Rohaidah. (2019). Madu sebagai Terapi Komplamenter Untuk Anak
Dengan Diare Akut. UPN Veteran Jakarta: Jakarta.
Oskouei, T.E., & Najafi, M. (2017). Traditional and modern uses of natural honey in
human diseas: a review. Iran J Basic Med Sci.16 (6), 731-742.
Sakri, F.M. (2020). Madu dan khasiatnya: suplemen sehat tanpa efek samping. Diandra
Pustaka Indonesia: Yogyakarta.
WHO. (2017). Diarrhoeal disease, World Health Organisation

Anda mungkin juga menyukai