D I A R E PA D A A N A K U S I A BALITA
NASKAH PUBLIKASI
AMELLIA RIMADHANTI
NIRM: 19041
ABSTRAK
Diare merupakan kondisi buang air besar yang sering dan encer dengan frekuensi 3 kali atau
lebih dalam sehari. Penyakit diare mengakibatkan kematian sebanyak 370.000 anak pada
tahun 2019. Risiko yang dapat ditimbulkan oleh diare yaitu dehidrasi. Selama anak
mengalami diare, air, elektrolit, natrium, klorida dan kalium akan hilang dengan buang air
besar (BAB) yang cair. Kehilangan cairan dan elektrolit yang tidak digantikan dengan cairan
yang baru akan menjadi dehidrasi. Untuk menurunkan frekuensi diare dapat menggunakan
farmakoterapi dan nonfarmakoterapi atau terapi komplementer, salah satu terapi
komplementer yang dapat digunakan yaitu dengan pemberian madu. Pemberian madu dapat
digunakan karena madu dapat menurunkan frekuensi diare yang disebabkan bakteri, madu
mempunyai zat anti bakteri dan berpengaruh sebagai pembersih dan mencegah terjadinya
pertumbuhan kuman dalam saluran pencernaan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perubahan frekuensi BAB saat sebelum diberikan madu dan sesudah diberikan madu pada
anak balita yang sedang mengalami diare. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu
metode kuantitatif dengan desain penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini memakai 2
respoden, respoden I yaitu anak berusia 4 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan responden
II anak berusia 5 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan
selama 5 hari dengan frekuensi 3 kali sehari (pukul 07.00, 15.00, dan 21.00) pada masing-
masing responden. Pada responden I, frekuensi BAB sebelum diberikan pemberian madu
yaitu 6x dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah
dikeluarkan) dan setelah diberikan madu menjadi 2x dengan konsistensi feses tipe 4 (mirip
sosis atau ular, empuk dan halus). Pada responden II, frekuensi BAB sebelum diberikan madu
yaitu 5x dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah
dikeluarkan) dan sesudah diberikan madu menjadi 1x dengan konsistensi tipe 3 (berbentuk
sosis, permukaannya retak). Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian madu dapat
menurunkan frekuensi BAB pada anak balita.
Kata kunci: Anak Balita; Diare; Madu
ABSTRACT
Diare merupakan kondisi buang air besar yang sering dan encer dengan
frekuensinya mencapai 3 kali atau lebih dalam sehari. Diare disebabkan oleh bakteri,
virus dan parasit. Infeksi diare juga dapat menyebar melalui makanan dan minuman yang
terinfeksi. Diare juga dapat terjadi karena kebersihan diri dan lingkungan yang kotor
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2021). Penyakit diare merupakan penyakit kedua yang
menyebabkan kematian pada anak usia dibawah 5 tahun. Setiap tahun penyakit diare
dapat membunuh sekitar 525.000 anak dengan usia dibawah 5 tahun. Secara global, ada
sekitar 1,7 miliar kasus diare pada anak setiap tahun (World Health Organization, 2017).
Penyakit diare mengakibatkan kematian sebanyak 370.000 anak pada tahun 2019.
Risiko yang dapat ditimbulkan oleh diare yaitu dehidrasi. Selama anak mengalami diare,
air, elektrolit, natrium, klorida dan kalium akan hilang dengan buang air besar (BAB)
yang cair. Kehilangan cairan dan elektrolit yang tidak digantikan dengan cairan yang baru
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit diare
pada balita di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dari tahun 2013-2018
mengalami peningkatan dari 2,4% menjadi 11%. Sedangkan angka kejadian penyakit
diare pada balita berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala, pada tahun 2013
sebanyak 12,3% dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 sebanyak 18,5%.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi diare yaitu dengan memberikan
oralit, tablet zinc, ASI dan larutan gula garam (Kusumawardani & Rokhaidah, 2021).
Larutan gula garam akan mengganti cairan yang telah dibuang ketika diare. Larutan gula
garam mengandung garam dan elektrolit yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
elektrolit dalam tubuh. Pemberian larutan garam ini berguna untuk mencegah dehidrasi
pemberian madu. Anak diberikan madu sebanyak 7 cc atau sebanyak 1 sendok makan
yang dilarutkan dengan aquadest streril. Hasil dari pemberian madu tersebut klien
mengalami perubahan, sebelumnya klien BAB sebanyak 5 kali dalam sehari dengan feces
yang cair dan terdapat ampas. Frekuensi BAB mengalami penurunan menjadi 3 kali
dalam sehari dengan feces yang lunak (Lusiana, Immawati & Nurhayati 2021).
Madu dapat mengganti glukosa dalam cairan rehidrasi oral. Madu juga
menurunkan diare karena efek dari antioksidan. Efek antibakteri dari madu yaitu dapat
(Putri & Setiawati 2021). Kandungan madu adalah karbohidrat, mineral, protein, vitamin
B kompleks dan vitamin C. Ada beberapa manfaat vitamin C dalam madu yaitu sebagai
anti inflamasi, anti bakteri, anti oksidan yang dapat mengatasi diare. Selain itu, di dalam
madu terdapat dua molekul bioaktif yaitu flanoid dan polifenol yang menjadi antioksidan
(Andayani, 2020).
“Madu sebagai terapi komplementer untuk anak dengan diare akut” didapatkan bahwa
pada kelompok eksperimen rata-rata frekuensi BAB sebelum diberi madu ialah 7,92 dan
setelah diberi madu berubah menjadi 1,62 dengan hasil selisih 6,30. Ini berarti ada
pengaruh pemberian madu terhadap frekuensi BAB pada anak yang sedang diare. Dan
untuk konsistensi feses sebelum dan sesudah diberikan madu, rata-rata pada kelompok
eksperimen yaitu ada penurunan dengan selisih 3,38 dari 6,46 menurun menjadi 3,08.
Bedasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menulis dan menganalisa tentang
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi kasus. Studi kasus adalah
melakukan penelitian yang dikerjakan secara rinci dalam suatu peristiwa pada
diare pada anak usia balita dan diberikan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 5 hari
kedepan.
Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Subjek Penelitian I
Subjek penelitian I ini bernama An.R berusia 4 tahun berjenis kelamin laki-laki,
anak ketiga dari bertiga saudara, An. R tinggal bersama kedua orang tuanya dan
neneknya. An. R merupakan anak yang ceria, aktif, muda bergaul dengan teman
seumurannya dan sering berbicara. An.R memiliki tinggi badan 90 cm, berat badan 15
kg, berambut ikal, kulit bewarna sawo matang, berpenampilan rapih, tidak memiliki
cacat fisik. Sebelumnya An.R pernah mengalami diare pada 3 bulan yang lalu dan
batuk. An. R lebih sering jajan diluar, An. R juga sering minum minuman yang
berwarna, dan An. R tidak diajarkan bagaimana cara mencuci tangan yang benar oleh
orang tuanya. An. R tinggal di Jl. Kresna RT 01/013 Kelurahan Karang Timur
Pada subjek penelitian I mengalami diare sebanyak lebih dari 5 kali dalam sehari,
bising usus 18x/menit, dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair,
sangat mudah dikeluarkan), turgor kulit kembali dalam 2 detik, BAB tidak ada darah
dan tidak berlendir, mukosa bibir kering, wajah lesu, nafsu makan menurun, suhu
Subjek Penelitian II
Subjek Penelitian II pada penelitian ini bernama An. A berusia 5 tahun berjenis
kelamin perempuan. An. A merupakan anak pertama dari dua bersaudara. An. A
tinggal bersama dengan kedua orang tua, kakek, dan nenek. An. A merupakan anak
yang pendiam dan pemalu, tetapi jika sudah saling dekat, Ia akan banyak berbicara.
An.A memiliki tinggi badan 115 cm, berat badan 17 kg, berambut pendek, kulit
bewarna sawo matang, berpenampilan rapih, tidak memiliki cacat fisik. An. A jarang
membeli jajanan diluar, ibu An. A mengatakan setelah membeli jajanan An. A
mengalami sakit perut dan diare. An. A tinggal di Jl. Kresna RT 01/013 Kelurahan
Karang Timur Kecamatan Karang Tengah, Tangerang. Pada subjek penelitian II, Ia
mengalami diare sebanyak 5x dalam sehari, bising usus 17x/menit, dengan konsistensi
feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah dikeluarkan), BAB tidak
disertai darah, BAB tidak berlendir, turgor kulit kembali dalam detik, mukosa bibir
kering, wajah lesu, suhu tubuh 36, 5oC, nadi 120 x/menit, RR 24 x/menit.
Grafik 1 Frekuensi BAB sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek penelitian I
10
6 6 6
5
4 4 4
3 3
2 2
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Sebelum Sesudah
Grafik 2 Perubahan konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek I
6 6 6 6
5 5 5
4 4 4
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Sebelum Sesudah
Berdasarkan grafik 1 dan 2 dapat diketahui bahwa setelah di lakukan intervensi berupa
pemberian madu selama 5 hari, frekuensi BAB menurun menjadi 2x, dan konsistensi feses
Grafik 3 Frekuensi BAB sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek penelitian II
10
9
8
7
6
5 5
4 4
3 3
2 2 2
1 1
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Sebelum Sesudah
Grafik 4 Perubahan konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek II
6 6
5 5
4 4 4
3 3 3
0 Sebelum Sesudah
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5
Berdasarkan grafik 3 dan 4 dapat diketahui bahwa setelah di lakukan intervensi berupa
pemberian madu selama 5 hari, frekuensi BAB menurun menjadi 1x, dan konsistensi feses
Pembahasan
keduanya mengalami seperti bibir kering, turgor kulit kembali lambat, wajah lesu, lemas,
nafsu makan berkurang, mata cekung, hal ini sesuai dengan pendapat Chani & Mayasari
(2020) bahwa hal tersebut termasuk dalam diare ringan atau dehidrasi ringan.
Berdasarkan hasil pengkajian dari kedua subjek penelitian, bahwa pada subjek
penelitian I sering membeli jajanan diluar dan sering membeli minum minuman dingin,
hal ini sesuai dengan penelitian (Melvani dkk, 2019) bahwa kebersihan makanan dan
minuman yang dikonsumsi itu sangat penting agar tidak terjadi masalah kesehatan,
penularan kuman dapat terjadi melalui saat proses pengolahan makanan dan minuman
tersebut. Menurut Radhika, (2020) dengan membeli jajanan sembarangan, ini dapat
mencetus terjadinya diare. Sedangkan pada subjek penelitian II, orang tua An. A
mengatakan jika An. A tidak setiap hari membeli jajanan diluar, tetapi setelah makan
jajanan tersebut An. A mengalami diare, hal ini sesuai dengan penelitian Dyna dkk,
(2018) bahwa jajanan yang tidak sehat dan dijual dipinggir jalan dapat mengakibatkan
diare karena tidak higienis atau bersih, makanan yang sering terkena debu, adanya lalat,
subjek penelitian I melakukan cuci tangan tetapi tidak menggunakan sabun, hal ini serupa
dengan penelitian Enikmawati & Aslamah, (2017) bahwa mencuci tangan dengan cara
yang tidak benar akan mudah terjadinya diare sedangkan mencuci tangan dengan baik
mencuci tangan dengan cara yang benar, sangat kecil untuk terjadinya diare. Dan pada
penelitian Rohmah & Syahrul (2017) mengatakan bahwa kebiasaan mencuci tangan yang
buruk dapat menyebabkan terjadinya diare. Mencuci tangan harus menjadi satu kebiasaan
yang harus diterapkan, karena dengan mencuci tangan dapat mencegah terjadinya diare
dan mencuci tangan yang baik yaitu dengan menggunakan sabun (Sukardi dkk, 2016).
setelah diberikan madu. Subjek penelitian I bernama An. R berumur 4 tahun, jenis
kelamin laki-laki dan subjek penelitian II bernama An. A berumur 5 tahun, berjenis
kelamin perempuan. Penurunan frekuensi BAB selama 5 hari berturut-turut kepada kedua
subjek penelitian yang telah diberikan intervensi pemberian madu. Penurunan frekuensi
BAB disebabkan karena di dalam madu terdapat enzim glukosa oksidase yang dapat
glikonat dan hidrogen peroksida yang dapat memperhambat bakteri tumbuh dan dapat
memperbaiki mukosa usus (Yunita dkk, 2022). Madu dapat menurunkan frekuensi diare
yang disebabkan bakteri, karena madu mempunyai zat anti bakteri dan berpengaruh
subjek penelitian I belum diberikan obat, penurunan frekuensi diare pada subjek
penelitian II lebih cepat dibandingkan subjek penelitian I hal ini dikarenakan obat yang
dikonsumsi yaitu zinc dan oralit, zinc dapat memperbarui saluran pencernaan yang rusak
(Kusumawardani, 2021). Oralit dapat digunakan untuk mengatasi diare karena hilangnya
cairan di dalam tubuh, maka digantikan dengan oralit agar tubuh tidak kehilangan cairan
yang banyak (Nursa’in, 2017). Secara farmakologis pada penyakit diare dapat diberikan
zinc, zinc berfungsi untuk menurunkan diare dan lamanya diare (Riskiyah, 2017).
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat yaitu Pemberian madu dapat menurunkan frekuensi diare
pada anak balita. Adanya penurunan frekuensi BAB setelah dilakukan intervensi
pemberian madu. Pada subjek penelitian I sebelum dilakukan intervensi frekuensi BAB
lebih dari 5x dalam sehari dan setelah dilakukan intervensi pembberian madu frekuensi
BAB menurun menjadi 2x dalam sehari. Pada subjek penelitian II sebelum dilakukan
intervensi, frekuensi BAB lebih dari 4x dalam sehari dan setelah dilakukan intervensi
pemberian madu selama 5 hari adanya perubahan yaitu frekuensi BAB menjadi kurang
dengan skala tinja bristol. Pada subjek penelitian I sebelum dilakukan intervensi,
konsistensi feses berada di tipe 6 (permukaan halus, mudah air, sangat mudah
dikeluarkan) dan setelah dilakukan intervensi pemberian madu selama 5 hari adanya
perubahan menjadi berada di tipe 4 (mirip sosis atau ular, empuk dan halus).
Saran
informasi tentang kesehatan mengenai terapi pemberian madu untuk diare pada anak
balita. Bagi profesi perawat. Dapat diterapkan intervensi pemberian madu ini pada anak
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu yang penulis hormati yaitu: Bapak
Ahmad Samdani, SKM, MPH selaku ketua YAYASAN SAMUDRA APTA, Ibu Sri Atun
Jakarta, Ibu Elfira Awalia Rahmawati, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An, selaku dosen pemimbing
utama yang telah meluangkan waktu untuk melakukan bimbingan dan telah memberikan
arahan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, Ibu Putri Permata Sari, Ns., M. Kep.,
Sp.Kep.Mat, selaku ketua dewan penguji yang telah memberi masukan dan saran, Ibu
Isnayati, Ns., M.Kep, selaku anggota penguji I yang telah memberi masukan dan saran,
Orang tua yang sudah mendoakan dan memberi dukungan secara materi dan non materi,
Teman-teman yang telah membantu dan memberi semangat dalam penyusunan Karya
Referensi
Andayani, R. P. (2020). Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare pada Anak
Balita. Jurnal Kesehatan Perintis, 7 (1), 64-68.
Anggoro, S. L. (2018). Inovasi Pemberian Madu Terhadap Penurunan Diare pada Anak R di
wilayah Kabupaten Magelang. Universitas Muhammadiyah Magelang.
Ari. (2021). Upaya pencegahan diare pada anak. Pustaka Taman Ilmu.
Beo, Y. A.,. (2022). Etika keperawatan. Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi.
Chani, F. Y. & Mayasari, D. (2020). Penatalaksanaan Holistik Pada Pasien Diare Akut
Dehidrasi Ringan Sedang dan Gizi Buruk Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga.
Medula, 10 (1), (49-58).
Departemen Kesehatan RI. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare.
Diana, F. M. (2010). Pemantauan Perkemangan Anak Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
4 (2).
Dyna, F., Putri, V. D & Indrawati, D. (2018). Hubungan Perilaku Konsumsi Jajanan Pada
Pedagang Kaki Lima Dengan Kejadian Diare. Jurnal Endurance, 3 (3), (524-530).
Enikmawati, A & Aslamah, F. H. (2017). Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Dengan
Kejadian Diare Pada Anak SD. MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan, 12 (25), (1-5).
Gainau, B. M. (2016). Pengantar metode penelitian. DI Yogyakarta: PT Kanisius.
Hapsari, W. W. & Nailah, N. F. (2021). Perancangan Desain Karakter Feses Sebagai Maskot
Promosi Kesehatan Pencernaan Anak. Jurnal Komunikasi Visual, 20 (10), 42-48.
Lusiana, E., Immawati, & Nurhayati, S. (2021). Penerapan Pemberian Madu Untuk
Mengatasi Diare Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun). Jurnal Cendikia Muda, 1
(1), 81-89.
Maidartati. & Anggraeni, R. D. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare pada Balita. Jurnal Keperawatan BSI, 1 (2).
Meisuri, N. P., Perdani, R. R. W., Mutiara, H., & Sukohar, A. (2020). Efek Suplementasi
Madu terhadap Penurunan Frekuensi Diare Akut Pada Anak di RSUD Dr. H. Abdul
Moelek Bandar Lampung. Majority, 9 (2). 26-32.
Melvani, R. P., Zulkifli, H & Faizal, M. (2019). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare Balita di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang. Jurnal Jumantik, 4
(1), 57-68.
Mustika, S. & Cempaka, A. R. (2021). Buku Pintar Pendekatan Gizi pada Penyakit
Pencernaan dan Hati. Malang. UB Press.
Nur’aini, S. N. & Sulistyawati, E. (2022). Penurunan Frekuensi Buang Air Besar dan
Konsistensi Feses dengan Menggunakan Madu. Holisti Nursing Care Approach, 2
(1), 11-15.
Nurdin, I., & Hartati, S. (2019). Metodologi penelitian sosial. Surabaya: Penerbit Media
Sahabat Cendekia.
Nursa’in, S. H. (2017). Gambaran Penggunaan Oralit Dan Zink Pada Kasus Diare. Jurnal
Farmasetis, 6 (1), (25-28).
Putri, I. & Setiawati. (2021). Pemberian Madu Pada Klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Peningkatan Frekuensi BAB di Desa Rajabasa Lama Lampung Timur.
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat, 4 (5), 1196-1201.
Radhika, Aulia. (2020). Hubungan Tindakan Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Kejadian
Diare Pada Balita di wilayah RW XI Kelurahan Sidopoto, Kecamatan Semampir,
Kota Surabaya. Medical Technology and Public Health Journal (MTPH Journal), 4
(1), 16-24.
Riskiyah. (2017). Peranan Zinc Pada Penanganan Kasus Penyakit Diare Yang Dialami Bayi
Maupun Balita, Journal of Islamic Medicine, 1 (1), (23-29).
Roflin, E., Liberty, A. I., & Pariyana. (2021). Populasi, sampel, variabel, dalam penelitian
kedokteran. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management.
Rohman, N. & Syahrul, F. (2017). Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dan Penggunaan
Jamban Sehat Dengan Kejadian Diare Balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5 (1),
95-106.
Rokhaidah & Kusumawardani, Y. (2021). Pemberian Tablet Zinc Dengan Durasi Diare Pada
Balita, Indonesian Jurnal of Health Development, 3 (2), (239-244).
Rokhaidah. & Nurmaningsih, D. (2019). Madu Sebagai Terapi Komplementer Untuk Anak
Dengan Diare Akut. JKH, 3 (1), 1-10.
Sasmitawati, E. (2018). Jangan sepelekan diare. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka.
Setyawan, A. D., Devriany. A., Huda, N., Rahmadiliyani, N., Patriyani, H. E. R., &
Sulustyowati, C. E. (2021). Buku ajar statiska. Indramayu: Penerbit Adab.
Sukardi. Yusran, S & Tina, L. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun
2016.
Suntara, D. A. (2022). Pemberian Therapy Pemberian Madu Untuk Mengatasi Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Uncang Kota Batam. Journal Of Health And
Medical Research, 2 (1), 15-23.
Syapitri, H., Amila., & Aritonang, J. (2021). Buku ajar metodologi penelitian kesehatan.
Malang: Ahlimedia Press.
Utami, N. & Luthfiana, N. (2016). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada
Anak. Majority, 5 (4).
Wijoyo, Y. (2019). Diare pahami penyakit & obatnya. DI Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Yunita, A., Rilyani & Aryanti, L. (2022). Efektivitas Terapi Pemberian Madu Untuk
Menurunkan Frekuensi Diare di Desa Margorejo Lampung Selatan. Jurnal
Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), 5 (7), (2284-2289).