Anda di halaman 1dari 14

PE MB E RIAN MAD U T E RH ADAP PE N U R U N A N FR E K U E N S I

D I A R E PA D A A N A K U S I A BALITA

NASKAH PUBLIKASI

AMELLIA RIMADHANTI

NIRM: 19041

PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA
JAKARTA
2022
PE MB E RIAN MAD U T E RH ADAP PE N U R U N A N FR E K U E N S I D I A R E
PA D A A N A K U S I A BALITA

Amellia Rimadhanti1, Elfira Awalia Rahmawati2,


Mahasiswa Program Diploma Tiga Keperawatan
Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
Email: amellia.rimadhanti@gmail.com

ABSTRAK
Diare merupakan kondisi buang air besar yang sering dan encer dengan frekuensi 3 kali atau
lebih dalam sehari. Penyakit diare mengakibatkan kematian sebanyak 370.000 anak pada
tahun 2019. Risiko yang dapat ditimbulkan oleh diare yaitu dehidrasi. Selama anak
mengalami diare, air, elektrolit, natrium, klorida dan kalium akan hilang dengan buang air
besar (BAB) yang cair. Kehilangan cairan dan elektrolit yang tidak digantikan dengan cairan
yang baru akan menjadi dehidrasi. Untuk menurunkan frekuensi diare dapat menggunakan
farmakoterapi dan nonfarmakoterapi atau terapi komplementer, salah satu terapi
komplementer yang dapat digunakan yaitu dengan pemberian madu. Pemberian madu dapat
digunakan karena madu dapat menurunkan frekuensi diare yang disebabkan bakteri, madu
mempunyai zat anti bakteri dan berpengaruh sebagai pembersih dan mencegah terjadinya
pertumbuhan kuman dalam saluran pencernaan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perubahan frekuensi BAB saat sebelum diberikan madu dan sesudah diberikan madu pada
anak balita yang sedang mengalami diare. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu
metode kuantitatif dengan desain penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini memakai 2
respoden, respoden I yaitu anak berusia 4 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan responden
II anak berusia 5 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan
selama 5 hari dengan frekuensi 3 kali sehari (pukul 07.00, 15.00, dan 21.00) pada masing-
masing responden. Pada responden I, frekuensi BAB sebelum diberikan pemberian madu
yaitu 6x dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah
dikeluarkan) dan setelah diberikan madu menjadi 2x dengan konsistensi feses tipe 4 (mirip
sosis atau ular, empuk dan halus). Pada responden II, frekuensi BAB sebelum diberikan madu
yaitu 5x dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah
dikeluarkan) dan sesudah diberikan madu menjadi 1x dengan konsistensi tipe 3 (berbentuk
sosis, permukaannya retak). Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian madu dapat
menurunkan frekuensi BAB pada anak balita.
Kata kunci: Anak Balita; Diare; Madu
ABSTRACT

Diarrhea is a condition of frequent and watery bowel movements with a frequency of 3 or


more times a day. Diarrheal disease resulted in the death of 370,000 children in 2019. The
risk that can be caused by diarrhea is dehydration. As long as the child has diarrhea, water,
electrolytes, sodium, chloride and potassium will be lost with liquid bowel movements. If you
lose fluids and electrolytes that are not replaced with new fluids, you will become dehydrated.
To reduce the frequency of diarrhea, pharmacotherapy and non-pharmacotherapy or
complementary therapy can be used. One of the complementary therapies that can be used is
honey. Giving honey can be used because honey can reduce the frequency of diarrhea caused
by bacteria, honey has anti-bacterial substances and has an effect as a cleanser and prevents
the growth of germs in the digestive tract. The purpose of this study was to determine changes
in the frequency of bowel movements before and after being given honey to children. toddler
with diarrhea. The method used in this research is a quantitative method with a case study
research design. In this study, 2 respondents were used, respondent I was a 4-year-old male
child and second respondent was a 5-year-old female child. The results of the study were
conducted for 5 days with a frequency of 3 times a day (07.00, 15.00 and 21.00) for each
respondent. In respondent I, the frequency of defecation before being given honey was 6x
with type 6 stool consistency (smooth surface, liquid easily, very easy to expel) and after
being given honey it was 2x with type 4 stool consistency (similar to sausages or snakes, soft
and smooth). In respondent II, the frequency of bowel movements before being given honey
was 5 times with type 6 stool consistency (smooth surface, liquid easily, very easy to expel)
and after being given honey to 1x with type 3 consistency (sausage-shaped, cracked surface).
The conclusion of this study is that giving honey can reduce the frequency of defecation in
children under five.

Keywords: Diarrhea; Honey giving; Toddler


Pendahuluan

Diare merupakan kondisi buang air besar yang sering dan encer dengan

frekuensinya mencapai 3 kali atau lebih dalam sehari. Diare disebabkan oleh bakteri,

virus dan parasit. Infeksi diare juga dapat menyebar melalui makanan dan minuman yang

terinfeksi. Diare juga dapat terjadi karena kebersihan diri dan lingkungan yang kotor

(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2021). Penyakit diare merupakan penyakit kedua yang

menyebabkan kematian pada anak usia dibawah 5 tahun. Setiap tahun penyakit diare

dapat membunuh sekitar 525.000 anak dengan usia dibawah 5 tahun. Secara global, ada

sekitar 1,7 miliar kasus diare pada anak setiap tahun (World Health Organization, 2017).

Penyakit diare mengakibatkan kematian sebanyak 370.000 anak pada tahun 2019.

Risiko yang dapat ditimbulkan oleh diare yaitu dehidrasi. Selama anak mengalami diare,

air, elektrolit, natrium, klorida dan kalium akan hilang dengan buang air besar (BAB)

yang cair. Kehilangan cairan dan elektrolit yang tidak digantikan dengan cairan yang baru

akan menjadi dehidrasi (World Health Organization, 2019).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit diare

pada balita di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dari tahun 2013-2018

mengalami peningkatan dari 2,4% menjadi 11%. Sedangkan angka kejadian penyakit

diare pada balita berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala, pada tahun 2013

sebanyak 12,3% dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 sebanyak 18,5%.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi diare yaitu dengan memberikan

oralit, tablet zinc, ASI dan larutan gula garam (Kusumawardani & Rokhaidah, 2021).

Larutan gula garam akan mengganti cairan yang telah dibuang ketika diare. Larutan gula

garam mengandung garam dan elektrolit yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan

elektrolit dalam tubuh. Pemberian larutan garam ini berguna untuk mencegah dehidrasi

(Yunadi & Engkartini, 2020).


Salah satu terapi komplementer untuk mengatasi diare pada anak yaitu dengan

pemberian madu. Anak diberikan madu sebanyak 7 cc atau sebanyak 1 sendok makan

yang dilarutkan dengan aquadest streril. Hasil dari pemberian madu tersebut klien

mengalami perubahan, sebelumnya klien BAB sebanyak 5 kali dalam sehari dengan feces

yang cair dan terdapat ampas. Frekuensi BAB mengalami penurunan menjadi 3 kali

dalam sehari dengan feces yang lunak (Lusiana, Immawati & Nurhayati 2021).

Madu dapat mengganti glukosa dalam cairan rehidrasi oral. Madu juga

mempunyai antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan. Pemberian madu dapat

menurunkan diare karena efek dari antioksidan. Efek antibakteri dari madu yaitu dapat

memunculkan hidrogen peroksida yang dapat membasmi pertumbuhan bakteri patogen

(Putri & Setiawati 2021). Kandungan madu adalah karbohidrat, mineral, protein, vitamin

B kompleks dan vitamin C. Ada beberapa manfaat vitamin C dalam madu yaitu sebagai

anti inflamasi, anti bakteri, anti oksidan yang dapat mengatasi diare. Selain itu, di dalam

madu terdapat dua molekul bioaktif yaitu flanoid dan polifenol yang menjadi antioksidan

(Andayani, 2020).

Bedasarkan hasil penelitian Nurmaningsih dan Rokhaidah (2019) mengenai

“Madu sebagai terapi komplementer untuk anak dengan diare akut” didapatkan bahwa

pada kelompok eksperimen rata-rata frekuensi BAB sebelum diberi madu ialah 7,92 dan

setelah diberi madu berubah menjadi 1,62 dengan hasil selisih 6,30. Ini berarti ada

pengaruh pemberian madu terhadap frekuensi BAB pada anak yang sedang diare. Dan

untuk konsistensi feses sebelum dan sesudah diberikan madu, rata-rata pada kelompok

eksperimen yaitu ada penurunan dengan selisih 3,38 dari 6,46 menurun menjadi 3,08.

Bedasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menulis dan menganalisa tentang

pemberian madu untuk penurunan frekuensi diare pada anak.


Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi kasus. Studi kasus adalah

melakukan penelitian yang dikerjakan secara rinci dalam suatu peristiwa pada

seseorang atau kelompok (Rahardjo, 2017). Peneliti akan melakukan intervensi

pemberian madu kepada anak usia balita yang mengalami diare.

Pada penelitian ini, intervensi pemberian madu terhadap penurunan frekuensi

diare pada anak usia balita dan diberikan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 5 hari

kedepan.

Hasil Penelitian

Karakteristik Responden

Subjek Penelitian I

Subjek penelitian I ini bernama An.R berusia 4 tahun berjenis kelamin laki-laki,

anak ketiga dari bertiga saudara, An. R tinggal bersama kedua orang tuanya dan

neneknya. An. R merupakan anak yang ceria, aktif, muda bergaul dengan teman

seumurannya dan sering berbicara. An.R memiliki tinggi badan 90 cm, berat badan 15

kg, berambut ikal, kulit bewarna sawo matang, berpenampilan rapih, tidak memiliki

cacat fisik. Sebelumnya An.R pernah mengalami diare pada 3 bulan yang lalu dan

batuk. An. R lebih sering jajan diluar, An. R juga sering minum minuman yang

berwarna, dan An. R tidak diajarkan bagaimana cara mencuci tangan yang benar oleh

orang tuanya. An. R tinggal di Jl. Kresna RT 01/013 Kelurahan Karang Timur

Kecamatan Karang Tengah, Tangerang.

Pada subjek penelitian I mengalami diare sebanyak lebih dari 5 kali dalam sehari,

bising usus 18x/menit, dengan konsistensi feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair,

sangat mudah dikeluarkan), turgor kulit kembali dalam 2 detik, BAB tidak ada darah
dan tidak berlendir, mukosa bibir kering, wajah lesu, nafsu makan menurun, suhu

tubuh 36, 8oC, nadi 112 x/menit, RR 23 x/menit.

Subjek Penelitian II

Subjek Penelitian II pada penelitian ini bernama An. A berusia 5 tahun berjenis

kelamin perempuan. An. A merupakan anak pertama dari dua bersaudara. An. A

tinggal bersama dengan kedua orang tua, kakek, dan nenek. An. A merupakan anak

yang pendiam dan pemalu, tetapi jika sudah saling dekat, Ia akan banyak berbicara.

An.A memiliki tinggi badan 115 cm, berat badan 17 kg, berambut pendek, kulit

bewarna sawo matang, berpenampilan rapih, tidak memiliki cacat fisik. An. A jarang

membeli jajanan diluar, ibu An. A mengatakan setelah membeli jajanan An. A

mengalami sakit perut dan diare. An. A tinggal di Jl. Kresna RT 01/013 Kelurahan

Karang Timur Kecamatan Karang Tengah, Tangerang. Pada subjek penelitian II, Ia

mengalami diare sebanyak 5x dalam sehari, bising usus 17x/menit, dengan konsistensi

feses tipe 6 (permukaan halus, mudah cair, sangat mudah dikeluarkan), BAB tidak

disertai darah, BAB tidak berlendir, turgor kulit kembali dalam detik, mukosa bibir

kering, wajah lesu, suhu tubuh 36, 5oC, nadi 120 x/menit, RR 24 x/menit.

Pelaksanaan Intervensi dan Implementasi Keperawatan

Grafik 1 Frekuensi BAB sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek penelitian I

10

6 6 6
5
4 4 4
3 3
2 2

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Sebelum Sesudah
Grafik 2 Perubahan konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek I

6 6 6 6

5 5 5

4 4 4

0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Sebelum Sesudah

Berdasarkan grafik 1 dan 2 dapat diketahui bahwa setelah di lakukan intervensi berupa

pemberian madu selama 5 hari, frekuensi BAB menurun menjadi 2x, dan konsistensi feses

menjadi tipe 4 (mirip sosis atau ular, empuk dan halus).

Grafik 3 Frekuensi BAB sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek penelitian II

10
9
8
7
6
5 5
4 4
3 3
2 2 2
1 1
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Sebelum Sesudah
Grafik 4 Perubahan konsistensi feses sebelum dan sesudah pemberian madu pada subjek II

6 6

5 5

4 4 4

3 3 3

0 Sebelum Sesudah
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Berdasarkan grafik 3 dan 4 dapat diketahui bahwa setelah di lakukan intervensi berupa

pemberian madu selama 5 hari, frekuensi BAB menurun menjadi 1x, dan konsistensi feses

menjadi tipe 3 (berbentuk sosis, permukaan retak).

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengkajian dari kedua subjek penelitian, didapatkan jika

keduanya mengalami seperti bibir kering, turgor kulit kembali lambat, wajah lesu, lemas,

nafsu makan berkurang, mata cekung, hal ini sesuai dengan pendapat Chani & Mayasari

(2020) bahwa hal tersebut termasuk dalam diare ringan atau dehidrasi ringan.

Berdasarkan hasil pengkajian dari kedua subjek penelitian, bahwa pada subjek

penelitian I sering membeli jajanan diluar dan sering membeli minum minuman dingin,

hal ini sesuai dengan penelitian (Melvani dkk, 2019) bahwa kebersihan makanan dan

minuman yang dikonsumsi itu sangat penting agar tidak terjadi masalah kesehatan,

penularan kuman dapat terjadi melalui saat proses pengolahan makanan dan minuman

tersebut. Menurut Radhika, (2020) dengan membeli jajanan sembarangan, ini dapat
mencetus terjadinya diare. Sedangkan pada subjek penelitian II, orang tua An. A

mengatakan jika An. A tidak setiap hari membeli jajanan diluar, tetapi setelah makan

jajanan tersebut An. A mengalami diare, hal ini sesuai dengan penelitian Dyna dkk,

(2018) bahwa jajanan yang tidak sehat dan dijual dipinggir jalan dapat mengakibatkan

diare karena tidak higienis atau bersih, makanan yang sering terkena debu, adanya lalat,

lalu alat-alat yang digunakan belum tentu dicuci dengan bersih.

Berdasarkan hasil pengkajian dari kedua subjek penelitian, didapatkan bahwa

subjek penelitian I melakukan cuci tangan tetapi tidak menggunakan sabun, hal ini serupa

dengan penelitian Enikmawati & Aslamah, (2017) bahwa mencuci tangan dengan cara

yang tidak benar akan mudah terjadinya diare sedangkan mencuci tangan dengan baik

peluang terjadinya diare kecil.

mencuci tangan dengan cara yang benar, sangat kecil untuk terjadinya diare. Dan pada

penelitian Rohmah & Syahrul (2017) mengatakan bahwa kebiasaan mencuci tangan yang

buruk dapat menyebabkan terjadinya diare. Mencuci tangan harus menjadi satu kebiasaan

yang harus diterapkan, karena dengan mencuci tangan dapat mencegah terjadinya diare

dan mencuci tangan yang baik yaitu dengan menggunakan sabun (Sukardi dkk, 2016).

Subjek penelitian I dan II telah mengalami penurunan pada frekuensi BAB

setelah diberikan madu. Subjek penelitian I bernama An. R berumur 4 tahun, jenis

kelamin laki-laki dan subjek penelitian II bernama An. A berumur 5 tahun, berjenis

kelamin perempuan. Penurunan frekuensi BAB selama 5 hari berturut-turut kepada kedua

subjek penelitian yang telah diberikan intervensi pemberian madu. Penurunan frekuensi

BAB disebabkan karena di dalam madu terdapat enzim glukosa oksidase yang dapat

meningkatkan kandungan antibakteri yaitu dengan mengubah glukosa menjadi asam

glikonat dan hidrogen peroksida yang dapat memperhambat bakteri tumbuh dan dapat

memperbaiki mukosa usus (Yunita dkk, 2022). Madu dapat menurunkan frekuensi diare
yang disebabkan bakteri, karena madu mempunyai zat anti bakteri dan berpengaruh

sebagai pembersih dan mencegah terjadinya pertumbuhan kuman dalam saluran

pencernaan (Herawati, 2018).

Pada subjek penelitian II sebelumnya sudah diberikan obat sedangkan pada

subjek penelitian I belum diberikan obat, penurunan frekuensi diare pada subjek

penelitian II lebih cepat dibandingkan subjek penelitian I hal ini dikarenakan obat yang

dikonsumsi yaitu zinc dan oralit, zinc dapat memperbarui saluran pencernaan yang rusak

(Kusumawardani, 2021). Oralit dapat digunakan untuk mengatasi diare karena hilangnya

cairan di dalam tubuh, maka digantikan dengan oralit agar tubuh tidak kehilangan cairan

yang banyak (Nursa’in, 2017). Secara farmakologis pada penyakit diare dapat diberikan

zinc, zinc berfungsi untuk menurunkan diare dan lamanya diare (Riskiyah, 2017).

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat yaitu Pemberian madu dapat menurunkan frekuensi diare

pada anak balita. Adanya penurunan frekuensi BAB setelah dilakukan intervensi

pemberian madu. Pada subjek penelitian I sebelum dilakukan intervensi frekuensi BAB

lebih dari 5x dalam sehari dan setelah dilakukan intervensi pembberian madu frekuensi

BAB menurun menjadi 2x dalam sehari. Pada subjek penelitian II sebelum dilakukan

intervensi, frekuensi BAB lebih dari 4x dalam sehari dan setelah dilakukan intervensi

pemberian madu selama 5 hari adanya perubahan yaitu frekuensi BAB menjadi kurang

dari 1x sehari. Adanya peningkatan konsistensi feses setelah dilakukan intervensi

pemberian madu, sebelum dilakukan intervensi dilakukan pengukuran konsistensi feses

dengan skala tinja bristol. Pada subjek penelitian I sebelum dilakukan intervensi,

konsistensi feses berada di tipe 6 (permukaan halus, mudah air, sangat mudah

dikeluarkan) dan setelah dilakukan intervensi pemberian madu selama 5 hari adanya

perubahan menjadi berada di tipe 4 (mirip sosis atau ular, empuk dan halus).
Saran

Bagi masyarakat. Dapat diterapkan di masyarakat, berguna dan mendapat suatu

informasi tentang kesehatan mengenai terapi pemberian madu untuk diare pada anak

balita. Bagi profesi perawat. Dapat diterapkan intervensi pemberian madu ini pada anak

balita yang sedang mengalami diare di lingkungan pelayanan kesehatan.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu yang penulis hormati yaitu: Bapak

Ahmad Samdani, SKM, MPH selaku ketua YAYASAN SAMUDRA APTA, Ibu Sri Atun

Wahyuningsih, Ns, M.Kep., Sp.Kep.J, selaku direktur Akademi Keperawatan PELNI

Jakarta, Ibu Elfira Awalia Rahmawati, Ns., M.Kep., Sp.Kep.An, selaku dosen pemimbing

utama yang telah meluangkan waktu untuk melakukan bimbingan dan telah memberikan

arahan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, Ibu Putri Permata Sari, Ns., M. Kep.,

Sp.Kep.Mat, selaku ketua dewan penguji yang telah memberi masukan dan saran, Ibu

Isnayati, Ns., M.Kep, selaku anggota penguji I yang telah memberi masukan dan saran,

Orang tua yang sudah mendoakan dan memberi dukungan secara materi dan non materi,

Teman-teman yang telah membantu dan memberi semangat dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini.

Referensi

Andayani, R. P. (2020). Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare pada Anak
Balita. Jurnal Kesehatan Perintis, 7 (1), 64-68.
Anggoro, S. L. (2018). Inovasi Pemberian Madu Terhadap Penurunan Diare pada Anak R di
wilayah Kabupaten Magelang. Universitas Muhammadiyah Magelang.
Ari. (2021). Upaya pencegahan diare pada anak. Pustaka Taman Ilmu.
Beo, Y. A.,. (2022). Etika keperawatan. Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi.
Chani, F. Y. & Mayasari, D. (2020). Penatalaksanaan Holistik Pada Pasien Diare Akut
Dehidrasi Ringan Sedang dan Gizi Buruk Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga.
Medula, 10 (1), (49-58).
Departemen Kesehatan RI. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare.
Diana, F. M. (2010). Pemantauan Perkemangan Anak Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
4 (2).
Dyna, F., Putri, V. D & Indrawati, D. (2018). Hubungan Perilaku Konsumsi Jajanan Pada
Pedagang Kaki Lima Dengan Kejadian Diare. Jurnal Endurance, 3 (3), (524-530).
Enikmawati, A & Aslamah, F. H. (2017). Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Dengan
Kejadian Diare Pada Anak SD. MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan, 12 (25), (1-5).
Gainau, B. M. (2016). Pengantar metode penelitian. DI Yogyakarta: PT Kanisius.
Hapsari, W. W. & Nailah, N. F. (2021). Perancangan Desain Karakter Feses Sebagai Maskot
Promosi Kesehatan Pencernaan Anak. Jurnal Komunikasi Visual, 20 (10), 42-48.
Lusiana, E., Immawati, & Nurhayati, S. (2021). Penerapan Pemberian Madu Untuk
Mengatasi Diare Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun). Jurnal Cendikia Muda, 1
(1), 81-89.
Maidartati. & Anggraeni, R. D. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare pada Balita. Jurnal Keperawatan BSI, 1 (2).
Meisuri, N. P., Perdani, R. R. W., Mutiara, H., & Sukohar, A. (2020). Efek Suplementasi
Madu terhadap Penurunan Frekuensi Diare Akut Pada Anak di RSUD Dr. H. Abdul
Moelek Bandar Lampung. Majority, 9 (2). 26-32.
Melvani, R. P., Zulkifli, H & Faizal, M. (2019). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Diare Balita di Kelurahan Karyajaya Kota Palembang. Jurnal Jumantik, 4
(1), 57-68.
Mustika, S. & Cempaka, A. R. (2021). Buku Pintar Pendekatan Gizi pada Penyakit
Pencernaan dan Hati. Malang. UB Press.
Nur’aini, S. N. & Sulistyawati, E. (2022). Penurunan Frekuensi Buang Air Besar dan
Konsistensi Feses dengan Menggunakan Madu. Holisti Nursing Care Approach, 2
(1), 11-15.
Nurdin, I., & Hartati, S. (2019). Metodologi penelitian sosial. Surabaya: Penerbit Media
Sahabat Cendekia.
Nursa’in, S. H. (2017). Gambaran Penggunaan Oralit Dan Zink Pada Kasus Diare. Jurnal
Farmasetis, 6 (1), (25-28).
Putri, I. & Setiawati. (2021). Pemberian Madu Pada Klien Diare Dengan Masalah
Keperawatan Peningkatan Frekuensi BAB di Desa Rajabasa Lama Lampung Timur.
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat, 4 (5), 1196-1201.
Radhika, Aulia. (2020). Hubungan Tindakan Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Kejadian
Diare Pada Balita di wilayah RW XI Kelurahan Sidopoto, Kecamatan Semampir,
Kota Surabaya. Medical Technology and Public Health Journal (MTPH Journal), 4
(1), 16-24.
Riskiyah. (2017). Peranan Zinc Pada Penanganan Kasus Penyakit Diare Yang Dialami Bayi
Maupun Balita, Journal of Islamic Medicine, 1 (1), (23-29).
Roflin, E., Liberty, A. I., & Pariyana. (2021). Populasi, sampel, variabel, dalam penelitian
kedokteran. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management.
Rohman, N. & Syahrul, F. (2017). Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dan Penggunaan
Jamban Sehat Dengan Kejadian Diare Balita. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5 (1),
95-106.
Rokhaidah & Kusumawardani, Y. (2021). Pemberian Tablet Zinc Dengan Durasi Diare Pada
Balita, Indonesian Jurnal of Health Development, 3 (2), (239-244).
Rokhaidah. & Nurmaningsih, D. (2019). Madu Sebagai Terapi Komplementer Untuk Anak
Dengan Diare Akut. JKH, 3 (1), 1-10.
Sasmitawati, E. (2018). Jangan sepelekan diare. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka.
Setyawan, A. D., Devriany. A., Huda, N., Rahmadiliyani, N., Patriyani, H. E. R., &
Sulustyowati, C. E. (2021). Buku ajar statiska. Indramayu: Penerbit Adab.
Sukardi. Yusran, S & Tina, L. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun
2016.
Suntara, D. A. (2022). Pemberian Therapy Pemberian Madu Untuk Mengatasi Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Uncang Kota Batam. Journal Of Health And
Medical Research, 2 (1), 15-23.
Syapitri, H., Amila., & Aritonang, J. (2021). Buku ajar metodologi penelitian kesehatan.
Malang: Ahlimedia Press.
Utami, N. & Luthfiana, N. (2016). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada
Anak. Majority, 5 (4).
Wijoyo, Y. (2019). Diare pahami penyakit & obatnya. DI Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Yunita, A., Rilyani & Aryanti, L. (2022). Efektivitas Terapi Pemberian Madu Untuk
Menurunkan Frekuensi Diare di Desa Margorejo Lampung Selatan. Jurnal
Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), 5 (7), (2284-2289).

Anda mungkin juga menyukai