Disusun Oleh:
Kelompok
-
-
-
1. Pendahuluan
Salah satu penyebab kematian pada anak usia di bawah lima tahun
(balita) adalah diare di seluruh dunia yang merupakan urutan kedua penyebab
kematian balita. Virus, bakteri, dan protozoa merupakan penyebab terjadinya
diare. Kejadian diare yaitu 1,7 miliar per tahun 760.000 balita meninggal akibat
diare. Diare merupakan penyakit endemis dan menjadi dapat menyebabkan
kematian. Laporan kesehatan World Health Organization (WHO) 2019,
menyatakan enam juta anak meninggal tiap tahun karena diare dan sebagian
besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare, angka mortality rate untuk diare
pada anak-anak di bawah usia lima tahun mencapai 41 per 1.000 kelahiran
hidup dan jumlah kematiannya mencapai angka 173 per 1000 penduduk
(Goyena, 2019). Berdasarkan data WHO (2019), secara global, ada hampir 1,7
miliar kasus penyakit diare pada anak setiap tahun. Berdasarkan hasil dari
Profil Kesehatan Indonesia (2020) jumlah penderita diare pada balita yaitu
sebanyak 28,9% atau 6.784.494 kasus.
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat diare yaitu
sisik naga (Drymoglossum piloselloides [L.] Presl.). Sisik naga yang
merupakan tanaman epifit dan tumbuh liar di batang dan dahan pohon dapat
dengan mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Tumbuhan sisik naga
merupakan tanaman liar dengan akar rimpang yang panjangnya 5-22 cm,
berukuran kecil, merayap, dan bersisik. Secara tradisional, masyarakat
menggunakan tanaman ini untuk mengobati radang gusi, sariawan, dan
pendarahan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa terdapat
kandungan kimia yang terdapat dalam sisik naga yaitu saponin, polifenol,
minyak atsiri, triterpen/sterol, fenol, flavonoid, tanin, dan gula. Hasil dari
penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa minyak atsiri,
triterpen/sterol, fenol, flavonoid, dan tanin merupakan senyawa- senyawa
bioaktif yang dapat bersifat antibakteri dan anti fungi. Berdasarkan hasil
penelitian in vitro laboratorium yang telah dilakukan oleh peneliti dan
mahasiswa bimbingan sebelumnya pada bulan Januari tahun 2019, diketahui
bahwa kandungan kimia yang dimiliki daun sisik naga berpotensi sebagai
tanaman obat yang bersifat antibakteri E. coli yang merupakan penyebab utama
diare di negara-negara berkembang terutama Indonesia.
2. Skenario
2 pasien dengan diagnosa yang sama yaitu diagnosa diare. Pasien pertama
An. R. R., usia 2 tahun, pasien kedua An. A. B usia 4 tahun dengan keluhan utama
yang sama yaitu rewel, sering BAB yaitu 1-2 jam sekali dengan konsistensi cair,
dalam 24 jam sudah BAB lebih dari 10 kali, nafsu makan menurun.
Pemeriksaan Fisik
Pemberian ORS dan madu pada subyek (An. R.R) dan ekstrak daun sisik
naga (An. A.B) mengalami penurunan frekuensi diare dan dalam waktu 1-2 jam
tidak BAB.
3. Rumusan
P I C O
Pasien Faktor yang Melakukan Menurunkan
dengan berhubungan intervensi pada frekuensi diare
diare dengan penurunan pasien diare
frekuensi diare
6. Diskusi
Diare didefinisikan sebagai kejadian yang berlangsung kurang dari 14
hari dengan frekuensi ≥ 3x per hari disertai pengeluaran tinja yang lunak atau
cair yang sering dan tanpa darah atau lendir dalam tinja. Mungkin disertai
muntah dan demam. Umumnya diare akut yang terjadi di negara berkembang
merupakan diare infeksius yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.
Beberapa penatalaksanaan diare yaitu mencegah agar dehidrasi tidak
terjadi, berikan oralit, berikan zink, berikan intake makanan selama diare, dan
pengobatan lainnya jika anak diare dan penyakit lain. Kualitas hidup anak dan
biaya kesehatan yang tinggi juga merupakan dampak dari diare. Sehingga
pemberian rehidrasi oral dapat diberikan pada anak dengan diare. Memberikan
oral rehydration salts (ORS) merupakan osmolaritas rendah, zink, dan
meningkatkan intake cairan juga termasuk dalam penatalaksanaan pada anak
diare. Dehidrasi dapat dicegah dengan mengkonsumsi ORS sehingga mampu
mengurangi angka kematian. Memberikan ORS dengan menggabungkan
dengan madu dapat dijadikan sebagai pengobatan untuk diare. Madu mampu
menghambat 60 spesies bakteri, jamur, dan virus penyebab diare. Beberapa
penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa 65% anak balita menurun frekuensi
diarenya dengan diberikan madu. Selain itu, pemberian ORS dan madu 5 ml
setiap 6 jam/ hari pada anak usia kurang dari 2 tahun lebih efektif terhadap
penurunan frekuensi diare, lama rawat anak, dan konsistensi feses menjadi
meningkat.
Madu dapat sebagai anti bakteri dan prebiotik yang dapat mengatasi
diare. Selain itu, madu juga mampu mengobati masalah konstipasi dan diare
anak, meminimalikan patogen dan menurunkan durasi diare. Kandungan
antibiotik madu juga mampu mengatasi bakteri diare dan mempunyai aktivitas
bakterisida yang mampu melawan beberapa organisme enterophagetic,
termasuk spesies dari Salmonella, Shigella dan E. Colli. Madu mempunyai dua
molekul bioaktif diantaranya flavonoid dan polifenol yang berfungsi menjadi
antioksidan. Madu mampu meminimalkan frekuensi diare, meningkatkan berat
badan, dan memperpendek hari rawat di rumah sakit. Hal ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa dengan madu yang diberikan
pada balita diare mampu menurunkan frekuensi diare.
7. Kesimpulan
Diare pada anak dapat dilakukan intervensi yaitu dengan pemberian ORS
dengan menggabungkan dengan madu dan ekstrak sisik naga. Madu dapat
dijadikan salah satu alternatif terapi yang dapat diterapkan oleh perawat untuk
menurunkan frekuensi diare pada anak. Selain itu, juga ada perbedaan kejadian
diare pada anak yang menjadi responden sebelum dan sesudah pemberian
ekstrak daun sisik naga. Diare jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
dehidrasi yang akhirnya terjadi mortalitas pada anak. Oleh karena itu, kita
dapat mengkombinasikan terapi farmakologi dengan non farmakologi seperti
madu dan ekstrak sisik naga. Intervensi terus dilakukan agar pengobatan lebih
optimal.
8. Daftar rujukan
Abdillah, Z. S., & Purnamawati, I. D. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Diare. Buletin Kesehatan: Publikasi Ilmiah Bidang Kesehatan,
3(1), 115–132