Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

SWAMEDIKASI
PERTEMUAN 21, 22, 23, DAN 24
SWAMEDIKASI DIARE

Tanggal Praktikum : Senin, 5 Oktober 2020

Kelompok : 5A
Fadhilla Nur Cahyani (M3519017)
Nama Anggota (NIM) :
Rahma Cintya Amylia (M3519051)

D3 FARMASI
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2020
LAPORAN PRAKTIKUM
SWAMEDIKASI
PERTEMUAN 21, 22, 23, DAN 24
SWAMEDIKASI DIARE

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum hari ini yaitu untuk memberikan pilihan obat yang
tepat, mengetahui gejala-gejala yang harus dirujuk, monitoring dan edukasi pada
swamedikasi diare.

II. DASAR TEORI


Diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan
konsistensi tinja penderita. Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi.
Penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit. Penyebab noninfeksi dapat
berupa obat-obatan, alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti,
inflammatory bowel disease, atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan
sindrom karsinoid. Swamedikasi diare dapat menggunakan obat untuk mengurangi buang
air besar (anti motilitas) seperti difenoxilat, loperamid, paregoric, opium tinctureife, dan
difenoxin. Obat untuk memadatkan tinja (adsorben) yaitu kaolin-pektin, polycarbophy,
dan attapulgit. Obat untuk meningkatkan penyerapan cairan dan elektrolit (anti sekretori)
yaitu bismuth subsalisilat, enzime (laktase), dan bakteri pengganti (Lactobacillus
ascorphilus, Lactobacillus burgaricus). Jika diare sudah berlangsung lebih dari 3 hari,
harus diperiksa ke dokter walaupun kondisinya belum parah karena khawatir terjadi
dehidrasi jika dibiarkan. Ketika swamedikasi yang dilakukan tidak berhasil, artinya
penyakit tersebut harus ditangani oleh dokter untuk mendapatkan penanganan yang serius
(Robiyanto, dkk., 2018).
Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan konsistensi
feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi atau kesulitan defekasi.
Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas ketika defekasi oleh karena rasa nyeri
saat buang air besar. Gejala lain yaitu sulit buang air besar, kembung atau bentuk
kotoran keras atau kecil. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses defekasi/ buang
air besar antara lain : diet atau pola nutrisi, misalnya asupan serat yang tidak adekuat,
dehidrasi, obat-obatan, penyakit, kurang latihan fisik atau imobilisasi, psikologis atau
kondisi kurang nyaman (Ardhiyanti, 2017).
Swamedikasi yang dilakukan secara tidak rasional memungkinkan terjadinya
medication error dalam perilaku swamedikasi. Laksatif atau pencahar merupakan
obat-obatan yang dapat digunakan secara swamedikasi, yaitu zat-zat yang dapat
menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus pada saat terjadi konstipasi.
Penggunaan laksatif yang terlalu sering mengganggu absorpsi normal dari bahan-
bahan gizi di usus kecil, menimbulkan berbagai gangguan saluran cerna, dan
menimbulkan ketergantungan. obat ini adalah hanya dianjurkan pada kondisi
konstipasi, tidak boleh disalahgunakan untuk menurunkan berat badan, tidak boleh
digunakan untuk jangka panjang dan penderita radang usus & usus buntu, serta tidak
dianjurkan anak di bawah 6 tahun (Adawiyah dkk., 2017).

III. KASUS
Jam 11 siang, seorang Ibu datang ke apotek untuk membeli Lodia. Anaknya
berusia 5 tahun sejak tadi pagi mengeluhkan perutnya sakit dan BAB cair sejak tadi
pagi sudah 3x. Si anak masih doyan makan dan minum meski kurang nafsu makan.
Si Ibu menceritakan jika anak juga tidak demam, dan fesesnya juga hanya cair saja,
tidak ada darah ataupun lendir. Si anak memang kadang asal ambil makanan dan
tidak cuci tangan dulu.

IV. ANALISA KASUS


A. Analisis ASMETHOD
Age : 5 th
Self or someone else : Anak
Medication : -
Extra medicines : -
Time persisting : Sejak pagi hingga siang hari
History : -
Other symptoms : Sakit perut dan sudah 3 x.BAB cair sejak tadi pagi
Danger symptoms : -

B. Penyelesaian Kasus dan Rekomendasi Obat


Pasien mengalami diare ringan akibat asal ambil makanan dan tidak cuci
tangan dulu. Sang ibu datang ke apotek dan ingin membeli obat Lodia. Lodia
tidak direkomendasikan karena termasuk obat keras sehingga harus
menggunakan resep dokter. Selain itu, Lodia memiliki indikasi untuk diare
non spesifik akut dan kronik (ISO hal. 439,2017). Kedua hal tersebut yang
mengakibatkan Lodia kurang cocok direkomendasikan kepada pasien, dan
kami sebagai tenaga teknis kefarmasian harus memberi pengertian kepada
sang ibu pasien. Pengobatan dengan swamedikasi yang direkomendasikan
kepada pasien (5 tahun) untuk mengatasi keluhannya yaitu Oralit Sachet.
Oralit Sachet merupakan obat dengan kandungan Na. Chloride, Ca chloride,
Trisodium citrate dihydrate, Glucose anhydrate dalam bentuk serbuk. Oralit
dapat digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan akibat diare. Oralit juga
dapat menggantikan elektrolit yang hilang dari tubuh (ISO hal. 360, 2017).
Direkomendasikan Oralit Sachet karena cocok dengan keluhan pasien dan
harganya sangat terjangkau yaitu antara Rp600-Rp6.100 per sachet berbeda-
beda di setiap apotek. Larutan garam dan gula buatan sendiri tidak disarankan,
karena keakuratan kandungan elektrolit tidak dapat dijamin, dan akurasi ini
penting, terutama pada bayi, anak kecil dan pasien lanjut usia (Blenkinsopp
dkk., 2014). Skala waktu pengobatan diare pada anak-anak ialah 1 hari
(Blenkinsopp dkk., 2014). Apabila pasien telah melakukan pengobatan secara
farmakologis, herbal maupun non-farmakologis selama lebih dari 1 hari,
namun gejala tidak mereda maka pasien disarankan untuk periksa ke dokter.
C. Informasi Penting Terkait Obat yang Diberikan
Oralit Sachet (ISO hal. 360, 2017).
Indikasi
Pengganti elektrolit pada pasien muntah & diare, kolera
Komposisi
Glucose anhydrous 4g, NaCl 0.7g, Na. bicarbonate 0.5g, CaCl2 0.3g
Dosis
Dibawah 1 tahun : 3 jam pertama 1.5 gelas, selanjutnya 1/2 gelas tiap kali
mencret. Anak 1 - 5 tahun: 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas tiap kali
mencret. Anak 5 - 12 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1.5 gelas tiap
kali mencret. Anak lebih dari 12 tahun : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2
gelas tiap kali mencret.
Aturan Pakai
Dilarutkan dengan air matang. Larutan ini tidak dapat digunakan apabila lebih
dari 24 jam. Jika terjadi muntah hentikan sementara, 2 sampai 5 menit,
berikan oralit dengan sendok sedikit demi sedikit.
Kemasan
Dus, 100 Sachet @ 4 g
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi ginjal, malabsorpsi glukosa, serta dehidrasi parah
Perhatian
Teruskan ASI, makan dan minuman selama diare, beri makanan ekstra setelah
sembuh. Bila keadaan memburuk atau dalam 2 hari tidak membaik segera
bawa ke RS / Puskesmas atau dokter dan oralit tetap diberikan. Jika terjadi
gejala kekurangan garam natrium, dalam darah (hiponatremia), agar
konsultasikan ke dokter / tenaga kesehatan terdekat. Hentikan Oralit jika diare
berhenti dan pasien mulai membaik.
D. Terapi Herbal yang Direkomendasikan
Mengonsumsi ekstrak Daun Randu dan Daun Jambu Biji. Kandungan
senyawa aktif yang berperan terhadap efek antidiare daun randu adalah tannin,
flavoniod, dan saponin. Sedangkan komponen aktif yang banyak terdapat
pada jambu biji yang memberikan efek antidiare adalah zat tanin, flavoniod,
minyak atsiri, dan alkaloid (Purwanti dkk., 2015).

E. Terapi Non Farmakologi


1. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan minum
2. Minum air yang banyak
3. Istirahat yang cukup
4. Makan makanan sehat
5. Menghindari makanan pedas, berminyak, atau berlemak.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan analisis kasus, maka dapat disimpulkan pasien
(5 tahun) mengalami diare ringan akibat kurang menjaga kebersihan saat
makan. Untuk itu, kami merekomendasikan kepada pasien untuk
mengonsumsi Oralit Sachet untuk mengatasi keluhannya tersebut. Harga dari
Oralit Sachet juga cukup terjangkau yaitu antara Rp600-Rp6.100 tergantung
di setiap apotek. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makanan.
Obat diminum dengan aturan 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas tiap
kali mencret. Larutan garam dan gula buatan sendiri tidak disarankan, karena
keakuratan kandungan elektrolit tidak dapat dijamin, dan akurasi ini penting,
terutama pada bayi, anak kecil dan pasien lanjut usia (Blenkinsopp dkk.,
2014). Skala waktu pengobatan diare pada anak-anak ialah 1 hari
(Blenkinsopp dkk., 2014). Apabila pasien telah melakukan pengobatan secara
farmakologis, herbal maupun non-farmakologis selama lebih dari 1 hari,
namun gejala tidak mereda maka pasien disarankan untuk periksa ke dokter.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, S., Cahaya, N., dan Intannia, D. 2017. Hubungan Persepsi terhadap Iklan
Obat Laksatif di Televisi dengan Perilaku Swamedikasi Masyarakat di
Kelurahan Sungai Besar Kecamatan Banjarbaru Selatan. PHARMACY: Jurnal
Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia), 14(1): 108-126.

Ardhiyanti, Y. 2017. Hubungan Konsumsi Buah Pepaya dengan Kejadian Konstipasi


pada Ibu Hamil di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Martenity and
Neonatal, 2(4): 231-240.

Blenkinsopp, A., Paxton, P., dan Blenkinsopp, J. 2014. Symptoms in the pharmacy :
A Guide to the Management of Common Illnesses 17th ed. New York: Wiley-
Blackwell.

Purwanti, A., Aziz, A., Dedi, A., dan Riyadi, F. 2015. Pemanfaatan Hasil Alam
(Daun Randu Dan Daun Jambu Biji) sebagai Antidiare. ReTII, 10 : 753-758.

Robiyanto, R., Rosmimi, M., dan Untari, E. K. 2018. Analisis Pengaruh Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Terhadap Tindakan Swamedikasi Diare Akut di
Kecamatan Pontianak Timur. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 16(1): 135-145.

Mengetahui, Surakarta, 5 Oktober 2020


Praktikan
Asisten Pembimbing

(Meissy Rochmawati) (kelompok 5A)


Lampiran

Anda mungkin juga menyukai