Dosen Pengampu :
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya mencoba menggali tentang Asuhan Gizi Pada
Critical Ill Pasien Bedah Digestif Dewasa. Dan dengan adanya makalah ini, saya berharap sedikit
membantu para pembaca. Namun demikian, apabila dalam makalah ini dijumpai kekurangan dan
kesalahan baik dalam pengetikan maupun isinya, saya selaku penyusun mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.
Penulis
A. Pendahuluan
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan cara
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka, di mana pada masa setelah operasi terjadi suatu fase
metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme (Susetyowati, dkk. 2010).
Terdapat banyak kasus operasi digestif yang berlaku di dunia termasuk Indonesia. Tindakan
operatif merupakan satu intervensi medis yang memerlukan keterampilan yang khusus untuk
menangani kasus-kasus tertentu seperti penyakit saluran cerna. Umumnya, penyakit
gastrointestinal (GI) seringkali dapat dikaitkan dengan perubahan faktor lingkungan yang
disebabkan oleh industrialisasi, perubahan pola makan, perbaikan sanitasi, dan peningkatan
penggunaan antibiotik. Antara penyakit GI yang sering terjadi termasuk kanker kolorektal,
penyakit refluks gastroesofagus, kolitis ulserativa (UC), penyakit usus inflamasi (IBD), dan
penyakit Crohn (CD).
Bedah digestif atau bedah peut dan saluran cerna adalah cabang keilmuan bedah atau bedah
umum yang lebih spesifik menangani masalah, komplikasi atau problematika penyakit pada
perut/dinding perut, organ cerna dan saluran cerna. Perkembangan keilmuan ini dihadirkan bagi
pasien atau masyarakat yang emerlukan informasi, konsultasi dan pelayanan kesehatan/tindakan
operasi khusus pada perut serta saluran cerna secara paripura, dilakukan dengan keilmuan dan
teknik operasi yang terkini, dengan kualitas terbaik menekan risiko serendah mungkin dengan
mengutamakan keselamatan pasien (Yuda Handaya, Adeodatus. 2017).
Saluran cerna adalah suatu organ berbentuk pipa atau rongga dari mulut sampai ke anus
dengan traktur anatomi dan fisiologi yang mirip. Saluran cerna mempunyai tiga fungsi penting,
yaitu transportasi, pencernaan, dan penyerpan makanan. Organ rongga perut yang mendukung
proses pencernaan, yaitu hati, pankreas, dan kantong empedu (Yuda Handaya, Adeodatus.
2017).
B. Diagnosis
Adapun beberpa penyakit digestif enurut Yuda Handaya, Adeodatus. 2017 antara lain:
1. Pada Esofagus, Gaster, dan Duedenum
Kanker esophagus
Striktur esophagus
GERD
Kanker lambung
Gastrointestinal Stroma Tumors (gists)
Ampula tumor
Akalasia
2. Pada Lever, Pankreas, dan Saluran Empedu
Abses hati
Kanker hati
Kista hati
Kista pancreas
Batu pancreas
Penkreatitis
Batu empedu
Batu saluran empedu
Cholangiocarcinoma
3. Pada usus halus dan usus besar
Fisura perianal
Appendisitis
Fistula enterokutan (FEK)
Kanker usus besar
E. Diagnosa Gizi
Tanda-tanda dan gejala yang diidentifikasi dalam asesment gizi digunakan untuk
mendiagnosis. masalah gizi diagnosis gizi yang lazim ditemukan dalam pasien bedah digestif
dapat dilihat sebagai berikut ini:
1. Domain asupan
NI 1.1 Peningkatan energi ekspenditur
NI 1.2 peningkatan pengeluaran energi
NI 2.1 Asupan oral tidak adekuat
NI 2.3 Enteral nutrisi tidak adekuat
NI 2.9 Daya terima makanan terbatas
NI 3.1 Asupan cairan tidak adekuat
NI 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi
NI 5.2 malnutrisi
2. Domain klinis
NC 1.1 Kesulitan menelan
NC 1.4 Perubahan fungsi gastrointestinal
NC 2.1 Gangguan utilitas zat gizi
NC 2.2 Perubahan nilai lab
NC 2.3 interaksi obat makanan
NC 3.1 Berat badan kurang/underweight
NC 3.2 Penurunan BB yang tidak diharapkan
NC 3.4 penambahan berat badan yang tidak diinginkan
F. Preskrepsi Gizi
Nutrisi adalah zat dalam makanan yang dibutuhkan organisme untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi di peroleh dari hasil pemecahan
makanan oleh sistem pencernaan. dan seringkali di sebut dengan istilah sari-sari makanan.
Nutrisi terbagi dalam dua golongan, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Fungsi Nutrisi adalah
sebagai sumber energi, pendukung dan pengatur proses metabolism, menjaga keseimbangan
metabolism, pembentuk sel-sel jaringan tubuh, memperbaiki sel-sel yang rusak,
mempertahankan fungsi organ tubuh dan lain-lain (Kamus Q, 2014)
Menyatakan bahwa makin dini dukungan gizi diberikan, semakin besar manfaat sistemik
bagi pasien-pasien bedah. Pada pasien bedah digestif terjadi peningkatan stres metabolisme
yang ditunjukkan dengan peningkatan kebutuhan energi dan protein. Apabila tidak segera
mendapatkan zat gizi yang adekuat, maka akan terjadi pemecahan jaringan protein untuk
memenuhi kebutuhan energi dari glukosa. Pada operasi digestif dapat menimbulkan tingkat stres
yang tergantung dari beberapa faktor yaitu jenis penyakit yang diderita dan lama penyakitnya
serta status gizi sebelum operasi danpenyakit-penyakit penyertanya (Putu, Ni Ayu Devy
Ningrum dkk. 2018).
Tujuan utama pemberian makan pasca operasi adalah untuk meningkatkan fungsi imun dan
mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan metabolik (Afiqah,
Nur Binti Abdi.2017).
Pemberian suplemen vitamin dan mineral diperlukan pada pasien bedah. Vitamin C dengan
takaran 500-1000 mg per hari diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi proses kesembuhan
luka. Kalium ekstraseluler merupakan fraksi kecil dari kandungan totalsel tubuh. Sebagian besar
sel mengandung konsentrasi kalium yang konstan (150 mmol/air intrasel), tetapi pada penyakit
bedah dan selama pemulihan, kalium sel bisa sangat bervariasi. Deplesi dapat terjadi apabila
kalium yang terdapat dalam sel hilang bersama dengan rusaknya sel pada saat pembedahan.
Normalnya pasien-pasien bedah harus mengkonsumsi 100 mmol atau sekitar 3900 mg kalium
per hari (Putu, Ni Ayu Devy Ningrum dkk. 2018).
Diet yang diberikan dapat pula berupa:
1. Diet Pra-Bedah
Diet pra-bedah adalah pengaturan makanan yang diberikan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan. Pemberian diet pra-bedah tergantung pada: Keadaan umum
pasien, pembedahan mayor/minor, sifat operasi, macam penyakit. Hal ini bertujuan untuk
agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan sehingga tersedia
cadangan energi untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka. Diet pra-bedah bersifat
TETP (tinggi energi dan tinggi protein), lemak cukup, karbohidrat cukup, Vitamin A, B,
C, dan K bila perlu diberikan suplemen, cairan disesuaikan dengan kondisi pasien
(Suharyati, dkk.2019)..
Jenis indikasi lama pemberian diet:
1. Prabedah darurat atau cito: sebelum pembedahan tidak diberikan diet tertentu
2. Prabedah mayor diet rendah sisah selama 4-5 hari dengan tahapan:
Hari ke-4: maknaan lunak, heri ke-3: akanan saring, hari ke-2 dan 1 formula
enteral rendah sisa
2. Diet Pasca-Bedah
Pengaruh pembedaan terhadap metabolisme pascabedah tergantung berat ringannya
pembedaan, keadaan gizi pasien prabedah, dan pengaruh pembedahan terhadap
kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorsi zat-zat gizi. Setelah pembedahan
sering terjadi peningkatan ekresi nitrogen dan natrium yang dapat berlansung selama 5-7
hari atau lebih pascabedah. Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar,
trauma kerangka tubuh, atau setalah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam →
kebutuhan energy, sedangkan luka dan pendaraha → kebutuhan protein, zat besi, dan
vitamin C. Cairan yang hilang perlu diganti (Susetyowati, dkk. 2010).
Diet pasca bedah bertujuan untuk Menganti simpanan zat gizi spt protein & Fe.,
Vitamin & mineral (vitamin C, 100–200% AKG, vitamin K, zinc, and vitamin A).
Perbaiki keseimbangan cairan & elektrolit, Penyembuhan luka hbs operasi 5–10 hr (40 –
50 hr bekas luka menguat) (Susetyowati, dkk. 2010).
Diet pasca-bedah I
Diberikan pada semua pasien pasca bedah: setelah pasien sadar atau rasa mual
hilang serta bising usus. Diberikan selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang
diberikan berupa air putih, teh manis atau cairan lain (makanan cair jernih). Makanan
diberikan bertahap sesuai kemampuan pasien dimulai dari 30 ml/jam/hari (Suharyati,
dkk.2019).
Diet pasca-bedah II
Diberikan kepada pasien pasca bedah digestif sebagai perpindahan dari diet
pasca bedah 1 ke pasca bedah 2. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental 8-10
kali sehari, biasanya disertai dengan makanan parenteral pemberian diberikan
bertahap dimulai dari 50 ml/jam/hari (Suharyati, dkk.2019).
Diet pasca-bedah III
Perpindahan dari diet pasca bedah 2 berupa makanan saring ditambah susus
dan biskuit, diusahakan cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml, selain itu dapat
pula disertai makanan parenteral. (Suharyati, dkk.2019)
Diet pasca-bedah IV
Perpindahan dari diet pasca bedah 1 (bedah minor), atau pasca bedah 3 (bedah
mayor. Makanan yang diberikan berupa makanan lunak 3 kali sehari, lengkap dan 2-3
kali sehari selingan. (Suharyati, dkk.2019)
3. Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejunum
Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejunum adalah makanan bagi pasien yang tidak dapat
menerima makanan melalui oral maupun NGT, makanan yang diberikan berupa makanan
cair/formula enteral yang tidak memerlukan pencernaan lambung dan merangsang jejunum
secara mekanis dan otomatis, cairan diberikan tetes demi tetes secara perlahan agar tidak
terjadi diare atau kejang. (Suharyati, dkk.2019)
2. Polimerik/standar
Polimerik/standar Dibagi menjadi : komplit & inkomplit
Polimerik komplit makana
Dan pengganti (meal replacement)
Polimerik inkomplit makanan tambahan (suplemen)
Dibuat dr intact protein, carbohydrates, long chain triglycerides, vitamins and
minerals, fiber. Membtuhkan proses cerna sblm diabsorpsi.
Contoh : Jevity 1 Cal, Osmolite 1.2 Cal, Promote with Fiber, Nutren Replete, Nutren
Replete with fiber
3. Padat Kalori
Kandungan kalori >> produk standar, > 1.5 kcal /cc → vitamin, mineral, protein,
carbohydrates, LCT, serat.
Contoh : ensure, nutren
6. Modular/Incomplete
Zat gizi kurang lengkap (Incomplete)
Dibuat untuk memenuhi kebutuhan terhadap zat gizi tertentu
Tidak dibuat untuk memenuhi 100% kebutuhan gizi, tetapi dapat menambah asupan
kalori/protein/ lemak.
Bisa digunakan tunggal/ dicampur produk lain.
I. IDENTITAS PASIEN/KLIEN
Nama : Tn. X
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pengusaha pengiriman barang
BB : 70 kg
TB : 165 cm
Keluhan : Selama beberapa bulan terakhir ia mempunyai keluhan sakit
dibagian perut sebelah kanan terutama setelah makan. Selain
itu juga merasakan sulit untuk BAB.
Kebiasaan/Perlaku : Merokok 1 hari sebanyak 1 bungkus.
Diagnosa : Divertikulitis
A. NUTRITION ASSESMENT
B. DIAGNOSA GIZI
1. Domain intake
- NI.5.8.4 Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan ketidaksukaan
konsumsi sayuran, tempe dan tahu ditandai dengan pasien sulit BAB.
2. Domain Klinis
- NC.1.4 Gangguan fungsi gastrointestinal berkaitan dengan adanya perubahan
fungsi kolon ditandai dengan sakit dibagian perut sebelah kanan, sulit BAB, mual
dan sering flatus
- NC.3.3 Kelebihan berat badan atau overweight berkaitan dengan kebiasaan makan
berlemak atau bersantan, makanan kecil/selingan dan minuman bersoda ditandai
dengan IMT = 25,71 kg/ 2 .
m
3. Domain Perilaku
- NB.1.4 Kurang dapat menjaga diri yang berkaitan dengan kebiasaan pasien
merokok dibuktikan dengan menghabiskan 1 bungkus sehari.
C. INTERVENSI GIZI
1. Jenis Diet dan Bentuk Makanan
Diet : Rendah Sisa I
Bentuk Makanan : Saring
Frekuensi : Porsi kecil tapi sering
Rute : Makan dan Minum Oral
2. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses.
b. Tidak merangsang saluran cerna.
c. Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi.
d. mencegah kenaikan BB.
4. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein Tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Rendah serat
5. Syarat Diet
a. Energi 2329,23 kkal
b. Protein Tinggi yaitu 15% dari kebutuhan energi
c. Lemak cukup yaitu 15% dari kebutuhan energi
d. Karbohidrat cukup yaitu 70% dari kebutuhan energi
e. Rendah serat yaitu 4 gram per hari
f. Menghindari susu dan daging berserat kasar
g. Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam.
h. Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas
dan dingin.
i. Makanan sering diberikan dalam porsi kecil.
BBA
BBR = x 100%
BBI
70 kg x 100%
=
58,5 kg
= 119,65% Overweight
Kebutuhan Protein
Protein = 15% x 2329,23 = 349,38 Kkal
= 349,38 Kkal/4 gram = 87,34 gram
(± 2 gram 85,34 gram – 89,34 gram)
Kebutuhan Lemak
Lemak = 15% x 2329,23 = 349,38 Kkal
= 349,38 Kkal/9 gram = 38,82 gram
( + 10% 38,82 gram = 34,93 gram – 42,70 gram )
Kebutuhan Karbohidrat
KH = 70% x 2329,23 = 1630,46 Kkal
= 1630,46 Kkal/4 gram = 407,61 gram
( + 10% 407,61 gram = 366,84 gram – 448,37 gram)
7. Rencana Intervensi
- ND.1.2 Modifikasi distribusi zat gizi dan jenis makanan (diberikan makanan
rendah sisa untuk mengistirahatkan usus sehingga mencegah perforasi dengan
pemberian 3 kali makan utama dan 3 kali snack).
- ND.1.3 Makanan atau minuman jenis tertentu atau kelompok (pengurangan
konsumsi makanan tinggi serat, berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam).
- NE.1. Edukasi awal (penjelasan tentang diet rendah sisa serta makanan yang
boleh dan tidak).
Menghitung menu sehari dengan kebutuhan energi dan zat gizi yang telah
ditetapkan
Menurut Bondan P pada JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.9 No.1 2021
Peran diet dalam mencegah penyakit divertikular telah lama diperdebatkan. Bahkan 40 tahun
yang lalu, ada beberapa postulasi bahwa diet tinggi serat sebenarnya dapat mengurangi kejadian
penyakit divertikular. Hal ini didukung oleh studi observasi yang mencatat bahwa lebih banyak diet
"Barat" dengan biji-bijian olahan dan serat yang kurang memiliki risiko penyakit divertikular yang
lebih tinggi.
Hubungan antara diet tinggi serat dan perkembangan divertikulosis, peran makanan tertentu
seperti kacang-kacangan dan biji-bijian dalampengendapan divertikulitis, dan peran diet spesifik
dalam pengelolaan dan pengobatandivertikulitis selama episode akut telah diteliti selama bertahun-
tahun. The Dietary Guidelines for American (2015-2020) merekomendasikan asupan serat makanan
sebanyak 14gram per 1000 kalori yang dikonsumsi. Misalnya, untuk diet 2000 kalori, rekomendasi
seratadalah 28 gram per hari. Namun, peran pasti serat dalam patogenesis penyakit diverticular
asimtomatik dan simptomatik masih menjadi bahan perdebatan. Meskipun studi berbasis populasi
menunjukkan bahwa diet serat tinggi melindungi dari gejala divertikula, studi cross-sectional yang
melihat divertikula asimtomatik yang diidentifikasi pada kolonoskopi tidak menunjukkan bahwa diet
serat yang lebih rendah atau sembelit merupakan faktor risiko untuk perkembangan divertikulosis
dan tidak mengidentifikasi peran protektif dari diet tinggi serat. viiiAda kemungkinan bahwa alasan
untuk bukti yang bertentangan ini adalah karena desain penelitian dan variasi titik akhir yang diukur.
Menariknya, tidak ada penelitian yang secara jelas membahas apakah suplemen serat (sebagai lawan
serat makanan) mengurangi risiko serangan divertikulitis.
Banyak orang merasa sulit untuk mendapatkan asupan serat yang direkomendasikan melalui
makanan saja. Suplementasi serat direkomendasikan, mengingat bahwa diet tinggi serat tampaknya
mengurangi kemungkinan divertikulitis simtomatik, dan dapat memberikan manfaat kesehatan lain
di luar pengelolaan penyakit divertikular. Study yang berbasis di Inggris, mensurvei 1,3 juta wanita
berusia 50-65 tahun mengenai faktor sosial, demografis, dan gaya hidup dan kemudian dikaitkan
dengan catatan rumah sakit untuk memastikan tingkat gejala penyakit divertikular. Ini Studi
menunjukkan bahwa asupan tinggi serat makanan dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit
divertikular. Khususnya, diet tinggi buah dan sereal adalah yang paling protektif. Total asupan serat
makanan rata-rata adalah 13,8 g / hari, yang masih kurang dari setengah dari asupan harian yang
direkomendasikan saat ini yaitu 25-30 g / hari.
DAFTAR PUSTAKA
Afiqah, Nur Binti Abdi.2017. Penelitian Pengaruh Asupan Dini pada Lama Hari Rawat Inap Pasien
Post Operasi Digestif Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Universitas
Hasanuddin
Hyung Soon Lee,Hongjin Shim,Ji Young Jang,Hosun Lee& Jae Gil Lee, 2013. Published Article.
Early Feeding Is Feasible after Emergency Gastrointestinal Surgery. Department of Surgery,
Yonsei University College of Medicine, Seoul; Department of Surgery, Yonsei University
Wonju College of Medicine, Wonju; Severance Hospital Nutrition Support Team, Seoul, Korea.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT).
Jakarta: Kemenkes RI
Nuryati, DN. 2013. Perbedaan Asupan Zat-Zat Gizi Dan Status Gizi Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif / Congestive Heart Failure Dengan Diet Oral Dan Enteral Parenteral Di Ruang Rawat
Inap Intensif RS. Jantung dan pembuluh darah Harapan Kita Jakarta diunduh dari
www.digilib.esaunggul.ac.id pada tanggal 10 Oktober 2013.
Putu, Ni Ayu Devy Ningrum dkk. 2018. Jurnal Gizi Prima Konstribusi Asupan Zat Gizi Melalui
Jalur Enteral, Parenteral dan Kobinasi Oral Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Pasien Pasca
Bedah Digestif di RSUD Provinsi NTB. Vol.3, no.1. NTB: Poltekkes Kemenkes Mataram
Suharyati, dkk. 2019. Penuntun Diet dan Terapan Gizi, Edisi 4. Jakarta: EGC
Susetyowati, dkk. 2010. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Status Gizi Pasien Bedah Mayor Preoperasi
Berpengaruh Terhadap Penyebuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pascaoperasi di RSUP Dr
Satdjito Yogyakarta. Vol 7, no.1
Yuda Handaya, Adeodatus. 2017. Deteksi Dini & Atasi 31 Penyakit Bedah Saluran Cerna (Digestif).
Yogyakarta: Rapha Publishing