Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH CRITICAL ILL

ASUHAN GIZI PADA CRITICAL ILL PASIEN BEDAH DIGESTIF DEWASA

Dosen Pengampu :

Kusdalinah, SST., M. Gizi

Disusun Oleh Kelompok 7 :

Foulla Givfa Ranggini P05130219053

Gebi Pransiska Sari P05130219054

Istiqomah Reza V P05130219014

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA 2022

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dengan segala kemampuan yang terbatas, saya mencoba menggali tentang Asuhan Gizi Pada
Critical Ill Pasien Bedah Digestif Dewasa. Dan dengan adanya makalah ini, saya berharap sedikit
membantu para pembaca. Namun demikian, apabila dalam makalah ini dijumpai kekurangan dan
kesalahan baik dalam pengetikan maupun isinya, saya selaku penyusun mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Bengkulu, Januari 2022

Penulis
A. Pendahuluan
Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan cara
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka, di mana pada masa setelah operasi terjadi suatu fase
metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme (Susetyowati, dkk. 2010).
Terdapat banyak kasus operasi digestif yang berlaku di dunia termasuk Indonesia. Tindakan
operatif merupakan satu intervensi medis yang memerlukan keterampilan yang khusus untuk
menangani kasus-kasus tertentu seperti penyakit saluran cerna. Umumnya, penyakit
gastrointestinal (GI) seringkali dapat dikaitkan dengan perubahan faktor lingkungan yang
disebabkan oleh industrialisasi, perubahan pola makan, perbaikan sanitasi, dan peningkatan
penggunaan antibiotik. Antara penyakit GI yang sering terjadi termasuk kanker kolorektal,
penyakit refluks gastroesofagus, kolitis ulserativa (UC), penyakit usus inflamasi (IBD), dan
penyakit Crohn (CD).
Bedah digestif atau bedah peut dan saluran cerna adalah cabang keilmuan bedah atau bedah
umum yang lebih spesifik menangani masalah, komplikasi atau problematika penyakit pada
perut/dinding perut, organ cerna dan saluran cerna. Perkembangan keilmuan ini dihadirkan bagi
pasien atau masyarakat yang emerlukan informasi, konsultasi dan pelayanan kesehatan/tindakan
operasi khusus pada perut serta saluran cerna secara paripura, dilakukan dengan keilmuan dan
teknik operasi yang terkini, dengan kualitas terbaik menekan risiko serendah mungkin dengan
mengutamakan keselamatan pasien (Yuda Handaya, Adeodatus. 2017).
Saluran cerna adalah suatu organ berbentuk pipa atau rongga dari mulut sampai ke anus
dengan traktur anatomi dan fisiologi yang mirip. Saluran cerna mempunyai tiga fungsi penting,
yaitu transportasi, pencernaan, dan penyerpan makanan. Organ rongga perut yang mendukung
proses pencernaan, yaitu hati, pankreas, dan kantong empedu (Yuda Handaya, Adeodatus.
2017).

B. Diagnosis
Adapun beberpa penyakit digestif enurut Yuda Handaya, Adeodatus. 2017 antara lain:
1. Pada Esofagus, Gaster, dan Duedenum
 Kanker esophagus
 Striktur esophagus
 GERD
 Kanker lambung
 Gastrointestinal Stroma Tumors (gists)
 Ampula tumor
 Akalasia
2. Pada Lever, Pankreas, dan Saluran Empedu
 Abses hati
 Kanker hati
 Kista hati
 Kista pancreas
 Batu pancreas
 Penkreatitis
 Batu empedu
 Batu saluran empedu
 Cholangiocarcinoma
3. Pada usus halus dan usus besar
 Fisura perianal
 Appendisitis
 Fistula enterokutan (FEK)
 Kanker usus besar

C. Assesment Gizi Bedah Digestif


Menurut buku pedoman PAGT, 2014 Assesment bertujuan untuk mengidentifikasi problem
gizi dan faktor penyebabnya melalui pengumpulan, verifikasi dan interprestasi data secara
sistematis. Dalam pra bedah maupun pasca bedah digestif hal yang dilakukan pertama kali
sebelum memberikan diet yaitu:
1. kumpulkan dan pilih data yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status gizi dan
kesehatan pasien.
2. Kelompokkan data berdasarkan kategori asesmen gizi:
- Riwayat gizi dengan kode FH (Food History)
- Antropometri dengan kode AD (AnthropometryData)
- Laboratorium dengan kode BD (Biochemical Data
- Pemeriksaan fisik gizi dengan kode PD (Physical Data)
- Riwayat klien dengan kode CH (Client History)
3. Data diinterpretasi dengan membandingkan terhadap kriteria atau standar yang sesuai untuk
mengetahui terjadinya penyimpangan
Data assesment ini dapat diperoleh dengan interview, wawancara, catatan medis,observasi
serta informasi dari tenaga kesehatan lain yang merujuk (Kemenkes, 2014)

D. Data Biokimia, Pengkajian Medis, dan Prosedur


Ada 4 indeks yang berhubungan dengan hasil pembedahan. Indeks tersebut digabungkan ke
dalam indeks prognostik gizi yaitu serum albumin, serum transferin, lipatan kulit trisep dan
kelambatan hipersensitif kulit. Indeks prognostik gizi ini memberikan indikasi risiko kesakitan
dan kematian setelah pembedahan. Nutritional Risk Index (NRI) merupakan metode penilaian
status gizi multiparameter untuk mengevaluasi malnutrisi pada pasien bedah. Untuk
mengidentifikasi malnutrisi metode ini menggunakan parameter biokimia (albumin) dan
antropometri (berat badan setelah dan berat badan sebelum masuk rumah sakit (Susetyowati,
dkk. 2010).

E. Diagnosa Gizi
Tanda-tanda dan gejala yang diidentifikasi dalam asesment gizi digunakan untuk
mendiagnosis. masalah gizi diagnosis gizi yang lazim ditemukan dalam pasien bedah digestif
dapat dilihat sebagai berikut ini:
1. Domain asupan
NI 1.1 Peningkatan energi ekspenditur
NI 1.2 peningkatan pengeluaran energi
NI 2.1 Asupan oral tidak adekuat
NI 2.3 Enteral nutrisi tidak adekuat
NI 2.9 Daya terima makanan terbatas
NI 3.1 Asupan cairan tidak adekuat
NI 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi
NI 5.2 malnutrisi
2. Domain klinis
NC 1.1 Kesulitan menelan
NC 1.4 Perubahan fungsi gastrointestinal
NC 2.1 Gangguan utilitas zat gizi
NC 2.2 Perubahan nilai lab
NC 2.3 interaksi obat makanan
NC 3.1 Berat badan kurang/underweight
NC 3.2 Penurunan BB yang tidak diharapkan
NC 3.4 penambahan berat badan yang tidak diinginkan

3. Domain perilaku – lingkungan


Bagi individu yang mungkin memerlukan terapi penggantian ginjal dalam jangka
panjang
NB 1.1 kurangnya pengetahuan tentang gizi dan makanan
NB 1.3 tidak siap untuk perubahan gaya hidup

F. Preskrepsi Gizi
Nutrisi adalah zat dalam makanan yang dibutuhkan organisme untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi di peroleh dari hasil pemecahan
makanan oleh sistem pencernaan. dan seringkali di sebut dengan istilah sari-sari makanan.
Nutrisi terbagi dalam dua golongan, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Fungsi Nutrisi adalah
sebagai sumber energi, pendukung dan pengatur proses metabolism, menjaga keseimbangan
metabolism, pembentuk sel-sel jaringan tubuh, memperbaiki sel-sel yang rusak,
mempertahankan fungsi organ tubuh dan lain-lain (Kamus Q, 2014)
Menyatakan bahwa makin dini dukungan gizi diberikan, semakin besar manfaat sistemik
bagi pasien-pasien bedah. Pada pasien bedah digestif terjadi peningkatan stres metabolisme
yang ditunjukkan dengan peningkatan kebutuhan energi dan protein. Apabila tidak segera
mendapatkan zat gizi yang adekuat, maka akan terjadi pemecahan jaringan protein untuk
memenuhi kebutuhan energi dari glukosa. Pada operasi digestif dapat menimbulkan tingkat stres
yang tergantung dari beberapa faktor yaitu jenis penyakit yang diderita dan lama penyakitnya
serta status gizi sebelum operasi danpenyakit-penyakit penyertanya (Putu, Ni Ayu Devy
Ningrum dkk. 2018).
Tujuan utama pemberian makan pasca operasi adalah untuk meningkatkan fungsi imun dan
mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan metabolik (Afiqah,
Nur Binti Abdi.2017).
Pemberian suplemen vitamin dan mineral diperlukan pada pasien bedah. Vitamin C dengan
takaran 500-1000 mg per hari diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi proses kesembuhan
luka. Kalium ekstraseluler merupakan fraksi kecil dari kandungan totalsel tubuh. Sebagian besar
sel mengandung konsentrasi kalium yang konstan (150 mmol/air intrasel), tetapi pada penyakit
bedah dan selama pemulihan, kalium sel bisa sangat bervariasi. Deplesi dapat terjadi apabila
kalium yang terdapat dalam sel hilang bersama dengan rusaknya sel pada saat pembedahan.
Normalnya pasien-pasien bedah harus mengkonsumsi 100 mmol atau sekitar 3900 mg kalium
per hari (Putu, Ni Ayu Devy Ningrum dkk. 2018).
Diet yang diberikan dapat pula berupa:
1. Diet Pra-Bedah
Diet pra-bedah adalah pengaturan makanan yang diberikan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan. Pemberian diet pra-bedah tergantung pada: Keadaan umum
pasien, pembedahan mayor/minor, sifat operasi, macam penyakit. Hal ini bertujuan untuk
agar status gizi pasien dalam keadaan optimal pada saat pembedahan sehingga tersedia
cadangan energi untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka. Diet pra-bedah bersifat
TETP (tinggi energi dan tinggi protein), lemak cukup, karbohidrat cukup, Vitamin A, B,
C, dan K bila perlu diberikan suplemen, cairan disesuaikan dengan kondisi pasien
(Suharyati, dkk.2019)..
Jenis indikasi lama pemberian diet:
1. Prabedah darurat atau cito: sebelum pembedahan tidak diberikan diet tertentu
2. Prabedah mayor diet rendah sisah selama 4-5 hari dengan tahapan:
Hari ke-4: maknaan lunak, heri ke-3: akanan saring, hari ke-2 dan 1 formula
enteral rendah sisa
2. Diet Pasca-Bedah
Pengaruh pembedaan terhadap metabolisme pascabedah tergantung berat ringannya
pembedaan, keadaan gizi pasien prabedah, dan pengaruh pembedahan terhadap
kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorsi zat-zat gizi. Setelah pembedahan
sering terjadi peningkatan ekresi nitrogen dan natrium yang dapat berlansung selama 5-7
hari atau lebih pascabedah. Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar,
trauma kerangka tubuh, atau setalah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam →
kebutuhan energy, sedangkan luka dan pendaraha → kebutuhan protein, zat besi, dan
vitamin C. Cairan yang hilang perlu diganti (Susetyowati, dkk. 2010).
Diet pasca bedah bertujuan untuk Menganti simpanan zat gizi spt protein & Fe.,
Vitamin & mineral (vitamin C, 100–200% AKG, vitamin K, zinc, and vitamin A).
Perbaiki keseimbangan cairan & elektrolit, Penyembuhan luka hbs operasi 5–10 hr (40 –
50 hr bekas luka menguat) (Susetyowati, dkk. 2010).
 Diet pasca-bedah I
Diberikan pada semua pasien pasca bedah: setelah pasien sadar atau rasa mual
hilang serta bising usus. Diberikan selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang
diberikan berupa air putih, teh manis atau cairan lain (makanan cair jernih). Makanan
diberikan bertahap sesuai kemampuan pasien dimulai dari 30 ml/jam/hari (Suharyati,
dkk.2019).
 Diet pasca-bedah II
Diberikan kepada pasien pasca bedah digestif sebagai perpindahan dari diet
pasca bedah 1 ke pasca bedah 2. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental 8-10
kali sehari, biasanya disertai dengan makanan parenteral pemberian diberikan
bertahap dimulai dari 50 ml/jam/hari (Suharyati, dkk.2019).
 Diet pasca-bedah III
Perpindahan dari diet pasca bedah 2 berupa makanan saring ditambah susus
dan biskuit, diusahakan cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml, selain itu dapat
pula disertai makanan parenteral. (Suharyati, dkk.2019)
 Diet pasca-bedah IV
Perpindahan dari diet pasca bedah 1 (bedah minor), atau pasca bedah 3 (bedah
mayor. Makanan yang diberikan berupa makanan lunak 3 kali sehari, lengkap dan 2-3
kali sehari selingan. (Suharyati, dkk.2019)
3. Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejunum
Diet Pasca-Bedah Lewat Pipa Jejunum adalah makanan bagi pasien yang tidak dapat
menerima makanan melalui oral maupun NGT, makanan yang diberikan berupa makanan
cair/formula enteral yang tidak memerlukan pencernaan lambung dan merangsang jejunum
secara mekanis dan otomatis, cairan diberikan tetes demi tetes secara perlahan agar tidak
terjadi diare atau kejang. (Suharyati, dkk.2019)

G. Gizi Enteral dan Parenteral


Pasien-pasien bedah yang memerlukan terapi gizi perlu dipertimbangkan jalur pemberian zat
gizi yang akan diberikan. Jika saluran gastrointestinal berfungsi dan dapat diakses dengan aman,
pemberian dilakukan melalui rute enteral. Saluran cerna dapat atrofi jika tidak mendapatkan zat
gizi intraluminal yang mencegah translokasi bakteri dan endotoksin mengalami kerusakan.
Sepsis lebih sering dijumpai pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral total, yang berkaitan
dengan istirahatnya usus dengan konsekuensi atrofi dan rusaknya mekanik usus. Pada pasien
bedah tidak selalu bisa diberikan nutrisi enteral, sehingga nutrisi parenteral dibutuhkan (Putu, Ni
Ayu Devy Ningrum dkk. 2018).
Jalur pemberian makanan untuk pasien dapat dilakukan secara oral, enteral dan parenteral.
Jalur Pemberian diet secara oral biasa diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, lauk cincang
atau blenderized, maupun dalam bentuk cair dan saring (Nuryanti, 2013)
Nutrisi memainkan peran penting dalam proses penyembuhan luka dan penyembuhan pasca
bedah. Pasien dengan status nutrisi buruk bisa menyebabkan luka lambat membaik dan
memanjangkan waktu berada di rumah sakit selepas pembedahan.Secara kebiasaannya, pasien
pasca operasi digestif terutamanya operasi gastrointestinal (GI) akan mengalami masalah status
nutrisi dan kebutuhan energi basal mereka pula meningkat. Oleh sebab itu, asupan nutrisi
dianggap amat penting (Hyung S.L. et al, 2013)
1. Gizi Enteral
Beberapa laporan telah menekankan bahwa pemberian makanan enteral dini harus
dimulai sesegera mungkin setelah resusitasi karena efek imunomodulator pemberian pakan
enteral dapat membantu pemulihan.Selanjutnya, pemulihan yang disempurnakan setelah
operasi telah terbukti memperbaiki pemulihan pasca operasi setelah operasi GI elektif.
Namun, pasien yang menjalani operasi gawat darurat GI memiliki usus edematous atau
iskemik, dan memiliki risiko komplikasi pasca operasi yang tinggi, seperti ileus, obstruksi,
atau kegagalan anastomis. Oleh karena alasan ini, sebagian besar ahli bedah mewaspadai
pemberian makanan awal setelah operasi darurat GI. Selanjutnya, relatif sedikit laporan yang
dikeluarkan mengenai keamanan pemberian makanan dini setelah operasi darurat GI
(Afiqah, Nur Binti Abdi.2017).
Dalam hal nutrisi enteral, pemberian makanan harus dimulai lebih awal dalam waktu
24 - 48 jam pertama setelah masuk untuk memfasilitasi toleransi diet, mengurangi risiko
disfungsi dan infeksi penghalang usus, dan mengurangi lama tinggal di rumah sakit dan
ventilasi mekanis (Afiqah, Nur Binti Abdi.2017).
Jalur pemberian diet secara enteral diberikan dalam bentuk makanan cair atau formula
peroral, diberikan apabila makanan peroral tidak adekuat atau ditujukan sebagai suplemen
atau pengganti makanan. Pemberian makanan diberikan melalui saluran cerna dengan jalur
pipa atau kateter (Nuryati,2013). Rata-rata formula enteral standar memberikan kurang lebih
1,0 hingga 1,2 kkal/ml dan 14% hingga 16% kalori dari protein (Putu, Ni Ayu Devy
Ningrum dkk. 2018). Ada bukti bahwa enteral feeding dalam 24 jam memiliki manfaat
signifikan dibandingkan parenteral feeding dan enteral yang terlambat. (Afiqah, Nur Binti
Abdi.2017).
Isu utama adalah bahwa kebutuhan nutrient terpenuhi dan pengalihan rute enteral atau
parental secara bertahap dilakukan untuk merespon bukti yang jelas di mana seseorang
mampu secara konsisten mampu memenuhi kebutuhan intake energi melalui rute oral.
Umumnya, pipa dan selang dilepas setelah satu atau dua hari setelah pemberian intake oral
yang sangat terbatas dengan harapan bahwa pasien telah mulai makan. Kenyataannya, butuh
berhari-hari atau berminggu-minggu dengan intake oral untuk memenuhi kebutuhan(Afiqah,
Nur Binti Abdi.2017).
Formula enteral untuk pasien bedah dapat dibedakan menjadi:
1. Formula Blender
Formula Blender Dikembangkan untuk individu dengan intoleransi - semi-synthetic.
Formula ini dibuat dari cairan makanan sesungguhnya spt ayam, kacang-kacangan,
wortel, tomat & jus berri. Formula yg sama dpt dbuat drumah ttp berisiko kontaminasi
bakteri. Contoh : Compleat

2. Polimerik/standar
Polimerik/standar Dibagi menjadi : komplit & inkomplit
 Polimerik komplit  makana
 Dan pengganti (meal replacement)
 Polimerik inkomplit  makanan tambahan (suplemen)
 Dibuat dr intact protein, carbohydrates, long chain triglycerides, vitamins and
minerals, fiber. Membtuhkan proses cerna sblm diabsorpsi.
Contoh : Jevity 1 Cal, Osmolite 1.2 Cal, Promote with Fiber, Nutren Replete, Nutren
Replete with fiber

3. Padat Kalori
Kandungan kalori >> produk standar, > 1.5 kcal /cc → vitamin, mineral, protein,
carbohydrates, LCT, serat.
Contoh : ensure, nutren

4. Elemental & semi-elemental


 Formula Elemental : formula dgn kandungan gizi yg siap serap → amino acid,
glucose polymers, rendah lemak (2%-3% total kalori dr LCT, > MCT)
 Semi-elemental : sbgian kandungannya masih memerlukan proses cerna → peptida
dgn beragam panjang rantai, gula sederhana, glucose polymers dan lemak (MCT).
Contoh: peptamen
5. Spesifik/Penyakit Tertentu
Spesifik/penyakit tertentu merupakan Zat gizi lengkapdibuat untuk pasien dengan
penyakit : diabetes, gagal ginjal, gangguan hati, gangguan pernafasan, penyembuhan
luka. Mengandung zat aktif / zat gzi khusus spt glutamine, arginine, nucleotides or
essential fatty acids.
Contoh: Diabetisource AC, Glucerna, Nutren Glytrol, Nepro with Carb Steady,
Novasource Renal, Nutrihep, Perative, Pulmocare, Nutren Pulmonary, Impact, Impact
1.5, and Oxepa

6. Modular/Incomplete
 Zat gizi kurang lengkap (Incomplete)
 Dibuat untuk memenuhi kebutuhan terhadap zat gizi tertentu
 Tidak dibuat untuk memenuhi 100% kebutuhan gizi, tetapi dapat menambah asupan
kalori/protein/ lemak.
 Bisa digunakan tunggal/ dicampur produk lain.

Contoh : Duocal, Polycose, Benecalorie, Promod, Beneprotein, MCT oil, Microlipid,


Juven
7. Metabolic
Digunakan untuk mengobati gangguan metabolisme yang terjadi sejak lahir seperti :
phenylketonuria, maple syrup urine disease and tyrosinemia. Hanya digunakan dibawah
pengawasan yang ketat.
Examples: Milupa MSUD2, MSUD Aid, Periflex Advance and Ketonex 2
8. Formula Rumah Sakit
2. Gizi Parenteral
Jalur Pemberian diet secara parenteral diberikan melalui pembuluh vena perifer
(Nuryati, 2013). Makanan parenteral biasanya mengandung dekstrosa 10% hingga sekitar
25% dari total kebutuhan, sumber protein pada formula parenteral terdapat dalam bentuk
campuran asam amino esensial dan non esensial yang konsentrasinya berkisar dari 5%
hingga 15% dari total kebutuhan, dan mengandung lemak 30% dari total kebutuhan (Putu,
Ni Ayu Devy Ningrum dkk. 2018). Ada sedikit bukti bahwa nutrisi parenteral lebih efektif
daripada enteral, namun lebih mahal dan dikaitkan dengan resiko lebih tinggi komplikasi
serius, khususnya infeksi (Afiqah, Nur Binti Abdi.2017).
Isi parenteral standart terdiri dari:
• Sodium : 25 meq
• Potassium : 40.6 meq
• Calcium : 5 meq
• Magnesium : 8 meq
• Acetate : 33.5 meq
• Gluconate : 5 meq
• Chloride : 40.6 meq

H. Monitoring dan Evaluasi Dampak


Monitoring Pemantauan dan evaluasi rencana terapi secara berkelanjutan dibutuhkan
untuk mengkaji manfaat sekaligus komplikasi yang berkaitan dengan intervensi gizi.
Pemantauan tentang perubahan hasil pemeriksaan fisik, data laboratorium dan parameter
penilaian Global subjektif harus dilakukan untuk mengidentifikasi serta memperbaiki
komplikasi yang terjadi. evaluasi berkelanjutan terhadap kemajuan pasien dari gizi parenteral
menjadi gizi enteral dan per oral harus dilakukan (Afiqah, Nur Binti Abdi.2017)

I. Contoh kasus Divertikulitis


Tn. X berumur 45 tahun adalah seorang pengusaha pengiriman barang yang sukses, sehari-
hari ia sibuk dengan usahanya. Ia mempunyai seorang istri dan 3 orang anak yang beranjak
remaja. TB 165 cm dengan BB 70 kg. Selama beberapa bulan terakhir ia mempunyai keluhan
sakit dibagian perut sebelah kanan terutama setelah makan. Selain itu juga merasakan sulit
untuk BAB. Awalnya ia hanya minum jamu untuk mengobati rasa sakitnya.Ketika rasa sakitnya
makin parah, ia juga merasa demam, mual dan sering flatus. Ia konsultasi ke Dokter dan
disarankan untuk dirawat di RS sambil dilakukan beberapa pemeriksaan.
Dari hasil anamnesa dengan ahli gizi diketahui pola makan Tn. X tidak suka sayuran, tempe
dan tahu. Kesukaannya makanan berlemak / bersantan. Kebiasaan makan paginya adalah nasi
goreng, telur atau roti isi keju dan minuman kopi. Untuk makan siang seringnya ia makan di
restoran Padang. Sedangkan frekuensi makan buah hanya sesekali. Kesukaannya makan-
makanan kecil / selingan seperti keripik jagung, emping dan minuman ringan bersoda. Ia juga
merokok 1 hari sebanyak 1 bungkus.
Dari hasil pemeriksaan dokter ia dinyatakan menderita Divertikulitis. Terapi yang diberikan
antara lain : Istirahat tirah baring, obat antibiotika, analgesic dan anticholinergic.

NUTRITION CARE PROCESS (NCP)

I. IDENTITAS PASIEN/KLIEN
Nama : Tn. X
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pengusaha pengiriman barang
BB : 70 kg
TB : 165 cm
Keluhan : Selama beberapa bulan terakhir ia mempunyai keluhan sakit
dibagian perut sebelah kanan terutama setelah makan. Selain
itu juga merasakan sulit untuk BAB.
Kebiasaan/Perlaku : Merokok 1 hari sebanyak 1 bungkus.
Diagnosa : Divertikulitis

II. SKRINNING GIZI

SKRINING GIZI Ya Tidak


1. Perubahan BB √
2. Kesulitan mengunyah / menelan √
3. Mual √
4. Konstipasi √
5. Sakit nyeri pada perut √
6. Status gizi normal √
Kesimpulan : Pasien beresiko mengalami penyakit terkait gizi

A. NUTRITION ASSESMENT

Antropometri Berat Badan = 70 kg


Tinggi Badan = 165
cm
BBI = (165-100) – 10% (165-100)
= 65-6,5
= 58,5 kg
2
IMT = 70 kg/(1.65)2 m2 = 25,71 kg/m (Kelebihan berat badan tingkat
ringan)
BBR = BBA x 100%
BBI
= 70 kg x 100%
58,5 kg
= 119,65%
Overweight
Biokimia -

Fisik dan Klinis - Suhu : >37oC (Normal : 36oC - 37oC) Demam


- Sakit dibagian perut sebelah kanan terutama setelah makan.
- Sulit untuk BAB.
- Merasa demam, mual dan sering flatus.
Dietary History Kebiasaan makan
/ Riwayat Makan pasien sebagai berikut;
- Kebiasaan makan paginya adalah nasi goreng, telur atau roti
isi keju dan minuman kopi. Untuk makan siang seringnya ia
makan di restoran Padang.
- Frekuensi makan buah hanya sesekali
- Kesukaannya makan-makanan kecil / selingan seperti keripik
jagung, emping dan minuman ringan bersoda serta makanan
berlemak / bersantan.
- Pola makan Tn. X tidak suka sayuran, tempe dan tahu.
- Istirahat tirah
Client Therapy baring, obat
antibiotika, analgesik
dan anticholinergic.

B. DIAGNOSA GIZI
1. Domain intake
- NI.5.8.4 Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan ketidaksukaan
konsumsi sayuran, tempe dan tahu ditandai dengan pasien sulit BAB.

2. Domain Klinis
- NC.1.4 Gangguan fungsi gastrointestinal berkaitan dengan adanya perubahan
fungsi kolon ditandai dengan sakit dibagian perut sebelah kanan, sulit BAB, mual
dan sering flatus
- NC.3.3 Kelebihan berat badan atau overweight berkaitan dengan kebiasaan makan
berlemak atau bersantan, makanan kecil/selingan dan minuman bersoda ditandai
dengan IMT = 25,71 kg/ 2 .
m

3. Domain Perilaku
- NB.1.4 Kurang dapat menjaga diri yang berkaitan dengan kebiasaan pasien
merokok dibuktikan dengan menghabiskan 1 bungkus sehari.

C. INTERVENSI GIZI
1. Jenis Diet dan Bentuk Makanan
 Diet : Rendah Sisa I
 Bentuk Makanan : Saring
 Frekuensi : Porsi kecil tapi sering
 Rute : Makan dan Minum Oral

2. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses.
b. Tidak merangsang saluran cerna.
c. Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi.
d. mencegah kenaikan BB.
4. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein Tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Rendah serat

5. Syarat Diet
a. Energi 2329,23 kkal
b. Protein Tinggi yaitu 15% dari kebutuhan energi
c. Lemak cukup yaitu 15% dari kebutuhan energi
d. Karbohidrat cukup yaitu 70% dari kebutuhan energi
e. Rendah serat yaitu 4 gram per hari
f. Menghindari susu dan daging berserat kasar
g. Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam.
h. Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu panas
dan dingin.
i. Makanan sering diberikan dalam porsi kecil.

6. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Sehari

 BBI = (165-100) – 10% (165-100)


= 65-6,5
= 58,5 Kg

 IMT = 70 kg/(1.65)2 m2 = 25,71 kg/m2 (Kelebihan berat badan tingkat ringan)

BBA
 BBR = x 100%
BBI

70 kg x 100%
=
58,5 kg
= 119,65% Overweight

 Energi Laki-Laki = 66 + (13,7 x BBI) + (5 x TB) – (6,8 x U)


= 66 + (13,7 x 58,5) + (5 x 165) – (6,8 x 45)
= 66 + (801,45 + 825 – 306)
= 66 + 1320,45
= 1386,45 Kkal

Kebutuhan Energi = 1386,45 x Faktor Aktivitas x Faktor Stres

= 1386,45 x 1,2 x 1,4


= 2329,23 Kkal
(±10% 2329,23 Kkal  2096,30 Kkal – 2562,15 Kkal)

Kebutuhan Protein
Protein = 15% x 2329,23 = 349,38 Kkal
= 349,38 Kkal/4 gram = 87,34 gram
(± 2 gram  85,34 gram – 89,34 gram)

Kebutuhan Lemak
Lemak = 15% x 2329,23 = 349,38 Kkal
= 349,38 Kkal/9 gram = 38,82 gram
( + 10% 38,82 gram = 34,93 gram – 42,70 gram )

Kebutuhan Karbohidrat
KH = 70% x 2329,23 = 1630,46 Kkal
= 1630,46 Kkal/4 gram = 407,61 gram
( + 10% 407,61 gram = 366,84 gram – 448,37 gram)

7. Rencana Intervensi
- ND.1.2 Modifikasi distribusi zat gizi dan jenis makanan (diberikan makanan
rendah sisa untuk mengistirahatkan usus sehingga mencegah perforasi dengan
pemberian 3 kali makan utama dan 3 kali snack).
- ND.1.3 Makanan atau minuman jenis tertentu atau kelompok (pengurangan
konsumsi makanan tinggi serat, berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam).
- NE.1. Edukasi awal (penjelasan tentang diet rendah sisa serta makanan yang
boleh dan tidak).

8. Edukasi gizi / konsultasi gizi


- Topik : Asupan Gizi yang seimbang untuk penderit Penyakit
Divertikulitis
- Sasaran : Tn. X
- Waktu : + 30 menit
- Peraga : Food Model/Leaflet
- Edukasi : Ceramah, diskusi dan tanya jawab
- Materi :
a. Gizi seimbang untuk penderita divertikulitis
b. Anjuran dan Asupan, jenis makanan bagi penderita divertikulitis
c. Penyebab Penyakit divertikulitis
d. Cara mencegah terjadinya divertikulitis
e. Penjelasan mengenai diet rendah sisa I.

B. MONITORING DAN EVALUASI


- FI.5.4 Monitoring dan evaluasi asupan serat pasien sesuai dengan syarat diet
yaitu maksimal 4 gram/hari.
- S.1.1.2 Monitoring dan evaluasi IMT pasien sesuai dengan IMT normal yaitu
18,5 – 25.
- S.3.1.4 Monitoring dan evaluasi fungsi gastrointestinal berkaitan dengan
adanya perubahan fungsi kolon menjadi normal sehingga berkurangnya
frekuensi mual, muntah, flatus serta memperlancar BAB.
- BE.1.1.2 Memonitoring dan evaluasi perubahan dampak nyata berkaitan
dengan kemampuan menjaga diri dengan memilih makanan yang sehat dan
bergizi dapat mengurangi kebiasaan merokok.

Perhitungan Zat Gizi Pada Kasus Divertikulitis

 Menghitung menu sehari dengan kebutuhan energi dan zat gizi yang telah
ditetapkan

 Sarapan Pagi (25%) + Snack Pagi (10%) = 35%


- Energi = 2329,23 kkal
= 35/100 x 2329,23 = 815,23 kkal
± 10% = 10/100 x 815,23 = 81,523 kkal
(+) 896,75 kkal
(-) 733,70 kkal

- Protein = 87,34 gram


= 35/100 x 87,34 = 30,56 gram
± 2 gram =
(+) 32,56 gram
(-) 28,56 gram

- Lemak = 38,82 gram


= 35/100 x 38,82 = 13,58 gram
± 10% = 10/100 x 13,58 = 1,358 gram
(+) 14,93 gram
(-) 12,22 gram

- Karbohidrat = 407,61 gram


= 35/100 x 407,61 = 142,66 gram
± 10% = 10/100 x 142,66 = 14,266 gram
(+) 156,92 gram
(-) 128,39 gram

J. DIET PADA PENYAKIT DIVERTIKULITIS

Menurut Bondan P pada JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.9 No.1 2021

Peran diet dalam mencegah penyakit divertikular telah lama diperdebatkan. Bahkan 40 tahun
yang lalu, ada beberapa postulasi bahwa diet tinggi serat sebenarnya dapat mengurangi kejadian
penyakit divertikular. Hal ini didukung oleh studi observasi yang mencatat bahwa lebih banyak diet
"Barat" dengan biji-bijian olahan dan serat yang kurang memiliki risiko penyakit divertikular yang
lebih tinggi.

Hubungan antara diet tinggi serat dan perkembangan divertikulosis, peran makanan tertentu
seperti kacang-kacangan dan biji-bijian dalampengendapan divertikulitis, dan peran diet spesifik
dalam pengelolaan dan pengobatandivertikulitis selama episode akut telah diteliti selama bertahun-
tahun. The Dietary Guidelines for American (2015-2020) merekomendasikan asupan serat makanan
sebanyak 14gram per 1000 kalori yang dikonsumsi. Misalnya, untuk diet 2000 kalori, rekomendasi
seratadalah 28 gram per hari. Namun, peran pasti serat dalam patogenesis penyakit diverticular
asimtomatik dan simptomatik masih menjadi bahan perdebatan. Meskipun studi berbasis populasi
menunjukkan bahwa diet serat tinggi melindungi dari gejala divertikula, studi cross-sectional yang
melihat divertikula asimtomatik yang diidentifikasi pada kolonoskopi tidak menunjukkan bahwa diet
serat yang lebih rendah atau sembelit merupakan faktor risiko untuk perkembangan divertikulosis
dan tidak mengidentifikasi peran protektif dari diet tinggi serat. viiiAda kemungkinan bahwa alasan
untuk bukti yang bertentangan ini adalah karena desain penelitian dan variasi titik akhir yang diukur.
Menariknya, tidak ada penelitian yang secara jelas membahas apakah suplemen serat (sebagai lawan
serat makanan) mengurangi risiko serangan divertikulitis.

Banyak orang merasa sulit untuk mendapatkan asupan serat yang direkomendasikan melalui
makanan saja. Suplementasi serat direkomendasikan, mengingat bahwa diet tinggi serat tampaknya
mengurangi kemungkinan divertikulitis simtomatik, dan dapat memberikan manfaat kesehatan lain
di luar pengelolaan penyakit divertikular. Study yang berbasis di Inggris, mensurvei 1,3 juta wanita
berusia 50-65 tahun mengenai faktor sosial, demografis, dan gaya hidup dan kemudian dikaitkan
dengan catatan rumah sakit untuk memastikan tingkat gejala penyakit divertikular. Ini Studi
menunjukkan bahwa asupan tinggi serat makanan dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit
divertikular. Khususnya, diet tinggi buah dan sereal adalah yang paling protektif. Total asupan serat
makanan rata-rata adalah 13,8 g / hari, yang masih kurang dari setengah dari asupan harian yang
direkomendasikan saat ini yaitu 25-30 g / hari.
DAFTAR PUSTAKA

Afiqah, Nur Binti Abdi.2017. Penelitian Pengaruh Asupan Dini pada Lama Hari Rawat Inap Pasien
Post Operasi Digestif Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Universitas
Hasanuddin

Hyung Soon Lee,Hongjin Shim,Ji Young Jang,Hosun Lee& Jae Gil Lee, 2013. Published Article.
Early Feeding Is Feasible after Emergency Gastrointestinal Surgery. Department of Surgery,
Yonsei University College of Medicine, Seoul; Department of Surgery, Yonsei University
Wonju College of Medicine, Wonju; Severance Hospital Nutrition Support Team, Seoul, Korea.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT).
Jakarta: Kemenkes RI

Nuryati, DN. 2013. Perbedaan Asupan Zat-Zat Gizi Dan Status Gizi Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif / Congestive Heart Failure Dengan Diet Oral Dan Enteral Parenteral Di Ruang Rawat
Inap Intensif RS. Jantung dan pembuluh darah Harapan Kita Jakarta diunduh dari
www.digilib.esaunggul.ac.id pada tanggal 10 Oktober 2013.

Putu, Ni Ayu Devy Ningrum dkk. 2018. Jurnal Gizi Prima Konstribusi Asupan Zat Gizi Melalui
Jalur Enteral, Parenteral dan Kobinasi Oral Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Pasien Pasca
Bedah Digestif di RSUD Provinsi NTB. Vol.3, no.1. NTB: Poltekkes Kemenkes Mataram

Suharyati, dkk. 2019. Penuntun Diet dan Terapan Gizi, Edisi 4. Jakarta: EGC

Susetyowati, dkk. 2010. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Status Gizi Pasien Bedah Mayor Preoperasi
Berpengaruh Terhadap Penyebuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pascaoperasi di RSUP Dr
Satdjito Yogyakarta. Vol 7, no.1

Yuda Handaya, Adeodatus. 2017. Deteksi Dini & Atasi 31 Penyakit Bedah Saluran Cerna (Digestif).
Yogyakarta: Rapha Publishing

Anda mungkin juga menyukai