Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM

TUBUH 1 PADA NY. TYN DENGAN TUBERCULOSIS PARU +


PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER DI RUANG ICU RSUD DR
SOETOMO SURABAYA

OLEH :
GALUH AYUANTIWI
P27820717024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU + PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER

OLEH :
GALUH AYUANTIWI
P27820717024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri, 2008).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan
melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan
percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat
bernapas (Widoyono, 2008).
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian besar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes, 2008).
B. Etiologi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Faktor resiko :
1. Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
2. Riwayat terpajan TB sebelumnya.
3. Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
4. Penggunaan obat injeksi dan alkohol
5. Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang
memadai (missal : gelandangan, penduduk miskin, minoritas, dll)
6. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis,
silicosis, dan malnutrisi).
7. Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia
Tenggara)
8. Institusionalisasi (misal: penjara)
9. Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
10. Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)
C. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis meliputi empat hal
, yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA
positif atau BTA negatif.
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnyaseperti baru diobati atau sudah
pernah diobati.

Klasifikasi tuberkulosis dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:

1. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang terkena, yaitu:

 Tuberkulosis paru, adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaedput paru) dan
kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru, adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan hasil pemeriksaan dahak


mikroskopis yang terjadi pada TB Paru, yaitu:

 Tuberkulosis paru BTA positif


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
 Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
 Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.


Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.


 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

1. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu:

 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat


keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses yang lebih tinggi), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

2. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,


yaitu:

 Kasus Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
 Kasus Kambuh (Relaps), adalah pasien TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO), adalah pasien TB
yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
 Kasus Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan
dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
 Kasus lain, seperti semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

D. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain
dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-
tuberkulosis menghancurkan (melisisikan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk
sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri
atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa).
Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif.
E. Pathway
Infeksi bakteri tuberculosis

Infeksi Primer SEMBUH

Sembuh dengan fokus Ghon

REAKTIFASI Bakteri Dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian SEMBUH DENGAN FIBROTIK

Reaksi inflamasi, kavitas, dan kerusakan parenkim paru

Produksi Pecahnya pembuluh darah Merangsang hipotalamus Kerusakan membrane Perubahan cairan Reaksi sistematis
secret alveolar kapiler, merusak intrapleura
meningkat pluera
hemaptoe Suhu tubuh meningkat
Sesak nafas anoreksia Mual muntah
Sesak nafas & ekspansi
Tidak batuk HIPERTERMI toraks
dapat produktif POLA NAFAS Penurunan
HIPO anemia NAUSEA
batuk TIDAK EFEKTIF BB
produktif VOLE
batuk tiap MIA GANGGUAN Suplai O2 menurun
malam PERTUKARAN DEFISIT RESIKO
Kelemahan RESIKO
BERSIHAN GAS NUTRISI KETIDAKSEIMBA
JALAN INFEKSI Perfusi perifer terganggu NGAN CAIRAN
NAFAS GANGGUAN
INTOLERANSI
TIDAK POLA
AKTIVITAS
EFEKTIF TIDUR PERFUSI PERIFER TIDAK EFEKTIF
F. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah:
1. Sputum Culture
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel- sel besar
yang mengindikasikan nekrosis
7. Elektrolit
8. Bronkografi
9. Test fungsi paru-paru
10. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi
Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak
dapat mengeluarkan sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.
H. Komplikasi
 Kerusakan jaringan paru yang massif
 Gagal napas
 Fistula bronkopleural
 Pneumotoraks
 Efusi Pleura
 Pneumonia
 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
I. Penatalaksanaan
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan,
siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.
Pengobatan Tuberkulosis Paru
Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat
anti Tuberkulosis (OAT).
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin
dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan
Pirazinamid (Z).
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
pra amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh
Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.
(Depkes RI, 2004).
Penemuan penderita.
Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori ini
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
J. Pencegahan

Secara garis besar, pencegahan tuberkulosis paru dapat dilakukan oleh 3


faktor yaitu :
1. Untuk Penderita
a. Minum obat sampai habis sesuai petunjuk
b. Menutup mulut ketika batuk atau bersin
c. Tidak meludah di sembarang tempat, meludah di tempat yang terkena
sinar matahari langsung atau di tempat yang sudah ada karbol atau
lisol.
d. Jaga kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat
meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan – makanan yang sehat
dan bergizi tinggi karbohidrat dan protein.
e. Hindari melakukan hal – hal yang dapat melemahkan sistem kekebalan
tubuh, seperti begadang dan kurang istirahat.
f. Biasakan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir.
g. Olahraga teratur dan tidak merokok.
2. Untuk Keluarga
a. Jemur kasur seminggu sekali
b. Buka jendela lebar – lebar agar udara dan sinar matahari bisa langsung
masuk.
c. Bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat dengan lawan
bicaranya.
d. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.
e. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan orang lain.
f. Biasakan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir.
3. Untuk Bayi
a. Imunisasi BCG pada bayi
b. Pemberian ASI eksklusif menjamin status gizi balita
LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAKS

A. DEFINISI

Pneumotoraks adalah keadaan ditemukannya udara pada rongga pleura


(antara plura visceral dan pariental) yang dapat menyebabkan paru
menjadi kolaps (Rahajoe, Supriyatno, & Setyanto, 2015).
Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas di dalam
rongga pleura. Udara di dalam rongga plura menyebabkan tekanan di
dalamrongga tidak lagi negative (dalam keadaan normal, tekanannya adalah -
5 cmH2O). Paru menjadi kempis, dan disebut sebagai kolaps atau
atelektasis (Djojodibroto, 2016)
B. ETIOLOGI

Menurut Rahajoe et al (2015), terdapat beberapa jenispneumotoraks yang


dikelompokkan berdasarkan penyebabnya :
a. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu :
1) Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks yang terjadi pada paru yang sebelumnya
tidak memiliki gangguan klinis atau terjadi dalam ketiadaan
cedera
traumatis dada atau paru-paru
2) Pneumotoraks Spontan Sekunder
Pneumotoraks yang terjadi pada paru yang sebelumnya
memiliki gangguan klinis atau terjadi dalam kehadiran
penyakit paru-paru, seperti PPOK, emfisema, TB paru,
sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, fibrosis paru
b. Pneumotoraks Traumatik
trauma langsung yang menembus dinding dada yang dapat
menggangu keadaan hampa udara pada rongga pleura sehingga
menyebabkan masuknya udara ke rongga tersebut, contohnya luka
tusuk, peluru. Trauma tumpul toraks dapat menyebabkan
ruptureesophagus, saluran nafas dan parenkim sehingga udara dapat
masuk ke mediastinum dan rongga pleura, contohnya benturan
pada kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Pneumotoraks Iatrogenik
komplikasi dari tindakan prosedur diagnostic, seperti tindakan
torakotomi, torakoskopi, torakosentesis, trakeostomi, pungsi,
ventilasi mekanis. Tindakan tersebut dapat menggangu keadaan
hampa udara pada rongga pleura sehingga menyebabkan
masuknya udara ke rongga tersebut.
C. KLASIFIKASI

Menurut Labus (2016), klasifikasi pneumotoraks adalah sebagai berikut:


a. Pneumotoraks Tertutup
Pneumotoraks tertutup terjadi bila terdapat lubang di antara ruang
intrapleural dan paru (bleb yang rupture). Udara masuk ruang pleura
dari dalam paru yang menyebabkan peningkatan tekanan pleura
dan mencegah ekspansi paru selama inspirasi.
b. Pneumotoraks Terbuka
Pneumotoraks terbuka terjadi bila aliran udara atmosfer langsung
ke dalam cavitas pleura padainspirasi. Oleh karena tekanan udara
dalam cavitas pleura menjadi positif, paru pada sisi yang terkena
mengalami kolaps, yang menyebabkan penurunan kapasitas paru total.
c. Pneumotoraks Tension
Pneumotoraks tension terjadi bila udara dalam ruang pleura berada
pada tekanan ynag lebih tinggi daripada udara dalam paru di
sebelahnya. Udara masuk ke dalam ruang pleura pada inspirasi,
tetapi tidak dapat keluar. Peningkatan tekanan udara mendorong
paru yang recoil, yang menyebabkan atelectasis kompresi dan
pergeseran jantung dan pembuluh darah besar.
D. PATOFISIOLOGI

Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Pneumotoraks spontan terjadi


karena lemahnya dinding alveolus dan pleura viseralis sehingga
mengakibatkan pecahnya bleb (kantung udara) maka udara akan masuk
kedalam cavum pleura pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang sehingga meningkatakan tekanan di intrapleura.
Pengembangan paru menyebabkan tekanan intralveolar menjadi
negative. Sumbatan pada bronkus juga menyebabkan kemampuan dilatasi
alveoli menurun akibatnya paru kolaps/atelektasis atau mengalami
pengempisan dan dapat menimbulkan sesak, batuk, retraksi otot bantu
nafas.
E. PATHWAY

Riwayat penyakit paru atau pecahnya bleb

pneumothoraks

Akumulasi udara dalam cavum pleura

Ekspansi paru menurun

Pemasangan WSD POLA Perubahan status


NAFAS kesehatan
TIDAK
Mrangsang EFEKTIF
Luka
Kurang informasi
reseptor nyeri pemasangan
tentang penyakit
WSD

NYERI
AKUT DEFISIT
RESIKO
PENGETAHUAN
INFEKSI
F. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Labus (2016), gejala klinis pneumotorak, yaitu :


Pneumotoraks terbuka dan tertutup
1) Perubahan kolaps paru ditandai dengan nyeri mendadak, gerakan
dinding dada asimetris; gawat nafas; fremitus local berkurang; tidak
ada suara pernafasan (pada sisi yang terkena),
2) Hipoksia ditandai dengan nafas pendek, sianosis, takikardia
3) Penurunan ekspansi paru dapat ditandai dengan rigiditas dada (pada
sisi yang terkena)
4) Keluarnya udara ke dalam jaringan ditandai dengan crackling di bawah
kulit saat palpasi (emfisema subkutan)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Diagnostik Pneumotoraks menurut Hisyam (2015) adalah :


a. Rontgen Thoraks
bagian pneumotoraks tampak hitam, tampak garis yang merupakan
tepi paru, dapat terlihat terdorong trakea dan jantung, pneumo-
mediastinum, emfisema subkutan.
b. CT Scan
membantu mengidentifikasi blebs atau lesi pada paru-paru
c. USG
mengidentifikasi pneumotoraks setelah terjadi trauma tumpul dan
mengevaluasi masalah berkelanjutan dari trauma
d. Torakosintesis
menyatakan darah atau cairan serosanguinosa (hemotoraks)
e. AGD
variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan
mengkompensasi. PaCO2 meningkat, PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen menurun
H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pneumotoraks menurut Jainurakhma (2018) yaitu


tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps, berat
ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan
pengobatan yang meliputi :
a. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar


dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke
rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di
rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini
disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara
lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura
melalui tranfusion set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil
(pipa/selang steril) :
a) Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD) Chest Tube
(pipa dada) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
tujuan untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam
rongga pleura. Pipa tersebut dimasukkan ke rongga pleura
dengan menggunakan trocar. Pemasukan pipa plastic
(kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui sela iga ke-2
dari garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm dibawah permukaan air supaya gelembung
udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.
b) Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan
cara memberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan
segera terjadi perlekatan antarapleura viseralis dan pleura
parietalis.
c) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intrapleura sudah negatif kembali, drain dapat dicabut.
Sebelum dicabut WSD harus diperpanjang sedikitnya 24
jam setelah control foto toraks yang menunjukkan bahwa
paru telah mengembang secara penuh dan WSD
menunjukkan adanya gelembung udara.
b. Torakoskopi
suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat torakoskopi
c. Torakotomi
tindakan pembedahan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb
atau bulla terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini efektif
untuk reseksi bleb atau bulla
d. Pemberian terapi oksigen menurut Andarmoyo (2012), yaitu :
1. Nasal kanul merupakan suatu alat sederhana yang
dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1–6
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24% - 44%. Pada pemberian oksigen dengan
nasal kanul, jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada
pasien dengan pernafasan mulut.
2. Face mask digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah
sampai sedang. Merupakan alat pemberian oksigen jangka
pendek,kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt
dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra
indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida karena
akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang
dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker
3. Rebreathing mask yaitu suatu teknik pemberian oksigen
dengan konsentrasi tinggi yaitu 60% - 80% dengan aliran
8 – 12liter/mnt. Indikasi penggunaan adalah pada klien
dengan kadar tekanan karbondioksida yang rendah
karena dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi
sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan
aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir
menguncup waktu inspirasi.
4. Non rebreathing mask yaitu pemberian oksigen dengan
konsentrasi oksigen yang tinggi yaitu 80% - 100% dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt. Indikasi penggunaan adalah pada
klien dengan kadar tekanan karbondioksida yang tinggi
karena pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarakan
langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi.
I. KOMPLIKASI

Menurut Labus (2016), pasien dengan pneumotoraks spontan


mengalami pneumotorak ulangan, tetapi tidak ada komplikasi jangka
panjang dengan terapi yang berhasil. Kesembuhan dari kolap paru
secara umum membutuhkan waktu 1 sampai 2 minggu. Pneumotoraks
tension dapat menyebabkan kematian secara cepat berhubungan dengan
curah jantung yang tidak adekuat atau insufisiensi oksigen darah
(hipoksemia), dan harus ditangani sebagai kedaruratan medis
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
TUBERCULOSIS PARU + PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER

A. PENGKAJIAN
1. PRIMARY SURVEY
a. Identitas pasien
b. Keluhan pasien : nyeri dada, sesak nafas, batuk terus
menerus, batuk darah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu : pasien TB Paru dalam pengobatan atau
tuntas berobat.
e. Airway : adanya sumbatan secret
f. Breathing : Peningkatan frekuensi pernapasan, Ekspansi
buruk pada tempat yang sakit, Bunyi napas hilang dan ronkhi
kasar, pekak pada saat perkusi, nafas pendek.
g. Circulation : sianosis, demam, hemaptoe.
h. Disability : perubahan tingkat kesadaran, gelisah.
2. SECONDARY SURVEY
a. Breathing
adanya sumbatan secret, Peningkatan frekuensi pernapasan,
Ekspansi buruk pada tempat yang sakit, Bunyi napas hilang dan
ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi, nafas pendek. Saturasi
oksigen menurun. Batuk produktif
b. Blood
sianosis, hemaptoe, takikardia, penurunan Hb
c. Brain
Perubahan tingkat kesadaran, gelisah, nyeri dada, peningkatan
suhu tubuh
d. Bladder
Biasanya tidak ada keluhan
e. Bowel
Malaise, Anoreksia, Penurunan berat badan, mual dan muntah
f. Bone
Biasanya tidak ada keluhan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas dibuktikan dengan sputum berlebih (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005)
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran perifer
dibuktikan dengan warna kulit pucat (D.0009)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik atau fisiologis
dibuktikan dengan mengeluh nyeri dan gelisah (D.0077)
6. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan
suhu tubuh diatas normal (D.0130)
7. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis dibuktikan dengan
mengeluh mual (D.0076)
8. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
dibuktikan dengan berat badan turun (D.0019)
9. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan
mengeluh lelah (D.0056)
10. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur dibuktikan
dengan mengeluh tidak pulas tidur (D.0055)
11. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit dibuktikan dengan menanyakan masalah yang dihadapi (D.0111)
12. Resiko infeksi ditandai dengan tindakan invasive (D.0142)
13. Resiko hipovolemi dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif (D.0034)
14. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan disfungsi intestinal
(D.0036)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas dibuktikan dengan sputum berlebih (D.0001)
Tujuan : bersihan jalan nafas meningkat
Kriteria hasil : batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun,
frekuensi nafas membaik, pola nafas membaik.
(L.01001)
Intervensi :
Observasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Monitor sputum

Terapeutik
- Posisikan semifowler/fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Berikan oksigen
Edukasi
- Ajarkan batuk efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian ekspetoran

(SIKI 1.01011)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0003)
Tujuan : pertukaran gas meningkat
Kriteria hasil : tingkat kesadaran meningkat, dispnea menurun, bunyi
nafas tambahan menurun, PCO2 membaik, PO2 membaik, pH arteri
membaik
(L.01003)
Intervensi :
Observasi
- Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor hasil x-ray toraks
(SIKI 1.01014)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005)
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil : frekuensi nafas membaik, kedalaman nafas membaik,
dispnea menurun
(L.01004)
Intervensi :
Observasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Berikan oksigen
(SIKI 1.01011)
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran perifer
dibuktikan dengan warna kulit pucat (D.0009)

Tujuan : perfusi perifer meningkat

Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer meningkat, Warna kulit pucat


menurun

(L.02011)

Intervensi :

Observasi

- Periksa sirkulasi perifer

Terapeutik

- Lakukan pencegahan infeksi


- Berikan produk darah

(SIKI 1.02079)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik atau fisiologis
dibuktikan dengan mengeluh nyeri dan gelisah (D.0077)
Tujuan : tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil : Keluhan nyeri menurun, Meringis menurun, Gelisah
menurun, Kesulitan tidur menurun, Frekuensi nadi membaik, Pola nafas
membaik
(L.08066)

Intervensi :

 Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
 Terapeutik
1. Berikan teknik nofarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat tidur
 Edukasi
1. Anjurkan penggunaan analgetik secara tepat
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik

(SIKI 1.08238)
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM TUBUH 1
TUBERCULOSIS PARU + PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER

OLEH :
GALUH AYUANTIWI
P27820717024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM TUBUH 1
TUBERCULOSIS PARU + PNEUMOTHORAKS SPONTAN SEKUNDER

Nama Mahasiswa : Galuh Ayuantiwi

NIM : P27820717024

Ruangan : ICU RSUD dr. Soetomo Surabaya

No. Registrasi : 12.69.89.XX

Tanggal Pengkajian : Senin, 01 Februari 2021

Jam Pengkajian : 08.30 WIB

I. Primary Survey
Nama : Ny. TYN
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Alamat : Benowo, Surabaya
Diagnosa Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder
Keluhan utama : Penurunan kesadaran setelah batuk darah

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien batuk darah berulang kali sejak hari senin tgl 01 februari 2021 pukul
03.30 wib. Kemudian pada pukul 08.00 wib pasien batuk darah cukup banyak
disertai sesak nafas, setelah itu pasien terlihat lemas dan pucat akhirnya
pingsan. Oleh keluarga, pasien dibawa ke IRD RSUD dr. soetomo dan rawat
inap di ICU RSUD dr. Soetomo.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien sedang menjalani pengobatan TBC Paru yang berjalan kurang lebih 2
bulan lamanya.

Airway :
Jalan nafas bebas
Breathing :
RR 28 x/menit, Ekspansi buruk pada dada sebelah kanan dengan tekanan 19
kPa, ronkhi kasar, terpasang NRM dengan aliran 8 lpm
Circulation :
TD 80/60 mmHg, Nadi 76x/menit dan lemah, kulit pucat, akral dingin basah
pucat, CRT >2 detik. Terpasang infus NaCl 0,9% 21 tpm ditangan kanan.
Disability :
Penurunan kesadaran, respon to verbal.

II. Secondary Survey


a. Breathing
Jalan nafas bebas, RR 28 x/menit, Ekspansi buruk pada dada sebelah
kanan, ronkhi kasar. Terpasang WSD pada dada sebelah kanan 19 kPa,
cairan 300 cc. terpasang NRM dengan aliran 8 lpm
b. Blood
TD 80/60 mmHg, Nadi 76x/menit dan lemah, kulit pucat, akral dingin
basah pucat, CRT >2 detik. Terpasang infus NaCl 0,9% 21 tpm
ditangan kanan.
c. Brain
Penurunan kesadaran, respon to verbal. Suhu 38,5ºC
d. Bladder
Pasien terpasang kateter, urine 100 cc, warna kekuningan. Pasien
diare.
e. Bowel
Keluarga pasien mengatakan pasien nafsu makannya menurun dan
sering mual, hemaptoe, BB 39 kg, TB 156 cm, IMT 16.
f. Bone
Ekstremitas atas dan bawah lemah dan terlihat pucat.

III. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah lengkap tanggal 01 Februari 2021
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

Hemoglobin 12 – 15 g/dl 10,4 g/dl

Hematocrit 35 – 47 % 32 %

Leukosit 4 – 11 ribu/mm3 14,5 ribu/mm3


Pemeriksaan kimia klinik tanggal 01 Februari 2021

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

BUN 8 – 20 mg/dl 5 mg/dl

Bilirubin total 0 – 1,1 mg/dl 1,12 mg/dl

Albumin 3,8 – 5,1 mg/dl 2,5 mg/dl

Natrium 135 -155 mmol/L 120 mmol/L

Kalium 3,6 – 5,5 mmol/L 3,3 mmol/L

Calsium 8,1 – 10,4 mg/dl 10,9 mg/dl

Pemeriksaan analisa gas darah tanggal 01 februari 2021


Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

pH 7,38-7,42 7.55

Pco2 38-42 mmHg 50 mmHg

Po2 75 - 100 mmHg 70 mmHg

Spo2 96 – 100 % 92 %

Bikarbonat 22-28 mEq/L 29 mEq/L

IV. Terapi
Rifampisin 150 mg / 8 jam / oral
Isoniazid 75 mg / 8 jam / oral
Pirazinamid 400 mg / 8 jam / oral
Etambutol 275 mg / 8 jam / oral
Inj. Streptomicin 750 mg / 24 jam / IM
Metamizole 500 mg / 8 jam / IV
Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV
Tramadol 100 mg / 8 jam / IV
Inf. NaCl 0,9% 1500 ml / 24 jam / IV / 21 tpm
ANALISA DATA

Nama / Umur : Ny. TYN / 39 tahun

No. Regitrasi : 12.69.89.XX

Diagnose Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : TBC Paru Gangguan


pertukaran gas
Pasien mengalami kerusakan membrane alveolar-kapiler
penurunan kesadaran
ekspansi thoraks menurun
DO :
sesak nafas
Jalan nafas bebas, RR
Gangguan pertukaran gas
28 x/menit, Ekspansi
buruk pada dada
sebelah kanan, ronkhi
kasar. Terpasang WSD
pada dada sebelah
kanan dengan tekanan
19 kPa, cairan 300 cc.
terpasang NRM dengan
aliran 8 lpm. pH 7.55,
Pco2 50 mmHg, Po2 70
mmHg, Spo2 92 %.
Pasien saat ini tidak bisa
batuk efektif

DS : TBC Paru Pola nafas tidak


efektif
Pasien mengalami perubahan cairan intrapleura
penurunan kesadaran
sesak nafas
DO :
pola nafas tidak efektif
Jalan nafas bebas, RR
28 x/menit, Ekspansi
buruk pada dada
sebelah kanan, ronkhi
kasar. Terpasang WSD
pada dada sebelah
kanan dengan tekanan
19 kPa, cairan 300 cc.
terpasang NRM dengan
aliran 8 lpm. Pasien saat
ini tidak bisa batuk
efektif

DS : TBC Paru Bersihan jalan nafas


tidak efektif
Pasien mengalami produksi sekret meningkat
penurunan kesadaran
tidak bisa batuk efektif
DO :
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Jalan nafas bebas, RR
28 x/menit, Ekspansi
buruk pada dada
sebelah kanan, ronkhi
kasar. Terpasang WSD
pada dada sebelah
kanan dengan tekanan
19 kPa, cairan 300 cc.
terpasang NRM dengan
aliran 8 lpm. Pasien saat
ini tidak bisa batuk
efektif.

DS : TBC Paru perfusi perifer tida


efektif
Pasien mengalami suplai oksigen menurun
penurunan kesadaran
anemia
DO :
perfusi perifer terganggu
TD 80/60 mmHg, Nadi
perfusi perifer tida efektif
76x/menit dan lemah,
kulit pucat, akral dingin
basah pucat, CRT >2
detik. Terpasang infus
NaCl 0,9% 21 tpm
ditangan kanan. Hb 10,4.

DS : Pneumothoraks Spontan Sekunder Resiko infeksi

Pasien mengalami akumulasi udara dalam cavum pleura


penurunan kesadaran
ekspansi paru menurun

DO : pemasangan WSD

Terpasang WSD pada luka pemasangan WSD


dada sebelah kanan
resiko infeksi
dengan tekanan 19 kPa,
Hb 10,4, Suhu 38,5º C,
Leukosit 14,5 ribu/mm3.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama / Umur : Ny. TYN / 39 tahun

No. Regitrasi : 12.69.89.XX

Diagnose Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder

No. Diagnosa Keperawatan Masalah Masalah teratasi

ditemukan

Tgl Paraf Tgl Paraf

1. Bersihan jalan nafas tidak


efektif 01 02
berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2021
dibuktikan dengan batuk tidak efektif
(D.0001)

2. Gangguan pertukaran gas


berhubungan 01 02
dengan perubahan membrane alveolus-kapiler
2021
dibuktikan dengan PO2 menurun (D.0003)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan 01 02


hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola
2021
nafas abnormal (D.0005)

4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan 01 02


dengan penurunan aliran perifer dibuktikan
2021
dengan warna kulit pucat (D.0009)

5. Resiko infeksi ditandai dengan tindakan 01 02


invasive (D.0142)
2021
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama / Umur : Ny. TYN / 39 tahun

No. Regitrasi : 12.69.89.XX

Diagnose Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Tujuan : - Observasi
berhubungan dengan hipersekresi setelah dilakukan Monitor pola nafas
jalan nafas dibuktikan dengan tindakan - Monitor bunyi nafas
batuk tidak efektif (D.0001) keperawatan 1x10 tambahan
menit, bersihan- Monitor sputum
jalan nafas
-
meningkat - Terapeutik
Kriteria hasil : - Posisikan semifowler/fowler
- batuk efektif - Berikan minum hangat
meningkat - Lakukan fisioterapi dada
- produksi sputum - Berikan oksigen
menurun -
- frekuensi nafas - Edukasi
membaik - Ajarkan batuk efektif
- pola nafas
-
membaik. - Kolaborasi
(L.01001) - Kolaborasi pemberian
ekspetoran

(SIKI 1.01011)
2. Gangguan pertukaran gas Tujuan : Observasi
berhubungan dengan perubahan setelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama
membrane alveolus-kapiler tindakan kedalaman dan upaya
dibuktikan dengan PO2 menurun keperawatan 1x30 nafas
(D.0003) menit, pertukaran - Monitor pola nafas
gas meningkat - Monitor kemampuan
Kriteria hasil : batuk efektif
- tingkat - Monitor adanya produksi
kesadaran sputum
meningkat - Monitor adanya
- dispnea menurun sumbatan jalan nafas
- bunyi nafas - Palpasi kesimetrisan
tambahan ekspansi paru
menurun - Auskultasi bunyi nafas
- PCO2 membaik - Monitor saturasi oksigen
- PO2 membaik - Monitor hasil x-ray
- pH arteri toraks
membaik
(L.01003) (SIKI 1.01014)
3. Pola nafas tidak efektif Tujuan : Observasi
berhubungan dengan hambatan setelah dilakukan - Monitor pola nafas
upaya nafas dibuktikan dengan tindakan - Monitor bunyi nafas
pola nafas abnormal (D.0005) keperawatan 1x10 tambahan
menit, pola nafas
efektif Terapeutik
Kriteria hasil :
- frekuensi nafas - Pertahankan kepatenan
membaik jalan nafas
- kedalaman nafas - Berikan oksigen
membaik
- dispnea menurun (SIKI 1.01011)
(L.01004)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama / Umur : Ny. TYN / 39 tahun

No. Regitrasi : 12.69.89.XX

Diagnose Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder

Hari / Tanggal : Senin, 01 Februari 2021

No. Waktu Implementasi Paraf

Dx

1. 08.30 Melakukan pembebasan jalan nafas, observasi pernafasan,


sirukulasi dan cek kesadaran

2. A : jalan nafas bebas

B : dyspnea dan takipnea, ekspansi dada kanan menurun,


3. terdengar suara ronchi kering, RR 28 x/menit, terpasang
oksigen NRM dengan aliran 8 lpm. SpO2 92 %. Terpasang
WSD di dada kanan dengan tekanan 19 kPa

C : takikardi, TD 80/60 mmHg, nadi 76 x/menit, akral dingin


bash pucat.

D : respon to verbal
08.45 Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap,
kimia klinik, dan pengambilan darah arteri untuk analisa gas
darah

09.00 Memasang Infus NaCl 0,9% di tangan kiri 21 tpm

09.15 Memberikan obat :

Inj. Streptomicin 750 mg / 24 jam / IM


Metamizole 500 mg / 8 jam / IV
Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV
Tramadol 100 mg / 8 jam / IV

09.25 Melakukan perawatan luka pemasangan WSD. Hasil inspeksi


luka :

Luka bersih, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan,


tidak ada kebocoran. Cairan dalam tabung WSD 300 cc,
berwarna kemerahan. Tekanan WSD 19 kPa
09.45 Memposisikan pasien posisi semifowler untuk memberikan
posisi nyaman. Dan memberikan fisioterapi dada agar pasien
bisa batuk efektif.
10.00 Melakukan observasi tanda tanda vital

TD 80/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR 26 x/menit, suhu


38ºC, SpO2 94%.

11.00 Melakukan observasi tanda tanda vital

TD 90/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 26 x/menit, suhu


38ºC, SpO2 94%.

12.00 Melakukan observasi tanda tanda vital

TD 90/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR 26 x/menit, suhu


38ºC, SpO2 94%.

12.15 Hasil pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin 10,4 g/dl

Hematocrit 32 %

Leukosit 14,5 ribu/mm3

BUN 5 mg/dl

Bilirubin total 1,12 mg/dl

Albumin 2,5 mg/dl

Natrium 120 mmol/L

Kalium 3,3 mmol/L

Calsium 10,9 mg/dl

pH 7.55

Pco2 50 mmHg

Po2 70 mmHg

Spo2 92 %

13.00 Melakukan observasi tanda tanda vital

TD 90/70 mmHg, Nadi 82 x/menit, RR 26 x/menit, suhu


38ºC, SpO2 94%.
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama / Umur : Ny. TYN / 39 tahun

No. Regitrasi : 12.69.89.XX

Diagnose Medis : TBC Paru + Pneumothoraks Spontan Sekunder

Hari / Tanggal : Senin, 01 Februari 2021

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf

1. Bersihan jalan nafas


tidak S:
efektif berhubungan dengan
Pasien mengalami penurunan
hipersekresi jalan nafas kesadaran
dibuktikan dengan batuk tidak
O:
efektif (D.0001)
Respon to verbal, RR 26 x/menit,
SpO2 94%., jalan nafas bebas dan
paten, terpasang NRM aliran 8 lpm.
Terpasang WSD di dada kanan
dengan tekanan 19 kPa, cairan 350
cc. Ekspansi dada kanan masih
menurun.

A:

Masalah belum teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan
2. Gangguan pertukaran
gas S :
berhubungan dengan
Pasien mengalami penurunan
perubahan membrane alveolus- kesadaran
kapiler dibuktikan dengan PO2
O:
menurun (D.0003)
Respon to verbal, RR 26 x/menit,
SpO2 94%., jalan nafas bebas dan
paten, terpasang NRM aliran 8 lpm.
Terpasang WSD di dada kanan
dengan tekanan 19 kPa, cairan 350
cc. Ekspansi dada kanan masih
menurun. pH 7.55, Pco2 26 mmHg,
Po2 70 mmHg.

A:

Masalah belum teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan
3. Pola nafas tidak efektif S :
berhubungan dengan hambatan Pasien mengalami penurunan
kesadaran
upaya nafas dibuktikan dengan
pola nafas abnormal (D.0005) O:

Respon to verbal, RR 26 x/menit,


SpO2 94%., jalan nafas bebas dan
paten, terpasang NRM aliran 8 lpm.
Terpasang WSD di dada kanan
dengan tekanan 19 kPa, cairan 350
cc. Ekspansi dada kanan masih
menurun. Pasien belum bisa batuk
efektif, secret masih belum keluar.

A:

Masalah belum teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan
UPDATE KNOWLEDGE IN RESPIROLOGY

Pneumotoraks pada Tuberkulosis Milier:


Sebuah Laporan Kasus
Astrid Priscilla Amanda1, Oviliani Wijayanti2
1Asisten Penelitian Divisi Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
2Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

ABSTRACT
Pneumothorax can be caused by lung disorders such as COPD, malignancy, and tuberculosis with cavities. However,
pneumothorax which occurred in miliary tuberculosis is very rare. This case, a male, 26 years old, came with
unconsciousness one hour before hospital admission. Patient complained of chest pain and dyspnea. Chest x-ray
showed right pneumothorax and miliary infiltrate on the left lung, suspected as miliary lung tuberculosis. After
WSD insertion, chest x-ray showed that the right lung pneumothorax was improved post WSD insertion and miliary
infiltrate on the left lung suspected as miliary lung tuberculosis. For miliary tuberculosis management, patient
received anti tuberculosis drugs.

Keywords: miliary, pneumothorax, tuberculosis

Korespondensi:
ABSTRAK
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh penyakit paru seperti PPOK, keganasan, dan tuberkulosis dengan kavitas.
Namun, pneumotoraks yang terjadi pada penderita tuberkulosis milier jarang terjadi. Dalam kasus ini, seorang
laki-laki berusia 26 tahun, datang dengan penurunan kesadaran. Satu jam sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluhkan nyeri dada dan sesak. Foto polos toraks memperlihatkan gambaran pneumotoraks kanan dan Indonesian Journal of
infiltrat milier di lapangan paru kiri, suspek tuberkulosis paru milier. Setelah pemasangan WSD, foto polos toraks
menunjukkan adanya pneumotoraks kanan post WSD dengan perbaikan serta infiltrat milier di lapangan paru
kiri, suspek tuberkulosis paru milier. Untuk penanganan tuberkulosis milier, pasien mendapatkan terapi OAT.
CHEST
Critical and Emergency Medicine

Vol. 2, No. 4
Kata kunci: milier, pneumotoraks, tuberkulosis October - Dec 2015

PENDAHULUAN sesak, sulit bernafas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan


sianosis dan hipotensi. Pemeriksaan fisik toraks
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana menunjukkan adanya perkusi yang hiper resonan serta
terdapat udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks bunyi nafas dan vocal fremitus yang menurun pada sisi
dibagi menjadi dua, spontan yaitu terjadi tanpa yang terdapat pneumotoraks. Adanya garis pleura pada
adanya trauma atau sebab lainnya, dan traumatik yang foto polos toraks menunjukkan adanya pneumotoraks.1
terjadi karena adanya trauma langsung atau tidak Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
langsung terhadap dada, termasuk di dalamnya adalah pneumotoraks adalah tuberkulosis.2 Pneumotoraks
pneumotoraks iatrogenik.1 sering terjadi pada tuberkulosis dengan kavitas, namun
Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer pneumotoraks merupakan komplikasi yang jarang dari
dan sekunder. Pneumotoraks spontan primer terjadi tuberkulosis milier.3,4 Berikut ini merupakan contoh
tanpa adanya penyakit paru sebelumnya. Sedangkan kasus
pneumutoraks spontan sekunder merupakan pneumotoraks yang terjadi pada tuberkulosis milier.
komplikasi dari penyakit paru yang sudah diderita
oleh pasien.1 Diagnosis pneumotoraks ditegakkan dari ILUSTRASI KASUS
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan foto
polos toraks. Pasien mengeluhkan adanya nyeri dada, Pasien laki-laki, 26 tahun, datang dengan
penurunan kesadaran yang diketahui sejak 15

191
Astrid Priscilla Amanda, Oviliani Wijayanti

menit sebelum datang ke rumah sakit. Dua minggu


sebelumnya, pasien dirawat di rumah akit dengan
keluhan batuk darah. Pasien dirawat selama 5 hari.
Pasien pulang dari rumah sakit dengan kondisi tidak
dapat berdiri tegak, karena lemas. Terdapat penurunan
berat badan kurang lebih 20 kg dalam 4 bulan, demam
hilang timbul, dan batuk berulang. Setelah pulang dari
rumah sakit, pasien harus dibantu untuk kegiatan
sehari-hari seperti mandi atau berjalan. Nafsu makan
menurun, hanya 2-3 sendok setiap kali makan. Tidak (A) (B)
ada mual atau muntah. Foto polos toraks pada pasien. Gambar (A) Tuberkulosis
milier dengan adanya pneumotoraks pada sisi kanan. (B)
Satu jam sebelum masuk rumah sakit, pasien Pneumotoraks berkurang setelah pemasangan WSD
ditemukan terduduk di lantai sambil memegang
dadanya, terlihat sesak berat, masih bisa berteriak
untuk segera dibawa ke rumah sakit. Saat ditanya, Foto polos toraks pada hari kedua perawatan
masih dapat menjawab pertanyaan dengan jelas. Saat menunjukkan adanya pneumotoraks kanan,
perjalanan ke rumah sakit, pasien terlihat lemas dan konsolidasi infiltrat di kedua lapang paru dengan
tidak sadarkan diri. Di IGD, dilakukan pemasangan diagnosis banding tuberkulosis paru, efusi pleura kiri,
WSD pada hemitoraks kanan. dan terpasang WSD dengan ujung distal setinggi ICS 3
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, stroke, posterior kanan. Pasien juga menjalani pemeriksaan CT
sakit kuning disangkal. Riwayat tuberkulosis paru scan kepala karena pasien datang dengan penurunan
sebelumnya disangkal. Pasien mengakui pernah kesadaran. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya
menggunakan narkoba jenis shabu. IVDU dan ventrikulomegali ventrikel lateralis bilateral, III dan
promiskuitas disangkal. Tidak ada tatto. Pasien tidak IV. Tidak tampak lesi maupun penyangatan patologis
punya pekerjaan tetap, terakhir sebagai pengamen, intrakranial.
menikah, memiliki 2 orang anak. Pembiayaan dengan Dari hasil laboratorium didapatkan adanya kadar
BPJS. hemoglobin yang rendah (8,17 mg/dl), peningkatan
Hasil foto polos toraks pada saat masuk rumah kadar SGPT (77 U/L), peningkatan laju endap darah
sakit menunjukkan adanya pneumotoraks kanan, (77mm/jam), kadar albumin yang rendah (2,34 g/dl),
infiltrat milier di lapangan paru kiri dengan suspek PCT sebesar 2,6 ng/mL. dan CRP sebesar 8,8 mg/L.
tuberkulosis paru milier, efusi pleura kiri, dan tidak Analisa gas darah menunjukkan alkalosis respiratorik
tampak kelainan radiologis pada jantung. Pemasangan dengan hasil pH 7,464, pCO2 27,8, dan kadar HCO3 20,2
WSD langsung dilakukan pada pasien. sementara saturasi oksigen masih baik dengan terapi
Hasil foto polos toraks setelah pemasangan oksigen 6 liter per menit menggunakan simple mask.
WSD menunjukkan pneumotoraks kanan post WSD Anti HIV, anti HCV dan HBsAg menunjukkan hasil yang
dengan perbaikan, infiltrat milier di lapangan paru non reaktif.
kiri dengan suspek tuberkulosis paru milier, dan efusi Pada kultur sputum tidak didapatkan adanya
pleura bilateral. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bakterinamun terdapatleukosit40-50lpk.Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Konjungtiva terlihat pulasan BTA yang dibatukkan menunjukkan hasil
pucat, sklera tidak terlihat ikterik. Pemeriksaan toraks negatif. CT scan toraks, ada konsolidasi bronkosentrik
menunjukkan toraks simetris statis dan dinamis, dengan infiltrat di sekitarnya di segmen 1, 2, 3, 4, 6
undulasi WSD positif. Terdengar vesikuler lemah paru kanan dan segmen 3, 4, 6 paru kiri dengan
pada hemitoraks kanan, rhonki basah kasar, tidak diagnosis banding tuberkulosis, terdapat bronkiektasis
ada wheezing, bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), dengan multipel kavitas segmen 1, 2, 3, 4 paru kiri dan
gallop (-). Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas kanan, pneumotoraks kanan, dan efusi pleura kiri.
dalam batas normal. Hasil bonchoalveolar lavage menunjukkan tidak
ditemukan kuman, leukosit 0-1/lpm dengan hasil BTA
negatif. Kultur menunjukkan adanya Streptococcus
alfa hemolitikus. Gene expert menunjukkan MTB

192 Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 2, No. 4 | October - Dec 2015
Pneumotoraks pada Tuberkulosis Milier: Sebuah Laporan Kasus

positif, dengan resisten terhadap rifampisin. Pasien terjadi karena adanya trauma langsung atau tidak
mendapat terapi OAT untuk tuberkulosis miliernya. langsung terhadap dada, termasuk di dalamnya adalah
Selain itu, pasien mendapat terapi O2 dengan simple pneumotoraks iatrogenik.1
mask, IVFD NaCl 0,9%, antibiotik cefepime, vitamin B6, Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer
asetilsistein, inhalasi ipratropium bromida dengan dan sekunder. Pneumotoraks spontan primer terjadi
salbutamol sulfat, tramadol, dan omeprazol. Pasien pada orang yang sehat tanpa adanya penyakit paru
sempat mendapat transfusi 1 kolf albumin 20% untuk sebelumnya. Sedangkan pneumotoraks spontan
menangani hipoalbuminemia. sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru
yang sudah diderita oleh pasien. Pneumotoraks
DISKUSI spontan sekunder dapat berakibat serius karena
dapat memperburuk fungsi paru sebelumnya. Adanya
Tuberkulosismiliermerupakan jenis tuberkulosis penyakit paru tersebut juga dapat mempersulit
yang melibatkan paru dan organ-organ di luar paru. penanganan pneumotoraks.3 Insidens terjadinya
Tuberkulosis milier disebakan adanya penyebaran pneumotoraks spontan sebesar 24 per 100.000
Mycobacterium tuberculosis secara hematogen.4 pertahun pada laki-laki dan 9,8 per 100.000 pertahun
Dahulu tuberkulosis milier terjadi paling sering pada pada perempuan. Setengah dari jumlah tersebut
anak-anak. Akan tetapi, saat ini tuberkulosis milier adalah pneumotoraks spontan sekunder. Hal tersebut
dilaporkan lebih sering terjadi pada orang dewasa, sesuai pada pasien ini, yaitu pneumotoraks spontan
sebagai akibat dari terjadinya reaksi endogen dan sekunder yang terjadi pada laki-laki.1
invasi melalui aliran darah. Insidens tuberkulosis Manifestasi klinis dari pneumotoraks spontan
milier berimbang antara laki-laki dan perempuan, sekunder lebih parah dibandingkan dengan
namun pada populasi yang terkena HIV, tuberkulosis pneumotoraks spontan primer. Gejala yang dikeluhkan
milier lebih sering terjadi pada laki-laki.5 adalah sesak dan nyeri dada di sisi pneumotoraks.
Dari autopsi tampak bahwa hati, paru, tulang, Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis dan
sumsung tulang belakang, ginjal, kelenjar adrenal, dan hipotensi. Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan
limpa merupakan organ-organ yang sering terlibat perkusi yang hiper resonan serta bunyi nafas dan
dalam tuberkulosis milier. Pemeriksaan sputum BTA vocal fremitus yang menurun pada sisi yang terdapat
hanya positif pada 20-25% pasien, dan hanya 30- pneumotoraks.
65% pasien menunjukkan hasil kultur M. tuberculosis Foto polos toraks yang memperlihatkan adanya
yang positif. Pasien pada kasus ini menunjukkan hasil garis pleura menandakan adanya pneumotoraks.
sputum BTA dan kutur yang negatif. Namun, garis pleura ini dapat sulit terlihat bila
Pada pasien dengan hasil foto polos toraks yang terdapat penyakit paru yang mendasari seperti pada
abnormal dan hasil negatif pada pemeriksaan dahak, PPOK. Pneumotoraks juga harus dibedakan dengan
bronkoskopi perlu dilakukan. Kombinasi dari BAL bulla atau kavitas yang besar.6 Garis pleura pada bulla
(bronchoalveolar lavage) dan biopsi transbronkial terlihat lebih konkaf, memperlihatkan tepi medial
diharapkan dapat menegakkan diagnosis. Pada pasien dari bulla. Sedangkan pada pneumotoraks, garis
ini, pemeriksaan sputum BTA dan BAL menunjukkan pleura terlihat konveks terhadap dinding dada. Bila
BTA negatif. Namun gene expert menunjukkan MTB diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan CT scan
positif, sehingga diagnosis TB pada pasien ini terbukti. toraks untuk menegakkan diagnosis.1
Dengan pemberian terapi, angka kematian dari Diagnosis pada kasus ini berdasarkan foto
tuberkulosis milier bervariasi dari 29% sampai 64%, polos toraks yang memperlihatkan adanya garis
tergantung dari ada tidaknya penyerta meningitis. pleura di hemisfer kanan. Adanya pneumotoraks
Bila terdapat meningitis, durasi pemberian OAT juga dikonfirmasi dengan hasil CT scan toraks pasien
diperpanjang dari 6 bulan menjadi 9-12 bulan. yang menunjukkan adanya pneumotoraks kanan.
Pada pasien ini terdapat juga pneumotoraks. Metaanalisis oleh Ali Hebrahimi, dkk menunjukkan
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat bahwa ketepatan diagnostik ultrasound toraks
udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks dibagi dalam mendeteksi adanya pneumotoraks lebih baik
menjadi dua, spontan yaitu terjadi tanpa adanya dibandingkan dengan foto polos toraks.7 Namun pada
trauma atau sebab lainnya, dan traumatik yang pasien ini, ultrasound toraks tidak dilakukan karena

Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 2, No. 4 | October - Dec 2015 193
Astrid Priscilla Amanda, Oviliani Wijayanti

pneumotoraks sudah terlihat dari foto polos toraks. pneumotoraks jarang terjadi pada tuberkulosis
Penyakit paru lain yang sering menyebabkan milier. Mekanisme terjadinya pneumotoraks
pneumotoraks adalah PPOK, sistik fibrosis, pada tuberkulosis milier belum diketahui secara
keganasan paru primer atau akibat metastasis dan pasti. Beberapa kemungkinan penyebab adalah
pneumonia, dimana yang paling sering adalah PPOK.8, pembentukan nodul milier subpleura yang mengalami
9 Pneumotoraks dapat ditemukan pada tuberkulosis perkejuan dan nekrosis yang selanjutnya akan pecah
dengan kavitas. Pada pasien yang dirawat dengan ke rongga pleura, terjadinya peningkatan intra
diagnosis tuberkulosis, 1% sampai 3% ditemukan alveolar akibat batuk yang sering menyebabkan
adanya pneumotoraks.1 Namun, pneumotoraks septa antara alveloli pecah yang berakibat terjadinya
merupakan komplikasi yang jarang dari tuberkulosis pneumomediastinum, atau pecahnya bula atau
milier.8, 10 lesi emfisematus. Gejala nyeri dada, sesak, sulit
Mekanisme terjadinya pneumotoraks pada bernafas, adanya sianosis dan hipotensi, perkusi yang
tuberkulosis milier belum diketahui secara hiper resonan serta bunyi nafas dan vocal fremitus
pasti. Beberapa kemungkinan di antaranya yaitu yang menurun, serta garis pleura pada foto polos
pembentukan nodul milier subpleura yang mengalami toraks dapat menunjukkan adanya pneumotoraks.
perkejuan dan nekrosis yang selanjutnya akan pecah Penatalaksaan awal untuk kasus pneumotoraks pada
ke rongga pleura, terjadinya peningkatan tekanan tuberkulosis milier adalah tube thoracostomy serta
intra alveolar akibat batuk yang sering menyebabkan pemberian OAT.
septa antara pecah yang mengakibatkan terjadinya
pneumomediastinum, atau pecahnya bula lesi DAFTAR PUSTAKA
emfisematus.10 Pada pasien ini, penyebab pasti 1. Light RW, Gary LYC. Pneumothorax, Chylothorax, Hemothorax,
pneumotoraks belum dapat ditentukan. Gejala seperti and Fibrothorax. In: Robert J Mason et al, editor. Textbook of
Respiratory Medicine. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
sesak dan batuk kering pada pneumotoraks juga 2010. p. 1764-87.
didapatkan pada pasien dengan tuberkulosis milier 2. Grossman D, Nasrallah E. Pneumothorax in Liberia:
complications
tanpa adanya pneumotoraks. Bila ditemukan adanya
of tuberculosis. West J Emerg Med. 2013;14(3):233-235.
peningkatan sesak pada pasien tuberkulosis milier, 3. Şimsek A, Guler M, Erguden HC, Ofluoglu R, Çapan N. Recurrent
pneumotoraks perlu dipertimbangkan sebagai salah bilateral pneumothorax complicating miliary tuberculosis with
bone marrow involvement. Tuberk Toraks. 2014;62(4):322-
satu penyebabnya. 323.
Penatalaksaan awal untuk kasus pneumotoraks 4. Khan NA, Akhtar J, Baneen U, Shameem M, Ahmed Z, Bhargava
R. Recurrent pneumothorax: a rare complication of miliary
pada tuberkulosis milier adalah tube thoracostomy. tuberculosis. N Am J Med Sci. 2011;:428-430.
Pemberian OAT harus segera diberikan. Bila terdapat 5. Hopewell PC, Kato-Maeda M. Tuberculosis. In: Robert J Mason
dkk, editor. Textbook of Respiratory Medicine. 2. 5th ed.
pneumotoraks bilateral, pleurektomi perlu segera Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 754-87.
dilakukan.4 Pada pasien ini, terapi kegawatdaruratan 6. Tam J, Lim K. Massive pulmonary tuberculosis cavity
misdiagnosed as pneumothorax. Respirol Case Rep.
yang dilakukan adalah pemasangan tube thoracostomy 2013;1(2):23-25.
sesuai dengan British Thoracic Society Pleural Disease 7. Ebrahimi A, Yousefifard M, Kazem HM, Reza H, Rasouli, Asady H,
dkk. Diagnostic accuracy of chest ultrasonography versus chest
Guideline 2010.11 Kekambuhan pada pneumotoraks radiography for identification of pneumothorax: a systematic
spontan sekunder sebesar 45%, sedangkan pada review and meta-analysis. NRITLD. 2014;13(4):29-40.
pneumotoraks spontan primer sebesar 30 %1 8. Singh A, Atam V, Das L. Secondary spontaneous pneumothorax
complicating miliary tuberculosis in a young woman. BMJ Case
Merokok dapat meningkatkan risiko kekambuhan, Rep. 2014
sehingga pasien perlu mendapat edukasi agar berhenti 9. Freixinet JL, Caminero JA, Marchena J, Rodrı´guez PM, Casimiro
JA, Hussein M. Spontaneous pneumothorax and tuberculosis:
merokok.11, 12 Pada kasus pneumotoraks berulang, long-term follow-up. Eur Respir J. 2011;38:126-31.
pleurodesis kimiawi atau video-assisted thoracoscopic 10. Arya M, George J, Dixit R, Gupta RC, Gupta N. Bilateral
spontaneous pneumothorax in miliary tuberculosis. Indian J
surgery (VATS) dapat dipertimbangkan.10, 12 Tuberc. 2011;58:125-8.
11. MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous
pneumothorax: British Thoracic Society pleural disease
SIMPULAN guideline 2010. Thorax. 2010;65(Suppl 2):ii18-ii31.
12. Huang Y, Huang H, Li Q, F. Browning R, Parrish S, Francis TJ,
Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan dkk. Approach of the treatment for pneumothorax. J Thorac Dis.
2014;6.
pneumotoraks adalah tuberkulosis. Pneumotoraks
sering terjadi pada tuberkulos dengan kavitas, namun
194 Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 2, No. 4 | October - Dec 2015

Anda mungkin juga menyukai