Anda di halaman 1dari 32

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Anak

1. Pengertian TBC Anak

Tuberkulosis anak adalah anak yang mempunyai keluhan atau gejala

klinis mendukung TBC. Adapun pasien TBC anak dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu pasien TBC anak terkonfirmasi bakteriologis dan pasien

TBC anak terdiagnosis secara klinis. Maksudnya, TBC anak terkonfirmasi

bakteriologis adalah anak yang terdiagnosis dengan hasil pemeriksaan

bakteriologis positif. Sedangkan pasien TBC anak terdiagnosis secara klinis

adalah anak yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis

tetapi didiagnosis sebagai pasien TBC oleh dokter, dan diputuskan untuk

diberikan pengobatan (Kemenkes RI, 2016, p.19).

Sekalipun penyebab penyakit Tuberkulosis (TBC) pada anak dan

dewasa sama, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis, namun ternyata

gejala dan mekanisme TBC berbeda pada keduanya. Karena itulah

dibutuhkan penanganan khusus untuk kasus-kasus TBC pada anak.

Penanganan TBC pada anak berbeda dengan orang dewasa, khususnya pada

identifikasi gejala, pemeriksaan, dan diagnosis. Identifikasi gejala perlu

dibedakan karena gejala TBC pada anak tidak sama dengan orang dewasa.

Gejala TBC pada anak tidak khas dan dapat disebabkan oleh penyakit lain

(Wahyuni, 2013).

9
10

2. Klasifikasi TBC anak

Berdasarkan buku Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana

TBC pada Anak (Kemenkes, 2016, p.19-22), klasifikasi TBC dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

1) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah TBC yang terjadi pada parenkim (jaringan)

paru. TBC milier dianggap sebagai paru karena adanya lesi jaringan

paru. Limfadenitis TBC di rongga dada (hilis dan atau mediastinum)

atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang

mendukung TBC pada paru, dinyatakan sebagai TBC ekstra paru.

Pasien yang menderita TBC paru dan sekaligus juga menderita TBC

ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TBC paru.

2) Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah TBC yang terjadi pada organ selain

paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,

kulit, seni, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat

ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.

Diagnosis TBC ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan

Mycobacterium tuberculosis. Pasien TBC ekstra paru yang

menderita TBC pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien

TBC ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TBC yang

terberat.
11

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Pasien TBC baru

Pasien TBC baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TBC sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati TBC

Pasien yang pernah diobati TBC adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≤ dari 28 dosis).

Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan pengobatan TBC

terakhir yaitu: pasien kambuh, pasien yang diobati kembali setelah

gagal, pasien yang diobati kembali setelah putus berobat, dan lain-

lain.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui,

adalah pasien TBC yang tidak masuk dalam kelompok diatas.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan obat

contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT, berupa:

1) Monoresistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama saja.

2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis

OAT pertama saja selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)

secara bersamaan.
12

3) Multi drug resistant (TB MDR): resistan terhadap

Isoniazed (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

4) Extensive Drug Resistant (TB XDR): resistan terhadap

salah satu dari OAT golongan fluorokuinolon dan minimal

salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,

Kapreomisin, dan Amikasin).

5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT yang lain yang

terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau

metode fenotip (konvensional).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

Pemeriksaan HIV wajib ditawarkan pada semua pasien TBC anak,

Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan

sebagai:

1) HIV positif

2) HIV negatif

3) HIV tidak diketahui (Kemenkes RI, 2016, p. 21)

3. Gejala TB pada Anak

Gejala klinis TBC anak dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai

organ terkait. Gejala umum TBC pada anak yang sering dijumpai adalah

batuk persisten, berat badan turun atau gagal tumbuh, demam lama serta

lesu dan tidak aktif. Gejala-gejala tersebut sering dianggap tidak khas

karena juga dijumpai pada penyakit lain. Namun demikian, sebenarnya


13

gejala TBC bersifat khas, yaitu menetap (lebih dari 2 minggu) walaupun

sudah diberikan terapi yang adekuat (misalnya antibiotika atau anti malaria

untuk demam, antibiotika atau obat asma untuk batuk lama, dan pemberian

nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan) (Kemenkes RI, 2016, p.9).

4. Alur Diagnosis TBC Anak

Secara umum penegakan diagnosis TBC pada anak didasarkan pada 4 hal,

yaitu; konfirmasi bakteriologis, gejala klinis, adanya bukti infeksi TBC

(hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB), dan

gambaran foto toraks sugestif TBC. Adapun alur diagnosis TBC anak dapat

digambarkan pada bagan berikut


14

Anak dengan satu atau lebih gejala khas TB:


 Batuk ≥ 2 minggu
 Demam ≥ 2 minggu
 BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
 Malaise ≥ 2 minggu
Gejala- gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat

Pemeriksaan mikroskopis/ tes cepat


molekuler (TCM) TB

Postif Negatif Spesimen tidak dapat

Ada akses foto rontgen toraks tidak ada akses foto rontgen
dan/ atau uji tuberkulin*) toraks dan uji tuberkulin

Skoring sistem

Skor ≥ 6 Skor < 6

Uji tuberculin (+) Uji tuberculin (-) dan


dan/ atau ada kontak Tidak ada kontak TB
TB paru**) paru**)

TB anak
terkonfirmasi Tidak ada/ tidak
bakteriologis TB anak Klinis Ada kontak TB jelas kontak
paru**) pasien TB
paru**)
Terapi
Observasi gejala selama 2 minggu
OAT***)

Menetap Menghilang

Bukan TB

2.1 Gambar 1: Bagan Alur Diagnosis TBC Anak


15

Keterangan:

*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum

**) Kontak TBC paru dewasa dan kontak TBC paru anak terkonfirmasi

bakteriologis

***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada respon dengan pengobatan

adekuat, evaluasi ulang diagnosis TBC dan adanya komorbiditas atau rujuk

5. Tatalaksana TB pada Anak

Pada dasarnya prinsip pengobatan TBC anak sama dengan TBC dewasa,

dengan tujuan utama pemberian obat anti TBC. Adapun beberapa hal

penting dalam tatalaksana TBC anak adalah: obat TBC diberikan dalam

paduan obat, tidak boleh digunakan sebagai monoterapi, pengobatan

diberikan tiap hari, pemberian gizi yang adekuat dan mencari penyakit

penyerta, jika ditatalaksana secara bersamaan. Berikut ini tatalaksana TBC

pada anak.

a. Obat yang digunakan pada TBC anak

Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausi

basiler) sehingga rekomendasi pemberian 4 macam obat OAT pada fase

intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan

TBC tipe dewasa. Terapi TBC pada anak dengan BTA negatif

menggunakan panduan INH, Rifampisin, dan Pirazinamid pada fase

inisial (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH 4 bulan fase

lanjutan.
16

Tabel 1.1 Dosis OAT untuk anak

Nama Obat Dosis Harian Dosis Efek Samping


(mg/kgBB/ maksimal
hari) (mg/hari)

Isoniziad (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis


perifer,
hipersensivitas

Rifampisin 15 (10-20) 600 Gastrointestinal,


(R) reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna oranye
kemerahan

Pirazinamid 35 (30-40) - Toksisitas hepar,


(Z) artralgia,
gastrointestinal

Etambutol 20 (15-25) - Neuritis optik,


(E) ketajaman mata
berkurang, buta warna
merah hijau, hiper
sensivitas,
gastrointestinal

Dikutip dari KEMENKES RI (2018)


17

Tabel 1.2. Paduan OAT dan lama pengobatan TBC anak

Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Lanjutan

TB Klinis
TB Kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi pleura TB
TB Terkonfirmasi Bakteriologis
TB paru dengan kerusakan luas
TB ekstraparu (selain TB 2HRZE 4R
Meningitis dan TB Tulang/sendi)
TB Tulang/Sendi
TB Milier 2HRZE 10 HR
TB Meningitis
Dikutip dari KEMENKES RI (2018)

b. Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC.

Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket

KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg,

INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan

yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan

dapat dilihat pada tabel berikut.


18

Tabel 1.3. Dosis OAT KDT pada anak TB

Berat Badan Fase intensif (2bulan) Fase lanjutan (4


(kg) RHZ (75/50/150) bulan)
RH (75/50)

5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

23-30 5 tablet 5 tablet

>30 Dosis dewasa

Keterangan :

R : Riampisin; H : Isoniasid; Z : Pirazinamid

1) Bayi di bawah 5kg pemberian OAT secara terpisah, tidak

dalam bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke Rumah Sakit

2) Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang

diberikan disesuaikan dengan berat badan saat itu

3) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan berat

badan ideal (sesuai umur)

4) OAT KDT harus diberikan secara rutin (tidak boleh dibelah,

dan tidak boleh digerus)

5) Obat dapat diberikan pada saat perut kosong, atau paing cepat

1 jam setelah makan


19

6) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh,

dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukan air dalam

sendok (dispersable)

7) Bila INH dikombinasikan dengan Rifampisin, dosis INH tidak

boleh melebihi 10mg/kgBB/hari

8) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka

semua obat tidak boleh digeru bersama dan dicampur dalam

satu puyer

9) Kortikosteroid, diberikan pada kondisi: TBC meningitis,

sumbatan jalan nafas akibat TBC kelenjar, perikadis TBC,

TBC milier dengan gangguan nafas berat, efusipleura TBC,

TBC abdomen dengan asites.

10) Piridoksin, dapat menyebabkan defisiensi piridoksin

simptomatik, terutama pada anak dengan malnutrisi berat dan

anak dengan HIV yang mendapatkan anti retrovival theraphy

(ART), Suplementasi piridoksin (5-10mg/hari)

direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.

c. Mekanisme kerja obat TBC

1) Isoniazid

Mekanisme kerja utama dari isoniazid adalah dengan

berfokus pada pembentukan berbagai senyawa reaktif yaitu

reactive oxygen species (ROS). Setelah isoniazid beredar dalam

aliran darah, isoniazid akan berdifusi secara pasif masuk ke dalam


20

tubuh bakteri, yang mana bentuk tidak aktif dari isoniazid akan

diaktifkan oleh MnCl2 20 dan enzim katalase-peroksidase. Enzim

ini juga berfungsi untuk melawan kadar pH rendah ketika terjadi

proses oksidatf yang mengubah radikal bebas oksigen menjadi

H2O2 di dalam fagosom. Proses ini juga mengubah isoniazid

menjadi bentuk aktifnya, dimana bentuk aktifnya ini akan

berikatan dengan NADH di sisi aktif protein InhA. Kompleks ini

akan mengahmbat elongasi dari rantai terakhir asam lemak dan

karenanya pembentukan asam mikolatdan dinding sel pun

terhambat, sehingga juga menyebabkan deoksiribonucleotida acid

(DNA) bakteri rusak, dan kemudian bakteri tersebut akan mati.

Kerja dari isoniazid sangat penting di minggu pertama pengobatan

terutama pada bakteri yang cepat membelah. Pada bakteri yang

lambat tumbuh, obat ini bekerja sebagai bakterisidal (Kemenkes

RI, 2018).

2) Rifampisin

Bioavailabilitas rifampisin diperkirakan mencapai 90-95%

karena bentuknya yang siap diabsorbsi lewat traktus

gastrointestinal. Kadar plasma tertinggi dari rifampisin dicapai

setelah 2-4 jam sejak masuk lewat oral. Konsumsinya bersama

makanan akan memperlambat tetapi tidak menurunkan absorbsi

obat. Waktu paruh dari rifampisin adalah 1,5-5 jam dan


21

memanjang pada kerusakan hati. Sekitar 60-90% obat berikatan

dengan protein plasma dan didistribusikan ke organ-organ dan

cairan tubuh seperti ke paru, hepar, empedu, dan urin. Dan

sebanyak 60-80% obat ini dimetabolisme di hepar. Sebagian kecil

dari obat ini dimetabolisme menjadi formilrifampin yang memiliki

efek bakterisidal 10%. Sekitar 15-30% obat dikeluarkan melalui

ginjal dan hanya 7% dari obat ini yang dibuang lewat urin dalam

bentuk aslinya. Sekitar 60-65% dari obat ini dibuang melalui

empedu dan feses (Kemenkes RI, 2018).

3) Pirazinamid

Pirazinamid bekerja secara bakteriostatik.27 Pirazinamid dalam

bentuk prodrug akan dikonversi menjadi asam pirazinoat oleh

enzim piramidase bakteri. Asam pirazinoat dan analognya 5-kloro-

pirazinamid dapat menghambat sintesis asam lemak dari bakteri.

Pirazinamid mengganggu lalu lintas energi dan transport di

membran bakteri. Akumulasi dari asam pirazinoat di dalam kondisi

asam akan mengasamkan sitoplasma dan merusak sel bakteri

(Kemenkes RI, 2018).

4) Etambutol

Etambutol bekerja sebagai bakteriostatik melawan bakteri

tuberkulosis dan bakteri yang resisten terhadap agen

antimycobacterial lainnya. Mekanisme kerja dari etambutol adalah

menghambat sintesis metabolit penting dari metabolisme sel dan


22

multiplikasi bakteri dengan menghambat pembentukan asam

mikolat dan dinding sel. Penghambatan sintesis dinding sel

dilakukan dengan menghambat arabinosyl transferases yang

terlibat dalam sintesis dinding sel. Hal ini kemudian

mengakibatkan permeabilitas dinding sel bakteri meningkat

(Kemenkes RI, 2018).

5) Streptomicin

Streptomisin berasal dari isolasi Streptomyces griseus, dan

merupakan antibiotik pertama yang sukses digunakan melawan

tuberkulosis. Sayangnya resistensi terhadap streptomisi muncul

tidak lama setelah digunakan karena penggunaannya sebagai

monoterapi. Antibiotik ini termasuk ke dalam kelompok obat

aminoglikosida. Penggunaan streptomisin seringkali diganti

dengan penggunaan etambutol, sebab absorbsi oral dan toksisitas

streptomisin lebih buruk daripada etambutol (Kemenkes RI, 2018).

d. Nutrisi

Status gizi pada anak dengan TBC akan mempengaruhi keberhasilan

pengobatan TBC. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin

selama anak dalam pengobatan. Pemberian makanan tambahan

sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak memungkinkan

dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TBC dapat

diatasi. Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih dalam masa

menyusui.
23

e. Pemantauan dan hasil evaluasi TBC anak

1) Pemantauan pengobatan pasien TBC anak

Pasien TBC anak harus dipastikan minum obat setiap hari secara

teratur oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Orang tua merupakan

PMO terbaik untuk anak. Sebaiknya pasien TBC dipantau setiap 2

minggu selama fase intensif, dan sekali sebulan dalam fase lanjutan.

Pada setiap kunjungan di evaluasi respon pengobatan, kepatuhan,

toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat.

Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik

(demam menghilang dan batuk berkurang), nafsu makan meningkat

dan berat badan meningkat. Jika respon pengobatan tidak membaik

maka pengobatan TBC tetapa dilanjutkan dan pasien dirujuk ke

sarana yang lebih lengkap untuk menilai kemungkinan resistansi

obat, komplikasi, komorbiditas, atau adanya penyakit paru lain.

Pada pasien TBC anak dengan hasil BTA positif pada awal

pengobatan, pemantauan pengobatan, dilakukan dengan melakukan

pemeriksaan dahak ulang pada akhir bulan ke-2, ke-5 dan ke-6.

2) Hasil akhir pengobatan pasien TBC anak

Tabel 1.4 Hasil Akhir Pengobatan

Hasil pengobatan Definisi


Sembuh Pasien TBC paru dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis positif pada awal pengobatan
yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada
akhir pengobatan dan pada salah satu
pemeriksaan sebelumnya negatif.
Pengobatan Pasien TBC yang telah menyelesaikan
Lengkap pengobatan secara lengkap dimana pada
24

salah satu pemeriksaan sebelum akhir


pengobatan hasilnya negatif namun tanpa
ada buktihasil pemeriksaan bakteriologis
pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan atau kapan saja apabila selama
dalam pengobatan diperoleh hasil
laboratorium yang menunjukkan adanya
resistensi obat.
Meninggal Pasien TBC yang meninggal oleh sebab apa
pun sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.
Putus Berobat Pasien TBC yang tidak memulai
(loss to follow up) pengobatannya atau yang pengobatannya
terputus selama 2 bulan terus menerus atau
lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TBC yang tidak diketahui hasil akhir
pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini
adalah “pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui oleh
kabupaten/kota yang ditinggalkan.

f. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TBC merupakan penyebab

kegagalan terapi dan meningkatkan resiko terjadinya TBC resistan

obat.

1) Jika anak tidak minum obat > 2 minggu di fase intensif atau

> 2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TBC, ulangi

pengobatan dari awal

2) Jika anak tidak minum obat < 2 minggu di fase intensif atau <

2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TBC, lanjutkan

sisa pengobatan sampai selesai


25

g. Pengobatan ulang TBC pada anak

Anak yang pernah mendapat pengobatan TBC, apabila datang kembali

dengan gejala TBC, perlu di evaluasi apakah anak tersebut menderita

TBC. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau

sistem skoring.

h. Tatalaksana efek samping obat

Efek samping obat TBC lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan

dewasa. Pemberian etambutol untuk anak yang mengalami TBC berat

tidak banyak menimbulkan gejala efek samping selama pemberian

sesuai dengan rentang dosis yang direkomendasi (Kemenkes RI, 2016,

p.29-35)

B. Kepatuhan Minum Obat

1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) adalah

tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan

oleh dokternya atau oleh orang lain. Kepatuhan pasien sejauh mana perilaku

sesuai dengan ketentuan yang diberikan oeleh petugas kesehatan. Penderita

yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara

teratur dan lengkap tanpa terputus minimal enam bulan (Notoadmojo, 2005,

p.43-45).

Kepatuhan dalam suatu sikap yang merupakan respon yang hanya

muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang


26

menghendaki adanya reaksi individual. Kepatuhan adalah suatu sikap yang

akan muncul pada seseorang yang merupakan suatu reaksi terhadap sesuatu

yang ada dalam peraturan yang harus dijalankan (Notoadmojo, 2007).

Disini, kepatuhan pasien akan meningkat secara umum bila semua

instruksi yang diberikan oleh petugas medis jelas. Pengobatan yang teratur

serta adanya keyakinan bahwa kesehatan akan pulih, dan tentunya harga

yang terjangkau akan berpengaruh pada kepatuhan pasien (Niven, 2002,

p.58-63).

2. Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat adalah hal yang sangat penting dilakukan

untuk memcapai kesembuhan bagi setiap penderita penyakit, dalam

penelitian ini khususnya penderita TBC anak. Semakin pasien patuh minum

obat, maka semakin membaik pula kesehatan pasien. Purba (2018, p.42)

menuliskan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan, dukungan keluarga,

pendidikan, pekerjaan, dan sikap terhadap kepatuhan minum obat pada

pasien TBC, ia mengatakan bahwa variabel yang paling dominan terhadap

kepatuhan minum obat yaitu variabel pengetahuan.

3. Cara Mengukur Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat dapat diketahui melalui tujuh cara yaitu:

keputusan dokter yang didapat pada hasil pemeriksaan, pengamatan jadwal

pengobatan, perhitungan jumlah tablet pada akhir pengobatan, pengukuran

kadar obat dalam darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian

formulir khusus. Safarino berpendapat bahwa kepatuhan meminum obat


27

dapat dapat diketahui melalui tiga cara yaitu perhitungan sisa obat secara

manual, perhitungan sisa obat berdasarkan suatu alat elektronik serta

pengukuran berdasarkan biokimia (kadar obat) dalam darah atau urin

(Notoadmodjo, 2005, p.15).

C. Konsep Anak Usia Prasekolah

1. Pengertian Anak Usia Prasekolah

Anak diartikan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas

tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik

kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual (Hidayat, 2005). Anak

adalah antara usia 0-14 tahun karena diusia inilah risiko cenderung menjadi

besar (WHO dalam Nursalam, 2003). Kemudian, anak usia prasekolah

adalah anak yang berusia 4 sampai 6 tahun yang mempunyai berbagai

macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar

pribadi anak tersebut berkembang secara optimal (Supartini, 2004).

2. Ciri-ciri Anak Usia Prasekolah

Kartono (2007), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah meliputi

aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri fisik

Penampilan atau gerak-gerik anak prasekolah mudah di bedakan

dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah

umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol

terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan-kegiatan yang dapat

dilakukan sendiri. Berikan kesempatan pada anak untuk lari, memanjat,


28

dan melompat. Usahakan kegiatan tersebut sebanyak mungkin sesuai

dengan kebutuhan anak dan selalu dibawah pengawasan.

Ciri fisik pada anak usia4-6 tahun tinggi badan bertabah rata-rata

6,25-7,5 cm pertahun, tinggi rata-rata anak usia 4 tahun adalah 2,3 kg

per tahun. Berat badan anak usia 4-6 tahun rata-rata 2-3 kg pertahun,

berat badan rata-rata anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005).

b. Ciri sosial

Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi dengan orang

sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat yang cepat berganti. Mereka umumnya dapat menyesuaikan diri

secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang biasa

di pilih yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang

menjadi sahabat yang terdiri dari jenis kelamin berbeda.

Pada usia 4-6 tahun anak sudah memiliki ketertarikan selain dengan

orang tua, termasuk kakek nenek, saudara kandung, dan guru sekolah,

anak memerlukan interaksi yang teratur untuk membantu

mengembangkan keterampilan sosialnya (Muscari, 2005).

c. Ciri Emosional

Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan

bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati. Pada anak prasekolah hal ini

sering terjadi. Mereka sering kali memperebutkan perhatian guru dan

orang sekitar.
29

d. Ciri kognitif

Anak prasekolah umumnya sudah terampil berbahasa, sebagian dari

meraka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya. Sebaiknya

anak di beri kesempatan untuk menjadi pendengar yang baik.

Pada usia 2-4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu kejadian

dengan yan simultan dan anak mampu menampilkan pemikiran yang

egosentrik, pada usia 4-7 tahun anak mampu membuat klasifikasi,

menjumlahkan, dan menghubungkan objek-objek anak mulai

menunjukkan proses berfikir intuitif (anak menyadari bahawa sesuatu

adalah benar tetapi dia tidak dapat mengatakan alasannya), anak

menggunakan banyak kata yang sesuai tetapi kurang memahami makna

sebenarnya serta anak tidak mampu untuk melihat sudut pandang orang

lain (Muscari, 2005).

D. Konsep Asuhan Keperawatan Kasus Tuberkulosis anak

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan kasus

Tuberkulosis anak adalah sebagai berikut (Irman Somantri, 2009, p.68).

a. Data Pasien

Identitas data umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal

lahir, usia, agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama

orangtua, pendidikan, dan pekerjaan).

b. Diagnosa Medis

TB Paru
30

c. Riwayat Keperawatan Sekarang

Keluhan Utama

1) Saat masuk Rumah Sakit

Keluhan utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).

2) Saat pengkajian

Keluhan utama: keluhan yang dialami pasien saat dilakukan

pengkajian meliputi PQRST (palliative, quantitatif, region, scale,

timing).

3) Keluhan penyerta

Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda

dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-

tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.

d. Riwayat Kehamilan dan Kesehatan

1) Pre Natal : kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi

selama hamil.

2) Intra Natal : bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir,

bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom.

3) Post Natal: kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit

infeksi , asfiksia icterus.


31

e. Riwayat Masa Lalu

1) Penyakit waktu kecil

Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit

batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar

yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-

sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh?

Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?.

2) Pernah di rawat di Rumah Sakit

Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat

pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau

seperti apa.

3) Obat-obatan yang pernah digunakan

Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui,

agar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui.

Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di identifikasi

4) Tindakan (operasi)

Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada

bagian apa, atas indikasi apa

5) Alergi

Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau

makanan

6) Kecelakaan
32

Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya,

apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan,

atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja

7) Imunisasi

BCG merupakan kepanjangan dari Bacillus Calmette-Guerin.

pemberian imunisasi BCG diberikan pada bayi yang baru lahir

sebelum usia 3 bulan. pemberian vaksin ini akan memicu system

imun untuk menghasikan sel-sel yang dapat melindungi tubuh dari

dari bakteri tuberculosis.

f. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan

sakitnya.

2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.

3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan

penyakitnya.

4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

g. Kebutuhan Dasar (11 Pola Fungsi Gordon)

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,

gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura

sehingga timbul pleuritis.


33

2) Pola nutrisi metabolik

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat

badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak

subkutan

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran

kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan

splenomegali.

4) Pola tidur dan istirahat

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,

gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura

sehingga timbul pleuritis.

5) Pola aktivitas dan latihan

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak

(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada

malam hari

Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak

(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam

subfebris (40-41˚ C) hilang timbul

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada


34

Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan

kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks

paru, tachipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan

pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris

(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan

pleural), deviasi trakeal (penyebaran broncogenik).

6) Pola persepsi kognitif

Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas

fisik

7) Pola persepsi dan konsep diri

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang

mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-

menerus.

8) Pola peran hubungan dengan sesama

a) Yang mengasuh anak

Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang

anak. Siapa yang lebih intensif dan secara konstan

menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat

mempengaruhi perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta

perkembangan anak
35

b) Hubungan dengan anggota keluarga

Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan

perkembangan individu setiap anaknya, kemudian orangtua

akan lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan

keluarga terhadap anaknya

c) Hubungan dengan teman sebaya

Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya

akan berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi,

sosial dan intelektual anak

d) Lingkungan rumah

Lingkungan tempat tinggal (lingkungan kurang sehat (polusi,

limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang

kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola

sosialisasi anak.

e) Kondisi rumah, bagaimana kondisi rumah, apakah dalam

satu keluarga ada yang menderita TB paru.

f) Merasa dikucilkan, kaji perasaan pasien atau keluarga pasien

atas penyakit yang diderita.

g) Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan

bebas, menarik diri).

h) Berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu

waktu yang lama dan biaya yang banyak.


36

i) Tidak bersemangat dan putus harapan karena merasa tidak

akan sembuh dan terbatas ekonomi

9) Pola koping dan toleransi terhadap stres

Subjektif: Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang

mengakibatkan masalah pada anak

Objektif: ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-

menerus.

10) Pola reproduksi dan seksualitas

Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.

11) Pola nilai dan kepercayaan

Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya

akan menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan

keluarganya

h. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum: pada umumnya pasien tuberkulosis anak

yang berobat sering ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat,

kurus dan tidak bergairah

2) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu

tinggi, demam dapat lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek,

saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi

tachicardi.
37

3) Antropometri: engukur lingkar kepala, lengan, dada dan

panjang badan serta berat badan.

4) Pemeriksaan fisik

a) Kepala: kaji bentuk kepala, kebersihan rambut.

b) Mata: kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil.

c) Hidung: terdapat cuping hidung atau tidak, ada

penumpukkan sekret atau tidak, simetris tidak.

d) Mulut: kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi

yang tumbuh.

e) Telinga: kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata,

ada cairan atau tidak, uji pendengaran anak.

f) Leher: Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal),

axilla, inguinal dan sub mandibula

g) Dada: batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus;

batuk ini membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai

dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).

Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang

sampai setengah paru.

h) Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi

radang sampai ke pleura.

i) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun,

sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada

tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring.


38

Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada

auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi

interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai

pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

j) Perut: kaji bentuk perut, bising usus

k) Ekstermitas: kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah,

apakah ada kelemahan

l) Kulit: pembesaran kelenjar biasanya multipel.

Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,

inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.

m) Genetalia: kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji

bentuk, skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter

ditengah.

i. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan Untuk Anak Usia < 6

Tahun

1) Motorik kasar: sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan

orang lain.

2) Motorik halus: sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan

jari ke lubang, membuka kotak, melempar benda.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus

dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi

bertahan/sisa sekresi
39

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,

keletihan, keletihan otot pernapasan

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahanmembran

alveolar-kapiler

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan

e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit

g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan

mekanisme regulasi

h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan

tentang kewaspadaan perdarahan

j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak

k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan,

infeksi/ kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri

3. Intervensi/Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB

adalah sebagai berikut.

4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat


40

bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu

diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan pasien.

5. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data

subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan

keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini

merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai