Anda di halaman 1dari 6

TUBERKULOSIS (TB)

No. Dokumen :
PPK/000/IX/2023

No. Revisi : 001


PPK
Tanggal Terbit : 00/00/2023

Halaman : 1/5

PUSKESMAS dr. LUTFI HAKIM

GAJAH I NIP.196512252002121004

A. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


(Definisi) oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 3 besar dari
32 negara di dunia dengan beban TB yang besar dengan estimasi
824.000 kasus TB baru setiap tahun. Penatalaksanaan TB yang tidak
adekuat serta tidak efektifnya kegiatan untuk memastikan pasien TB bisa
menyelesaikan pengobatan akan menimbulkan dampak meningkatnya
kasus TB Resisten Obat (TB RO). Setiap tahun WHO memperkirakan ada
24.000 kasus baru TB RO yang muncul di Indonesia. Percepatan
penanggulangan TB menuju eliminasi TB pada tahun 2030 menjadi salah
satu prioritas pembangunan bidang kesehatan sesuai dengan PERPRES
67/2021.

B. Anamnesis Terduga TB didapatkan dari proses skrining sistematis menggunakan


gejala dan tanda TB atau skrining menggunakan pemeriksaan radiologis
yang dilakukan kepada pengunjung FKTP, kelompok beresiko maupun
orang dengan keluhan

mengarah ke penyakit TB.

Pasien TB Paru Dewasa adalah pasien TB berumur > 15 tahun dengan


kelainan/ gangguan fungsi organ akibat infeksi mycobacterium
tuberculosis yang terjadi pada parenkim paru dan atau tracheobronchial
tree. Berdasarkan proses penegakan diagnosis yang dilakukan, pasien TB
Paru dewasa dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu:

a) Pasien TB Paru Terkonfirmasi, adalah seorang terduga TB Paru yang


sudah mendapatkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis positif
dengan ditemukannya Mtb dari sampel uji yang diperiksa,
menggunakan metode pemeriksaan bakteriologis yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan RI.
b) Pasien TB Paru Terdiagnosis Klinis, adalah pasien TB Paru dengan
hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya negatif Mtb, tetapi memiliki
hasil sugestif TB berdasarkan pemeriksaan penunjang dan evaluasi
klinis yang dilakukan oleh dokter.

Riwayat pengobatan TB sebelumnya dan Riwayat penyakit komorbid yang


bisa mempengaruhi pengobatan TB, misalnya DM, HIV, gangguan fungsi
ginjal, kehamilan, penyakit hati khronis, Riwayat alergi dan pemakaian
obat rutin harus ditelusuri secara mendalam untuk memastikan
pengobatan yang akan diberikan maupun kemungkinan untuk rujukan ke
fasilitas kesehatan rujukan.

Untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan investigasi kontak maka


informasi mengenai kontak serumah (orang yang tinggal serumah lebih
dari 3 hari selama 3 bulan terakhir) dan kontak erat (orang yang tinggal
bersama dalam satu ruangan selama lebih dari 8 jam dalam periode 3
bulan terakhir) harus digali dan dicatat.

Manifestasi klinis TB pada kehamilan umumnya sama dengan wanita yang


tidak hamil yaitu manifestasi umum dari TB paru. Semua wanita hamil
harus diskrining anamnesis untuk diagnosis TB. Apabila dari hasil
anamnesis ibu hamil terduga menderita TB, dilakukan kerjasama dengan
program TB untuk penegakan diagnosis dan tata laksana lebih lanjut.
Pada wanita hamil terduga TB perlu dilakukan juga tes HIV.

C. Pemeriksaan Fisik Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali


menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara napas
bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Penimbangan berat badan dan pengukuran indeks masa tubuh perlu


dilakukan untuk mengetahui dosis OAT yang tepat untuk pasien TB yang
akan diobati.

D. Diagnosis Diagnosis Pasti TB

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil


pemeriksaan bakteriologis dan hasil pemeriksaan penunjang. Dokter
melakukan evaluasi klinis secara menyeluruh untuk mengambil keputusan
terapetik,

Penulisan diagnosis pasti TB adalah berdasarkan urutan:

a) Letak anatomis penyakit: Paru atau Ekstra Paru

b) Riwayat pengobatan TB: Baru atau Pengobatan ulang

c) Status HIV: Positif, Negatif atau tidak diketahui

d) Status resistansi OAT: Sensitif atau Resistan Obat.

E. Kriteria Diagnosis A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and histologically confirmed


(konfirmasi bakteriologis)

A16 Respiratory tuberculosis, not confirmed bacteriologically or


histologically (terdiagnosis klinis)
F. Pemeriksaan a) Pemeriksaan utama penegakan diagnosis pasti pasien TB Paru
Penunjang dewasa adalah pemeriksaan bakteriologis yaitu pemeriksaan TCM atau
pemeriksaan BTA (bila pemeriksaan TCM tidak bisa dilakukan), dengan
sampel uji dahak(sputum). Apabila pemeriksaan TCM tidak tersedia di
layanan primer, maka dilakukan rujukan sediaan dahak ke fasilitas
layanan primer lain yang memiliki alat TCM.
b) Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan di fasilitas kesehatan primer
sebagai baseline sebelum memulai pengobatan dan diputuskan
berdasar rencana pengobatan yang dipilih, antara lain pemeriksaan
darah rutin, gula darah.

c) Pemeriksaan penunjang yang memerlukan rujukan:

1) Bila diagnosis awal menggunakan pemeriksaan mikroskopis Bakteri


Tahan Asam (BTA) maka dilakukan rujukan untuk pemeriksaan TCM
untuk mengetahui resistensi terhadap Rifampisin. Rujukan dilakukan
sesuai alur yang ditetapkan Dinas Kesehatan setempat.
2) Bila hasil pemeriksaan bakteriologis negatif, bisa dilakukan rujukan
pemeriksaan radiologi ke fasilitas rujukan tingkat lanjut untuk
penegakan TB paru dewasa yang terdiagnosis klinis.
3) Tes HIV untuk pasien TB paru dewasa yang menjalani pengobatan,
4) Pemeriksaan penunjang lain apabila dari hasil anamnesis ditemukan
adanya kelainan/ komplikasi/ penyakit penyerta yang memerlukan
perhatian

G. Diagnosis Banding

H. Terapi dan Tujuan a) Prinsip Pengobatan TB:


Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
2. Diberikan dalam dosis yang tepat.
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi
dalam dua (2) tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai
pengobatan yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.
5. Dilakukan pemeriksaan bakteriologis follow up pada akhir tahap
awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir
pengobatan.Tahapan Pengobatan TB:
b) Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan dengan maksud:
1) Tahap Awal:
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh
dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal
pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu pertama.
2) Tahap Lanjutan:
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan
Berdasarkan lama pengobatan, paduan OAT untuk pasien dewasa
TB Paru Sensitif Obat meliputi:
a) Paduan OAT TB SO standar 6 bulan yaitu: 2HRZE/4HR.
- Paduan ini disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap harian (OAT-KDT) dan paket OAT lepasan dosis
harian. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis
obat dalam satu tablet, sedangkan OAT lepasan disediakan
dalam bentuk paket obat lepasan yang disebut Kombipak.
- Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari:
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk pasien yang tidak bisa menggunakan paduan
OAT KDT.
- Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuk
satu (1) masa pengobatan, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket
untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.
- Pengobatan TB dengan paduan OAT TB SO standar 6 bulan
diberikan dengan dosis harian baik pada tahap awal maupun
tahap lanjutan dengan mengacu pada dosis terapi yang telah
direkomendasikan

- Pengobatan intermitten pada tahap lanjutan sudah tidak


dianjurkan lagi. Hanya boleh diberikan pada situasi dimana
OAT dosis harian tidak tersedia.
- Jika tidak tersedia paduan dosis harian, dapat dipakai paduan
2RHZE/4R3H3 dengan syarat harus disertai pengawasan yang
lebih ketat secara langsung untuk setiap dosis obat
- Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep.
 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan
sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek
samping.
 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien.
b) Paduan OAT TB SO standar 4 bulan yaitu: 2HPMZ/2HPM.
- Diberikan pada pasien TB >12 tahun dengan BB di atas 40kg.
- Bentuk sediaan yang tersedia adalah bentuk lepasan yang
terdiri 4 obat: INH, Rifapentin, Moksifloksasin, Pirazinamid yang
diberikan pada tahap awal dan 3 obat: INH, Rifapentin,
Moksifloksasin pada tahap lanjutan.
- Bisa diberikan untuk ODHIV dengan CD-4 lebih dari 100/mm3
- Tidak diberikan untuk wanita hamil.
- Belum disediakan dalam jumlah besar oleh program nasional.

Ibu hamil yang sakit TB, harus segera diberi pengobatan OAT
untuk mencegah penularan dan kematian. Amikasin, Streptomisin,
Etionamid/Protionamid TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk
pengobatan TB pada ibu hamil.

I. Edukasi Konseling dan Edukasi

a) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit


tuberkulosis
b) Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.
c) Kemampuan mengenali munculnya efek samping OAT.
d) Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan
e) Menghubungkan pasien dengan kelompok dukungan sebaya.
f) Pemberian motivasi dan mengupayakan akses dukungan psikososial.

J. Sarana dan a) Laboratorium untuk pemeriksaan follow up BTA, darah rutin, gula
Prasarana darah, kehamilan sesuai dengan indikasi.
b) Ruang pemeriksaan yang sesuai dengan kaidah pencegahan dan
penularan infeksi lewat udara.
c) Ruang rawat inap bila tersedia, yang sesuai dengan kaidah
pencegahan dan penularan infeksi lewat udara.
d) Pemeriksaan Radiologis bila tersedia, untuk mengetahui severity of
disease dan lokasi anatomi kelainan, serta untuk melihat perbaikan.
e) Pemeriksaan TCM untuk diagnosis dan pemeriksaan ulangan apabila
ada tanda kegagalan pengobatan.

K. Prognosis Prognosis ad vitam, ad functionam apabila pasien melakukan terapi sesuai


dengan ketentuan pengobatan. Prognosis Ad sanationam apabila pasien
melakukan pemeriksaan bakteriologis follow up pada akhir pengobatan.

L. Penelaah Kritis Dokter Umum Puskesmas

M. Kepustakaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/MENKES/1936/2022 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1186/2022 Tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama

Anda mungkin juga menyukai