Anda di halaman 1dari 26

DISKUSI KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :

Ahimsa Yoga Anindita G0007030

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi (Daniel, 2007) dan oleh hipersensitivitas yang diperantai oleh sel (cell-mediated hypersensitivity) (Wright, 2007). Menurut buku Depkes disebutkan, tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan masalah utama yang harus segera ditangani. Dalam Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis yang dikeluarkan Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2003, diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan hampir 3 juta orang meninggal sebagai akibat langsung dari penyakit ini. Kasus tuberculosis pada anak terjadi sekira 1,3 juta setiap tahun dan 450.000 di antaranya meninggal dunia. Laporan World Health Organization (WHO), tahun 1997, menyebutkan Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan, dari setiap 100.000 penduduk Indonesia akan ditemukan 130 penderita baru TB paru dengan bakteri tahan asam (BTA) positif. Dan pada tahun 2004, setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, SpA, dokter spesialis konsultan penyakit paru anak, dalam makalahnya, Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak (tahun 2002) menyebutkan, karena sulitnya mendiagnosa TB pada anak, angka kejadian TB anak belum diketahui secara pasti. Namun bila angka kejadian TB dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian TB anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap 1

orang dewasa dengan basil tahan asam (BTA) positif akan menularkan 10 orang di lingkungannya, terutama anak-anak. Karenanya sangat penting untuk mendeteksi TB pada dewasa dan menelusuri rantai penularannya. Sehingga setiap anak yang mempunyai risiko tertular dapat dideteksi dini dan diberi pencegahan. Beberapa hal yang diduga berperan pada kenaikan angka kejadian TB antara lain adalah, diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat, kepatuhan yang kurang, migrasi penduduk, peningkatan kasus HIV/AIDS, dan strategi DOTS ( Directly Observed Therapy Short-course) yang belum berhasil. Strategi DOTS adalah program yang direkomendasikan oleh WHO. Sejak tahun 1995 program ini dilaksanakan untuk menanggulangi pemberantasan tuberkulosis paru di Indonesia. Walaupun begitu, penyebab utama lainnya meningkatnya beban masalah TB adalah kemiskinan, kegagalan program penanggulangan TB, perubahan demografik karena perubahan jumlah penduduk dan perubahan struktur penduduk, serta dampak pandemik HIV. Kegagalan program penanggulangan TB bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan program

penanggulangan TB, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, obat tidak terjamin penyediaannya, pelaporan tidak tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan program penanggulangan TB, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, obat tidak terjamin penyediaannya, pelaporan tidak standar dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat tidak standar), salah persepsi terhadap manfaat dan efektivitas vaksinasi BCG, dan infrastruktur kesehatan yang buruk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Myobacterium tuberculosis complex yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (Price dan Standridge, 2007).

B. PATOGENESIS 1. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni yang disebut sarang primer. Sarang primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut (Daniel, 2007) : a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali. b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas. c. Menyebar dengan cara : 1) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. 2) Penyebaran secara bronkogen. 3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. 2. Tuberkulosis Postprimer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini yang berbentuk suatu sarang pneumoni. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut (Daniel, 2007) : a. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalakan cacat. b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan pembentukan jaringan fibrosis. 3

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa)

C. KLASIFIKASI TB PARU 1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) a. TB paru BTA (+) b. TB paru BTA (-) 2. Berdasarkan tipe pasien a. Kasus baru b. Kasus kambuh (relaps) c. Kasus drop out d. Kasus gagal e. Kasus kronik f. Kasus bekas TB

D. DIAGNOSIS 1. Gejala klinis a. Gejala respiratori - batuk 2 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri dada b. Gejala sistemik - demam - malaiase - keringat malam - anoreksia - berat badan menurun

2.

Pemeriksaan fisik Pada auskultasi paru dapar ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

3.

Pemeriksaan bakteriologi Dengan pemeriksaan dahak 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu). Interpretasi hasil pemeriksaan dahaak 3 kali adalah : 3 kali (+) atau 2 kali (+), 1 kali (-) BTA (+) 1 kali (+), 2 kali (-) ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali (+), 2 kali (-) BTA (+) bila 3 kali (-) BTA (-)

4. Pemeriksaan Radiologi Lesi TB aktif : - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah - Kaviti - Bayangan bercak milier
-

Efusi pleura unilateral atau bilateral

Lesi TB inaktif : - Fibrotik - Kalsifikasi


-

Schwarte atau penebalan pleura

5. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
-

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis

pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya 5

pertumbuhan,

menggunakan

uji

nikotinamid,

uji

niasin

maupun

pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

E. PENGOBATAN TB Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1. Jenis OAT a. Jenis obat utama (lini 1) - INH - Rifampisin - Pirazinamid - Etambutol - Streptomisin b. Jenis obat tambahan (lini 2) - Kanamisin - Amikasin - Kuinolon - Makrolid dan amoksilin + asam klavulanat 2. Dosis OAT Obat Dosis (mg/kgBB/hr) 8-12 4-6 20-30 15-20 15-18 Dosis yg dianjurkan (mg/kgBB/hr) Harian Intermiten 10 10 5 10 25 35 15 30 15 15 Dosis maks (mg) 600 300 Dosis (mg)/BB(kg) <40 300 150 750 750 Sesu ai BB 40-60 450 300 1000 1000 750 >60 600 450 1500 1500 1000

R H Z E S

1000

3. Paduan OAT a. OAT kombipak Kategori I Paduan obat yg Keterangan dianjurkan TB paru BTA (+), 2RHZE/4RH atau BTA (-), lesi luas 2RHZE/6HE 2RHZE/4R3H3 Kambuh RHZES/1RHZE / sesuai Bila hasil uji resistensi atau streptomisin 2RHZES/1RHZE/5RHE alergi, diganti kanamisin Gagal pengobatan 3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 1518 sikloserin atau 2RHZES/1RHZE/5RHE TB paru putus obat Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lam berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologis dan Ro saat ini atau 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 TB paru BTA (-), 2RHZE/4RH atau 6RHE lesi minimal atau 2RHZE/4R3H3 Kronik RHZES/sesuai hasil uji resistensi + obat lini 2 MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup Kasus

II

III IV

b. OAT-FDC (Fixed Dose Combination) Di beberapa profinsi akan digunakan tablet FDC. Contoh Obat 4 FDC 1 tablet : Rifampisisn 150 mg/INH 75 mg Pirazinamid 400 mg Etambutol 275 mg 2 FDC 1 tablet : Rifampisin 150 mg / INH 150 mg

6. Efek samping OAT No. 1. OAT Rifampisin Efek Samping a. Ikterus b. Flu-like Syndrom c. Sindrom Redman d. Lain2 : nyeri epigastrik, rx hipersensitivitas, supresi imunitas a. Neuritis perifer b. Ikterus c. Hipersensitivitas d. Lain2 : mulut kering, nyeri epigastrik, methemohlobinemia, tinitus, retensi urin a. Gangguan hati b. Gout c. Lain2 : atralgia, anoreksia, mual-muntah, disuria, malaise, demam a. Neuritis optik b. Gout c. Lain2 : gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik, nyeri perut, malaise, sakit kepala, sempoyongan, linglung, bingung, halusinasi a. Hipersensitivitas b. Mempengaruhi saraf VIII C. Dpt menurunkan fungsi ginjal

2.

INH

3.

Pirazinamid

4.

Etambutol

5.

Streptomisin

Pengobatan suportif / simtomatik Selain OAT kadang diperlukan obat tambahan suportif dan simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/ keluhan. Pengobatan ini diberikan sesuai denagn keadaan klinis dan indikasi rawat inap 1. Pasien rawat jalan a. b. c. Makan makanan yang bergizi, vitamin Bila demam dapat diberikan penurun panas Dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak nafas atau keluhan lain 2. Pasien rawat inap

F. EVALUASI PENGOBATAN 1. Evaluasi klinis Dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu dalam masa intensif dan seterusnya selaki sebelan sampai masa akhir pengobatan 2. Evaluasi bakteriologis Dilakukan minimal 2 kali, sebaiknya 3 kali (0-2-6/9) yaitu sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif ) dan diakhir masa pengobatan 3. Evaluasi radiologis Diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Bila secara bakteriologis menunjukkan adanya perbaikan, tapi secara klinis dan radiologis tidak, maka harus dicurigai adanya penyakit lain selain TB paru Waktu pelaksanaan seperti pemeriksaan bakteriologis 4. Evaluasi efek samping secara klinis Untuk memantau efek samping dari penggunaan OAT 5. Evaluasi kateraturan minum obat Penting untuk memantau kepatuhan minum obat

BAB III ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Agama : Tn. A : 55 tahun : Laki-laki : Petani : Pandean, Sumberlawang, Sragen : Islam

B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama : Batuk lebih dari 3 bulan 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan batuk berdahak yang terus-menerus, dahak berwarna putih kekuningan dan kental. Pasien juga kadang-kadang mengeluhkan sesak napas. Sesak napas akan bertambah berat dengan melakukan aktivitas dan sesak napas berkurang dengan beristirahat. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca, terbangun malam hari karena sesak (-). Pasien juga merasakan badannya panas sumer-sumer setiap hari, sering berkeringat malan hari (+). Sejak 1 bulan yang lalu pasien mulai merasakan nafsu makan menurun, sering merasa lelah dan dalam 1 bulan berat badannya menurun 6 kg, ditimbang di Puskesmas. Sejak 1 minggu yang lalu pasien merasakan batuk yang bertambah parah. Batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan dan kental, darah (+). Selama 2 bulan ini pasien hanya minum obat batuk biasa yang dibeli di warung. Karena dirasa semakin parah pasien kemudian datang ke poliklinik Paru. Pasien berobat dengan Jamkesmas. 3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat mondok karena penyakit serupa ( - ) 10

Riwayat asma ( - ) Rawayat alergi obat, makanan, udara dingin ( - )

4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat asma ( - ) Riwayat TBC ( + ) adik laki-laki pasien yang tinggal serumah menderita batuk lama dan didiagnosa TB 5. Anamnesis Sistemik Kepala : pusing (-), nggliyer (-), nyeri kepala (-), perasaan berputarputar (-), rambut mudah rontok (-). Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan dobel (-), berkunang-kunang (-) Hidung : Telinga : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-) pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-) Mulut : mulut terasa kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-) Tenggorokan : Respirasi : sakit telan (-), serak (-), gatal (-) sesak (+) waktu batuk, batuk (+), dahak (+), batuk darah (-), mengi (-) Cardiovaskuler : sesak saat aktivitas berat (-), nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-), keringat malam hari (+), berdebar-debar (-) Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), perut terasa perih (-), kembung (-), sebah (-), nafsu makan menurun (+), muntah darah (-) Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-), nyeri saat BAK (-), sering kencing malam hari (-) Muskuloskeletal : lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), kesemutan (-) Extremitas : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-) 11

bawah :

pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-)

Kulit :

kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang. Status gizi : BB 50 kg BMI 21,9 Kesan : status gizi kesan normoweight Tanda vital: a. Tekanan darah b. Nadi c. Respirasi d. Suhu Kulit : 120/70 mmHg : 80 x / menit, reguler, isi cukup : 24 x / menit : 37,5 0 C (per axiller) : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider nevi (-), turgor menurun (-) Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dengan sedikit uban, mudah rontok (-) Mata : cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-) Telinga Hidung Mulut : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-) : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-) : bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-) Tenggorokan : tonsil hipertrofi (-), faring hiperemis (-) Leher : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat (5+2), KGB servikal tekan (-) membesar (-), tiroid membesar (-), nyeri TB 157 cm

12

Thorax

: normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal

Jantung

: Inspeksi Palpasi Perkusi

: Ictus cordis tak tampak : Ictus cordis tak kuat angkat : batas jantung : SIC II LPSD : SIC IV LPSS : SIC II LPSS : SIC V LMCS

Batas jantung kanan atas Batas jantung kanan bawah Batas jantung kiri atas Batas jantung kiri bawah Kesan Auskultasi

: batas jantung kesan tidak melebar :

HR : 80 kali/menit, ireguler BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Paru : Depan : Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris statis dan dinamis : fremitus raba kanan = kiri : sonor / sonor (+/+), ST

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)RBK Belakang:Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris statis dan dinamis : fremitus raba kanan = kiri : sonor / sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-) Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal Perkusi Palpasi : timpani, acites (-), pekak alih (-) : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Extremitas : Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka

(-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

13

Bawah

: pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-), clubbing finger (-/-), spoon nail (-/-)

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
-

Laboratorium
1-1-2012

Rujukan 12-16 38-47 4,2-5,4 4,5-11 150-440

Satuan g/dl 106/l 103/l 103/l

Hb HCT RBC WBC AT GD GDS Ureum Cr

13,2 40,1 4,5 11,1 348 B 105 45 1

<110 10-50 0,6-1,1

mg/dL mg/dL mg/dL

Foto Rontgen Thorax Gambaran infiltrat pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru dextra. Kesan : Menyokong gambaran lesi TB aktif

Pemeriksaan Bakteriologis Setelah pemeriksaan dahak 3 kali (SPS) didapatkan hasil BTA (+)

E.

RESUME Pada anamnesa diketahui :Sejak 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan batuk berdahak yang terus-menerus. Pasien juga sering mengeluhkan sesak napas yang terjadi kadang-kadang. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien juga merasakan badannya panas sumersumer, sering berkeringat malan hari (+). Sejak 1 bulan yang lalu pasien mulai merasakan nafsu makan menurun, sering merasa lelah dan dalam 1

14

bulan berat badannya menurun 4 kg. Sejak 1 minggu yang lalu pasien merasakan batuk yang bertambah parah. Batuk disertai dahak. Pada anamnesa system dan pemeriksaan fisik diperoleh keterangan : sesak (+) waktu batuk, batuk (+), dahak (+), keringat malam hari (+), nafsu makan menurun (+), lemas (+),ST (+/+)RBK. Pada pemeriksaan radioligi diperoleh kesan yang menyokong gambaran lesi TB aktif.

F.

DIAGNOSIS Tuberkulosis Paru Kasus Baru

G.

PENATALAKSANAAN Pengobatan OAT Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3 R/ Rifampisin cap mg 450 No VII S 1 dd cap I

R/ INH tab mg 300 No VII S 1 dd tab I

R/ Pirazinamid tab mg 500 No XIV S 1 dd tab II

R/ Etambutol tab mg 500 No XIV S 1 dd tab II

R/ Ambroxol tab mg 30 No XXI S 3 dd tab I

R/ OBH cc 60 fl No I S 3 dd cth II

Pro : Tn. A (55 th) 15

BAB IV PEMBAHASAN

EFEK SAMPING OAT Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1.

Isoniazid (INH) Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Cara Kerja : Isoniazid adalah turunan hidrasid yang bersifat bakteriostatiskhusus terhadap myobacterium tuberculosis. Efek bakterisidnya terlihat pada kuman yang sedang membelah dengan cara menghambat biosintesa asam mikolat pada dinding sel bakteri myobacterium. Untuk pencegahan terhadap neuritits perifer yang biasanya menyertai penderita yang kurang gizi, pada INH 400 secara khusus ditambahkan vitamin B6 10mg. Dosis : Dewasa : 4-5 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi maksimal 300 mg/hari Anak-anak : 10-20 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi tergantung kepada berat ringan penyakit 16

Kontraindikasi : - penderita yang hipersensitif terhadap INH/ Isoniazid - penderita penyakit hati yang disebabkan oleh obatobat lain Efek Samping : Neuritis perifer, neuritits optik, hepatotoksik nekrosis, sukar tidur, kontraksi/ kejang pada ulu hati, tahapan psikosis, reaksi hipersentifitas, agranulositosis, hepatitis (terutama pada pasien diatas 35 tahun), kelainan kulit lupus erythematosus, pellagra, hiperglikemia, dan ginekomastia. Interaksi Obat : Dapat menghambat metabolisme Carbamazepin, Ethosuximide, dan Phenytoin Antasida yang mengandung Alumunium dan Magnesium karena dapat mengurangi absorpsi Cycloserin dan Disulfiram dapat meningkatkan toksisitas sistem saraf pusat
2.

Rifampisin Dosis : Dewasa : 600 mg/hari, sebagai dosis tunggal Untuk keadaan berat dosis tersebut dapat dinaikkan 900-1200 mg, diberikan dalam 2 bagian. Untuk penderita dengan gangguan hati, dosis tidak boleh lebih dari 8mg/ kgBB Anak-anak sampai umur 12 tahun : 10-15 mg/kgBB, diberikan dalam dosis tunggal atau dalam 2 bagian. Dosis harian tidak boleh melebihi 600 mg Sebaiknya diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Interaksi Obat : Rifampicin diberikan bersama acenocoumarol, maka untuk mempertahankan nilai protombin normal dosis antikoagulan perlu dinaikkan karena kedua obat tersebut dihidroksilasi menjadi

17

senyawa inkalif dalam retikulum endoplasmika hati, mungkin terjadi interaksi jenis induksi antara kedua obat tersebut. Rifampicin dan tablet kontrasepsi oral : Estrogen diinoktioni dalam hati, karena rifampicin menginduksi pembentukan enzim mikrosom hati, mungkin terjadi suatu interaksi jenis induksi. Rifampicin dan glikosida jantung : Pemberian rifampicin pada penderita yang mendapat pengobatan dari digitoksin dapat menyebabkan penurunan kadar digitoksindalam serum. Hal tersebut juga mengingat metabolisme digitoksin sebagian dalam hati. Rifampicin dan tobultamida : Rifampicin dapat menyebabkan penurunan kadar serum tobultamida karena interaksi jenis induksi. Rifampicin dan PAS : Pemberian rifampicin dan PAS bersamaan menyebabkan kadar seum rifampicin rendah karena tablet PAS mengandung eksipien bentonit yang mengabsorpsi rifampicin. Jika rifampicin akan diberikan bersamaan dengan PAS harus dalam jangka waktu 8-12 jam antara pemberian kedua obat tersebut. Rifampicin dan fenobarbiturat : Ada laporan yang mengatakan terjadi penururnan kadar rifampicin dalam serum penderita tuberkulosis yang juga diberikan fenobarbital. Juga dapat terjadi peningkatan beban pada hati hingga dapat timbul ikterus. Rifampicin dengan obat-obat simetidin, propanolol, fenitoin, dan ketokonazol menyebabkan penurunan konsentrasi plasma dari obatobat tersebut Obat-obat antasid menurunkan absorpsi rifampicin Rifampicin menurunkan efek metadon karena menaikkan metabolisme metadon. 18

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah : Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang -

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3.

Pirazinamid Cara Kerja : Pirazinamid merupakan antituberkulosis sekunder secara in vitro pirazinamida aktif dalam suasana asam, terhadap mikobakterium. Bersifat bakterisid terutama pada basil tuberkulosa intraseluler. Pada pemberian oral pirazinamida mudah diserap dan tersebar luas ke seluruh jaringan tubuh. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam waktu kurang lebih 2 jam dan waktu paruh antara 10-16 jam. Pirazinamida mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam hidroksi pirazinoat yang merupakan metabolit utamanya dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus. Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi (maksimum 2 gram/hari). Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan 19

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain. Kontraindikasi : penderita dengan gangguan fungsi hati, hiperurikemia dan/ atau gout, hipoglikemia, diabetes, penderita dengan gangguan fungsi ginjal, hipersensitif.
4.

Ethambutol Cara Kerja : Ethambutol merupakan tuberkulostatik dengan mekanisme kerja menghambat sintesa RNA. Pada pemberian dosis tunggal 25 mg/kgBB, diperoleh kadar 2-5 mcg/ml di dalam serum setelah 24 jam. Ekskresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang 10% diubah menjadi metabolit inaktif. Efek samping : etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5.

Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat 20

keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Minor Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Nyeri sendi Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

Kemungkinan Penyebab

Tatalaksana OAT diteruskan

Rifampisin Pyrazinamid INH

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin

Obat diminum malam sebelum tidur Beri aspirin /allopurinol Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa Hentikan obat

Mayor

Gatal dan kemerahan pada kulit Tuli Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)

Semua jenis OAT Streptomisin Streptomisin

Beri antihistamin dan dievaluasi ketat Streptomisin dihentikan Streptomisin dihentikan

21

Ikterik / Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT

Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis) Gangguan penglihatan Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura

Sebagian besar OAT

Etambutol Rifampisin

Hentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati Hentikan etambutol Hentikan rifampisin

22

BAB V KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Myobacterium tuberculosis complex yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura Diagnosis TB paru dilihat dari: - Gejala klinis a. Gejala respiratori - batuk 2 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri dada b. Gejala sistemik - demam - malaiase - keringat malam - anoreksia - berat badan menurun - Pemeriksaan bakteriologi Dengan pemeriksaan dahak 3 kali (Sewaktu, Pagi, Sewaktu). - Pemeriksaan Radiologi Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah Kaviti Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral atau bilateral

- Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :

23

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga

Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Pada kasus diatas didapatkan dari anamnesa batuk berdahak sejak 2 bulan yag lalu, kadang-kadang mengeluhkan sesak napas. Panas sumersumer (+), sering berkeringat malam hari (+). Sejak 1 bulan yang lalu nafsu makan mulai menurun, sering merasa lelah dan dalam 1 bulan berat badannya menurun 4 kg. Sejak 1 minggu yang lalu batuk bertambah parah, batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan dan kental, darah (+). Pada pemeriksaan radiologi diperoleh kesan yang Menyokong gambaran lesi TB aktif. Pemeriksaan dahak 3 kali (SPS) didapatkan hasil BTA (+). Penatalaksanaan pada kasus diatas dengan Pengobatan OAT Kategori 1 : 2RHZE/4R3H3.

24

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, T. M. 2007. Tuberkulosis. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Edisi 13. Volume 2. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 799808. Price, S. A. dan M. P. Standridge. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 852-62. Wright, P. W. dan R. J. Wallace. 2007. Obat Antimikobakterium. Dalam: Isselbacher, K. J., E. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Edisi 13. Volume 2. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 794-8.

25

Anda mungkin juga menyukai