Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


“ TBC”

DOSEN PENGAMPU :
Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes

DI SUSUN OLEH :
1. Novia Lisma Ramadhani (19070036)
2. Khairil Bariyyah (19070072)
3. Dewi Noor Lina
4. Riska Aina Salsabila
5. Rio Patra (19070014)
6. Shinta Soraya Aspiannoor Putri (19070015)
7. Herti Mela Sinta (19070018)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI BANJARMASIN
2021
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.
Penyebaran penyakit TB bersumber dari orang ke orang melalui udara, ketika orang
dengan TB paru batuk, bersin atau meludah sehingga mendorong kuman TB ke udara
bebas.

Seseorang dapat terinfeksi penyakit TB hanya dengan menghirup kuman TB


masuk ke dalam paru-paru. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Tuberculosis
Report 2015 melaporkan terdapat 9,6 juta kasus TB baru di tahun 2014 yang terdiri dari
5,4 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1 juta anak. Sejak tahun 1990, selama lebih dari
20 tahun WHO terus meningkatkan pengawasan dan metode pelaporan peningkatan
penyakit TB secara global. Kemajuan dalam memperluas akses terhadap diagnosis dan
pengobatan TB yang efektif menghasilkan sekitar 43 juta jiwa diselamatkan sejak tahun
2000.

Target TB global yang diatur dalam konteks Tujuan Pembangunan Milenium


(MDGs) adalah strategi Stop TB yang berakhir di tahun 2015 dan menuju era Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menjadi strategi End TB. Namun TB tetap menjadi
salah satu ancaman kesehatan terbesar didunia. Pada tahun 2014, terdapat 1,5 juta
kematian terkait TB terdiri dari 890.000 laki-laki, 480.000 perempuan dan 140.000 anak-
anak. Penelitian tentang TB pediatri menunjukkan adanya peningkatkan sebesar dua kali
lipat dari perkiraan pada tahun-tahun sebelumnya.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis

C. MANFAAT

Hasil ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan pengembangan teori
dibidang kesehatan mengenai bahan bacaan dan sumber informasi untuk mahasiswa
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TBC.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit
menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV.
Penyakit ini disebabkan oleh basil dari bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
sendiri dapat menyerang bagian tubuh manapun, tetapi yang tersering dan paling umum
adalah infeksi tuberkulosis pada paru-paru.

Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui orang yang telah mengidap TBC.
Kemudian, batuk atau bersin menyemburkan air liur yang telah terkontaminasi dan terhirup
oleh orang sehat yang kekebalan tubuhnya lemah terhadap penyakit tuberkulosis. Walaupun
biasanya menyerang paru-paru, tetapi penyakit ini dapat memberi dampak juga pada tubuh
lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah bening, dan lainnya

B. ETIOLOGI

Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.


Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam,
intraseluler, dan bersifat aerob.
Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat
fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya
akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan
sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam
(pewarna tahan asam).
Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan basil tersebut.Transmisi organisme ini secara primer terjadi
melalui droplet di udara yang berasal dari individu yang mengidap TB aktif, atau dalam
stadium infeksius TB.  Walaupun pernah pula dilaporkan penularan melalui transdermal dan
gastrointestinal.
Droplet rata-rata berdiameter 1-5 µm, yang dalam sekali batuk dapat menyemburkan
3000 droplet terinfeksi, dimana sedikitnya 10 basil saja sudah mampu mengawali infeksi
paru-paru.
Individu imunokompeten yang terpapar Mycobacterium tuberculosis biasanya akan
berstatus terinfeksi TB laten atau dorman. Hanya 5% dari individu-individu tersebut yang
kemudian akan memperlihatkan gambaran klinis. Namun, bila kekebalan tubuh individu
yang imunokompeten berubah menjadi menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium
tuberculosis yang tadinya laten/dorman akan aktif kembali, memperbanyak diri dan merusak
jaringan paru.Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang
dikeluarkan, konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas

C. DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis paru (TB paru) ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
klasik, Mantoux test atau tuberculin skin test (TST), pemeriksaan foto rontgen dada, sputum
BTA, kultur sputum, ataupun interferon-gamma release assay (IGRA) spesific antigen.

Anamnesis
Anamnesis pada TB paru sebaiknya menggali adanya faktor-faktor risiko yang menjadikan
seseorang terkena TB, riwayat imunisasi, dan riwayat tes tuberkulin positif. Gejala klasik TB
paru yang dapat timbul adalah batuk-batuk berdahak lebih dari tiga minggu yang tidak
sembuh dengan pengobatan biasa, demam, berkeringat di malam hari, anoreksia dan
penurunan berat badan, hemoptisis, rasa lemas, nyeri pada dada, dan kedinginan.
Infeksi Primer TB paru mayoritas tidak terdiagnosis karena gejalanya ringan, tidak spesifik,
dan biasanya bisa sembuh sendiri.

Pada orang lanjut usia yang terkena TB paru, sistem kekebalan tubuh yang mulai menurun
tidak mencukupi untuk merespon infeksi TB. Karenanya, kemungkinan pasien tidak
memperlihatkan gejala atau tanda yang tipikal. Infeksi TB aktif pada kelompok usia ini dapat
bermanifestasi sebagai pneumonitis yang berlangsung lama. 

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada TB paru biasanya menunjukkan ronkhi basah pada auskultasi area
lobus superior paru yang mengindikasikan adanya konsolidasi paru. Dapat pula ditemukan
limfadenopati yang tidak nyeri, berupa benjolan di supraklavikula atau leher, yang bisa
bilateral atau unilateral, di anterior atau posterior pada palpasi.

Tidak terdapatnya tanda yang signifikan pada pemeriksaan fisik, tidak menyingkirkan
kemungkinan pasien terkena TB paru. Hal ini dikarenakan, gejala klasik sering tidak muncul
pada pasien-pasien yang memiliki risiko tinggi, khususnya mereka yang menderita gangguan
kekebalan tubuh atau orang lanjut usia. Sekitar 20% pengidap TB aktif tidak menunjukkan
gejala, karenanya pemeriksaan sputum perlu dilakukan, bahkan ketika hasil foto rontgen
dada sudah menampakkan gambaran tuberkulosis paru.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding Tuberkulosis paru (TB paru) dibuat berdasarkan gambaran klinis yang
muncul. Beberapa penyakit yang bisa didiagnosis banding dengan TB paru adalah:

- Blastomikosis
- Tularemia
- Aktinomikosis
- Infeksi M avium-intracellulare, M. chelonae, M fortuitum, M gordonae, M kansasii,
M marinum, M xenopi
- Karsinoma sel skuamosa

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis paru (TB paru) adalah
tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi OAT, gene Xpert MTB/ RIF assay, dan
DNA sequencing.

Tuberculin Skin test (TST) atau Tes Mantoux 

Tuberculin skin test (TST) positif menunjukkan kecenderungan terjadinya infeksi primer


TB. Tes ini merupakan metode standar dalam menentukan apakah seseorang terinfeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Konversi TST biasanya terjadi 3-6 minggu setelah
paparan terhadap kuman TB. Sekitar 20% pasien-pasien dengan TB aktif, khususnya
pada penyakit yang sudah berlanjut, memiliki hasil TST yang normal.

Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah dimasukkan 0,1 ml
suntikan tuberkulin PPD secara intradermal. Suntikan yang benar akan menimbulkan
gelembung kulit kecil pucat berdiameter 6-10 mm. Reaksi terhadap suntikan akan teraba
mengeras, atau membengkak, disebut sebagai indurasi yang diukur diameternya dalam
milimeter ke arah aksis longitudinal pada lengan bawah bagian ventral. Eritema tidak ikut
diukur sebagai indurasi.

Hasil reaksi TST diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Indurasi ≥5 mm, dianggap positif pada:


- Orang terinfeksi HIV
- Orang yang baru tertular kuman TB
- Seseorang yang hasil foto rontgen dadanya menunjukkan adanya perubahan
fibrotik yang konsisten dengan TB terdahulu
- Pasien dengan transplantasi organ
Orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh karena misalnya  mengonsumsi>15
mg/ hari prednison selama satu bulan atau lebih, atau antagonis  TNF alfa

2. Indurasi ≥10 mm, dianggap positif pada:


- Orang yang pernah bepergian ke negara-negara dengan prevalensi tinggi TB
dalam waktu <5 tahun
- Pengguna obat-obat terlarang dengan cara suntikan
- Tempat-tempat yang padat penduduknya
- Pekerja di laboratorium mikrobiologi
- Orang-orang dengan kondisi klinis yang lemah, yang memudahkan mereka
memiliki risiko tinggi terkena TB
- Anak-anak usia <4 tahun
- Bayi, anak dan remaja yang terpapar oleh orang dewasa yang memiliki risiko
tinggi terkena TB
-
3. Indurasi ≥15 mm, dianggap positif pada:

Tiap orang, termasuk mereka yang tidak memiliki faktor risiko terkena TB

Namun, program TST ini semestinya dilakukan hanya pada orang-orang dengan risiko
tinggi saja

Beberapa orang dapat bereaksi terhadap TST meski mereka tidak


terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hal ini disebut reaksi false-positif. Penyebab
reaksi false positif di antaranya adalah:

- Infeksi dengan Mycobacterianon-tuberkulosis
- Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
- Cara penyuntikan TST yang tidak benar
- Intepretasi yang tidak benar terhadap reaksi TST
- Antigen yang digunakan tidak benar

Pemeriksaan Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang


sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan ini dapat diambil
dari dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal,bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsi.
Umumnya, sampel yang digunakan adalah dahak karena lebih mudah untuk diambil.
Dahak dapat diambil dengan cara setiap pagi selama 3 hari berturut-turut, ataupun dengan
pengambilan dahak sewaktu-pagi-sewaktu.

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah :

- Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap basil tahan asam
(BTA) positif
- Apabila didapatkan 1 kali positif, dan 2 kali negatif → BTA diulangi 3 kali,
kemudian bila 1 kali positif, dan 2 kali negatif maka dianggap BTA positif. Namun
apabila 3 kali negatif maka dianggap BTA negatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dapat dibedakan menjadi TB paru BTA
positif dan BTA negatif.

Yang dimaksud TB paru BTA positif adalah :

- Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif


- Apabila hasil satu pemeriksaan spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
pemeriksaan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Apabila hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan hasil
biakan positif
- Yang dimaksud TB paru BTA negatif adalah :
- Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil negatif , namun gambaran
klinis dan radiologik menunjukkan TB paru aktif, dan tatalaksana dengan antibiotik
sprektum luas tidak berespon
- Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali negatif, namun biakan positif

Pemeriksaan bakteriologik lainnya adalah pemeriksaan biakan kuman.


Untuk Mycobacterium tuberculosis media biakan yang digunakan adalah egg-base media
seperti Lowenstein-Jensen, ataupun agar media seperti Middle-Brook. Pemeriksaan ini
merupakan baku emas dalam diagnosis TB Paru.
 
 

- Kavitas, menandakan infeksi yang sudah berlanjut dan diasosiasikan dengan adanya
jumlah kuman TB yang tinggi
- Infiltrat non-kalsifikasi berbentuk bulat, ini mesti dibedakan dengan karsinoma paru
- Nodul-nodul kalsifikasi yang homogenus, ukuran 5-20 mm, seperti tuberkuloma
menunjukkan infeksi lama

Pasien dengan hasil röntgen dada seperti tersebut diatas dan memiliki gambaran klinis TB
paru yang khas sudah dapat dikatakan terkena TB paru walaupun tanpa dilakukan
pemeriksaan sputum. Sebaliknya, bila gambaran rontgen dada normal, tidak
menyingkirkan TB terutama pada pasien dengan kekebalan tubuh menurun.

Pada TB primer aktif, gambaran rontgen dada tidak spesifik, bahkan kadang
normal. Secara tipikal dapat muncul gambaran seperti pneumonia dengan proses
infiltrasi pada bagian tengah atau bawah paru yang cenderung menyerupai
gambaran community-acquired pneumonia (CAP).
Pada kasus reaktivasi TB, gambaran klasik lesi berlokasi pada segmen posterior lobus
kanan bagian atas, segmen apikoposterior pada lobus kiri atas, dan segmen apikal pada
lobus-lobus bagian bawah. Kavitasi adalah gambaran yang paling umum. Sedangkan
tuberkuloma yang sembuh akan menjadi jaringan parut, dimana parenkimnya akan hilang
dan terjadi kalsifikasi.

Pada Infeksi TB dan HIV, lesi yang muncul akan atipikal, walaupun sekitar 20% pasien
dengan HIV positif dan TB aktif memiliki hasil rontgen dada yang normal

Pada TB laten dan TB paru yang telah sembuh, gambaran dapat berbeda-beda. Gambaran
rontgen dapat berupa nodul-nodul yang radioopak, dengan atau tanpa kalsifikasi pada
hilus atau lobus-lobus atas. Selain itu, dapat pula muncul gambaran nodul-nodul yang
kecil, dengan atau tanpa jaringan parut fibrotik pada lobus-lobus atas. Gambaran lesi-lesi
fibrotik dan nodul-nodul dapat jelas dibedakan, dan tampak memiliki densitas dengan
gambaran radioopak dan tepi yang jelas. Pasien dengan gambaran rontgen dada seperti
ini yang disertai hasil positif TST dikatakan sebagai karier laten.

Pada pasien TB Milier, rontgen dada akan menunjukkan lesi-lesi nodular kecil berukuran
sekitar 2 mm yang banyak, menyerupai bulir-bulir yang merupakan gambaran khas TB
milier. Namun, gambaran rontgen dada bisa bervariasi dan dapat disertai gambaran
infiltrat-infiltrat pada lobus atas dengan atau tanpa adanya kavitasi.

Apabila terjadi pleural TB, pada rontgen dada akan tampak gambaran empiema ataupun
efusi pleura.

 
Interferon-Gamma Release Assay (IGRA) 

Konversi  interferon-gamma release assay (IGRA) yang positif merupakan cerminan


reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap protein Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk skrining infeksi TB laten.
Meski tes IGRA  lebih mahal, memerlukan teknik lab yang lebih canggih, dan prosesnya
lebih rumit, namun tes ini lebih menguntungkan dibandingkan TST, karena pasien hanya
perlu sekali berkunjung ke tempat pemeriksaan. Selain itu, tes juga dilakukan secara ex
vivo, tidak ada efek booster setelah pemeriksaan, dan tidak bergantung pada riwayat
vaksinasi BCG.

Namun, perlu diingat bahwa baik TST atau IGRA tidak cukup sensitif untuk
menyingkirkan seorang pasien terkena TB. Pada bayi dan orang dengan imunosupresif
kedua tes ini hendaknya diintepretasikan dengan hati-hati.

Tes resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Tes resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) dilakukan pada pasien yang dicurigai terdapat
MDR-TB. Tes ini memerlukan waktu yang lama, karena untuk mendapatkan hasilnya
dibutuhkan waktu sekitar 3-8 minggu.

Gene Xpert MTB/RIF Assay 

Uji gene Xpert Mycobacterium tuberculosis (MTB) merupakan tes diagnostik yang cepat


untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis kompleks. Tes ini mampu menguji
kepekaan kuman terhadap rifampisin dalam waktu kurang dari dua jam. Tes ini juga
mudah digunakan, sehingga hanya membutuhkan pelatihan teknis yang singkat pada
petugas laboratorium. Tes ini juga dapat mengidentifikasi secara cepat kemungkinan
MDR-TB, dimana apabila didapatkan kuman resisten terhadap rifampisin maka kuman
akan resisten pula terhadap isonizid (INH). Perlu diingat bahwa intepretasi hasil tes ini
mesti seiring dengan evaluasi gambaran klinis pasien, hasil radiografi, dan tes
laboratorium lainnya.

DNA Sequencing 

Pemeriksaan menggunakan DNA sequencing lebih cepat untuk mendeteksi resistensi


OAT. Pemeriksaan ini memiliki spesifitas dan senstivitas yang tinggi terhadap INH,
rifampisin, etambutol dan pirazinamide.
Serologi HIV 

Pemeriksaan serologi HIV dapat dilakukan pada semua pasien dengan suspek TB yang
berisiko. Pemeriksaan ini juga sebaiknya dilakukan pada gambaran kasus TB paru yang
berat atau disertai resistensi obat ataupun keterlibatan organ ekstra pulmonal.

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Bila ada kecurigaan TB milier dapat dilakukan biopsi sumsum tulang, hepar atau kultur
darah. Selain itu, CT Scan dada bisa dilakukan bila foto rontgen dada sangat meragukan.

D. GEJALA
Gejala Penyakit TBC
Bakteri TBC yang tumbuh di paru-paru dapat menimbulkan beberapa gejala penyakit,
seperti:

 Batuk terus-menerus yang berlangsung lama (lebih dari 2–3 minggu)


 Batuk berdarah
 Nyeri dada saat bernapas atau batuk
 Sesak napas

Selain itu, gejala penyakit TBC juga bisa berupa:

 Penurunan berat badan


 Lemas
 Demam dan menggigil
 Berkeringat di malam hari
 Tidak nafsu makan

Ketika TB terjadi di luar paru-paru, tanda dan gejala yang terjadi bisa beragam, sesuai organ
yang terinfeksi. Berikut ini adalah contoh gejala penyakit TBC di luar paru-paru:

 Nyeri punggung pada TBC tulang belakang


 Kencing darah pada TBC ginjal
 Pembengkakan kelenjar getah bening bila terkena TBC kelenjar
 Sakit perut jika mengalami TBC usus
 Sakit kepala dan kejang bila terkena TBC selaput otak
 Nyeri tulang dan sendi, hingga tidak mampu bergerak, bila bakteri TBC menyerang
tulang dan sendi
Bakteri TBC dapat menyerang siapa saja, apalagi di Indonesia yang termasuk
wilayah endemis TBC. Namun, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat mampu
melawan bakteri TB dengan baik, sehingga gejala penyakit TBC tidak muncul walaupun
bakteri ada di dalam tubuh. Kondisi ini disebut dengan TB laten.
Sedangkan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS,
diabetes, penyakit ginjal berat, atau malnutrisi, lebih rentan mengalami TB aktif, yaitu infeksi
bakteri TBC yang menimbulkan berbagai gejala penyakit TBC seperti yang dijelaskan di
atas.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi tuberkulosis kerap menyerang ginjal melalui infeksi bagian luar (cortex)
yang secara perlahan menginfeksi hingga ke bagian yang lebih dalam (medula). Kondisi
ini menimbulkan komplikasi lain, seperti penumpukan kalsium, hipertensi, pembentukan
jaringan nanah, hingga gagal ginjal.

F. PENCEGAHAN

Pencegahan Tuberkulosis
Langkah utama yang bisa dilakukan untuk mencegah TB adalah dengan menerima vaksin
BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam
daftar imunisasi wajib dan diberikan sebelum bayi berusia tiga bulan. Vaksin BCG juga
dianjurkan bagi anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa yang belum pernah
menerimanya pada waktu bayi. Namun, harap diingat bahwa efektivitas vaksin ini akan
berkurang pada orang dewasa

Salah satu cara mencegah TBC adalah dengan menghentikan penularan TBC dari satu orang
ke orang lain. Ini bisa dilakukan dengan mengidentifikasi penderita TBC, kemudian
merawat, dan memberikan pengobatan. Apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah
tuberkulosis?

1. Pemeberian Vaksin BCG

Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) efektif untuk mencegah TBC sampai seseorang
berusia 35 tahun. Efektivitas BCG bisa meningkat bila tidak ada pengidap TBC di
lingkungan tempat tinggal kamu. Vaksin ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1920-an
dan paling banyak digunakan untuk memvaksin hampir 80% bayi baru lahir di seluruh dunia.

2. Diagnosis Sejak Dini

Pencegahan penyebaran TBC akan efektif bila dilakukan diagnosis dan pengobatan sejak
dini. Seseorang dengan penyakit TBC dapat menularkan bakteri kepada 10-15 orang setiap
tahunnya. Bisa kamu bayangkan bagaimana penyebarannya bila tidak dilakukan pengobatan?

3. Menjaga Lingkungan Tempat Tinggal


TBC adalah penyakit yang menular melalui udara saat penderita TBC bersin atau batuk.
Risiko infeksi bisa dikurangi dengan membuat sistem sirkulasi udara atau ventilasi yang
bagus di rumah. Bakteri TBC dapat mengendap lebih lama dalam rumah apabila sistem
ventilasi tidak bagus. Berikan juga pencahayaan yang cukup bagi rumah. Sinar UV dari
matahari mampu membunuh bakteri TBC.

4. Tingkatkan Sistem Imun

Sistem imun bisa ditingkatkan dengan mengonsumsi makanan bergizi dan rutin berolahraga.
Sistem imun yang baik membantu kamu terhindar dari berbagai macam penyakit, termasuk
bakteri penyebab TBC ini
BAB III

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

A. HOST, AGENT & ENVIRONMENT

Faktor – faktor Penyebab TB Paru Pada Anak


Konsep “trial epidemiologi” dari John Gordon mengemukakan bahwa terjadinya suatu
penyakit disebabkan karena tidak seimbangnya ketiga faktor yaitu agent (penyebab
penyakit), host (pejamu), dan environment (lingkungan).

A. Host
Faktor pejamu adalah manusia atau hewan hidup yang mempunyai kemungkinan terpapar
oleh agent penyakit. Host untuk kuman TB Paru adalah manusia dan hewan. Namun pada
penelitian ini, host yang dimaksud adalah manusia. Beberapa faktor host yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru pada balita terdiri dari

B. Agent
Agent (penyebab penyakit) merupakan semua unsur baik hidup atau mati yang dapat
mengakibatkan terjadinya suatu penyakit. Agent penyebab penyakit terdiri dari bahan
kimia, nutrient, mekanik, alamiah, kejiwaan, dan biologis. Penyakit menular biasanya
disebabkan oleh agent biologis, seperti infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Agent
yang menjadi penularan penyakit TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.Salah
satu faktor yang mempengaruhi agent yaitu virulensi. Virulensi merupakan kemampuan
atau keganasan suatu agent penyebab penyakit dalam menimbulkan kerusakan pada
sasaran. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman TB termasuk dalam tingkat
tinggi.

C. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati,benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen
tersebut, termasuk host yang lain. Lingkungan hidup eksternal ini terdiri dan tiga
komponen yaitu:

a. Lingkungan Fisik
Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas,
sinar, radiasi dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan
manusia sepanjang waktu dan masa, serta memegang peran penting dalam proses
terjadinya penyakit pada masyarakat, seperti kekurangan persediaan air bersih terutama
pada musim kemarau dapat menimbulkan penyakit diare.

b. Lingkungan biologis
Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur,
parasit, serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai agen penyakit, reservoar
infeksi, vektor penyakit atau pejamu (host) intermediate. Hubungan manusia dengan
lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila terjadi ketidakseimbangan antara
hubungan manusia dengan lingkungan biologis maka manusia akan menjadi sakit.

B. Distribusi (Orang, tempat dan waktu) dalam bentuk grafik atau kurva

C. Frekuensi dalam bentuk grafik atau kurva


BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Penyebaran penyakit TB bersumber dari orang ke orang melalui udara, ketika orang
dengan TB paru batuk, bersin atau meludah sehingga mendorong kuman TB ke udara
bebas.

Target TB global yang diatur dalam konteks Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
adalah strategi Stop TB yang berakhir di tahun 2015 dan menuju era Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menjadi strategi End TB.

Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit
menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV.
Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan basil tersebut.Transmisi organisme ini secara primer terjadi melalui
droplet di udara yang berasal dari individu yang mengidap TB aktif, atau dalam stadium
infeksius TB. Namun, bila kekebalan tubuh individu yang imunokompeten berubah
menjadi menurun, atau tidak kompeten maka Mycobacterium tuberculosis yang tadinya
laten/dorman akan aktif kembali, memperbanyak diri dan merusak jaringan
paru.Transmisi infeksi TB bergantung pada 3 hal, yaitu jumlah kuman yang dikeluarkan,
konsentrasi kuman, dan lamanya basil-basil TB berada di udara bebas

Anamnesis Anamnesis pada TB paru sebaiknya menggali adanya faktor-faktor risiko


yang menjadikan seseorang terkena TB, riwayat imunisasi, dan riwayat tes tuberkulin
positif.

Gejala klasik TB paru yang dapat timbul adalah batuk-batuk berdahak lebih dari tiga
minggu yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, demam, berkeringat di malam hari,
anoreksia dan penurunan berat badan, hemoptisis, rasa lemas, nyeri pada dada, dan
kedinginan.

Pada orang lanjut usia yang terkena TB paru, sistem kekebalan tubuh yang mulai
menurun tidak mencukupi untuk merespon infeksi TB.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada TB paru biasanya menunjukkan ronkhi basah
pada auskultasi area lobus superior paru yang mengindikasikan adanya konsolidasi paru.

Dapat pula ditemukan limfadenopati yang tidak nyeri, berupa benjolan di supraklavikula
atau leher, yang bisa bilateral atau unilateral, di anterior atau posterior pada palpasi.
Hal ini dikarenakan, gejala klasik sering tidak muncul pada pasien-pasien yang memiliki
risiko tinggi, khususnya mereka yang menderita gangguan kekebalan tubuh atau orang
lanjut usia.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis


paru (TB paru) adalah tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi OAT, gene Xpert
MTB/ RIF assay, dan DNA sequencing.

Sekitar 20% pasien-pasien dengan TB aktif, khususnya pada penyakit yang sudah
berlanjut, memiliki hasil TST yang normal.

Indurasi ≥5 mm, dianggap positif pada: - Orang terinfeksi HIV - Orang yang baru tertular
kuman TB - Seseorang yang hasil foto rontgen dadanya menunjukkan adanya
perubahan fibrotik yang konsisten dengan TB terdahulu - Pasien dengan transplantasi
organ

Indurasi ≥10 mm, dianggap positif pada: - Orang yang pernah bepergian ke negara-
negara dengan prevalensi tinggi TB dalam waktu <5 tahun - Pengguna obat-obat
terlarang dengan cara suntikan - Tempat-tempat yang padat penduduknya -Pekerja di
laboratorium mikrobiologi - Orang-orang dengan kondisi klinis yang lemah, yang
memudahkan mereka memiliki risiko tinggi terkena TB - Anak-anak usia <4 tahun -
Bayi, anak dan remaja yang terpapar oleh orang dewasa yang memiliki risiko tinggi
terkena TB - 3.

Indurasi ≥15 mm, dianggap positif pada: Tiap orang, termasuk mereka yang tidak
memiliki faktor risiko terkena TB Namun, program TST ini semestinya dilakukan hanya
pada orang-orang dengan risiko tinggi saja Beberapa orang dapat bereaksi terhadap TST
meski mereka tidak terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hal ini disebut reaksi false-
positif.

- Infeksi dengan Mycobacterianon-tuberkulosis - Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya


- Cara penyuntikan TST yang tidak benar - Intepretasi yang tidak benar terhadap
reaksi TST - Antigen yang digunakan tidak benar Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah : -


Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap basil tahan asam
(BTA) positif - Apabila didapatkan 1 kali positif, dan 2 kali negatif → BTA diulangi 3
kali, kemudian bila 1 kali positif, dan 2 kali negatif maka dianggap BTA positif.

Namun apabila 3 kali negatif maka dianggap BTA negatif Berdasarkan hasil pemeriksaan
dahak, TB paru dapat dibedakan menjadi TB paru BTA positif dan BTA negatif.
Yang dimaksud TB paru BTA positif adalah : - Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif - Apabila hasil satu pemeriksaan
spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan pemeriksaan radiologik menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif - Apabila hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan hasil biakan positif - Yang dimaksud TB paru BTA
negatif adalah : - Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil negatif ,
namun gambaran klinis dan radiologik menunjukkan TB paru aktif, dan tatalaksana
dengan antibiotik sprektum luas tidak berespon - Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali
negatif, namun biakan positif

- Kavitas, menandakan infeksi yang sudah berlanjut dan diasosiasikan dengan adanya
jumlah kuman TB yang tinggi - Infiltrat non-kalsifikasi berbentuk bulat, ini mesti
dibedakan dengan karsinoma paru - Nodul-nodul kalsifikasi yang homogenus, ukuran
5-20 mm, seperti tuberkuloma menunjukkan infeksi lama Pasien dengan hasil röntgen
dada seperti tersebut diatas dan memiliki gambaran klinis TB paru yang khas sudah
dapat dikatakan terkena TB paru walaupun tanpa dilakukan pemeriksaan sputum.

Pada Infeksi TB dan HIV, lesi yang muncul akan atipikal, walaupun sekitar 20% pasien
dengan HIV positif dan TB aktif memiliki hasil rontgen dada yang normal Pada TB laten
dan TB paru yang telah sembuh, gambaran dapat berbeda-beda. Gambaran lesi-lesi
fibrotik dan nodul-nodul dapat jelas dibedakan, dan tampak memiliki densitas dengan
gambaran radioopak dan tepi yang jelas.

Pada pasien TB Milier, rontgen dada akan menunjukkan lesi-lesi nodular kecil berukuran
sekitar 2 mm yang banyak, menyerupai bulir-bulir yang merupakan gambaran khas TB
milier.

Gejala Penyakit TBC Bakteri TBC yang tumbuh di paru-paru dapat menimbulkan
beberapa gejala penyakit, seperti: • Batuk terus-menerus yang berlangsung lama (lebih
dari 2–3 minggu) • Batuk berdarah • Nyeri dada saat bernapas atau batuk • Sesak
napas Selain itu, gejala penyakit TBC juga bisa berupa: • Penurunan berat badan •
Lemas • Demam dan menggigil • Berkeringat di malam hari • Tidak nafsu makan
Ketika TB terjadi di luar paru-paru, tanda dan gejala yang terjadi bisa beragam, sesuai
organ yang terinfeksi.

Berikut ini adalah contoh gejala penyakit TBC di luar paru-paru: • Nyeri punggung pada
TBC tulang belakang • Kencing darah pada TBC ginjal • Pembengkakan kelenjar getah
bening bila terkena TBC kelenjar • Sakit perut jika mengalami TBC usus • Sakit kepala
dan kejang bila terkena TBC selaput otak • Nyeri tulang dan sendi, hingga tidak mampu
bergerak, bila bakteri TBC menyerang tulang dan sendi Bakteri TBC dapat menyerang
siapa saja, apalagi di Indonesia yang termasuk wilayah endemis TBC.
Namun, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat mampu melawan bakteri TB
dengan baik, sehingga gejala penyakit TBC tidak muncul walaupun bakteri ada di dalam
tubuh.

Sedangkan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita
HIV/AIDS, diabetes, penyakit ginjal berat, atau malnutrisi, lebih rentan mengalami TB
aktif, yaitu infeksi bakteri TBC yang menimbulkan berbagai gejala penyakit TBC seperti
yang dijelaskan di atas. Agent yang menjadi penularan penyakit TB adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis.Salah satu faktor yang mempengaruhi agent yaitu virulensi.

Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda
mati,benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi
semua elemen tersebut, termasuk host yang lain.

SARAN

Anda mungkin juga menyukai