Kondisi Pasien,
Klien R (2 bulan 16 hari) dengan Cidera otak berat (COB) mengalami penurunan
kesadaran pada pukul 13.10 siang, kesadaran: stupor, GCS: E1M3V1, Klien mengalami syok
hipovolemik akibat jatuh dari motor, Nafas: 38x/menit, Nadi:185x/menit suhu: 36.9°C. Klien
mendapatkan nifedifine 3x10mg per oral, dexametasone 3x3 mg per oral, manitol 3x25 ml, dan
paracetamol 1x400mg, klien dipasang NGT, dan O2 nasal kanul. Pada pkl. 16.00 sore, klien
dilakukan obsrevasi setiap 20 menit. Klien dilakukan pemasangan NGT dan O 2 nasal kanul oleh
dokter tetapi tidak meminta persetujuan orangtua, pemasangan NGT dan nasal kanul dilakukan
pada kondisi darurat, perawat sudah pemberitahuan secara lisan.
Analisis,
Infromed consent (persetujuan) tindakan adalah persetujuan seseorang untuk
memperbolehkan/mengijinkan sesuatu untuk dilakukan/tidak dilakukannya suatu prosedur. Hal
ini berdasarkan pemeberitahuan tentang resiko penting yang potensial, keuntungan dan
alternative yang ada pada pasien (Potter dan Perry, 2006).
Tindakan informed consent tidak dilakukan pada keluarga An. R karena kondisi yang
sedang darurat oleh dokter tetapi telah dilakukan secara lisan. Informed consent seharusnya
dilakukan secara tertulis dan memberitahukan apa tujuan dari tindakan tersebut.
Pada saat pelaksanaan tindakan, dokter melakukan kelalaian yaitu salah
menginformasikan terkait operasi yang seharusnya harus terlebih dahulu, syarat untuk operasi
yaitu trombosit dalam keadaan normal. Tetapi dokter atau perawat lalai tidak memeriksa kembali
trombosit klien, sehingga tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan, dan An. R kembali ke
ruangan HCU untuk dilakukan transfusi trombosit agar bisa segera dioperasi.
Pada kondisi ini dokter melanggar prinsip do no harm, dimana dokter seharusnya
melakukan tindakan atau prosedur dengan benar sehingga tidak menyakitkan atau
membahayakan/tidak merugikan pasien dan juga melanggar prinsip non-malefisensi dimana
prinsip ini menyatakan bahwa perlu suatu standar minimum dimana praktisi selalu
memegangnya dalam memberikan suatu pelayanan kepada pasien. Dalam situasi klinis dan
darurat seringkali dokter atau praktisi kesehatan lain menjadi panic dan tergesa-gesa sehingga
menyebabkan tindakan yang membahayakan dan melanggar prinsip atau standar asuhan.
Daftar Pustaka
Potter dan Perry. 2006. Buku ajar fundamentak keperawatan: konsep, proses dan praktik
(terjemahan). Jakarta: EGC
Kondisi An. F :
An. F perempuan usia 1 bulan 16 hari datang ke IGD RSUD Dr. Saiful Anwar pada tanggal 25
Mei 2019, jam 10.00 pagi, klien dengan keluhan sesak sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RS
dan disertai demam terus-menerus sejak 1 hari yang lalu dan klien batuk. Ibu mengatakan anak
sesak dan meringis. Sejak anak batuk tetapi An. F tetap mau minum susu formula kira-kira 8 –
10 gelas sehari . Setelah menjalani perawatan di ruang IKA infeksi RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta selama 6 hari kondisi An. R mengalami perbaikan, frekuensi BAB berkurang (2 kali
sehari tetapi masih cair), anak tidak demam lagi dan mau makan/ minum dengan porsi sedikit
tapi sering. Pada perawatan hari ke – 7, ibu mengatakan anak BAB 4 kali sehari berupa air
bercampur ampas tetapi tidak ada darah dan lendir serta anak sulit makan (hanya habis 3-4
sendok). Pada saat visite pasien, dokter dan perawat mengobservasi keadaan umum anak, feses
anak, status hidrasi anak, dan luka iritasi di daerah bokong dan anus klien. Dokter kemudian
menginstruksikan kepada perawat untuk melakukan cek laboratorium hematologi darah lagi,
memasang terapi IV lagi dan melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan instruksi dari
dokter. Sebelum tindakan dilakukan dokter dan perawat menjelaskan maksud dan tujuan
dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan pemasangan infus lagi kepada keluarga. Perawat
memotivasi kepada keluarga untuk meningkatkan intake makanan dan minuman dengan
memberikan makan dalam porsi sedikit tapi sering, memberikan informasi bagaimana
membersihkan luka iritasi dan memantau terapi pengobatan apakah dijalankan dengan baik. Pada
perawatan An. R dalam catatan perkembangan asuhan keperawatan yang diberikan, perawat
ternyata belum memantau balance cairan (intake dan output cairan) setiap harinya.
Hasil Analisis :
Dokter dan perawat profesional memiliki kewajiban etis pada klien, profesi, institusi tempat
bekerja dan lingkungan untuk memberikan perawatan berkualitas tinggi, sehingga dalam kasus
ini dokter dan perawat berusaha memberikan yang terbaik pada klien dan keluarga. Dokter
bekerja sama dengan perawat melakukan tindakan yang tepat yaitu melakukan pemeriksaan
laboratorium hematologi lagi, Dokter dan perawat memberikan informasi tentang tindakan yang
akan dilakukan dan memotivasi kepada keluarga untuk tetap memberikan makan/minum dalam
porsi sedikit tapi sering, membersihkan luka iritasi setelah BAB dan memberikan salep antibiotik
yang diberikan. Perawat setiap harinya memantau terapi pengobatan apakah dijalankan dengan
baik oleh keluarga. Pada perawatan An. R ternyata perawat belum memantau balance cairan
(intake dan output cairan) setiap harinya, sehingga belum terpantau bagaimana tanda rehidrasi
dan status hidrasi apakah sudah adekuat atau belum.
Bandman. E. (1995). Nursing ethics thought the life span. Prentice Hall: London
Hockenberry, M.J. and Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children.
Eighth Edition. St. Louis : Mosby Elsevier
Nursalam, dkk. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan).
Jakarta: Salemba medika
Potter.P.A., Perry. A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktik (Terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Wong & Hockenberry. (2009).Wong’s essentials of pediatric nursing (alih bahasa). Jakarta:
EGC
Wong, D.L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatric. Edisi 4. Jakarta : EGC