Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah rusaknya kesatuan jaringan, dimana secara spesifik terdapat

substansi jaringan yang rusak atau hilang. Luka secara umum terdiri dari luka yang

disengaja dan luka yang tidak disengaja. Luka yang disengaja bertujuan sebagai

terapi, misalnya pada prosedur operasi atau pungsi vena, sedangkan luka yang

tidak disengaja terjadi secara accidental (Poerwantoro, 2013).

Menurut Diligence (2014 dalam Manjas (2015) Angka kejadian luka setiap

tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian

terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka adalah 3,50 per

1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka karena

pembedahan/trauma (48,00%), ulkus kaki (28,00%), luka dekubitus (21,00%).

Pada tahun 2015, MedMarket Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika

melakukan penelitian tentang insiden luka didunia berdasarkan etiologi penyakit.

Diperoleh data untuk luka bedah ada 110,30 juta kasus, luka trauma 1,60 juta

kasus,luka lecet ada 20,40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus dekubitus

8,50 juta kasus, ulkus vena 12,50 juta kasus, ulkus diabetik 13,50 juta kasus,

amputasi 0,20 juta pertahun, karsinoma 0,60 juta pertahun, melanoma 0,10 juta,

komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0,10 juta kasus.

Manajemen perawatan luka diperlukan untuk meningkatkan penyembuhan,

penyembuhan luka memerlukan manajemen luka yang tepat. Perawatan

mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, mengurangi risiko infeksi, dan

1
meningkatkan kenyamanan pasien. Berbagai jenis luka yang dikaitkan dengan

tahap luka saat ini sudah berkembang sangat pesat. Pada perkembangannya,

hasil penelitian perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih

baik dari pada lingkungan yang kering (Arisanty, 2013).

Berdasarkan tingkat keparahan luka, luka dibagi atas luka akut dan luka

kronik. Luka akut dan kronik beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki serangan

yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Brunner and Suddarth, 2002).

Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka

lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah/trauma mencapai 2,30 sampai

dengan 18,30 % (Yusuf, 2014).

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan

banyak sel. Proses yang dimaksudkan disini karena penyembuhan luka melalui

beberapa fase. Fase tersebut meliputi; koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan fase

remodeling (Syamsuhidajat, 2005). Terapi alternatif komplementer saat ini sudah

diterima pada area pelayanan kesehatan dan sudah dibahas dalam literatur-

literatur.

Dewasa ini tren pengobatan dengan herbal sangat diminati dan sebagai

tujuan alternatif masyarakat untuk berobat. Di negara-negara maju maupun

berkembang banyak dilakukan penelitian untuk membuktikan khasiat herbal secara

ilmiah. Madu salah satunya herbal yang terbukti menyembuhkan luka bakar.

Menurut Haviva (2011) dressing silver sulphadiazine (SSD) telah ditemukan

kurang efektif dalam penyembuhan ketika dibandingkan dengan madu. Madu

memiliki kandungan gula yang sangat tinggi dapat membantu terbentuknya lapisan

2
pelindung yang dapat mencegah bakteri masuk dan menghambat pertumbuhan

bakteri. Madu mengandung berbagai macam enzim, salah satunya enzim katalase

yang memberi efek pemulihan pada luka (Gayatri, 2008).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis didapatkan pasien

dengan luka lecet yang dirawat di ruangan bedah BLUD RS Konawe, kejadian

tersebut kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Sejak Januari-April

2016 tercatat 68 pasien dengan vulnus ekskoriatum, biasanya vulnus ekskoriatum

merupakan diagnosa sekunder dari penyebab masuknya pasien tersebut.

Kebanyakan diagnosa tersebut merupakan pasien trauma kapitis ringan dan

sedang. (BLUD RS Konawe, 2016).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Subrahmanyam et al (2005) tentang

perbedaan efektivitas perawatan luka antara menggunakan madu dan silver

sulphadiazin menyebutkan bahwa pada observasi hari ketujuh, 84% pasien yang

dirawat menggunakan madu menunjukkan epitelisasi yang cukup baik sedangkan

luka yang dirawat dengan silver sulphadiazin 72% epitelisasi dengan sel

inflamasi. Pada hari ke-21, seluruh luka yang dirawat dengan madu mengalami

epitelisasi, sedangkan luka yang dirawat dengan silver sulphadiazin hanya 84%

yang mengalami epitelisasi.

Penelitian random kontrol lainnya dilakukan oleh Al-Waili dan Saloom

(2015) meliputi pasien dengan luka infeksi perioperatif, 26 pasien telah dilakukan

tindakan dengan madu dan 24 pasien lukanya dicuci dengan etanol dan aplikasi

povidone iodine. Kelompok dengan madu mencapai penyembuhan yang sukses

3
dan bebas dari infeksi kurang dari separuh waktu dibandingkan terhadap

kelompok antiseptik.

Observasi lapangan yang dilakukan penulis menunjukkan adanya perbedaan

perawatan luka yang diberikan kepada pasien dengan vulnus ekskoriatum.

Perbedaan terjadi pada cara perawatan dan penggunaan berbagai produk

perawatan luka konvensional yaitu perawatan luka dengan kasa basah, seperti

menggunakan rivanol, campuran madu dan minyak kelapa, dan campuran larutan

normal salin (NaCl 0,9%) + povidone-iodine 10%. Lama perawatan luka lecet pada

pasien rata-rata 3 5 hari tergantung luas luka lecet penderita.

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik melakukan

penelitian pada pasien trauma yang berjudul Efektifitas Perawatan Luka

Menggunakan Kombinasi Madu dan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan

CairanRivanol Terhadap Kecepatan Penyembuhan Vulnus Ekskoriatum di Ruang

Bedah BLUD RS Konawe Tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan Efektifitas Perawatan Luka menggunakan

Kombinasi Madu dan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Cairan Rivanol Terhadap

Kecepatan Penyembuhan Vulnus Ekskoriatum di ruang Bedah BLUD RS

Konawe?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa Efektifitas Perawatan Luka menggunakan

Kombinasi Madu dan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Cairan Rivanol

4
Terhadap Kecepatan Penyembuhan Vulnus Ekskoriatum di Ruang Bedah

BLUD RS Konawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi efektifitas perawatan luka menggunakan cairan

rivanol terhadap kecepatan penyembuhan Vulnus Ekskoriatum.

b. Untuk mengidentifikasi perawatan luka menggunakan Kombinasi Madu dan

Virgin Coconut Oil (VCO) terhadap kecepatan penyembuhan Vulnus

Ekskoriatum.

c. Untuk menganalisa perbedaan Efektifitas Perawatan Luka menggunakan

Kombinasi Madu dan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Cairan Rivanol

Terhadap kecepatan penyembuhan Vulnus Ekskoriatum di Ruang Bedah

BLUD RS Konawe.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Dapat membantu pasien untuk mengurangi distress hospitalisasi terutama

post trauma yang menyebabkan terjadinya luka, dan membantu pasien dalam

menghadapi rasa takut terhadap kesembuhannya, sehingga dengan adaptasi

hospitalisasi yang baik dapat mempercepat penyembuhan.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi rumah sakit dalam meningkatkan

mutu pelayanan, khususnya dalam meningkatkan dan mempercepat

penyembuhan luka terbuka dengan perawatan yang baik serta mencegah

terjadinya infeksi pada pasien luka

5
3. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk memberikan gambaran serta informasi bagi peneliti berikutnya yang

berkaitan dengan perawatan pada pasien vulnus ekskoriatum dan

menurunkan angka kejadian infeksi pada luka agar lebih bisa dikembangkan

dengan variabel yang lebih luas.

4. Bagi peneliti

Bagi peneliti agar dapat mengaplikasikan teori dan konsep dalam sebuah

penelitian dan dapat meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tehnis Lokasi Penelitian

1. Definisi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit nomor 56 tahun

2014, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depkes,

2014).

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),

yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan

(Depkes, 2014).

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna

adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan

7
rehabilitatif.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,

rumah sakit umum mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria

sebagai berikut :

a. Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan

Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas :

1. Rumah sakit pemerintah terdiri atas :

a) Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen

Kesehatan

b) Rumah sakit pemerintah daerah

c) Rumah sakit militer

d) Rumah sakit BUMN.

8
2. Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat.

b. Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanannya

Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit ini terdiri atas :

1. Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita

dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan

terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah,

pediatrik, psikiatri, ibu hamil, dan sebagainya.

2. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan

diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik

tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit kanker,

bersalin, psikiatri, pediatrik, ketergantungan obat, rumah sakit

rehabilitasi dan penyakit kronis.

c. Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal Di Rumah Sakit

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas :

a) Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang

merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari.

b) Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang

merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.

d. Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur

Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat

tidur sesuai pola berikut:

1. Dibawah 50 tempat tidur

2. 50 - 99 tempat tidur

9
3. 100 - 199 tempat tidur

4. 200 - 299 tempat tidur

5. 300 - 399 tempat tidur

6. 400 - 499 tempat tidur

7. 500 tempat tidur atau lebih

e. Klasifikasi berdasarkan Afiliasi Pendidikan

Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis yaitu:

1. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan

program pelatihan dalam bidang medik, bedah, pediatrik dan bidang

spesialis lain.

2. Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki

afiliasi dengan universitas disebut rumah sakit non pendidikan.

f. Klasifikasi berdasarkan status akreditasi

Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang

telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit

telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh

suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu

rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan

tertentu.

4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan

menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan

pada unsur pelayanan, ketenagaan fisik, dan peralatan.

10
1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan

subspesialistik luas.

2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-

kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

5. Badan Layanan Umum (BLU)

Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang

dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa

penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas.

Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Penggelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum pasal 9 tentang Tarif Layanan (Depkes, 2007) :

a. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan dan

barang/jasa layanan yang diberikan.

b. Imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk tarif disusun atas dasar perhitungan

biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.

11
c. Tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diusulkan oleh BLU

kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala skpd sesuai dengan

kewenangannya

d. Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya ditetapkan oleh Menteri

Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya

e. Tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam ayat(3) dan (4) harus

mempertimbangkan:

1) Kontinuitas dan pengembangan layanan;

2) Daya beli masyarakat;

3) Asas keadilan dan kepatutan; dan

4) Kompetisi yang sehat

6. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta

Rumah Sakit Umum Swasta adalah rumah sakit umum

yangdiselenggarakan oleh pihak swasta. Berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 806b/MenKes/SK/XII/1987 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, maka Rumah Sakit Umum Swasta

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Rumah sakit umum swasta pratama, yang memberikan pelayanan

medik bersifat umum.

b. Rumah sakit umum swasta madya, yang memberikan pelayanan

medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang.

c. Rumah sakit umum swasta utama, yang memberikan pelayanan

12
medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik.

7. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

a. Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995

diawali dengan 5 jenis pelayanan yaitu pelayanan medis, pelayanan

keperawatan, rekam medis, administrasi dan manajemen dan

pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi

12 pelayanan yaitu kamar operasi,

b. Pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan

farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi dan kecelakaan

keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000

dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan di rumah sakit. Pelatihan

akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan Kesehatan dilakukan untuk

membantu proses persiapan akreditasi.

B. Konsep Luka dan Perawatan Luka

1. Pengertian

Luka (Vulnus) adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan

(Poerwantoro, 2013). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada

jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan

dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang

biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.

2. Klasifikasi Luka

Luka dibedakan berdasarkan :

a. Berdasarkan penyebab

13
1) Ekskoriatum atau luka lecet

Vulnus ekskoriatum atau luka lecet/gores adalah cedera pada

permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda

berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada

kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun

benturan benda tajam ataupun tumpul.

Ciri-ciri luka lecet :

a) Sebagian atau seluruh epitel hilang.

b) Kemudian permukaan tertutup oleh exudasi yang akan mengering

(crusta).

c) Timbul reaksi radang.

d) Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut.

2) Vulnus scisum atau luka sayat

Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi

luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya

dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan

benda tajam (seng, kaca), dimana bentuk luka teratur .

3) Vulnus laseratum atau luka robek

Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak

beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau

goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian

kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor,

kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

14
4) Vulnus punctum atau luka tusuk

Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda

runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya.

Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku

dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek

tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

5) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang

Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan

hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan

yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan

hewan tersebut.

6) Vulnus combutsio atau luka bakar

Vulnus combutsio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan

panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutsio memiliki

bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar

dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena

kerusakan epitel kulit dan mukosa

b. Berdasarkan derajat kontaminasi

1) Luka bersih

a) Luka sayat elektif

b) Steril, potensial terinfeksi

c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus

elimentarius, traktus genitourinarius.

15
2) Luka bersih tercemar

a) Luka sayat elektif

b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal

c) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan

genitourinarius

d) Proses penyembuhan lebih lama

3) Luka tercemar

a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung

empedu, traktus genito urinarius, urine

b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.

4) Luka kotor

a) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi

b) Perforasi visera, abses, trauma lama.

3. Tipe Penyembuhan luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini

dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang (InETNA, 2004).

a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan

yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya

dengan jahitan.

b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka

yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan

oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.

16
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini

biasanya tetap terbuka.

c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang

dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.

Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini

merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (InETNA, 2004:4).

4. Fase Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,

proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan

suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.

a. Fase Inflamasi

Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.

Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi

bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan

proses penyembuhan lanjutan.

b. Fase Proliferasi

Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast

(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase

proliferasi.

c. Fase Maturasi

Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung

sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.

Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari

17
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan

regresi vaskularitas luka (InETNA, 2004:1).

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan

dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang

terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya

terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun

dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).

a. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh

dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,

oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta

(hipertensi, DM, Arthereosclerosis).

b. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat

berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan,

radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

(InETNA,2004:13).

6. Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang

berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak

adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya

reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.

18
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,

nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloid, formasi hipertropik scar dan juga

infeksi luka (InETNA,2004:6).

7. Tehnik Perawatan Luka

Dalam perawatan luka terdapat dua tehnik yang digunakan yaitu :

a. Teknik sterilmemakai peralatan dan bahan yang telah disterilkan sehingga

tidak ada bakteri atau partikel virus yang menempel di permukaannya.

Instrumen disterilkan memakai autoklaf untuk digunakan di ruang operasi

atau kasa/sarung tangan yang dibungkus dan menggunakan cairan

desinfektan.

b. Teknik bersih memakai peralatan dan bahan yang tidak memerlukan

perlakukan yang seksama seperti memperlakukan instrumen steril.

Sarung tangan non-steril atau kasa biasanya berisi banyak dalam satu

pengepakan serta adanya cairan desinfekatan. Alat bersih lebih murah

dan lebih mudah disimpan daripada alat steril dan menghemat namun

tetap efektif jika digunakan sesuai petunjuk(InETNA,2004).

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang

dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,

penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan

pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi).

19
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau

larutan antiseptik seperti:

1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).

2) Halogen dan senyawanya

a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas

dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam

b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan

kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak

merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil

karena tidak menguap.

c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk

antiseptik borok.

d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa

biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,

mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan

baunya tidak menusuk hidung.

3) Oksidansia

a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan fungisida agak lemah

berdasarkan sifat oksidator.

b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan

kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.

20
4) Logam berat dan garamnya

a) Merkuriklorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan

bakteri dan jamur.

b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya

bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara

merangsang timbulnya kerak (korts)

5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

6) Derivatfenol

a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah

dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.

b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

c) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),

merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning

dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok

bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Ekaputra, 2013).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan

adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan

cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan

sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan.

Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan

aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas

ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal

Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan

21
cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam

setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan

osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154

mEq/l (InETNA,2004:16).

c. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari

terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA,

2004:16).

Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu:

1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang

jaringan mati dan benda asing.

2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

3) Berikan antiseptik

4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian

anastesi lokal

5) Bila perlu lakukan penutupan luka.

d. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang

dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat

dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam

atau per tertiam.

22
e. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga

proses penyembuhan berlangsung optimal.

f. Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada

penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap

penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam

proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang

mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

g. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka

terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

h. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu

pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis

pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi

(Yusuf, 2010).

C. Tinjauan Tentang Perawatan Luka Menggunakan Rivanol

Etakridin Laktat (Rivanol) adalah senyawa organik berkristal kuning

orange, penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1%. Tindakan

bakteriostatik rivanol dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan

mampu membunuh kuman (bakteriosida).

23
Rivanol biasanya lebih efektif pada kuman gram positif daripada gram

negatif. Sifatnya tidak terlalu menimbulkan iritasi dibandingkan dengan

povidon iodine. Antiseptik tersebut sering digunakan untuk membersihkan

luka. Rivanol lebih bagus untuk mengompres luka atau mengompres bisul,

sedangkan povidon iodin lebih bagus untuk mencegah infeksi.

Serbuk rivanol berwarna kuning dengan konsentrasi sekitar 0,1%

berperan dalam membunuh bakteri, namun tidak dapat digunakan untuk

mengatasi kuman jenis tuberkolusis. Dengan demikian tidak efektif untuk

mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman tuberkolusis

(Sardianto, 2012).

Rivanol juga tidak dapat digunakan untuk mengatasi virus. Kegunaan

antiseptik itu untuk membersihkan luka borok dan bernanah. Salah satu

penggunaannya adalah untuk melakukan rendam duduk pada penderita

bisul yang berada di dekat anus. Rivanol digunakan bila luka tidak terlalu

kotor, dengan menggunakan kasa tutup luka tersebut. Jika luka sangat

kotor, sebaiknya bersihkan dulu dengan air mengalir, dan pemilihan

penggunaan antiseptik adalah dengan povidon iodin (Januarsih, 2008).

D. Tinjauan Perawatan Luka Menggunakan Kombinasi Madu dan Virgin

Coconut Oil (VCO)

1. Madu

Menurut Pitoyo (2013), penyembuhan luka dengan menggunakan

madu lebih efektif dibanding dengan menggunakan NaCl. Hasil penelitian

Pitoyo (2013) adalah karakteristik luka pada kelompok campuran madu dan

24
minyak kelapa, luka tampak lebih moist bila dibanding dengan kelompok

minyak zaitun, bioplacenton dan NaCl ketika dibuka pada saat dilakukan rawat

luka. Menurut Bangroo et al., 2001 (dalam Pitoyo, 2013), sifat madu yang

mempunyai viskositas tinggi dan merupakan cairan hiperosmolar

memungkinkan tidak ada koloni dalam kata lain sifat ini juga bias dikatakan

sebagai barrier atau penghalang dan mencegah pertumbuhan bakteri.

Kandungan madu yang ikut berperan diantaranya hydrogen peroksida

(H2O2).Hydrogen peroksida adalah antibakteri dan agen pembersih/cleaning

agent memungkinkan luka tidak terkontaminasi dengan bakteri. Menurut Aden

(2010) kandungan antibakteri lainnya adalah methylglyoxal dan senyawa

fitokimia lainnya. Senyawa fitokimia juga berperan sebagai antiinflamasi,

merangsang jaringan granulasi dan antioksidan.

Madu telah dilaporkan efektif sebagai antibakteri dalam perawatan

luka maligna pada departemen onkologi-pediatrik (Simon et al, 2001 dalam

Ristanto, 2005). Keuntungan klinik penggunaan madu dalam perawatan luka

maligna yaitu: membersihkan mikroba, melepaskan jaringan nekrotikdan anti

inflamasi, mendorong granulasi, mengurangi edema dan nyeri. Madu juga

telah digunakan sejak beberapa abad yang lalu dan semakin populer

penggunaannya saat ini, karena mampu melawan bakteri yang resisten

terhadap antibiotik. Madu yang memberikan lingkungan hiperosmotik pada

luka mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan membantu debridemen

luka. Madu juga dapat melepaskan hidrogen peroksida secara perlahan pada

luka sebagai agen antibakteri (Ristanto, 2005).

25
Faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka tergantung derajat atau

grade dari luka itu sendiri. Perubahan luka yang baik di antaranya adanya

jaringan granulasi baru, tidak ada peradangan atau reaksi inflamasi dan luka

mengering. Tetapi pada kelompok pembanding tidak ada perubahan

diantaranya granulasi sangat lambat, banyak jaringan mati dan masih adanya

reaksi inflamasi ditandai dengan adanya warna kemerahan pada

luka(Ristanto, 2005).

2. Minyak Kelapa Murni / Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni yang dibuat

tanpa pemanasan atau dengan pemanasan minimal (Handayani, 2010).

Menurut Nurdiana (2008)VCO (Virgin Coconut Oil) adalah Minyak kelapa

murni yang proses produksinya tidak melaluitahapan RBD (Refined, bleached,

dan deodorized). Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni yang

mempunyai khasiat ampuhsebagai penyembuh aneka penyakit (Bogadenta,

2013).

a. Kandungan

Minyak kelapa mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,

yaitu vitamin A, D, E, dan K serta pro-vitamin A (karoten). Oleh sebab itu,

minyak ini sangat penting bagi metabolisme tubuh.Selain itu, minyak

kelapa mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak

jenuh.

Menurut Balai Penelitian tanaman kelapa dan palma lain Balitka

(2007) dalam Handayani (2010), telah menghasilkan empat varietas kelapa

26
dalam unggul, yaitu Tenga, Palu, Bali dan Mapanget. Penelitian tersebut

menganalisis tentang kopra. Kopra adalah bahan baku bagi pembuatan

minyak goreng dan turunannya. Komposisi asam-asam lemak yang

dianalisis dari kopra keempat varietas tersebut tertinggi yaitu asam laurat

36,12 - 38,28%, asam miristat 13,42 15,90%, asam kaprilat 8,78

11,10%, asam kaprat 6,38 8,08%, asam palmitat 6,48 7,95%, asam

oleat 4,27 5, 26%, asam stearat 1,76 2,54%, dan asam linoleat 1,44

1,66%. Dengan demikian, hasil analisis minyak murni dari keempat varietas

tersebut diperoleh ratarata asam lemak rantai sedang 56-57% dengan

kadar asam laurat 43%. Asam lemak rantai sedang lainnya yang

mempunyai khasiat untuk kesehatan adalah asam kaprat, asam oleat

(Omega-9), dan asam linoleat (Omega-6).

Syah (2005) dalam dalam Nurdiana (2008) menyatakan VCO

mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48 53 % asam

laurat, 1,5 2,5 % asam oleat, asam lemak lainnya seperti 8% asam

kaprilat, dan 7% asam kaprat.

Menurut Sutarmi dan Rozaline (2005), minyak kelapa sebenarnya

memiliki banyak kelebihan, 50% asam lemak pada minyak kelapa adalah

asam laurat dan 7% asam kapriat. Kedua asam tersebut merupakan asam

lemak jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat

antimikroba (anti virus, anti bakteri, dan anti jamur) sehingga dapat

meningkatkan imun tubuh (kekebalan tubuh) dan mudah diubah menjadi

energi.Dalam tubuh, asam laurat menjadi monolaurin, sedangkan asam

27
kapriat menjadi monokaprin. Selain itu, ternyata hasil pecahan lemak jenuh

rantai sedang jarang disimpan sebagai lemak dan jarang menumpuk

dipembuluh darah. Minyak kelapa memiliki kadar asam lemak tidak jenuh

ganda omega-3 eicosa-penta-einoic-acid (EPA) dan docasa-hexaenoic

acid (DHA) yang dapat menurunkan very low density lipoprotein (VLDL)

dan viskositas darah, menghambat tromboksan, serta mencegah

penyumbatan pembuluh darah. Asam lemak pada minyak kelapa banyak

mengandung MCFA (medium chain fatty acid) yang berfungsi memperbaiki

asam lemak tubuh secara sinergis dengan asam lemak esensial. Dengan

mengkonsumsi MCFA, bisa meningkatkan efisiensi asam lemak esensial

sebesar 100%. Kandungan MCFA juga sama seperti air susu ibu (ASI),

yaitu memberi gizi dan melindungi tubuh dari penyakit menular dan

penyakit degeneratif.

b. Manfaat VCO

Price (2003) dalam Sari (2009), menyatakan jika menggunakan lotion

biasa untuk perawatan kulit, umumnya lotion menggunakan komponen air

sehingga ketika dipakai akan memberikan kesegaran sesaat namun ketika

kandungan airnya hilang karena penguapan, maka kulit menjadi kering.

Price (2003) Sari (2009) juga menyatakan minyak kelapa yang diolah

untuk konsumsi sebagai minyak goreng akan kehilangan sebagian zat-zat

aktif yang dibutuhkan kulit karena pengolahan dengan pemanasan dan

penjernihan oleh karena itu jika dipakai sebagai bahan topikal untuk

perawatan kulit mengakibatkan terciptanya radikal bebas di permukaan

28
kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan konektif. Hal demikian dapat

dihindari dengan memilih bahan topikal minyak kelapa yang diolah dengan

baik yaitu tanpa pemanasan suhu tinggi dan tidak dijernihkan seperti pada

VCO.

Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai dasar krim pelembab

karena VCO banyak mengandung pelembab alami dan antioksidan yang

penting untuk perawatan kulit dan mampu menghasilkan emulsi yang relatif

stabil dan pH mendekati nilai yang diinginkan sebagai bahan pelembab

kulit (Sari,2009).

Menurut Sutarmi dan Hartin Rozalin (2005), komponen minyak kelapa

terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan minyak tak jenuh (10%). Tingginya

kandungan asam lemak jenuh menjadikan minyak kelapa sebagai sumber

saturated fat. Dalam minyak kelapa murni terdapat MCFA (medium chain

fatty acid). MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang

yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang reproduksi

insulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. Selain

itu, MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber

energi. Asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek, seperti asam

kaprat, kaprilat, dan miristat yang terkandung dalam minyak kelapa murni

dapat berperan positif dalam proses pembakaran nutrisi makanan menjadi

energi. Fungsi lain dari zat ini, antara lain sebagai antivirus, antibakteri, dan

antiprotozoa. Salah satu keistimewaan yang dimiliki lemak kelapa adalah

properti antikuman yang dimilikinya.Antikuman tersebut terdapat pada

29
MCFA. Semua asam lemak yang termasuk MCFA dan derivatnya (MGs:

Monoglyseride) memiliki kemampuan yang hebat sebagai antikuman.

Caprylic acid (C:8), capric acid (C:10), dan myristic acid (C:14) memiliki

kemampuan yang sangat baik dalam membasmi beragam spesies mikroba

dari kelompok bakteri, cendawan, ragi, serta virus. Sejumlah studi

membuktikan keampuhan asam laurat dalam mengatasi berbagai macam

kuman. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa asam laurat adalah

antikuman berspektrum luas. Asam lemak dengan atom karbon berjumlah

12 ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membasmi bakteri dan

virus berlapis lipid. Kemampuan yang handal tersebut terbentuk karena

asam lemak rantai sedang ini dapat menembus ke tubuh mikroorganisme

sehingga dapat melumpuhkannya dengan sempurna.

c. Peran dan Kegunaan

Menurut Bogadenta (2013) VCO berkhasiat untuk meningkatkan imun

tubuh, mencegah penuaan dini, membantu penyembuhan virus

HIV,mengendalikan diabetes, membantu menguatkan gigi, mempercepat

prosespenyembuha luka, melawan berbagai infeksi dan virus, mencegah

masalah jantung.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aden. R. 2010. Manfaat dan Khasiat madu. Yogyakarta : Hanggar Kreator.

Arisanty. I. P. 2013. Konsep Dasar ManajemenPerawatan Luka. Jakarta : EGC

Arikunto, Suharsimi. 2016 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi


Revisi 6. Jakarta : Rineka Cipta.

Betty, Sunaryanti. 2012 Perbedaan pengaruh pemberian minyak kelapa dan


penyuluhan kesehatan tentang reposisi pencegahan dekubitus di RSUD Dr.
Moewardi. Surakarta.

BLUD RS Konawe. 2016 Data Penyakit Ruangan Bedah dan Data Kepegawaian.
Unaaha/Konawe.

Bogadenta, A. 2013. Manfaat Air Kelapa dan Minyak Kelapa. Yogyakarta : Penerbit
Flash books.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta :
Dirjen Binkesmas.

Ekaputra, E. 2013. Evolusi Manajemen Luka. Jakarta : Penerbit CV. Trans Info
Media.

Gayatri,dkk. 2008. Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan


Balutan Madu dan Balutan Normal salinpovidon iodine. Jurnal keperawatan
indonesia, Vol.12, No. 1. Hal 34-39.

Handayani, RS. 2010. Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan
Massage Untuk Pencegahan Luka Tekan Grade I Pada Pasien Yang Beresiko
Mengalami Luka Tekan Di RSUD Dr.H.Abdoel Moeloek Provinsi Lampung. Tesis
Program Magister Keperawatan. Depok : Universitas Indonesia.

Haviva, A, B. 2011. Dahsyatnya Mukjizat Madu untuk kesehatan, kecantikan, dan


kecerdasan. Yogyakarta : Diva Press.

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA). 2014. Perawatan


Luka. Makalah Mandiri. Jakarta: RS Dharmais.

31
Januarsih & Atik. 2008. Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan
Balutan Madu atau Balutan Normal Saline-Povidone Iodine. Jurnal Keperawatan
Indonesian, Volume 12. No. 1. Jakarta : FKUI

Nurdiana, dkk. 2005. Perbedaan kecepatan penyembuhan ; luka bakar derajat II


antara perawatan luka menggunakan virgin coconut oil (cocosnucifera) dan
normal salin pada tikus putih (rattusnovergicus) strain wistar. Skripsi. Malang:
FK UB.

Nursalam. 2013. Metodologi penelitian ilmukeperawatan pendekatan praktis. Edisi 3.


Jakarta: Salemba Medika.

Poerwantoro, D,P, 2013. Dasar-dasar perawatan luka modern & pemilihan dressing
untuk berbagai jenis luka. Jakarta: PancarGradia.

Ristanto, R, 2013. Keefektifan Penggunaan Povidone Iodine 10% (Betadine) Dan


Madu Nektar Flora Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Bersih
Pada Marmut (CaviaPorcellus). Skripsi. Malang : Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya.

Sari. N. 2009. Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil
Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan Ginjal
Tikus Diabetes Mellitus. Skripsi Kedokteran Hewan. Bogor : ITB

Sardianto, 2012. Faktor Penghambat Penyembuhan Luka Kaki Diabetes. Yogyakarta:


Nuha Medika. 2012.

STIKES-MW, 2016. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi Bagi


Mahasiswa Edisi Ke II. Kendari.

Subrahmanyam, M, A Prospective Randomize Clinical and Histological Study of


Superficial Burn Wound Healing with Honey and Silver Sulfadiazine.
Journal of International Society for Burn Injuries. Vol 24. 2005.

Sutarmi & Rozaline, H, 2005. Taklukan Penyakit Dengan VCO. Jakarta : Penebar
Swadaya.

32

Anda mungkin juga menyukai