Anda di halaman 1dari 62

TINDAKAN MEMUKUL BANTAL PADA KLIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN KASUS SKIZOFRENIA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

FEBRIANA NADIA

NIM. 2016.49.034

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA

KEDIRI

TAHUN 2019
TINDAKAN MEMUKUL BANTAL PADA KLIEN MASALAH RESIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN SKIZOFRENIA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar

Ahli Madya Keperawatan

di Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri

Oleh :

FEBRIANA NADIA

NIM. 2016.49.036

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA

KEDIRI

TAHUN 2019
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : FEBRIANA NADIA

NIM : 2016.49.036

Institusi : Keperawatan Dharma Husada Kediri

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Tindakan Memukul

Bantal Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Dengan Kasus Skizofrenia” adalah

bukan Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun kesuluruhan, kecuali

dan bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya. Demikian surat pernyataan

ini. Penulis buat dengan sebenae-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar,

Penulis bersedia mendapat sanksi akademis

Kediri, Mei 2019

Yang menyatakan

Febriana Nadia

NIM. 2016.49.036
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat

limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul: “ Tindakan Memukul Bantal Pada Klien Resiko Perilaku

Kekerasan Dengan Kasus Skizofrenia”

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai prasyarat menyelesaikan

Pendidikan Diploma III Keperawatan Akper Dharma Husada Kediri. Dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan pengarahan,

bimbingan, dukungan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Heny Kristanto S.Kp., M.Kes selaku Direktur Akper Dharma Husada Kediri

sekaligus memberi ijin dalam melakukan penelitian ini.

2. Fajar Rinawati S.Kep Ns.,M.Kep.Sp.Kep J selaku Pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, bimbingan, pengarahan dan saran pengetahuan

dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Yunarsih S.Kep., M.Kep selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan

waktu, bimbingan, pengarahan, dan saran pengetahuan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

4. Klien beserta keluarga yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian

ini

5. Seluruh Staff Pengajar di Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri.

6. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung setiap langkahku.


7. Untuk sahabat saya Meri Kristanti, Radlitafi Anggia M yang telah menemani

saya dan memberi support dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelenggarakan penyusunan

Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh

dari sempurna, masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang sangat penulis

harapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya, bagi penelitian yang akan dilakukan

selanjutnya.

Kediri, 2019

Penulis
ABSTRAK

Febriana, Nadia. 2019. Tindakan Memukul Bantal Pada Klien Resiko


Perilaku Kekerasan Dengan Kasus Skizofrenia (Studi Kasus di Pukesmas
Campurejo, Kota Kediri.)
Pasien dengan masalah resiko perilaku kekerasan beresiko
menimbulkan ancaman kekerasan baik pada perawat, orang lain maupun
lingkungannya. Untuk mengurangi resiko kekerasan pada diri sendiri atau
orang lain dikarenakan status emosi pasien, maka perlu dilakukan terapi yang
berguna untuk menyalurkan energi yang konstruktif dengan cara fisik, salah
satunya adalah teknik memukul bantal. Tujuan studi kasus ini untuk
melaksanakan asuhan keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku
kekerasan menggunakan tindakan memukul bantal di Puskesmas Campurejo,
Kota Kediri
Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan studi
kasus. Dilaksanakan tanggal 07-09 Mei 2019. Pengambilan data pada klien
dilakukan melalui observasi langsung, wawancara dan didokumentasikan
pada format asuhan keperawatan jiwa. Analisa data dilakukan secara
deskriptif menggunakan prinsip asuhan keperawatan.
Setelah dilakukan metode tindakan memukul bantal didapatkan hasil
evaluasi bahwa tingkat emosi dan kemarahan yang dialami oleh kedua klien
menurun yang ditunjukkan dengan setelah melakukan pukul bantal klien
merasa lega karena energi marah telah tersalurkan.
Hendaknya untuk peneliti selanjutnya lebih memperdalam ilmu
pengetahuan dan memersiapkan diri untuk bertemu dengan klien agar terjalin
Bina Hubungan Saling Percaya yang lebih baik antara peneliti dan juga klien
supaya klien mampu menatap peneliti atau lawan bicara saat berinteraksi,
sehingga dapat menciptakan suasana berinteraksi yang nyaman untuk peneliti
dan juga klien agar penelitian mampu mencapai hasil yang lebih maksimal.

Kata Kunci : Resiko perilaku kekerasan, tindakan memukul bantal


ABSTRACT

Febriana, Nadia. 2019. Actions of Hitting Pillows on Clients at Risk


of Violent Behavior with Cases of Schizophrenia (Case Study in Pukesmas
Campurejo, Kota Kediri.)
Patients with problems with the risk of violent behavior are at risk
of causing threats of violence to both nurses, other people and their
environment. To reduce the risk of violence on yourself or other people due
to the emotional status of patients, it is necessary to do therapy that is useful
for channeling constructive energy in a physical way, one of which is the
technique of hitting a pillow. The purpose of this case study is to implement
mental nursing care with the problem of the risk of violent behavior using the
act of hitting a pillow at the Campurejo Community Health Center, Kota
Kediri
The method used is descriptive with a case study design.
Conducted May 7 to 2019. Data collection on clients is done through direct
observation, interviews and documented in the format of mental nursing care.
Data analysis was carried out descriptively using the principle of nursing
care.
After the method of hitting the pillow, the evaluation results showed
that the level of emotion and anger experienced by the two clients decreased,
as indicated by after striking the pillow the client was relieved that the anger
had been channeled.
The researcher should further deepen his knowledge and prepare
himself to meet with the client so that a relationship of mutual trust is
established that is better between the researcher and the client so that the
client is able to look at the researcher or interlocutor when interacting, so as
to create a comfortable atmosphere for researchers and also clients so that
research can achieve maximum results.

Keywords: Risk of violent behavior, action of hitting a pillow


DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 Format Asuhan Keperawatan

Lampiran 6 Lembar SPTK

Lampiran 7 Instrumen Pengumpulan Data

Lampiran 8 Instrumen Instruksi Kerja

Lampiran 9 Format Penilain Evaluasi Kasus

Lampiran 10 Lembar Konsultasi


DAFTAR SINGKATAN

SPTK : Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

RPK : Resiko Perilaku Kekerasan

BHSP : Bina Hubungan Saling Percaya

WHO : World Health Organizion

SSP : System Syaraf Pusat

RSJ : Rumah Sakit Jiwa

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan di bidang teknologi dan komunikasi

mendorong pada pola hidup social yang semakin kompleks, pergeseran nilai,

serta pembaruan social dalam segala aspek kehidupan. Perkembangan dan

perubahan yang demikian cepat menimbulkan berbagai konflik dan rasa khawatir

yang menurut kemampuan penyesuaian dari setiap individu. Manusia dalam

kehidupan mengalami berbagai permasalahan yang dapat mempengaruhi kondisi

kejiwaannya, apabila permasalahan yang dihadapi dirasakan oleh dirinya

merupakan sesuatu yang berat, hal ini akan berdampak pada kondisi yang akan

mmepengaruhi keseimbangan jiwa, sehingga dapat berakibat tingginya tingkat

stress dikalangan masyarakat, jika individu kurang atau tidak mampu dalam

menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam beradaptasi makan individu,

maka individu akan mengalami berbagaia penyakit fisik maupun mental (Keliat,

2011) .

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang akan membebani

masyarakat sepanjang hidup penderita, dikarakteristikkan dengan disorganisasi

pikiran, perasaan, dan perilaku. Skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang

paling menghancurkan kehidupan penderitanya karena mempengaruhi setiap

aspek dari kehidupannya. Seorang yang menderita skizofrenia akan mengalami


gangguan dalam pembicaraan yang terstruktur, proses atau isi pikir dan gerakan

serta akan tergantung pada orang lain selama hidupnya (Direja, 2011).

Menurut WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia

mengalami gangguan mental, sekitar (10%) orang dewasa mengalami gangguan

jiwa saat ini dan (25%) penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa

pada usia tertentu selama hidupnya (RI, 2015)

Keamanan klien maupun perawat merupakan prioritas saat memberikan

perawatan untuk klien skizofrenia. Klien dapat mengalami paranoid dan curiga

terhadap perawat dan lingkungan serta dapat merasa terancam dan terintimidasi,

walaupun perilaku klien mungkin mengancam bagi perawat, klien juga merasa

tidak aman dan dapat berkeyakinan bahwa keamanan terancam. Perawat harus

mendekati klien dengan cara yang tidak mengancam. Menuntut atau menjadi

pihak yang otoriter hanya akan meningkatkan rasa takut klien. Memberi klien

ruang pribadi yang besar biasanya meningkatkan rasa aman (Direja, 2011)

Manifestasi gangguan jiwa yang sering menjadi penyebab penderita

dibawa ke rumah sakit adalah resiko perilaku kekerasan. Resiko perilaku

kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang di hadapi oleh seseorang yang

ditunjukkan dengan perilaku marah dan merupakan dorongan utnuk bertindak

dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Sering disebut juga gaduh gelisah

atau amuk dimana seseorang marah atau berespon terhadap suatu stressor dengan

gerakan motorik yang berlebihan. Klien dengan resiko perilaku kekerasan dapat

menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai atau

membahayakan diri, orang lain dan lingkungan (Keliat, 2011)

Untuk mngurangi resiko mencinderai diri atau orang lain dikarenakan

status emosi pasien, perlu dilakukan terapi yang berguna untuk menyalurkan

energi yang konstruktif dengan cara fisik, salah satunya adalah teknik memukul

bantal (Keliat, 2011). Teknik ini merupakan salah satu dari 3 cara fisik

pengendalian resiko perilaku kekerasan yaitu teknik nafas dalam, pukul

kasur/bantal dan olahraga. Teknik pukul bantal digunakan agar energi marah yang

dialami oleh pasien dapat tersalurkan dangan baik sehingga tidak menciderai diri

dengan orang lain dan adaptasi menjadi adaptif (Keliat, 2011).

Menurut hasil penelitian sebelumnya tentang efektifitas tindakan memukul

bantal terhadap klien resiko perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di RSJ

Daerah Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa teknik

memukul bantal berpengaruh dalam penurunan emosi (marah) pada klien

skizofrenia. Teknik memukul bantal yang diterapkan berfungsi sebagai media

untuk meluapkan energi marah secara konstruktif agar perilaku yang maladaptif

menjadi perilaku yang adaptif (Hastuti, 2012)

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melaksanakan penelitian judul “ Tindakan Memukul Bantal Pada Klien Resiko

Perilaku Kekerasan Dengan Kasus Skizofrenia”.

B. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut. “Tindakan Memukul Bantal Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan

Dengan Kasus Skizofrenia?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi gambaran tindakan memukul bantal pada klien resiko

perilaku kekerasan dengan kasus skizofrenia

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran persiapan tindakan memukul bantal

pada klien resiko perilaku kekerasan pada klien resiko perilaku

kekerasan dengan kasus skizofrenia

b. Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan tindakan memukul

bantal pada klien resiko perilaku kekerasan pada klien resiko

perilaku kekerasan dengan kasus skizofrenia

c. Mengidentifikasi gambaran evaluasi tindakan memukul bantal

pada klien resiko perilaku kekerasan pada klien resiko perilaku

kekerasan dengan kasus skizofrenia

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan bermanfaat bagi:

1. Bagi Pasien

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengatasi

masalah yang dihadapi pasien atau dapat digunakan pasien untuk

menyalurkan energi marah sehingga tidak berdampak negatif terhadap


diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi untuk peneliti

selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang terkait dengan

penatalaksanaan klien dengan resiko perilaku khususnya terkait

tindakan memukul bantal

3. Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai tugas akhir tentang ilmu keperawatan jiwa

terutama cara memberikan terapi pada klien dengan resiko perilaku

kekerasan khususnya tindakan memukul bantal.

4. Bagi Klien dan Keluarga

Dapat menambah pengetahuan tentang ilmu keperawatan jiwa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia

1. Definisi

Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak.

(Herman, 2009) mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis

yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan

perilaku sosialnya (Yosep, 2010).

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi

penyebab (banyak belum diketehui) dan perjalanan penyakit (tak selalu

bersifat atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang

tergantung pada pertimbangan pengaruh genetic, fisik dan social budaya

(Fajar, 2017).

2. Penyebab

a. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi

saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15 % bagi anak

dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68%

kembar 2 telur 2-15% dan kembar satu telur61-87% .

b. Endokrin

Teori ini dikemukan berhubungan dengan sering timbulnya

skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau

peurperruim dan waktu pubertas, klimakterium, tetapi teori ini

tidak dapat dibuktikan% .


c. Metabolisme

Teori di dasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak

sehat ujung extremitas agak sianosi, nafsu makn berkurang dan

berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik

konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian

dengan pemebrian obat halusiogenik.

d. Susunan Saraf Pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP (system

syaraf pusat) yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi

kelainan patologi yang ditemukan mungkin disebakan oleh

perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu

membuat sediaan .

e. Teori Aldolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabakan oleh penyakit badan lah sebab

hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis

anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer

mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit

badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut

Meyer, skizofrenia menupakan suatu reaksi yang salah, suatu

malaadptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama

kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme) .

f. Teori Sigmund Freund

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena

penyebab psikogenik ataupun somatic (2) supergero


dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang

berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisme dan (3)

kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga

terapi psikoanalitik tidak mungkin.

g. Eugen Bleuler

Penggunnan istilah Skizofrenia meninjolkan gejala utama penyakit

ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau

disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler

membagi gejala skizofrenia menjadi dua kelompok yaitu gejala

primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan

kemuan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala

katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain

h. Teori lain

Skizofrenia sebagi suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh

bermacam-macam sebab anatara lain keturunan, pendidikan yang

salah,maladptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah sepiti lues otak,

arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

i. Ringkasan

Sampai sekarang belum diketahui dasar peneyebab skizofrenia.

Dapat dikatakan bahwa factor keturunan mempunyai pengaruh.

Factor yang mempercepat, yang menjadi manifest atau factor

pencetus (precipitating faktors) seperti penyakit badaniah atau

stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia yang

sudah ada tidak dapat disangkal.


(Fajar, 2017)

3. Pembagian Skizofrenia

a. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa

kedangkalan emosi dan kemundurun kemauan. Gangguan proses

berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis

ini timbulnya perlahan-lahan.

b. Skzizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada

masa remaja anatara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah

gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya

depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti

mannerism, eorologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering

terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali .

c. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering

didahului oleh stess emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah

katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-

waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti

ternyata adanya gangguan psoses berfikir, gangguan afek emosi dan

kemauan..
e. Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam

keadaaan mimpi. Kesadaran mungkin berkabut. Dalam keadaan ini

timbul perasaan seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus

baginya.

f. Skizofrenia Skizo Afektif

Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala

depresi(skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini

cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin

serangan lagi.

g. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak

jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah

beberapa kali serangan Skizofrenia

(Yosep, 2009).

4. Proses Terjadinya Skizofernia

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima

pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan

zat kimia yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari

ujung sambungan sel yang satu ujung ke ujung sambungan sel yang lain.

Di adalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau

kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.


Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal – sinyal persepsi yang

datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga

menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan

sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien schizoprenia, sinyal – sinyal

yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai

sambungan sel yang dituju (Yosep, 2009).

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun

klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otak dalam

kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan- lahan ini yang

akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala

yang timbul secara perlahan – lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia

acute. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat,

yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan

berpikir (Yosep, 2009).

Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba- -tiba. Perubahan

perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu.

Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara

cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi

banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut

tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita

depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya


orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan

dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien

menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan

sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki

kepekaan tantang persaannya sendiri (Yosep, 2009)

5. Tanda Gejala Skizofrenia

Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu

gejala positif dan gejala negatif.

a. Gejala Positif

 Halusinasi.

 Delusi.

 Kacau dalam Berfikir dan Berbicara

 Perilaku Kacau.

 Merasa dirinya “orang besar”

 Pikiran penuh dengan kecurigaan.

 Menyimpan rasa permusuhan.

(Yosep, 2009)

b. Gejala Negatif

 Alam perasaan (affect) “tumpul” dan mendatar

 Menarik diri atau mengasingkan diri

 Sukar diajak bicara, pendiam

 Pasif atau apatis, menarik diri dari pergaulan social

 Sulit dalam berfikir abstrak

 Pola pikir stereotip


 Tidak ada dorongan atau kehendak dalm usaha, monoton

(Yosep, 2009)

B. Konsep Manejemen Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Resiko

Perilaku Kekerasan

1. Resiko Perilaku Kekerasan

a. Definisi

Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah dan

merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk deskruktif dan masih

terkontrol (Yosep, 2009). Resiko perilaku kekerasan adalah resiko terjadinya

tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu

lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba, 2010).

Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki

potensi melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap

diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk

mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.

b. Rentang Respon Ekspresi Marah

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif

sebagaimana skema berikut;

Gambar 2.1 Rentang Respon Kemarahan

Rentang respon kemarahan dapat dijelaskan menjadi:

1) Asertif
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan

memberikan kelegaan.

2) Frustasi

Klien gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak menemukan

alternatifnya.

3) Pasif

Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaanya tidak berdaya dan

menyerah.

4) Agresif

Klien mengekspresikan secara fisik,tapi masih terkontrol,mendorong orang

lain dengan ancaman.

5) Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang control disertai

amuk, merusak lingkungan.

(Yosep,2010)

Tabel 2.1. Perbandingan antara Perilaku Asertif, Pasif dan Agresif/

Kekerasan

Perilaku Pasif Asertif Agresif


Isi Negatif dan Posistif dan Menyombongkan
Pembicara merendahkan diri, menawarkan diri, diri, merendahkan
contoh perkataan :contohnya orang lain,
“ Dapatkah perkataan : contohnya
saya ?” “ Saya dapat …” perktaan :
“Dapatkah “ Saya kan …” “ kamu selalu …”
kamu?” “ Kamu tidak
pernah ….”
Tekanan Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
acuh/ orang lain
mengabaikan
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam,
tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/sama Memperthankan Mata melotot dan
seklai tidak kontak mata sesuai di pertahankan
dengan hubungan

Sumber: (Fitria, 2009)

c. Patofisiologi

Stres, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan

marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun

internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif

maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif

dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati

otrang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan menurun

dan akhirnya perasaan marah dpat teratasi. Rasa marah diekspresikan secara

destruktif, misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut

justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang

di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Yosep, 2010).

Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa

tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa

marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan

menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan

rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dpat menimbulkan kemarahan

yang destruktif yang di anjurkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan

(Dermawan, 2013).
d. Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan

Menurut Stuart dan Laria (2007) dalam (Damaiyanti, 2012) faktor penyebab

terjadinya perilaku kekerasan yaitu:

1) Faktor predisposisi

a) Aspek biologis

Responsi fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereksi

terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi,

muka merah, pupul melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala

yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,

ketegangan otot seperto radang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku,

dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat

marah bertambah.

b) Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,

jengkel, frutasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,

bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

c) Aspek intelektual

Sebagaimana besar pengalaman individu didapatkan melalui proses

intelktual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan

lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intektual sebagai

salah satu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,

mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,

diklarifikasi, dan diintegrasikan.

d) Aspek Sosial
Meliputi interkasi sosial, budaya, konsep rasa percaya ,

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang

lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik

tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan

mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.

Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri

dari orang laim, monal mengikuti aturan.

e) Aspek spiritual

Kepercayaan , nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan norma yang

dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan

amoral dan rasa tidak berdosa

(Damaiyanti, 2012)

2) Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang mencentuskan resiko perilaku kekerasan:

a) Ekrpresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau solidaritas seperti

dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkenalan massal dan sebagainya.

b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi

c) Kesulitan dalam mengkosumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik

d) Adanya riwayat perilakuanti sosial meliputi penyalah gunaan obat


dan alkohol dan tidak mampu mengontrol emosinya saat

menghadapi rasa frutasi

e) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan keluarga

(Damaiyanti, 2012).

3) Penilaian terhadap stresor

Penelian stresor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi

stres individu, itu mengcangkup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan

respon sosial. Penelian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah

peristiwa dalam kaitanya dengan kesejahteraan seseorang. Stresor

mengansumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagi konsekuensi

dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang

beresiko.

4) Sumber koping

Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan ketrampilan,

teknik defensif, dukungan soasil, dan motivasi. Hubungan antara indinidu,

keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.

Sumber koping lainya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual,

keyakinan positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber

daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.

5) Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang dipaka pada klien marah untuk melindungi diri

antara lain sublimasi, proyeksi, represi, reaksi formasi, displacement.


(Damaiyanti, 2012)

e. Pohon Masalah

Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Jiwa (Keliat, 2011).

f. Manifestasi Klinis

Menurut (Fitria, 2009), tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan

diantaranya adalah:

1) Fisik: Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

menutup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.

2) Verbal: Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar dan ketus.

3) Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak

lingkungan amuk atau agresif.

4) Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan, menuntut.


5) Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan

tidak jarang mengeluarkan kata - kata bernada sarkasme.

6) Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keraguraguan,

tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.

7) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan.

8) Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

g. Definisi Operasional dan Batasan Karakteristik

1) Definisi Operasional Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakn yang dapat membahayakan. Secara fisik baik terhadap diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan (Nurarif, 2015)

2) Pada Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Data Subjektif: Klien mengatakan jengkel dengan orang lain,

mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak

nyaman, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.

Data Objektif: Tangan mengepal, tubuh kaku, ketengangan otot seperti

rahang terkatuo, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat,

aktifitas motorik meningkat, mondar mandir, merudak secara langsung

benda-benda yang berada dalam lingkungan, menolak, muka marah, nafas

pendek.(Nurarif, 2015)

C. Konsep Tindakan Memukul Bantal

1. Definisi

Teknik memukul bantal adalah tindakan memukul bantal sekencang-

kencangnya ketika emosi meningkat, untuk mengurangi resiko


melakukan menciderai diri atau orang lain dikarenakan status emosi

pasien, maka perlu dilakukan terapi yang berguna untuk menyalurkan

energi yang konstruktif dengan cara fisik, salah satunya adalah tenik

memmukul bantal (Keliat, 2011).

2. Tujuan

a. Meluapkan energi marah secara konstuktif agar perilaku yang

maldaptif menjadi perilaku yang adaptif sehingga mengurasi resiko

menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.

b. Tenik cara memukul bantal digunakan agar energi marah yang

dialami oleh pasien dapat tersalurkan dengan baik sehingga tidak

menciderai diri sendiri dengan orang lain dan adaptif teknik

memukul bantal merupakan teknik untuk meluapkan energi marah

secara konstruktif agar perilaku konstruktif menjadi menjadi hilang

(Purba, 2010).

3. Prosedur Tindakan

a) Persiapan

1. Bantal

2. Kursi

b) Pelaksanaanya

3. Klien dalam posisi duduk di kursi

4. Bantal diletakkan di pangkuan

5. Tarik nafas dalam kemudian tahan sejenak

6. Salah satu tangan mengepal dan pukul bantal sekencang-kencangnya


7. Ketika salah satu tangan lelah, dapat bergantian dengan tanganyang

lain.

8. Hentikan memukul bantal ketika merasa kelelahan dan perasaan

marah telah tersalurkan

9. Kembalikan bantal dan rapikan tempat seperti semula

(Keliat, 2011)

4. Pengaruh Teknik Memukul Bantal terhadap Penurunan Resiko

Perilaku Kekerasan

Tindakan memukul bantal digunakan agar energi marah yang dialami oleh

pasien dapat tersalurkan dangan baik sehingga tidak menciderai diri dengan

orang lain dan adaptasi menjadi adaptif teknik memukul bantal merupakan

teknik untuk meluapkan energi marah secara konstruktif agar perilaku yang

maladaptif menjadi perilaku yang adaptif. Tindakan ini digunakan pada

pasien yang memiliki resiko perilaku kekerasan, dan dapat digunakan pada

saat pasien mengalami peningkatan status emosi (marah). Efektifitas dari

tindakan pemberian terapi pukul bantal salah satunya pernah dilakukan oleh

Hastuti (2012) pada klien skizofrenia di RSJ Daerah Dr RM Soedjarwadi

Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

tindakan memukul bantal berpengaruh dalam penurunan emosi (marah)

pada klien skizofrenia di RSJ Daerah Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa

Tengah. Tindakan memukul bantal digunakan pada pasien yang memiliki

resiko perilaku kekerasan, dan dapat digunakan pada saat pasien mengalami

peningkatan status emosi (marah).


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:

Penerbit Buku PT Refika Aditama.

Dermawan, R. & Rusdi, 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja

Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Fitria, N.. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku:

Salemba Medika.

Hastuti, R.Y. 2012. Efektifitas Teknik Memukul Bantal Terhadap Perubahan

Status Emosi: Marah Klien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Stikes

Muhammdiyah Klaten.

Keliat, Budi A & Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Penerbit Buku: EGC. Jakarta.

Kemenkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta

Ah. Yusuf, Rizky Fitriya PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.


Potter dan Perry. 2010. Fundamental of Nursing, Buku 1, Edisi : 7, Salemba

Medika :Jakarta

Purba dkk, 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial

dan Gangguan jiwa. Medan : USU Press.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Penerbit Buku: PT Refika

Aditama. Bandung.

Sucipto, Fajar. (2017). Pengantar Keperawatan Jiwa. Nganjuk: CV.Adjie Media

Nusantara.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Efika Adiatama.

Hidayat, A, Aziz (2008). Konsep Dasar Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Salemba

Medika.

S. N. Ade Herman Direja (2011). Asuahn Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

WHO. World Health Organization. 2009 ; 1-3.

Melinda, Herman. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Nurarif. A.H dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta


BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilakukan di Pukesmas Campurrejo tepanya

Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Penelitian ini dilakukan di rumah klien .

Sedangkan kasus 2 di Kelurahan Banjar Melati bagian Barat RT 08/RW

09 Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Penelitian ini juga di lakukan

dirumah klien. Penelitian studi kasus ini dilakukan pada tanggal 07-09 Mei

2019 dengan kegiatan pada tanggal 07 dilakukan BHSP dan pengkajian

terhadap klien dan , sementara tanggal 08 dilakukan akan tindakan

memukul bantal, tanggal 09 mengulang kembali tindakan memukul bantal

3.2 Diskripsi

a. Kasus I

Tn. U umur 30 tahun, klien mengatakan sering marah kalau tidak boleh

menggunakan motor oleh ibunya, karena ingin bermain game online di

warnet. Keluarga klien mengatakan klien membanting pintu dan teriak-

teriak meminta uang ibunya apabila tidak dikasih klien sampai mencari

uang di lemari kamar ibunya. Hasilnya klien diperiksakan di pustu

Banjarmelati oleh keluarganya dan akhirnya klien diberikan obat

penenang agar tidak marah-marah lagi oleh petugas Pustu Banjarmelati .

b. Kasus 2

Tn. R umur 39 tahun, klien mengatakan cerai dengan istirinya dan saat

teringat mantan istrinya klien merasa marah dan teriak-teriak. Bapak klien
mengatakan terkadang teriak-teriak, marah tidak jelas apabila teringat

dengan mantan istrinya, karena tidak terima istrinya nikah lagi, sampai

menonjok matanya sendiri berkali-kai untuk meluapkan kemarahannya.

Akhirnya keluarga tidak mengatasi masalah klien sehingga keluarga klien

meminta bantuan petugas pukesmas untuk melihat kondisi klien mungkin

saja bisa membantu masalah klien setelah dilihat oleh petugas Pukesmas

diberikan obat penenang agar klien tidak melakukan resiko tindakan

kekerasan.

3.3 Hasil

3.3.1 Persiapan dalam tindakan metode cara memukul bantal pada Klien

Resiko Perilaku Kekerasan

a. Persiapan Alat

Tabel 3.1 Persiapan Alat Tindakan metode cara memukul bantal pada

Klien Resiko Perilaku Kekerasan.

No Persiapan Alat Ka Kasus 1 (Tn. U)


Kasus 2 Kasus 2 ( Tn. R)

1. Bantal/Guling  
(berisikan kapas, sarung
bantal kain)

2. Jadwal kegiatan harian  

3. Bolpoin  

4.. Lefleat tindakan  


memukul bantal

Pada kasus 1 dan 2 untuk persiapan alatnya sama yaitu ada bantal

atau guling yang berisikan kapas, sarung bantal berbahan kain, Jadwal

kegaiatan harian, bolpoin, lefleat tindakan memukul bantal. Tidak ada

perbedaan dalam komponen persiapan alat.


b. Persiapan Klien.

Tabel 3.2 Persiapan klien metode cara memukul bantal pada Klien Resiko

Perilaku Kekerasan.

Kasus 1 (Tn. U) Kasus 2 (Tn. R)

1) Melakukan inform consent 1) Melakukan inform consent


dengan klien dan keluarga dengan klien dan keluarga
klien : keluarga kooperatif klien : keluarga kooperatif
dan klien masih belum dan klien masih belum
kooperatif masih belum paham apa yang dijelaskan
paham apa yang dijelaskan oleh peneliti dan belum
oleh peneliti tetapi sudah mau mampu berinteraksi
berinterasi dengan peneliti. hdengan peneliti. Klien
2) Meminta persetujan untuk baru paham yang dijelaskan
pengambilan kasus penelitian oleh peneliti pada hari
jiwa oleh klien dan keluarga : kedua
keluarga kooperatif, tidak 2) Meminta persetujan untuk
keberatan dalam pengambilan pengambilan kasus
kasus ini dan klien juga tidak penelitian jiwa oleh klien
keberatan. dan keluarga : keluarga
3) Mengajukan surat mengatakan tidak
permohonan menjadi keberatan dalam
responden : keluarga pengambilan kasus ini dan
membaca dengan seksama klien juga akan membantu
dan klien membaca sambil penelitian pada kasus ini.
tersenyum-senyum. 3) Mengajukan surat
4) Mengajukan surat persetujuan permohonan menjadi
menjadi responden: kelurga responden : keluarga
membaca terlebih dahulu isi membaca sambil
dari surat setelah bertanda menganggukan kepala dan
tangan dan klien langsung klien membaca sengan raut
bertanda tangan tanpa muka yang serius
membaca isi surat tersebut 4) Mengajukan surat
persetujuan menjadi
responden : keluarga dan
klien langsung bertanda
tangan tanpa membaca isi
surat.

Untuk persiapan klien tindakan cara memukul bantal pada klien

resiko perilaku kekerasan sebenarnya hampir sama yaitu pertama kita

melakukan inform consent terlebih dahulu oleh keluarga dan klien, kedua

meminta persetujuan untuk mengambil kasus penelitian oleh klien kepada


keluarga dan klien, ketiga peneliti mengajukan surat permohonan menjadi

responden yang sebelumnya peneliti sudah tanda tangan terlebih

dahulu,jmm keempat mengajukan surat persetujuan menjadi responden

kepada klien dan keluarga apabila klien dan keluarga sudah menyetujui

surat persetujuan responden yang kita ajukan selanjutnya klien dan

keluarga bertanda tangan.

c. Persiapan Lingkungan

Tabel 3.3 Pelaksanaan Tindakan cara memukul bantal pada Klien Resiko

Perilaku Kekerasan.

No Persiapan Kasus 1 (Tn. U) Kasus 2 (Tn. R)


Lingkungan

1. Ruang tamu  

2. Kursi  

3. Suasana  
tenang dan
nyaman

Persiapan lingkungan yaitu kasus 1 dan kasus 2 sama yaitu

tempatnya dilakukan di ruang tamu karena dilakukan di rumah, kedua

kursi karena untuk duduk klien agar nyaman dalam melakukan tindakan

memukul bantal, selanjutnya suasana ruang tamu tenang dan nyaman agar

klien dapat konsentarsi dan fokus dalam mendengarkan instruksi atau

tahap-tahap dari peneliti tentang tindakan memukul bantal dan juga dalam

melakukan tindakan sesuai instruksi.

d. Persiapan Peneliti
Tabel 3.4 Pelaksanaan Tindakan cara memukul bantal pada Klien Resiko

Perilaku Kekerasan.

No Persiapan Peneliti Kasus 1 (Tn. U) Kasus 2 (Tn.R)

1. Mencari informasi tentang  


klien dari petugas pukesmas.

2. Menuju rumah klien sesuai  


alamat.
3. Mempersiapkan buku saku  
kecil untuk mencatat
informasi yang penting dari
klien.

Persiapan peneliti yaitu pada kasus 1 dan kasus 2 tidak ada

perbedaan yaitu mencari informasi ,tentang klien dari petugas pukesmas,

menuju rumah klien sesuai alamat, mempersiapkan buku saku kecil untuk

mencatat informasi yang penting dari klien.

3.3.2 Tindakan memukul bantal pada klien resiko perilaku kekerasan.

Tindakan cara memukul bantal pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan

pada tanggal

1. Hari pertama tanggal 07-05-2019

Tabel 3.5 Pelaksanaan Tindakan Metode Tindakan Memukul Bantal pada

Klien Resiko Perilaku Kekerasan.

NO TAHAP- TAHAP Kasus 1(Tn. U) Kasus 2(Tn. R)


A. Tahap Orientasi

1. Memberi salam,  
panggil nama klien dan
memperkenalkan diri
sebagai peneliti
Menjelaskan prosedur  
dan tujuan tindakan
kepada klien/keluarga.
Memberikan  
kesempatan kepada
klien / keluarga
bertanya sebelum
kegiatan dilakukan.
B. Tahap Kerja

1. Mencontohkan dan  
mendampingi Klien
sampai selesai.
2. Memposisikan Klien  
duduk.
3. Meletakan Bantal  
diletakkan didekat pasien
4. Membimbing klien Tarik  
nafas dalam kemudian
tahan sejenak, lalu
hembuskan
5. Membimbing klien untuk Klien kooperatif Klien belum
memukul bantal dengan kooperatif,
meluapka emosi, ketika pandangan mata
memukul bantal bisa klien masih lurus
bergantian untuk kedua kedepan
tangan.
6. Menghentikan memukul  
bantal ketika merasa
kelelahan dan perasaan
marah telah tersalurkan
7. Mengembalikan bantal  Klien belum bisa
dan rapikan tempat mengembalikan
seperti semula bantal dan
merapikan di
tempat semula.
8. Klien bisa memakai  
metode ini sampai klien
merasa capek atau sudah
cukup puas
melampiaskan
kemarahannya, atau bisa
di gunakan selama
kurang lebih 5-10 menit.
Metode ini bisa di pakai
3x sehari atau pada saat
kien akan melakukan
perilaku kekerasan.
Metode ini bisa di
masukan ke dalam
jadwal kegiatan klien.
C. Tahap Terminasi
Menanyakan perasaan  
1. klien setelah melakukan
tindakan memukul
bantal

2. Memberikan  Klien belum dapat


pertanyakan tentang menyebutkan
menyebutkan langkah- langkah-langkah
langkah tindakan tindakan memukul
memukul bantal kepada bantal
klien

3. Memasukkan tindakan  
memukul bantal ke
jadwal harian

4. Membuat kontrak yang Pukul 09.00 wib, Pukul 13.00 wib,


akan datng tempat di ruang tempat di ruang
tamu, topik yaitu tamu, topik yaitu
mendampingi peneliti
tindakan memukul mencontohkan
bantal. kembali tindakan
memukul bantal.

4 Mengingatkan kembali  
kepada klien kalau
besok jangan lupa
melakukan tindakn
memukul bantal sesuai
jadwal harian

Dari hasil tabel pelaksanaan metode tindakan yaitu memukul

bantal pada resiko perilaku kekerasan pada kasus 1 sudah kooperatif dalam

memelakukan metode tindakan memukul bantal sesuai instruksi dan tahap-

tahap yang sudah diajarakn oleh peneliti. Kasus 2 yaitu klien masih belum

dapat melakukan metode tindakan memukul bantal karena klien masih

belum kooperatif, pandangan klien juga masih lurus kedepan saat

melakukan tindakan memukul bantal, dan klien juga belum bisa

menyebutkan langkah-langkah metode tindakan memukul bantal.

2. Hari Kedua 08-05-2019


Tabel 3.6 Pelaksanaan Tindakan Metode Tindakan Memukul Bantal pada

Klien Resiko Perilaku Kekerasan.

NO TAHAP- TAHAP Kasus 1(Tn. U) Kasus 2(Tn. R)


A. Tahap Orientasi

1. Memberi salam, dan  


memperkenalkan
kembali diri sebagai
peneliti
2. Validasi keaadaan dan  
menanyakan perasaan
klien .
3. Evaluasi mengevaluasi Klien sudah Klien belum
tindakan sebelumnya. mampu melakukan mampu
tindakan memukul melakukan
bantal tindakan
memukul bantal
4. Mengingatkan kontrak Pukul 09.00 wib, Pukul 13.00 wib,
(waktu, tempat, topik) temapt di ruang tempat di ruang
tamu, topik yaitu tamu, topik yaitu
mendampingi peneliti
tindakan memukul mencontohkan
bantal. kembali tindakan
memukul bantal.
Memberikan  
kesempatan kepada
klien / keluarga
bertanya sebelum
kegiatan dilakukan.
B. Tahap Kerja

1. Mendampingi Klien  Peneliti masih


sampai selesai. mencontohkan
tindakan
memukul bantal
2. Memposisikan Klien  
duduk.
3. Meletakan Bantal  
diletakkan didekat pasien
4. Membimbing klien Tarik Klien sudah 
nafas dalam kemudian mampu melakukan
tahan sejenak, lalu
tarik nafas dalam
hembuskan sesuai intruksi
tanpa harus di
mimbing terlebih
dahulu.
5. Membimbing klien untuk Klien kooperatif, Klien belum
memukul bantal dengan klien sudah mampu kooperatif,
meluapka emosi, ketika melakukan pandangan mata
memukul bantal bisa tindakan memukul klien masih lurus
bergantian untuk kedua bantal tanpa harus kedepan
tangan. peneliti
membimbing
terlebih dahulu.
6. Menghentikan memukul  
bantal ketika merasa
kelelahan dan perasaan
marah telah tersalurkan
7. Mengembalikan bantal  
dan rapikan tempat
seperti semula
8. Klien bisa memakai  
metode ini sampai klien
merasa capek atau sudah
cukup puas
melampiaskan
kemarahannya, atau bisa
di gunakan selama
kurang lebih 5-10 menit.
Metode ini bisa di pakai
3x sehari atau pada saat
kien akan melakukan
perilaku kekerasan.
Metode ini bisa di
masukan ke dalam
jadwal kegiatan klien.
C. Tahap Terminasi

Menanyakan perasaan  
1. klien setelah melakukan
tindakan memukul
bantal

2. Memberikan  
pertanyakan tentang
menyebutkan langkah-
langkah tindakan
memukul bantal kepada
klien

3. Memasukkan tindakan  
memukul bantal ke
jadwal harian

4. Membuat kontak yang Pukul 10.00 wib, Pukul 11.00 wib,


akan datang topik mendampingi topik
klien melakukan mendampingi
tindakan memukul klien tindakan
bantal, tempat di memukul bantal,
ruang tamu tempat di ruang
tamu.

5. Mengingatkan kembali  
kepada klien kalau
besok jangan lupa
melakukan tindakan
memukul bantal sesuai
jadwal harian

Dari hasil tabel pelaksanaan metode tindakan yaitu memukul

bantal pada resiko perilaku kekerasan pada kasus 1 sudah kooperatif dalam

memelakukan metode tindakan memukul bantal sesuai instruksi dan tahap-

tahap yang sudah diajarakn oleh peneliti. Kasus 2 yaitu klien sudah

mampu melakukan metode tindakan memukul bantal karena, pandangan

klien lurus kedepan saat melakukan tindakan memukul bantal, dan sudah

mampu melakukan tindakan memukul bantal.

3. Hari ketiga 09-05-2019

Tabel 3.7 Pelaksanaan Tindakan Metode Tindakan Memukul Bantal pada

Klien Resiko Perilaku Kekerasan.

NO TAHAP- TAHAP Kasus 1(Tn. U) Kasus 2(Tn. R)


A. Tahap Orientasi

1. Memberi salam, dan  


mengingatkan kembali
identitas sebagai
peneliti
2. Validasi keaadaan dan  
menanyakan perasaan
klien .
3. Evaluasi mengevaluasi  
tindakan sebelumnya.
4. Mengingatkan kontrak Pukul 10.00 wib, Pukul 11.00 wib,
(waktu, tempat, topik) temapt di ruang tempat di ruang
tamu, topik yaitu tamu, topik yaitu
mendampingi peneliti
tindakan mencontohkan
memukul bantal. kembali tindakan
memukul bantal.
Memberikan  
kesempatan kepada
klien / keluarga
bertanya sebelum
kegiatan dilakukan.
B. Tahap Kerja

1. Mendampingi klien  Klien


sampai selesai. sudah
mampu
melakukan
tindakan
memukul
bantal
tetapi
pandangan
masih lurus
kedepan
2. Klien memposisikan  
untuk duduk
3. Klien meletakan bantal  
diletakkan didekatnya
4. Klien menarik nafas  
dalam kemudian tahan
sejenak, lalu hembuskan
5. Klien memukul bantal  
dengan meluapka emosi,
ketika memukul bantal
bisa bergantian untuk
kedua tangan.
6. Menghentikan memukul  
bantal ketika merasa
kelelahan dan perasaan
marah telah tersalurkan
7. Mengembalikan bantal  
dan rapikan tempat
seperti semula
8. Klien bisa memakai  
metode ini sampai klien
merasa capek atau sudah
cukup puas
melampiaskan
kemarahannya, atau bisa
di gunakan selama
kurang lebih 5-10 menit.
Metode ini bisa di pakai
3x sehari atau pada saat
kien akan melakukan
perilaku kekerasan.
Metode ini bisa di
masukan ke dalam
jadwal kegiatan klien.
C. Tahap Terminasi

Menanyakan perasaan  
1. klien setelah melakukan
tindakan memukul
bantal

2. Memberikan  
pertanyakan tentang
menyebutkan langkah-
langkah tindakan
memukul bantal kepada
klien

3. Memasukkan tindakan  
memukul bantal ke
jadwal harian

4 Mengingatkan kembali  
kepada klien kalau
besok jangan lupa
melakukan tindakan
memukul bantal sesuai
jadwal harian

Dari hasil tabel pelaksanaan metode tindakan yaitu memukul bantal pada

resiko perilaku kekerasan pada kasus 1 klien sudah sangat kooperatif

dalam melakuka tindakan tanpa harus di contohkan terlebih dahulu oleh

peneliti dan mampu menyebutkan tahap-tahap metode tindakan memukul

bantal. Kasus 2 klien sudah mampu melakukan tindakan memukul bantal

tanpa harus di contohkan kembali oleh perawat, pandang mata klien masih

lurus kedepan.

3.3.2 Evaluasi Tindakan Memukul Bantal pada Klien Resiko Perilaku

Kekerasan

1. Evaluasi tanda dan gejala pada tanggal 07-09 Mei 2019


Tabel 3.7 Pelaksanaan Evaluasi Tindakan Memukul Bantal pada Klien

Resiko Perilaku Kekerasan.

N0 Tanda dan Kasus 1 Kasus 2


Gejala (Tn. U) (Tn. R)
07-05- 08-05- 09-05- 07-05- 08-05- 09-05-
2019 2019 2019 2019 2019 2019
Tanda dan gejala
verbal dari resiko
perilaku kekerasan
1. Mengatakan      
ingin marah
2. Mengatakan - - - - - -
ingin memukul
orang
Tanda dan gejala non
verbal resiko perilaku
kekerasan
1. Mata melotot  - -  - -
2. Tangan - - -  - -
mengepal
3. Rahang - - - - - -
mengatup
4. Wajah tegang  - -   
5. Postur tubuh  - -   -
kaku
6. Berbicara kasar, -  -  - -
keras, ketus
7. Jalan mondar- - - - - - -
mandir
8. Merasa tidak      -
nyaman
9. Menarik diri - - -  - -
10 Merasa  - -  - -
. terganggu
11 Mengancam - - - - - -
. secara verbal,
merasa dirinya
berkuasa.
∑ Tanda dan 5 3 1 9 3 33
Gejala 3

Pada hari pertama kasus 1 yaitu mata klien melotot, wajah tegang,

postur tubuh kaku, merasa tidak nyaman, merasa terganggu karena biasanya
klien tidur di rumah. Kasus 2 yaitu mata melotot, tangan mengepal, wajah

tegang, berbicara ketus, merasa tidak nyaman. Pada hari kedua kasus 1 yaitu

klien berbicara ketus merasa tidak nyaman. Kasus 2 yaitu postur tubuh

kaku, wajah tegang, klien merasa tidak nyaman. Pada hari ketiga kasus 1

yaitu klien merasa tidak nyaman. Kasus 2 yaitu merasa kaku.

2. Evaluasi kemampuan klien

Tabel 3.7 Pelaksanaan Tindakan metode tindakan memukul bantal pada Klien

Resiko Perilaku Kekerasan

NO Kemampuan klien Kasus 1 Kasus 2


.
07-05- 08-50- 09-05- 07-05- 08-05- 09-05-
2019 2019 2019 2019 2019 2019
1 Klien dapat    -  
menyebutkan
penyebab resiko
perilaku kekerasan
yang dilakukannya

2. Klien dapat -   -  
menyebutkan tanda-
tanda resiko perilaku
kekerasan

3. Klien dapat - -  - - 
menyebutkan akibat
resiko perilaku
kekerasan yang
dilakukan

4. Klien dapat    - - -
menyebutkan akibat
resiko perilaku
kekerasan

5. Klien dapat -   - - 
menyebutkan cara
konstruksi
mengungkapkan
kemarahan
Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
risiko perilaku
kekerasan dengan
metode memukul
bantal:

6. Klien dapat    - - 
menyiapkan alat

7. Klien dapat duduk -   - - 


dengan tenang

8. Klien dapat    -  
memangku batal

9. Klien mampu -   -  
memukul bantal

∑ Kemampuan klien 4 8 9 0 4 8

Tindakan memukul bantal sangaat efektif untuk menyalurkan kemarahan

klien dengan resiko perilaku kekerasan. Tingkat keberhasilan untuk kasus 1 dari

hari pertama sampai terakir menunjukan ada peningkatan dengan indikator

keberhasilan tercapai samapai 100%. Sedangkan kasus 2 dari hari pertama sampai

terakir menunjukan ada peningkatan dengan indikator keberhasilan tercapai

sampai 90%.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Persiapan memukul bantal pada klien dengan masalah

resiko perilaku kekerasan.

Pembahasan ini akan membahas mengenai kesenjangan antara teori

dengan kasus yang ada di ruang, yaitu Tindakan Mengontrol Resiko

Perilaku Kekerasan Dengan Cara Memukul Bantal pada kasus 1 dan 2.

Disini peneliti akan membahas beberapa hal selama melakukan penelitian

dari tanggal 07 - 09 Mei 2019 :


a. Persiapan alat

Semua peralatan yang dibutuhkan untuk tindakan memukul bantal

semua ada pada saat tindakan yaitu bantal yang berisikan kapas dan di

lapisi sarung bantal yang terbuat dari kain, jadwal harian, bolpoin, lefleat

tindakan memukul bantal. Peralatan seperti kapas dan dilapisi sarung

bantal yang terbuat dari kain di dapatkan dari kamar klien sendiri,

(bolpoin, jadwal harian, leaflet tindakan memukul bantal) sudah disiapkan

oleh peneliti.

Persiapan alat perlu dilakukan untuk menyiapkan semua hal yang

diperlukan dalam tindakan persiapan alat untuk memukul bantal yaitu

memukul bantal adalah Bantal (berisikan kapas, sarung bantal kain)

(Keliat, 2011).

Berdasarkan penelitian ini, peneliti berpendapat ada banyak cara

yang bisa dilakukan untuk mengontrol resiko perilaku kekerasan. Peneliti

memilih tindakan yaitu memukul bantal karena peralatan yang

dibutuhkan mudah didapat, peralatan yang dibutuhkan sangat aman untuk

klien maupun orang lain, dan peralatan yang digunakan tidak dapat

menciderai klien dan juga orang lain.

b. Persiapan klien

Persipan klien yaitu meminta persetujuan kepada klien dan

kelaurga untuk pengambilan kasus penelitian, klien, kedua peneliti

mengajukan surat permohonan menjadi responden yang sebelumnya

peneliti sudah tanda tangan terlebih dahulu, ketiga mengajukan surat

persetujuan menjadi responden kepada klien dan keluarga, klien dan


keluarga sudah bertanda tangan selanjutnya kita bisa melakukkan

penelitian kasus ini.

Perlu meminta persetujuan untuk mengambil kasus penelitian oleh

klien kepada keluarga dan klien, peneliti mengajukan surat permohonan

menjadi responden yang sebelumnya peneliti sudah tanda tangan terlebih

dahulu, mengajukan surat persetujuan menjadi responden kepada klien

dan keluarga (Notoatmodjo, 2010)

Peneliti berpendapat mendapat persetujauan dari keluarga dan

klien itu penting sehingga dapat menciptakan suasana interaksi yang

nyaman dan dapat mencapai hasil yang makasimal.

c. Persiapan lingkungan

Persiapan lingkungan klien perlu dilakukan agar klien merasa

nyaman untuk melakukan tindakan memukul bantal. Untuk tempat

peneliti bisa melakukannya dimana saja sesuai permintaan klien seperti di

ruang tamu, di bawah pohon rindang, taman, dan ruang TV.

Persiapan lingkungan perlu dilakukan untuk menunjang suasana

yang nyaman saat melakukan tindakan yaitu ruang tamu, kursi, suasana

tenang dan nyaman (Keliat, 2011).

Adapun yang perlu diperhatikan oleh peneliti persiapan lingkungan

yaitu di tempat yang membuat klien merasa aman dan nyaman tanpa ada

gangguan sehingga dapat membantu proses tindakan memukul bantal.

d. Persiapan Peneliti

Persiapan peneliti yang dilakukan mencari informasi tentang klien

dari petugas pukesmas, menuju rumah klien sesuai alamat,


mempersiapkan buku saku kecil untuk mencatat informasi yang penting

dari klien. Persiapan tersebut dilakukan sesuai keadaan klien yang hanya

di rumah tidak di rawat di Rumah Sakit Jiwa.

Persiapan peneliti perlu dilakukan untuk mengawali proses

penelitian kasus ini yaitu mencari informasi tentang klien, menuju rumah

klien/ ruangan klien, mempersiapkan buku saku kecil untuk mencatat

informasi yang penting dari klien (Fitria, 2011).

Berdasakan peneliti berpendapat bahwa persiapan peneliti perlu

dilakukan agar saat berinteraksi dengan klien dan keluarga terjalin dengan

baik dan peneliti tidak bingung menentukan pertanyaan-pertanyaan yang

akan diajukan kepda klien dan keluarga.

4.2 Pelaksanaan tindakan memukul bantal pada klien dengan masalah resiko

perilaku kekerasan.

Pada kasus ini pelaksanaan tindakan dilakukan dengan cara yang

sama persis seperti di teori selama tiga hari. Pada saat melakukan

tindakan memukul bantal, ada perbedaan pada kasus 1 dan kasus 2 yaitu

pada kasus 1 klien terlihat antusias saat memukul bantal sedangkan pada

kasus 2 terlihat terus menatap pandangan lurus kedepan saat memukul

bantal.

Adapun cara teknik memukul bantal dengan posisi duduk, bantal

diletakkan dipangkuan, tarik nafas dalam, tahan kemudian ditahan

sejenak, tangan mengepal dan pukulkan pada bantal sekencang-

kencangnya
(Keliat, 2011).

Berdasarkan penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa pada kasus

1 bina hubungan saling percaya sudah terjalin dan klien sangat antusisas

dengan tindakan memukul bantal, klien menatap peneliti dan menjawab

pertanyaan peneliti hanya saat berinteraksi. Pada kasus 2 klien saat

berinteraski dengan klien hanya menatap pandangan lurus kedepan dan

saat melakukan tindakan memukul bantal juga pandangan klien hanya

lurus kedepan.

4.2 Pelaksanaan evalausi tindakan memukul bantal pada klien dengan masalah

resiko perilaku kekerasan.

Tanggal 07-05-2019 pada kasus 1 yaitu mata klien melotot karena

klien kaget baru pertama kali oleh peneliti, wajah tegang karena saat

pertama ditanya oleh peneliti, postur tubuh kaku saat klien ditanya yang

serius oleh peneliti, merasa tidak nyaman karena baru pertama kali

bertemu peneliti dan kurang akrab, merasa terganggu karena biasanya

klien tidur di rumah,. Kasus 2 yaitu mata melotot karena klien merasa

belum nyaman dengan peneliti, tangan mengungkapkan kemarahan,

karena klien masih belum terbiasa dengan adanya peneliti disampingnnya,

wajah tegang karena klien merasa risih atas pertanyaan klien, berbicara

ketus karena klien belum terlalu akrab dengan peneliti, merasa tidak

nyaman. Tanggal 08-05-2019 pada kasus 1 yaitu klien berbicara ketus

karena klien merasaa ditnya Tanya terus dan klien merasa jengkel, merasa

tidak nyaman karena masih merasa malu saat di di tatap mukanya oleh
peneliti. Kasus 2 yaitu postur tubuh kaku karena masih belun terbiasa

melakukan tindakan memukul bantal, wajah tegang karena pandangan

klien selalu mentap lurus kedepan, klien merasa tidak nyaman karena saat

ditanya hal-hal yang menurutnya bersifat pribadi. Tanggal 08-05-2019

pada kasus 1 yaitu klien merasa tidak nyaman karena saat ditanya suatu

hal yang menurutnya sangat pribadi. Kasus 2 yaitu merasa kaku saat klien

di suruh menyebutkan tahap-tahap metode tindakan memukul bantal. Pada

peneliti yang dilakukan selama 3 hari dari tanggal 07-09 Mei 2019

kemampuan klien dalam dalm tindakan memukul bantal dalam resiko

perilaku kekerasan pada kasus 1 yaitu klien kooperatif dan sudah mampu

menjawab pertanyaan sesuai yang di ajukan oleh peneliti sedangkan untuk

kasus 2 klien juga mulai kooperatif dan sudah mampu tetapi menjawab

tidak terlalu lancar.

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus

menerus untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang sudah

dilaksanakan (Kusumawati, 2012). Evalausi tanda dan gelaja pada klien

resiko perikau kekerasan adalah mengatakan ingin marah, mengatakan

ingin memukul orang, mata melotot, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah tegang, postur tubuh kaku, berbicara ketus, jalan mondar-mandir,

merasa tidak nyaman, menarik diri, merasa terganggu, mengancam secara

verbal, merasa dirinya berkuasa (Fitria, 2009).

Berdasarkan penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa dengan

indikator keberhasilan pada kasus 1 didapatkan persentase keberhasilan

mencapai 92%. Sedangkan pada kakus 2 didapatkan persentase


keberhasilan mencapai 100%. Bisa di tarik kesimpulan bahwa klien sangat

mampu mengikuti instruksi dari peneliti karena klien bisa melakukan

teknik memukul bantal secara mandiri tanpa bantuan peneliti dengan

benar, hubungan antara klien dengan perawat sudah sangat terjalin.

Tindakan memukul bantal sangaat efektif untuk menyalurkan kemarahan

klien dengan resiko perilaku kekerasan.

BAB V

PENUTUP

Setelah dilakukan Tindakan memukul bantal pada masalah resiko perilaku

kekerasan dengan klien skizofrenia di Pukesmas Campurejo Kediri selama

peneliti dapat menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan
1. Persiapan alat, klien, lingkungan, peneliti

Persiapan alat terdapat bantal/guling yang berisikan kapas, sarung bantal,

bolpoin, jadwal harian, lefleat. Persiapan lembar surat permohonan

menjadi responden yang sudah di tanda tangani oleh peneliti, lembar surat

persetujuan responden. Persiapan lingkungan ruang tamu, kursi, suasana

tenang dan nyaman. Persiapan peneliti mencari informasi tentang klien

dari petugas pukesmas, menuju rumah klien sesuai alamat, mempersiapkan

buku saku kecil untuk mencatat informasi yang penting dari klien.

2. Tindakan

Pada kasus 1 bina hubungan saling percaya sudah terjalin dan klien sangat

antusisas dengan tindakan memukul bantal, klien menatap peneliti dan

menjawab pertanyaan peneliti hanya saat berinteraksi. Pada kasus 2 klien

saat berinteraski dengan klien hanya menatap pandangan lurus kedepan

dan saat melakukan tindakan memukul bantal juga pandangan klien hanya

lurus kedepan.

3. Evaluasi

Pada evaluasi masalah keperawatan dalam beberapa kriteria hasil

sudah mencapai hasil yang diharapkan meskipun ada beberapa tujuan yang

belum maksimal. %. Klien sangat mampu mengikuti instruksi dari peneliti

karena klien bisa melakukan teknik memukul bantal secara mandiri tanpa

bantuan peneliti dengan benar, hubungan antara klien dengan perawat

sudah sangat terjalin. Tindakan memukul bantal sangaat efektif untuk

menyalurkan kemarahan klien dengan resiko perilaku kekerasan.


B. Saran

1. Bagi Klien

Klien sebaiknya tetap mengontrol emosionalnya baik dengan cara

fisik yang sehat, verbal, spiritual maupun dengan mengkonsumsi obat

secara rutin dan teratur agar tidak sampai melakukan perilaku kekerasan

kembali yang dapat membahayakan untuk diri sendiri, orang lain ataupun

lingkungan.

2. Bagi Keluarga

Keluarga sebaiknya tetap memantau jadwal harian klien agar klien tetap

melakukan tindakan memukul bantal sesuia jadwal harin dan tidak

mencideari orang lain maun diri sendiri lagi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebaiknya peneliti selanjutnya lebih memperdalam ilmu

pengetahuan dan memersiapkan diri untuk bertemu dengan klien agar

terjalin Bina Hubungan Saling Percaya yang lebih baik antara peneliti dan

juga klien supaya klien mampu menatap peneliti atau lawan bicara saat

berinteraksi, sehingga dapat menciptakan suasana berinteraksi yang

nyaman untuk peneliti dan juga klien agar penelitian mampu mencapai

hasil yang lebih maksimal.

4. Bagi Institusi

Karya tulis Ini sebagai masukan data dan sumber referensi tentang

ilmu keperawatan jiwa terutama cara memberikan terapi pada klien dengan

resiko perilaku kekerasan khususnya metode tindakan memukul bantal.

5. Bagin Lahan Penelitian


Hendaknya lahan praktek atau lahan studi kasus dapat

meningkatkan kemampuan perawatnya dalam memberikan asuhan

keperawatan, membina hubungan saling percaya kepada klien, dan salam

terapeutik supaya lebih dekat dengan pasien dan lebih sabar dalam

memberikan pelayanan guna mempercepat proses penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai