Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan
tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat
langsung seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan gejala yang
berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian masa lalu yang sama
dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda. Banyak
klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya
bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan
mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi (Depkes RI.
1993).
Gangguan citra tubuh adalah kekacauan pada cara seseorang merasakan
citra tubuhnya. Evaluasi diri dan perasaan tentang kemampuan diri negatif, yang
dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan
mewawancarai dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi
bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat,
pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan
pasien terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu
pasien dan keluarganya .
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting
karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien
untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai kemampuan yang dimiliki. Klien
mungkin menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin
cenderung membiarkan, khususnya pada klien yang tidak menimbulkan keributan
dan yang tidak membahayakan (Depkes RI. 1993)
1.2 Rumusan Makalah
1. Jelaskan konsep tentang citra tubuh?
2. Jelaskan asuhan keperawatan tentang konsep diri yaitu citra tubuh?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengerti tentang “ASUHAN DAN GANGGUAN
CITRA TUBUH ”
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang pengertian dan semua teori gangguan citra
tubuh.
b. Mampu memahami tentang proses keperawatan pada klien dengan
kecemasan dan gangguan citra tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta
perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan
yang diinginkan. Citra Tubuh merupakan salah satu komponen dari konsep diri
yang membentuk persepsi seseorang tentang tubuhnya baik secara internal
maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada
tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter & Perry,
2005).
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan
mewawancarai dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi
bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat,
pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan
pasien terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu
pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).

2.2 Etiologi
1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh
Enterostomi, Mastaktomi, Histerektomi, Pembedahan kardiovaskuler,
Pembedahan leher radikal, Laringektomi
2. Amputasi pembedahan atau traumatik
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal
8. Gangguan integumen
9. Lesi otak
a. Cerebrovaskular accident
b. Demensia
c. Penyakit parkinson
10. Gangguan afektif
a. Depresi
b. Skizofrenia
11. Penyalahgunaan bahan kimia
12. Nyeri
13. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
a. Umpan balik interpersonal negatif
b. Penekanan pada produktivitas

2.3 WOC

Harga Diri Rendah



Gangguan citra tubuh

Penyakit Fisik

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Citra Tubuh

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan


fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan
mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan
aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga
mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya.
Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian
tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa
cemas dan meningkatkan harga diri.

2.5 Negatif dan Positif Citra Tubuh


Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai
bentuk individu, perasaan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu
sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk
tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu
merasakan malu, self-conscious, dan khawatir akan badannya.
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang
bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu
memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam
menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan
bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu
untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.

2.6 Tanda dan Gejala


1. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan
dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai
reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
2. Menarik diri.
Menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena
tidak mungkin maka lari atau menghindar secara emosional, menjadi pasif,
tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam
perawatannya.
3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka
muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri
yang baru.
4. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
5. Tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi.
6. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
7. Persepsi negatif terhadap tubuh.

2.7 Faktor Predisposisi

1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan
teramati serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku
berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan identitas, dan
deporsonalisasi.
2. Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran
kerja, dan harapan peran kultural.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

2.8 Faktor Presipitasi


1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. ada tiga jenis transisi
peran:
1) Transisi peran perkembangan
2) Transisi peran situasi
3) Transisi peran sehat /sakit

2.9 Stressor yang dapat Menyebabkan Gangguan Citra Tubuh

1. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit


2. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah
pemasangan infuse.
3. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan
pemasanagn alat di dalam tubuh.
4. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
5. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan
6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,
pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan
tanda vital, dll).
3. Respon Klien terhadap Gangguan Citra Tubuh
1. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:
a. Respon penyesuaian
Menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian, pengingkaran,
kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)
b. Respon mal-adaptip
Lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan bentuk atau
keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak,
berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:
a. Respon penyesuaian
Merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat keputusan) dalam
mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri,
menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan
keluarga.
b. Respon mal-adaptip
Menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannyaterhadap yang lain
yang terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.
3. Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:
a. Respon penyesuaian
Memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima tawaran
bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
b. Respon mal-adaptip
Mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat kedangkalan kepercayaan
diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu,
frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

BAB III
KASUS

Tn.B, usia 21 tahun mengeluh sakit kepala, mual dan muntah serta demam
sejak 5 hari yang lalu. Klien sudah berobat ke klinik 24 jam namun panasnya
belum juga turun, selanjutnya klien di rujuk ke RS untuk mendapatkan layanan
kesehatan lebih lanjut. Di RS, klien melakukan pemeriksaan darah yang hasilnya
menunjukkan bahwa klien menderita demam berdarah. Klien harus menjalani
masa perawatan sampai masa kritisnya dapat terlampaui. Selama dirawat klien di
pasang infus dan diambil darah untuk pemeriksaan setiap pagi. Klien mengeluh
tangan yang terpasang infus mengalami kesemutan dan bekas tusukan jarum
suntik terlihat lebam dan terlihat klien menutupi tangan nya, klien merasa bosan
karna harus diambil darahnya terus-menerus dan tidak percaya diri dengan
keadaan tangan nya. Klien tidak mau dilakukan terapi pengambilan darah oleh
perawat.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain.
Setelah diagnosa, tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak segera
tampak respon pasien terhadap perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu
mengkaji kemampuan pasien untuk mengintegrasikan perubahan citra tubuh
secara efektif.

4.2 Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


A. Gangguan citra tubuh : Perubahan bentuk tubuh
DS :
· Klien mengeluh tangan yang terpasang infus mengalami kesemutan
· Klien merasa tidak percaya diri dengan keadaan tangan nya
DO :
· Tangan pasien terdapat lebam bekas tusukan jarum suntik
· Klien Nampak menutupi tangan yang lebam dengan selimut
B. Harga diri rendah
DS :klien merasa tidak percaya diri dengan keadaan tangan nya.
DO : klien tidak mau dilakukan terapi pengambilan darah oleh perawat
C. Penyakit fisik
DS :
· Klien mengeluh sakit kepala , mual dan muntah serta demam.
· Kien meras bosan karena harus diambil darahnya terus-menerus
DO : klien di pasang infus dan diambil darah untuk pemeriksaan setiap pagi

4.3 Diagnosa Keperawatan


Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial,
dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor
kemungkinan diagnosa aktual.
Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh
yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan
dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998). Adapun Diagnosa yang mungkin
Muncul diantaranya:
1. Gangguan citra tubuh
2. Harga diri rendah
3. Penyakit fisik

4.4 Rencana Tindakan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh


Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah
meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh,
menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya,
mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan
tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri.
A. Gangguan citra tubuh
Rencana tindakan :
1. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan.
2. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya
hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
3. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan.
4. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan.
5. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
6. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas.
7. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.
8. Kolaborasi : Rujuk pada konseling psikiatri, mis : perawat spesialis
psikiatri, psikolog.
9. Kolaborasi : Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan
obat-obatan peningkat alam perasaan.
B. Harga diri rendah
Rencana tindakan :
· Bina hubungan saling percaya dengan meng-gunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
· Diskusikan dengan klien tentang :
1) Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan.
2) Kemampuan yang dimiliki klien.
· Bersama klien buat daftar tentang :
1) Aspek positif klien, keluarga, lingkungan.
2) Kemampuan yang dimiliki klien.
· Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif.
· Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan.
· Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya.
· Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan klien :
1) kegiatan mandiri.
2) kegiatan dengan bantuan.
· Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
· Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
· Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.
· Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
· Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
· Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
· Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
· Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat.
· Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

C. Penyakit fisik
Rencana tindakan :
· Beri kompres air hangat.
· Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai
toleransi).
· Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat.
· Kaji frekuensi mual dan muntah
· Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan.
· Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
· Berikan antiemetic.

4.5 Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat
diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya,
termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian,
mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan
kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh
yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan
(pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan
yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998). Penyesuaian
terhadap perubahan citra tubuh melalui proses seperti berikut:
1. Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan
dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma ditetapkan sebagai tindakan atau
pada saat stoma telah ada (paska operasi). Syok psikologis digunakan sebagai
reaksi terhadapa ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat pasien menggunakan mekanisme pertahanan seperti mengingkari,
menolak, projeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
2. Menarik diri, pasien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan
tetapi karena tidak mungkin maka pasien menghindari/lari secara emosional.
Pasien menjadi positif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk
berperan dalam perawatannya.
3. Penerimaan/pengakuan secara bertahap. Setelah pasien sadar akan kenyataan
maka respon kehilangan/berduka muncul. Setelah fase ini pasien mulai melakukan
reintegrasi dengan citra tubuh yang baru.
4. Integrasi merupakan proses yang panjang dapat mencapai beberapa bulan, oleh
karena itu perencanaan pulang dan perawatan dirumah perlu dilaksanakan. Pasien
tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat, 1998).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik
secara sadar maupun tidak sadar yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah
kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak yang ditujukan
terhadap dirinya.

5.2 Saran
Setiap orang harus bisa menerima apapun yang ada pada dirinya, sehingga jika
ada ketidakpuasan persepsi terhadap tubuhnya tidak membuat individu merubah
dirinya kearah yang negatif. Maka ketika individu berhasil untuk menerima
dirinya sendiri dan bisa mencapai sesuatu hal tersebut. Dan pada akhirnya
pandangan manusia dalam mendeskripsikan pandangan terhadap citra tubuhnya
bukan memburuk tetapi berharap lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1993, Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di


Indonesia. III Depkes RI.
Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai