Anda di halaman 1dari 82

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI

PUSKESMAS LABAKKANG PANGKEP

ANGGI IRIANI SAFITRI

20.01.049

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021


SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI

PUSKESMAS LABAKKANG PANGKEP

ANGGI IRIANI SAFITRI

20.01.049

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

(ORISINILITAS)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anggi Iriani Safitri

Nomor Induk Mahasiswa : 20.010.49

Program Studi : S1 Keperawatan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian

atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia

mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali.

Makassar, 14 Maret 2022

Penulis

Anggi Iriani Safitri


2001049

ABSTRAK

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada


Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Labakkang Pangkep,. Anggi Iriani Safitri1,
I Kade Wijaya2, Hasniaty Ag3.

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium


Tuberkulosis yang menyebabkan kerusakan jaringan progresif dan pada akhirnya
menyebab kan kematian. TB diberikan dalam bentu kombinasi dari bebrapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan.
Tujuan Penelitian: Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Labakkang
Pangkep
Metode Penelitian: Desain penelitian yaitu cross sectional. Besar sampel 34
orang. Tehnik sampling yaitu Total Sampling. Penelitian telah dilaksanakan pada
bulan Februari 2022 di Puskesmas Labakkang Pangkep
Hasil Penelitian: Tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis pada kategori berat
lebih banyak dari pada baik, sedangkan kepatuhan minum obat tuberkulosis tidak
patuh lebih banyak di bandingkan dengan patuh. Hasil uji analisis chi square
menunjukkan nilai p 0,004 < a 0,05. Dengan demikian terdapat hubungan
signifikan.
Kesimpulan dan Saran: Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
minum obat. Diharapkan hasil penelitian menjadi referensi untuk institusi dan
instansi.

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Minum Obat, Tuberkulosis.


KATA PENGANTAR
“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang

selalu senantiasa memberikan rahmat serta nikmat-Nya atas segala keberanian,

kelancaran, kekuatan, kesabaran dan segala ketenangan yang Engkau berikan.

Terimakasih Ya Rabb atas kasih sayang-Mu yang selalu terpancarkan hingga

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “HUBUNGAN TINGKAT

PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN

TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS LABAKKANG PANGKEP”.

Penyusunan skripsi ini merupakan suatu langkah awal untuk dapat memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Panakkukang Makassar. Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan

banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna

dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga dan terima kasih yang setulus-tulusnya dan

sebesar besarnya kepada :

1. H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes., Selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan.

2. Dr. Ns. Makkasau, M.Kes., M.EDM., Selaku Ketua STIKES

Panakkukang Makassar yang telah memberikan izin penelitian.


3. Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep., Selaku Ketua Prodi S1-Keperawatan di

STIKES Panakkukang Makassar

4. Pemerintah Kabupaten Pangkajene Kepulauan khususnya Dinas

Kesehatan yang telah menerima dan memberikan izin untuk melakukan

penelitian di wilayah kerja Puskesmas Labakkang guna memperoleh data

dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Fajar Aswad, SKM., Selaku Kepala Puskesmas Labakkang Pangkep

yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian dan telah

memfasilitasi dalam penyelesaian skripsi ini

6. Ns. I Kade Wijaya, M.Kep., Selaku Dosen Dan Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pentunjuknya selama pembuatan penyusunan

skripsi ini.

7. Hasniaty Ag, S.Kp., M.Kep., Selaku Dosen Dan Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan dan petunjuknya selama pembuatan

penyusunan skripsi ini.

8. Musmulyadi, S,Kp., M.Kes., Selaku Dosen dan Penguji I yang telah

memberikan masukan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Ns. Muh. Yusuf Tahir, M.Kes., M.Kep., Selaku Dosen dan Penguji II

yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyelesaian

skripsi ini.

10. Dosen Prodi S1 Keperawatan dan civitas akademik STIKES Panakkukang

Makassar.
11. Untuk Kedua Orang tua saya Ayahanda Serka Sunusi dan Ibunda Aida

Fitria yang saya cintai.

12. Teman-teman Angkatan 2020 (KONVERSI) yang telah memberikan

dukungan dan semangat selama penyusunan proposal ini. Dan terima kasih

atas kebersamaan selama satu tahun setengah ini.

13. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu terimakasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu masukan

yang berupa saran dan kritik yang membangun dari pembimbing dan penguji akan

sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak

pihak yang terkait.

Makassar, 14 Maret 2022

Penulis

Anggi Iriani Safitri

20.01.049
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI iv

HALAMAN ABSTRAK (Bahasa Indonesia) v

HALAMAN ABSTRAK (Bahasa Inggris) vi

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah3

C. Tujuan Umum 4

D. Tujuan Khusus 4

E. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Tentang Tuberkulosis 6

B. Tinjuan Tentang Tingkat Pengetahuan 20

C. Tinjuan Tentang Kepatuhan Minum Obat 23

D. Tinjuan Tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan

Kepatuhan Minum Obat 23


BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual 25

B. Hipotesis 26

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian 27

B. Populasi, Sampel Dan Sampling Penelitian 27

C. Variabel Penelitian 28

D. Definisi Operasional 30

E. Tempat Penelitian 32

F. Waktu Penelitian 32

G. Instrumen Pengumpulan Data 32

H. Prosedur Pengumpulan Data 33

I. Tehnik Analisa Data 34

J. Etika Penelitian 35

K. Alur Penelitian 37

BAB V HASIL PENELITIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 38

B. Pembahasana 43

C. Keterbatasan Peneliti 47

D. Implikasi Dalam Keperawatan 47

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan 48

B. Saran 48
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional 30

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden Di Wilayah Kerja

Puskesmas Labakkang Pangkep 38

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Di Wilayah

Kerja Puseksmas Labakkang Pangkep 39

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden Di Wilayah

Kerja Pusekesmas Labakkang Pangkep 39

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Responden Di Wilayah

Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep 40

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pasien

Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

40

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis

Di Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep 41

Tabel 5.7 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada

Pasien Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

42

15
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan
TB Tuberkulosis
BTA Bakteri Tahan Asam
SDGs Sustainable Develoment Goals
WHO World Health Organization
COVID-19 Corona Virus Disease-19
DEPKES-RI Departemen Kesehatan-Republik Indonesia
CDR Case Detection Rate
BBKPM Balai Besar Kesahatan Paru Masyarakat
MDR-TB Multi Drug Resistant-Tuberkulosis
XDR-TB Extensively Drug Resistant-Tuberkulosis
TDR-TB Totally Drug Resistant-Tuberkulosis
OAT Obat Anti Tuberkulosis
M.Tuberkulosis Mycobacterium Tuberkulosis
HIV-AIDS Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune
Deficiency Syndrome
SPS Sewaktu Pagi Sewaktu
PCR Pengambilan Cairan Pleura
INH Isonikotinilhidrazida
DOTS-PLUS Directly Observed Treatment Short Course-Plus
PMO Pengawas Menelan Obat
SPSS Statistical Productand Service Solution
MOTT Mycobacterium Other Than Tuberkulosis

16
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengambilan Data Awal

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Persetujuan Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 5. Lembar Kuesioner

Lampiran 6. Hasil Data Penelitian Melalui SPSS

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi (infectious disease) yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis, bakteri ini biasanya

menyerang paru-paru (pulmonary), sumber penularannya yaitu dari pasien

yang TB BTA (bakteri tahan asam) positif, melalui percik renik dahak yang

dikeluarkannya. Gejala utama TB paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu

atau lebih, batuk TB dengan gejala tambahan dahak bercampur darah.

(Rosadi, 2020).

Menurut World Health Organization (2021) (WHO) Tuberkulosis paru

manurun saat pandemi Covid-19 jumlah orang di diagnosis TB paru

dilaporkan 7,1 juta kasus pada tahun 2019 dan turun menjadi 5,8 juta kasus

pada tahun 2020. Jumlah kasus TB di Indonesia sebanyak 350.498 kasus pada

tahun 2016 meningkat menjadi 420.994 pada tahun 2017, kasus TB tahun

2017 pada laki-laki sebanyak 245.298 kasus pada perempuan sebanyak

175.696 kasus (Kemenkes, 2018) dalam buku (Infodatin Tuberkulosis, 2018).

Berdasarkan survei awal di Puskesmas Labakkang Pangkep di dapatkan data

kasus tuberkulosis pada tahun 2019 sebanyak 51 kasus, pada tahun 2020

sebanyak 38 kasus, dan tahun 2021 sebanyak 34 kasus.

TB paru juga merupakan penyakit menular yang mampu berkembang

secara cepat dikarenakan penularan bakterinya melalui udara, Pada saat

penderita mengalami batuk dan bersin maka akan mengelurkan dan dapat

18
menyebarkan bakteri mycobacterium tuberkulosis dalam bentuk percikan

dahak (droplets). Apabila penderita batuk atau bersin dalam suatu ruangan

yang tertutup maka akan menghasilkan kurang lebih 3000 percikan, upaya

untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan adanya ventilasi atau aliran

udara yang sesuai dengan standar, bakteri mycobacterium tuberkulosis akan

mati apabila terkena paparan sinar matahari (Lestari Muslimah, 2019).

Pengobatan TB paru yang tepat yaitu dengan mengkonsumsi OAT secara

teratur dan lengkap tanpa terputus selama 6 bulan sampai 9 bulan untuk

mengurangi resiko penularan bakteri mycobacterium tuberkulosis. Adapun

efek OAT biasanya mengakibatkan penderita TB tidak tahan untuk berobat

selama 6 bulan karena efek samping yang ditimbulkan OAT, sehingga banyak

pasien yang berfikir untuk menyerah atau berhenti meminum obat

(Sembiring, 2019).

Salah satu faktor pendukung pengobatan TB paru adalah tingkat

pengetahuan penderita untuk membantu keberhasilan pengobatan, semakin

tinggi tingkat pendidikan penderita TB paru maka semakin baik penerimaan

informasi tentang pengobatan penyakitnya sehingga semakin teratur

pengobatannya, jika semakin tinggi tingkat pendidikan akan mampuh

memberikan informasi yang positif terhadap pengobatan pada pasien TB

(Prihantana & Wahyuningsih, 2016).

Menurut hasil penelitin yang di lakukan oleh Oktavienty et al., (2019)

dikatakan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan pasien maka semakin

tinggi kepatuhan pasien minum obat dan sebaliknya semakin kurang

19
pengetahuan pasien maka semakin rendah kepatuhan untuk minum obat.

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat yaitu karakter individu

pasien seperti usia, jenis kelamin, dukungan sosisal, dukungan emosional,

kepribadian individu, keyakinan pasien tentang penyakit yang diderita, norma

budaya, dan karakter hubungan pasien dengan petugas kesehatan.

Rosadi (2020) Pasien TB paru yang tidak patuh berobat akan

menyebabkan kegagalan dan kekambuhan, sehingga muncul resistensi dan

penularan penyakit yang terus menerus. Hal ini juga dapat meningkatkan

risiko morbiditas, mortalitas, dan resistensi obat baik pada pasien maupun

kepada masyarakat luas. Dan konsekuensi penderita TB paru yang tidak patuh

berobat dapat menyebabkan angkat kematian tinggi dan kekambuhan

meningkat serta yang lebih fatal yaitu tejadinya resisten kuman terhadap

beberapa obat anti tuberkulosis atau multi drug resistant-tuberkulosis (MDR-

TB), sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan. Adapun Penderita

TB paru yang patuh berobat dapat menyelesaikan pengobatan secara teratur

dan lengkap tanpa terputus selama 6 bulan atau sampai 9 bulan adalah

penentuan keberhasilan tuberkulosis. Berdasarkan data diatas peneliti tertarik

ingin meneliti Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum

Obat Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Labakkang Pangkep.

B. Rumusan Masalah

Tuberkulosis dapat diperburuk dengan ketidakpatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat, dalam pemberian obat anti tuberculosis pasien biasanya

diberikan edukasi tentang cara mengkonsumsi obat, maka peneliti dapat

20
merumuskan masalah penelitian yaitu apakah terdapat hubungan tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di

Puskesmas Labakkang Pangkep?

C. Tujuan Umum

Diketahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Labakkang Pangkep.

D. Tujuan Khusus

1. Diketahui gambaran tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis di

Puskesmas Labakkang Pangkep.

2. Diketahui gambaran kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis di

Puskesmas Labakkang Pangkep.

3. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Labakkang Pangkep.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Manfaat Untuk Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti

selanjutnya untuk mengembangkan ilmu keperawatan.

b. Manfaat Untuk Mahasiswa

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan bagi

mahasiswa yang ingin meneliti sebagai tugas akhir skripsi

mahasiswa.

21
c. Manfaat Bagi Pustaka

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan refrensi dan bahan

bacaan bagi pustakawan yang berkunjung ke perpustakaan untuk

menambah pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Untuk Layanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

peningkatan layanan kesehatan di puskesmas terutama pengetahuan

pasien tuberkulosis terhadap kepatuhan minum obat.

b. Manfaat Untuk Tenaga Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

ilmu keperawatan terutama kepada pasien tuberkulosis tentang

pengetahuan kepatuhan minum obat.

c. Manfaat Untuk Pasien Tuberkulosis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan pasien terhadap kepatuhan minum obat anti

tuberkulosis

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tuberkulosis

1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TB paru disebabkan

oleh kuman mycobacterium tuberculosis, terdapat beberapa spesies

kuman mycobacterium, antara lain: M.tuberkulosis, M.africanum,

M.bovis, M.Leprae yang juga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA).

Kelompok bakteri mycobacterium selain mycobacterium tuberkulosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran pernafasan dikenal

sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberkulosis) yang kadang

mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Kemenkes RI,

2018).

2. Etiologi Tuberkulosis Paru

Menurut (Sembiring, 2019) Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri

atau kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini mudah menular

lewat udara sehingga menyerang paru walaupun sebenarnya kuman ini

tidak hanya menyerang paru-paru saja biasanya menyerang, sum-sum

tulang belakang, hepar, limpa, ginjal, tulang dan otak penyebaran ini

biasanya melalui rute hematogen.

3. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

1) Tuberkulosis Paru adalah TB yang menyerang pada jaringan

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

6
2) Tuberkulosis Ekstra Paru adalah TB yang menyerang pada

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, saluran kencing, alat kelamin dll.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik pada

tuberkulosis paru.

1) Tuberkulosis paru BTA positif, sekurang-kurangnya dua dari

tiga specimen dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) hasilnya BTA

(+), satu specimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto

thoraks dada menunjukan gambaran tuberkulosis, satu specimen

dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman tuberkulosis

positif, satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah

tiga spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

anti biotika non OAT (obat anti tuberkulosis).

2) Tuberkulosis paru BTA negatif, kriteria diagnosis tuberkulosis

paru BTA negatif harus meliputi: paling tidak tiga specimen

dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto thoraks upnormal

menunjukkan gambaran tuberkulosis, tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotik non OAT, ditemukan

(dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan)

(Murtono, 2017).

4. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Gejala Tuberkulosis Menurut Sembiring (2019) yaitu :

7
a. Batuk. Batuk biasanya kronis dan berdahak.

b. Penurunan berat badan. Gejala ini hamper sering ditemui pada

penderita tuberkulosis.

c. Keringat pada malam hari

d. Demam. Biasanya ringan dan sering tidak diketahui sebabnya

e. Lemah dan lesu

Tuberkulosis tidak hanya menyerang paru-paru melainkan organ

lain juga, termasuk diantaranya tulang, otak, saluran pencernaan, dan

sebaiknya sehingga gejala yang ditimbulkan cukup beragam

tergantung organ yang terinfeksi.

5. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Penyebab penyakit TB paru disebabkan oleh bakteri mycobacterium

tuberkulosis, penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang

telah terinfeksi . Salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran

kuman tuberkulosis adalah faktor lingkungan yaitu keadaan rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan meliputi ventilasi, pencahayaan, jenis

lantai, jenis dinding, kelembaban, suhu dan kepadatan hunian. Kepadatan

hunian berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit menular

terhadap orang yang tinggal di dalamnya, semakin padat maka

perpindahan penyakit khususnya penyakit menular melalui udara akan

semakin mudah dan cepat. Kepadatan hunian yang tidak memenuhi

syarat memiliki risiko untuk terjadinya TB paru 16,15 kali lebih besar

dibandingkan dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat (Puji eka

mathofani, 2020).

6. Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru

8
Pemeriksaan tuberkulosis pada orang dewasa meliputi minimal tes

BTA dahak/sputum , foto thoraks, dan pemeriksaan darah. Tes dahak

dilakukan sebanyak dua kali dengan metode Sewaktu-Pagi atau Pagi-

Sewaktu. Apabila salah satu dari kedua hasil tes ini positif berarti

terbukti adanya infeksi terberkulosis. Jika hasil tes foto thoraks terdapat

lesi seperti infiltrat, konsolidasi, fibrosis, efusi pleura dan kavitas berarti

trbukti tubekulosis. Dilakukan pemeriksaan darah pada pasien

tuberkulosis untuk melihat keberadaan bakteri mycobacterium

tuberkulosis. Pemeriksaan lain seperti PCR (pengambilan cairan pleura)

histopatologi jaringan (Sembiring, 2019).

7. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Pengobatan kasus baru tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu

selama enam bulan. Apabila kasusnya berulang, putus obat atau ada

faktor penyulit biasanya memakan waktu yang lebih lama lagi. Untuk itu

pengobatan tuberkulosis tidak boleh putus walau gejala mungkin sudah

hilang. Pada pengobatan kasus baru, fase pengobatan terbagi dua yaitu,

fase intensif dan fase lanjutan. Pada fase intensif (biasanya dua bulan),

obat yang dikonsumsi memang lebih banyak. Di akhir fase biasanya

dilakukan evaluasi dengan tes sputum maupun foto thoraks untuk

menentukan pengobatan dilanjutkan ke fase lanjutan atau tetap

meneruskan fase intensif (biasanya di tambah satu bulan). Metode ini

berbeda-beda tergantung kasusnya dan faktor penyulit bila ada

(Sembiring, 2019).

8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Jenis dan Dosis OAT, Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

9
a. Isoniazid ( H )

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini

sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu

kuman yang sedang berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5

mg/kg bb, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 10 mg/kg bb (Depkes RI, 2007).

b. Rifampisin ( R )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman dormant yang tidak

dapat dibunuh oleh isoniazid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama

untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu

(Depkes RI, 2007).

c. Pirazinamid ( Z )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam

sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg bb,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan

dosis 35 mg/kg bb (Depkes RI, 2007).

d. Streptomisin ( S )

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg bb,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan

dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75

g/hari sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50

g/hari (Depkes RI, 2007).

e. Etambutol ( E)

10
Bersifat seba gai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15

mg/kg bb sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu

digunakan dosis 30 mg/kg bb (Depkes RI, 2005).

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Kanamisin, Amikasin,

Kuinolon, Capreomisin, Cicloserin, Para-aminosalisilik acid (PAS),

Ethionamid, Ciprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Obat lain

masih dalam penelitian (PDPI, 2002; Depkes RI, 2007).

9. Efek Samping Obat Tuberkulosis Paru

Menurut Sembiring (2019) Kebanyakan penderita tuberkulosis

menghentikan pengobatannya karena tidak tahan dengan efek samping

yang ditimbulkan OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Umumnya keluhan-

keluhan ini muncul pada bulan-bulan pertama pengobatan, sehingga

banyak pasien tuberkulosis yang berfikir untuk menyerah. Padahal

pengobatan tidak boleh distop sesuai perintah dokter.

Efek samping yang sering timbul antara lain :

a. Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

b. Nyeri sendi

c. Kesemutan hingga rasa terbakar pada kaki

d. Warna kemerahan pada air seni

e. Gatal dan kemerahan pada kulit

f. Tuli

g. Gangguan keseimbangan

h. Ikterik

11
i. Bingung dan muntah-muntah

j. Gangguan penglihatan

k. Pupura (bercak merah pada kulit)

l. Kejang

Di harapkan segera berkonsultasi dengan dokter bila efek

samping obat muncul

10. Resistensi OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Menurut Siregar (2019) Resistansi kuman mycobacterium

tuberkulosis terhadap OAT yaitu dimana keadaan kuman tersebut sudah

tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT, TB paru yang resistan OAT pada

dasarnya suatu fenomena “buatan manusia”, sebagai akibat dari

pengobatan pasien TB paru yang tidak adekuat maupun penularan dari

pasien TB paru resistan OAT.

Terdapat lima kategori resistensi terhadap OAT yaitu:

a. Monoresisten : isolat mycobacterium tuberkulosis kebal

terhadap salah satu OAT lina pertama.

b. Poliresisten: isolat mycobacterium tuberkulosis kebal dua atau

lebih OAT lini pertama selain kombinasi rifampisin dan

isoniazid.

c. Resisten obat ganda atau dikenal dengan multi drug resistant

tuberkulosis (MDR-TB): isolat mycobacterium tuberkulosis

resisten minimal terhadap isoniazid and rifampisin yaitu OAT

yang paling kuat dengan atau tanpa disertai resisten terhadap

OAT lainnya.

12
d. Resisten berbagai OAT atau extensively drug resistant

tuberkulosis (XDR-TB): Resistensi terhadap isoniazid dan

rifampisin yang disertai resisten terhadap salah satu

fluorokuinolon dan salah satu dari tiga obat injeksi lini kedua

(amikasin, kapreomisin atau kanamisin).

e. Resisten rifampisin: resisten terhadap rifampisin yang dideteksi

menggunakan metode fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa

resisten terhadap OAT lain. Apapun dengan resisten rifampisin

termasuk dalam kategori ini, baik monoresisten, poliresisten,

resisten obat ganda atau resisten berbagai OAT.

f. Resisten OAT total atau totally drug resistant-tuberkulosis

(TDR-TB): TB resisten dengan semua OAT lini I dan lini II.

Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi:

resistensi primer, resistensi sekunder dan resitensi inisial.

Resistensi primer adalah resistensi mycobacterium tuberkulosis

terhadap OAT, dimana penderita tidak memiliki riwayat

pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT, namun

kurang dari 1 bulan, sedangkan resistensi sekunder, pasien telah

mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan. Pada

resistensi inisial, bila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah

ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah

(Siregar, 2019).

11. Penyebab Resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Menurut Siregar (2019) Kegagalan pada pengobatan poliresisten TB

paru atau MDR-TB akan menyebabkan lebih banyak OAT yang resisten

13
terhadap kuman mycobacterium tuberkulosis. Kegagalan ini bukan hanya

merugikan pasien tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat.

Faktor penyebab resitensi OAT terhadap kuman mycobacterium

tuberkulosis antara lain:

a. Faktor mikrobiologik

1) Resisten yang natural

2) Resisten yang didapat

3) Amplifier effect

4) Virulensi kuman Jurnal Averrous

5) Tertular galur kuman – MDR

b. Faktor klinik

1) Penyelenggara kesehatan

a) Keterlambatan diagnosis.

b) Pengobatan tidak mengikuti guideline.

c) Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena

jenis obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut

telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap OAT yang

digunakan misal rifampisin atau isonikotinilhidrazida

(INH).

d) Tidak ada guideline atau pedoman.

e) Kurangnya pelatihan TB.

f) Tidak ada pemantauan pengobatan.

g) Fenomena adition syndrome yaitu suatu obat yang

ditambahkan pada satu paduan yang telah gagal. Bila

kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah

14
resisten pada paduan yang pertama maka ”penambahan” 1

jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat

yang resisten.

h) Organisasi program nasional TB yang kurang baik.

2) Obat

a) Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan

sehingga membosankan pasien.

b) Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga

pengobatan kompllit atau sampai selesai gagal.

c) Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin

diminum setelah makan, atau ada diare.

d) Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat

kombinasi dosis tetap yang mana bioavibiliti

rifampisinnya berkurang.

e) Regimen / dosis obat yang tidak tepat.

f) Harga obat yang tidak terjangkau.

g) Pengadaan obat terputus.

3) Pasien

a) Kurangnya informasi atau penyuluhan

b) Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll

c) Efek samping obat

d) Sarana dan prasarana transportasi sulit atau tidak ada

e) Masalah sosial

f) Gangguan penyerapan obat

4) Faktor Program

15
a) Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan

b) Amplifier effect

c) Tidak ada program DOTS-PLUS

d) Program Directly Observed Treatment Shortcourse-Plus

(DOTS-PLUS) belum berjalan dengan baik

e) Memerlukan biaya yang besar

f) Faktor HIV-AIDS

g) Kemungkinan terjadi MDR-TB lebih besar

h) Gangguan penyerapan

i) Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar

5) Faktor kuman

Kuman mycobacterium tuberkulosis super strains

a) Sangat virulen

b) Daya tahan hidup lebih tinggi

c) Berhubungan dengan MDR-TB

12. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat

Ada lima faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat yaitu

faktor tingkat pengetahuan, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor

lingkungan, faktor sosial ekonomi dan faktor dukungan keluarga. Semua

faktor penting dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada

pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya (Pameswari et al., 2016).

a. Pengaruh diri sendiri

Motivasi dari dalam diri sendiri menjadi faktor utama pada

tingginya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat TB

paru. Motivasi untuk tetap mempertahankan kesehatan sangat

16
mempengaruhi terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku pasien dalam mengontrol penyakitnya. Serta keyakinan

dalam diri sendiri, merupakan dimensi spiritual yang dapat

mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien. Pasien yang berpegang

teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan

tidak mudah putus asa serta dalam menerima keadaaanya.

b. Peran keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO)

Peran keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)

sangat diperlukan untuk menjamin kepatuhan pasien untuk menelan

obat. Peran dari seorang pengawas menelan obat dinilaii dari

meningkatnya pasien untuk minum obat secara teratur dan tidak

terputus, meningkatnya pasien untuk datang berobat/ kontrol dan

memeriksakan ulang dahak sesuai waktu yang telah ditentukan,

memberikan semangat untuk sembuh, menganjurkan agar pasien

banyak beristirahat, memberikan pasien makanan yang bergizi serta

membersihkan rumah dan lingkungan dengan baik.

c. Peran Petugas (Sistem Pelayanan Kesehatan)

Faktor pelayanan kesehatan ini meliputi penyuluhan

kesehatan, kunjungan rumah, ketersediaan obat anti tuberkulosis

(OAT), mutu obat anti tuberkulosis (OAT), ketersediaan sarana

transportasi dan jarak. Peran petugas di rumah sakit maupun di

puskesmas selama memberikan pelayanan kesehatan ke pada

pasien TB paru sangatlah penting dalam memberikan informasi

tentang pentingnya meminum obat secara teratur dan tuntas,

menjelaskan mengenai aturan minum obat yang benar dan gejala

17
efek samping yang mungkin dialami pasien, kesediaan petugas

mendengarkan keluhan pasien dan memberikan solusinya, dan

peran petugas dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada

keluarga pasien. Dengan adanya petuga kesehatan sangat

membantu dalam memberikan informasi tentang pentingnya

mengkonsumsi obat TB secara teratur guna mencapai keberhasilan

terapi.

13. Mekanisme Resistensi Tuberkulosis Paru

Menurut Siregar (2019) Resistensi bakteri mycobacterium

tuberkulosis terhadap OAT adalah keadaan ketika bakteri tidak dapat

dibunuh dengan OAT. Resistensi obat pada TB paru bukan hanya

disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat atau gagal, namun juga

disebabkan oleh munculnya strain resisten yang ditransmisikan oleh

penderita MDR-TB. Strain yang resisten muncul akibat adanya

perubahan atau mutasi pada gen-gen tertentu dalam genom

mycobacterium tuberkulosis. Gen-gen ini merupakan target dari

mekanisme kerja OAT.

Mycobacterium tuberkulosis memiliki karakteristik pertumbuhan

yang lambat, dorman, memiliki komponen dinding sel yang kompleks,

merupakan organisme intraseluler serta memiliki homogenitas genetik.

Karakteristik pertumbuhan yang lambat dan dorman sangat berkontribusi

dalam kronisitas infeksi yang ditimbulkan. Hal ini juga berdampak pada

lamanya masa terapi selain juga menjadi kendala terutama dalam hal

menumbuhkan bakteri basil Gram positif ini. Keadaan dormansi

merupakan akibat dari ditekannya jalur metabolik bakteri akibat aktivasi

18
sistem imun seluler. Mekanisme ini merupakan bentuk pertahanan

terhadap infeksi namun tidak dapat mengeradikasi infeksi. Apabila

terjadi penurunan sistem imun dan proses penuaan, maka infeksi dapat

teraktivasi. Mycobacterium tuberkulosis memiliki kemampuan untuk

mengembangkan resistensi secara alamiah terhadap berbagai antibiotika.

Mycobacterium tuberkulosis mengembangkan mekanisme resistensi yang

berbeda dengan bakteri lain pada umumnya (Siregar, 2019).

B. Tinjauan Tentang Tingkat Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo dalam kutipan Kholid (2015), pengetahuan

adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek terentu. Tetapi Sebagian

besar pengetahuan manusia melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain penting bagi terbentuknya tindakan

seseorang.

2. Tingkat Pengetahuan Secara Garis Besar

Menurut Kholid (2015), tingkat pengetahuan seseorang secara rinci

terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasukmengingat kembali (recall)

terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima.Tahu merupakan tingkatan

pengetahuan yang yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehention)

19
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuidan dapat

menginterprestasikan materi secara benar. Orang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat dijelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Ialah dapat menggunakan rumus-rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan

dari kasus yang telah diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

seperti dapat menggunakan dan menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun suatu formasi-formasi yang ada.

20
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Lestari (2015) :

a. Tingkat pendidikan

b. Informasi

c. Pengalaman

d. Budaya

e. Sosial ekonomi

Menurut Prihantana & Wahyuningsih (2016) dimana penyakit

tuberkulosis paru membutuhkan pengetahuan yang baik untuk membantu

keberhasilan pengobatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan penderita

tuberkulosis paru, maka semakin baik penerimaan informasi tentang

pengobatan penyakit sehingga akan semakin teratur pengobatannya. Jika

semakin tinggi pendidikan akan mampu memberikan persepsi yang

positif terhadap pengobatan pada pasien tuberkulosis.

C. Tinjauan Tentang Kepatuhan Minum Obat

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan adalah tingkat pasien dalam melaksanakan

cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang

lain. Kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kepatuhan

terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam

21
manajemen keperawatan diri dan kerja sama antara pasien dengan

petugas kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah yang

menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus

selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Tristiyana, TS. 2020)

dari jurnal (Maulidan et al., 2021).

2. Efek Samping Ketidakpatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis

Menurut Asriati et al., (2019) ketidakpatuhan minum obat karena

adanya efek samping obat yang berisiko 5,492 kali lebih besar untuk

terjadinya ketidakpatuhan minum obat dibandingkan dengan tidak

adanya efek samping obat. Efek samping obat gejala yang dirasakan oleh

penderita minum OAT karena merupakan gejala yang tidak diinginkan.

D. Tinjauan Tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan

Minum Obat.

Menurut Ardat (2020) bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap

kepatuhan minum obat pada penderita TB paru. Pengetahuan yang baik akan

mempengaruhi penderita TB paru untuk dapat melakukan sesuatu dengan

teratur sehingga dapat mempengaruhi perilakunya. Semakin baik

pengetahuan tentang cara minum obat secara teratur, maka penderita semakin

meningkatkan keteraturan minum obat dan pada akhirnya akan cenderung

berperilaku patuh berobat demi kesembuhan penyakitnya.

Semakin baik pengetahuan pasien tentang penyakit tuberkulosis paru,

maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan.

Kepatuhan pasien merupakan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan atau di informasikan oleh petugas Kesehatan.

Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila penderita

22
tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan

terhalangya kesembuhan. Pengetahuan pasien merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi kepatuhan pasien, karena ketidakpatuhan pasien akan

meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperburuk

penyakit yang diderita. Pada penyakit tuberkulosis paru, kepatuhan pasien

dalam pengobatan merupakan faktor penentu berhasilnya penyembuhan

penyakit (Prihantana & Wahyuningsih, 2016).

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

ketertarikan antara variable (baik variable yang diteliti dan tidak diteliti).

Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil

penelitian dengan teori (Nursalam, 2017). Hubungan Pengetahuan pasien

Tuberkulosis (Variabel Independen) sedangkan Kepatuhan minum obat

pasien Tuberkulosis (Variabel Dependen).

Variabel Independen Variabel dependen

Tingkat Pengetahuan
Pasien Tuberkulosis
23
- Faktor terapi

- Faktor Lingkungan

- Faktor Sosial
Ekonomi

- Faktor Dukungan
Keluarga

Keterangan :

: Variabel yang di teliti

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan antara variable yang tidak diteliti

B. Hipotesis Penelitian
Kepatuhan Minum
Hipotesis adalah jawaban sementara Obat Pasien
Tuberkulosis
dari rumusan masalah atau pertanyaan

peneliti. “ menurut La Biondo-Wood & Haber dalam

Nursalam (2017) hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab

suatu pertanyaan dalam penelitian” Maka peneliti mengajukan hipotesis

alternatif Ha : Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan pasien

tuberkulosis dengan kepatuhan minum obat pada pasien Tuberkulosis,

Faktor psikologi,
biologis, dan
24 sosial
budaya
semakin tinggi tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis maka semakin

patuh dalam minum obat.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian

yang dilakukan dengan sistematis untuk menjawab pertanyaan penelitian

yang telah ditetapkan, serta menggunakan metode statistika dalam

mendapatkan data hasil penelitian dengan keluaran berupa angka-angka

(Hanaruddin & Adhiwijaya, 2021). Rancangan penelitian ini adalah

rancangan penelitian Non-eksperimen korelasional (hubungan/asosiasi)

yang menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana data yang

25
menyangkut variabel independent dan variabel dependent akan

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Hanaruddin & Adhiwijaya,

2021). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di Puskesmas

Labakkang Pangkep.

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan anggota (unit) penelitian, berupa

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti, lalu dapat ditarik kesimpulan guna

generalisasi hasil penelitian (Hanaruddin & Adhiwijaya, 2021).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang

mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Labakkang

Pangkep, dalam penelitian ini populasi yang diangkat yakni semua

pasien tuberkulosis yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Labakkang Pangkep sebanyak 34 orang

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi menurut sugiyono (2017) dalam (Hanaruddin &

Adhiwijaya, 2021). Pada penelitian ini menggunakan Total Sampling

yaitu mengambil semua populasi yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Labakkang Pangkep yaitu sebanyak 34 orang.

3. Teknik Sampling

26
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang

dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastro

Asmoro & Ismail) dalam buku (Nursalam, 2017).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan

menggunakan metode Nonprobability sampling yakni Total sampling.

Alasan menggunakan Total Sampling karena penelitian ini tidak

menggunakan batasan karakteristik dan mengambil seluruh populasi

(Nursalam, 2017).

C. Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2019) menjelaskan bahwa variabel adalah

sesuatu yang digunakan sebagai sifat, ciri dan ukuran yang dimiliki atau

diperoleh berdasarkan satuan penelitian tentang sesuatu konsep penelitian

tertentu, misalnya umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, status

pernikahan, penyakit, pengetahuan, pendapatan dan sebagainya.

Berdasarkan perannya atau hubungan fungsional variabel dibedakan

menjadi:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi

atau nialinya menentukan variabel yang lain. Suatu kegiatan

stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu

dampak pada variabel dependen. Variabel independen pada

penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis.

2. Variabel Dependen

27
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan

muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain.

Variabel dependen pada penelitian ini adalah kepatuhan minum

obat pasien tuberkulosis.

28
29

D. Definisi Oprasional

NO Variabel Peneliti Definisi Oprasional Parameter Alat ukur Skala Skor

1. Tingkat pengetahuan Responden Pengetahun pasien Lembar Ordinal Skor 2 apabila jawaban

pasien tuberkulosis mengetahui tentang tuberkulosis meliputi: Kuesioner Buruk dan skor 1 apabila

(Independen) penyakit - Memahami dalam jawaban Baik. Skoring

tuberkulosis. hal yang berkaitan dibagi menjadi dua

dengan defenisi tingkatan:

tuberkulosis, gejala 1. Baik : ≥ 18

tuberkulosis, 2. Buruk : < 18

penularan dan

pencegahan

tuberkulosis

2. Kepatuhan minum Responden Penderita tuberkulosis Lembar Ordinal Skor 2 apabila jawaban
30

obat pasien mengetahui dalam mengetahui tentang Benar dan skor 1 apabila

tuberkulosis mengkonsumsi obat jadwal waktunya Kuesioner jawaban Salah. Skoring

(dependen) anti tuberculosis, meminum OAT, efek dibagi menjadi dua

sesuai dengan dosis, samping jika tidak tingkatan:

waktu, cara minum patuh meminum obat 1. Patuh : ≥ 13

obat sesuai dengan anti tuberkulosis, 2. Tidak Patuh : < 13

terapi medis
31

E. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Labakkang Pangkep.

F. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Februari 2022 – 23 Februari 2022

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah suatu alat ukur yang digunakan oleh

peneliti dalam proses pemberian batas kuantitatif dan kualitatif pada

variabel sehingga dapat dinilai, dihitung besarannya ataupun nominalnya,

diamati serta variasi pada subjek tertentu, (Hasmi, 2016).

a. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

Kuesioner ini menggunakan sumber dari Atik (2013).

a) Identitas pasien

Bagian pertama kuesioner berupa, identitas pasien, nama

responden, nomor responden, jenis kelamin, umur, pendidikan

terakhir, pekerjaan.

b) Kuesioner Pengetahuan terdiri dari 12 pertnyaan pilihan ganda.

skor tertinggi+skor terendah


Skoring dengan cara :
2

24+12
¿
2

36
¿
2

= 18

Sehingga nilai median 18, dikatakan baik jika skor jawaban ≥ 18

dan dikatakan buruk jika skor jawaban < 18.

b. Kuesioner Kepatuhan Pasien Minum Obat


32

Kuesioner ini sumber dari Atik (2013) berupa table pertanyaan

yang digunakan untuk mengetahui kepatuhan minum obat anti

tuberkulosis pada penderita tuberkulosis. Kuesioner ini terdiri dari 9

pertanyaan, pertanyaan ini diukur menggunakan skla Gutman. Jika

jawaban responden benar diberi skor 2, dan jika jawaban responden

salah diberi skor 1.

Skoring dengan cara :

skor tertinggi+skor terendah


2

18+9
¿
2

27
¿
2

= 13

Sehingga nilai median 13, dikatakan patuh jika skor jawaban ≥ 13

dan dikatakan tidak patuh jika skor jawaban < 13.

H. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden

melalui kuesioner atau juga data dari hasil wawancara peneliti

dengan narasumber. Responden akan diberikan lembar

kuesioner, kuesioner 1 yaitu pengetahuan pasien tuberkulosis dan

kuesioner 2 yaitu kepatuhan pasien minum obat. Setelah

responden mengisis dengan benar dan telah dikoreksi


33

kelengkapannya oleh peneliti, data akan dikumpulkan untuk

diolah.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara

tidak langsung sehingga hanya diperoleh dengan mengumpulkan

data awal. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui

Berkas rekam medis di Puskesmas Labakkang Pangkep.

I. Teknik Analisa Data

1. Pengolahan data

Data akan diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel

dan softwere Statistical Productand Service Solution (SPSS) untuk

memeriksa jawaban pada kuisioner sudah lengkap, jelas dan relevan

(Sujarweni, 2014). Setelah data diolah, kemudian langkah selanjutnya

dilakukan sebagai berikut :

a. Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data dan analisa data atau setelah data terkumpul.

b. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode

ini sangat penting bila pengolahan data pengolahan data dan analisa

data menggunakan komputer.

c. Tabulasi atau Entri Data adalah kegiatan memasukkan data yang

telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat tabel kontigensi.


34

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa data dapat dilakukan dengan dua cara yakni (Sopiyuddin,

2014): Analisa Univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu

variabel atau per variabel. Dilakukan untuk mendapatkan

gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap variabel yang

digunakan dalam penelitian yaitu melihat distribusi frekuensinya.

b. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisis

hubungan dua variabel. Analisis data ditunjukan untuk menjawab

tujuan penelitian dan menguji hipotesis penelitian. Untuk hal

tersebut, uji statistik yang akan digunakan adalah uji chi square.

J. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2018) penelitian apapun khususnya yang

menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan

etika, oleh karena itu, setiap peneliti menggunakan subjek untuk

mendapatkan persetujuan dari subjek yang diteliti.

Peneliti memperhatikan aspek etika responden dengan menekankan

masalah etika yang meneliti:

1. Lembar konfirmasi (Informed Consed)

Informed Consed merupakan lembar persetujuan antara peneliti

dan responden yang diberikan sebelum penelitian. Tujuan Informed

Consed yaitu responden yang dapat mengerti maksud dan tujuan

penelitian. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak responden.


35

2. Tanpa nama (anonymity)

Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek peneliti dengan cara tidak memberikan atau tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembaran pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah semua informasi yang dikumpulkan

dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang dilaporkan pada hasil riset.


36

K. Alur Penelitian

Pengambilan data di Puskesmas Labakkang Pangkep

Jenis penelitian adalah Non-eksperimen korelasi


dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional
Populasi (Pasien Tuberkulosis)

Pengambilan sampel dengan Total Sampling


Instrumen penelitian
(Kuesioner)

Pengolahan Data
Analisa
(Editing, Koding, Data Tabulasi)
Skoring,

Hasil dan Pembahasan


Kesimpulan dan Saran

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat

pada pasien tuberkulosis di puskesmas labakkang pangkep telah dilaksanakan

mulai tanggal 10 Februari sampai tanggal 23 Februari 2022. Berdasarkan

kunjungan rumah dan kriteria inklusi responden penelitian berjumlah 34 orang


37

yang berasal dari wilayah kerja Puskesmas Labakkang Pangkep. Dengan

menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi

Squere. Adapun hasil penelitian di jelaskan sebagai berikut:

1. Analisis karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, dan

pendidikan terakhir. Data karakteristik responden ini dijelaskan pada tabel

5.1 sampai dengan tabel 5.7 adalah sebagai berikut:

a. Distribusi frekuensi berdasarkan usia responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden Di Wilayah
Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

Kelompok Usia n %
17-25 Tahun 5 14.7
26-35 Tahun 3 8.8
36-45 Tahun 6 17.6
46-55 Tahun 9 26.5
56-65 Tahun 6 17.6
66-75 Tahun 5 14.7
Total 34 100.0
Sumber : Data primer 2022

Pada Tabel 5.1 diatas menunjukkan distribusi frekuensi

berdasarkan kelompok usia responden terbanyak distribusi usia 46-55

tahun memiliki distribusi sebanyak 9 responden (26.5 %) dan tersedikit

distribusi usia 26-35 tahun memiliki distribusi sebanyak 3 responden

(8.8 %).

b. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Di Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

Jenis Kelamin n %
LakiLaki 16 47.1
38

Perempuan 18 52.9
Total 34 100.0
Sumber : Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas diperoleh data berjenis kelamin

LakiLaki memiliki distribusi sebanyak 16 responden (47.1 %), dan

perempuan memiliki distribusi sebanyak 18 responden (52.9 %).

c. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan responden

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden Di
Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

Pendidikan n %
SD 18 52.9
SMP 8 23.5
SMA 5 14.7
Perguruan Tinggi 3 8.8
Total 34 100.0
Sumber : Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas diperoleh data dari responden

dengan pendidikan terakhir SD memiliki distribusi sebanyak 18

responden (52.9 %), SMP memiliki distribusi sebanyak 8 responden

(23.5 %), SMA memiliki distribusi sebanyak 5 responden (14.7 %), dan

Perguruan Tinggi memiliki distribusi sebanyak 3 responden (8.8 %).

d. Distribusi fresuensi berdasarkan pekerjaan responden

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Responden Di
Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

Pekerjaan n %
PNS 1 2.9
IRT 12 35.5
Wiraswasta 7 20.6
Pegawai Swasta 4 11.8
DLL 10 29.4
Total 34 100.0
Sumber : Data primer 2022
39

Berdasarkan Tabel 5.4 diatas diperoleh data dari responden

dengan Pekerjaan sebagai PNS memiliki distribusi sebanyak 1

responden (2.9 %), IRT memiliki distribusi sebanyak 12 responden (35.5

%), Wiraswasta memiliki distribusi sebanyak 7 responden (20.6 %),

Pegawai Swasta memiliki distribusi sebanyak 4 responden (11.8 %), dan

Dll memiliki distribusi sebanyak 10 responden (29.4 %).

1. Variabel Yang Diteliti

a. Analisa Univariat

1) Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Pasien
Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

TingkatPengetahuanPasienTuberkulosi
n %
s
Baik 14 41.2
Buruk 20 58.8
Total 34 100.0
Sumber : Data primer Februari 2022

Tabel 5.5 Berdasarkan distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

didapatkan data dari 34 responden, dengan responden yang baik tingkat

pengetahuannya tentang tuberkulosis sebanyak 14 responden (41.2 %),

dan yang buruk tingkat pengetahuannya tentang tuberkulosis sebanyak

20 responden (58.8 %).

2) Kepatuhan Minum Obat

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Labakkang Pangkep

Kepatuhan Minum Obat n %


40

Patuh 14 41.2
Tidak Patuh 20 58.8
Total 34 100.0
Sumber : Data primer 2022

Tabel 5.6 Berdasarkan distribusi frekuensi kepatuhan minum

obat di wilayah kerja Puskesmas Labakkang Pangkep didapatkan data

dari 34 responden, dengan responden yang patuh sebanyak 14

responden (41.2 %), dan tidak patuh sebanyak 20 responden (58.8 %).

e. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat dengan variabel

independent (Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis) dan variabel

dependent (Kepatuhan Minum Obat) dengan uji statistik menggunakan

uji Chi-Square (Continuity Correction).

a. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat

Tabel 5.7
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat
Pada Pasien Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Labakkang Pangkep

Tingkat Kepatuhan Minum Obat Total


Pengetahuan Patuh Tidak Patuh P
Pasien value
n % n % N %
Tuberkulosis
Baik 13 92.9 1 7.1 14 100
Buruk 1 5.0 19 95.0 20 100 0,000
Total 14 41.2 20 58.8 34 100
Sumber : Uji chi square

Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 34

responden (100%), responden dengan tingkat pengetahuan yang baik


41

sebanyak 14 responden (100%) adapun yang patuh minum obat

tuberkulosis sebanyak 13 responden (92.9%), dan yang tidak patuh

minum obat tubekrulosis sebanyak 1 responden (7.1%). Sedangkan

tingkat pengetahuan pasien yang buruk sebanyak 20 responden

(100%), adapun yang patuh minum obat tuberkulosis sebanyak 1

responden (5.0%), dan yang tidak patuh minum obat tuberkulosis

sebanyak 19 responden (95,0%).

Berdasarkan hasil analisis uji statistik dengan menggunakan Uji

Chi-Square (Continuity Corrections) dengan nilai ρ value = 0.000

jika dibandingkan dengan α = (0.05) maka ρ value< α (0.05). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa p value 0,000 dalam penelitian ini ada hubungan

tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien

tuberkulosis di puskesmas labakkang pangkep, semakin baik tingkat

pengetahuan pasien tentang tuberkulosis maka semakin patuh

meminum obat tuberkulosis.

B. Pembahasan

1. Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

hasil bahwa tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis di wilayah kerja

Puskesmas Labakkang Pangkep yaitu sebanyak 34 orang. Adapun

total responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik

sebanyak 14 responden (41.2%), dan total responden yang memiliki

tingkat pengetahuan yang buruk sebanyak 20 responden (58.8%)

semakin tinggi tingkat pengetahuan pasien tubekrulosis maka pasien


42

tubekrulosis akan patuh meminum obat begitupun sebaliknya semakin

rendah tingkat pengetahuan pasien tentang tuberkulosis maka pasien

tidak patuh meminum obat tuberkulosis.

Penyakit Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri

mycobacterium tuberkulosis, penyakit ini menular langsung melalui

droplet orang yang telah terinfeksi . Salah satu faktor yang berperan

dalam penyebaran kuman tuberkulosis adalah faktor lingkungan yaitu

keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan meliputi

ventilasi, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding, kelembaban, suhu

dan kepadatan hunian. Kepadatan hunian berpotensi meningkatkan

risiko penularan penyakit menular terhadap orang yang tinggal di

dalamnya, semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya

penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat.

Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko untuk

terjadinya TB paru 16,15 kali lebih besar dibandingkan dengan

kepadatan hunian yang memenuhi syarat (Puji eka mathofani, 2020)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Oktavienty et al., (2019) Menunjukkan bahwa semakin baik tingkat

pengetahuan pasien maka semakin tinggi kepatuhan pasien untuk

minum obat, dan sebaliknya semakin kurang pengetahuan pasien

maka semakin rendah kepatuhan pasien untuk minum obat, dengan

judul penelitian yaitu tigkat pengetahuan dengan terhadap kepatuhan

minum obat pada pasien tuberculosis paru (TB) di UPT Puskesmas

Simalingkar Kota Medan.


43

Selain itu hasil penelitian ini sejalan juga dengan penelitian yang

dilakukan oleh Pardika (2013) dalam jurnal Merani (2021), factor

yang menyebabkan pasien patuh atau rutin dalam menjalani terapi

pengobatan TB paru antara lain tingkat pengetahuan penderita yang

menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam upaya kesehatan, makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah menerima informasi.

Menurut analisis peneliti bahwa tingkat pengetahuan pasien

tuberkulosis salah satu factor yang mempengaruhinya adalah tingkat

Pendidikan semakin baik tingkat Pendidikan yang ditempuh maka

semakin baik penerimaan informasi tentang tuberculosis.

2. Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa di Puskesmas

Labakkang Pangkep sebanyak 14 respondend (41.2 %) patuh meminum

obat tuberculosis dan 20 respondend (58.8 %) tidak patuh meminum

obat anti tuberculosis, banyaknya pasien tuberculosis yang tidak patuh

meminum obat karena kurangx tingkat pengetahuan tentang penyakit

tuberculosis.

Ada tiga factor yang menentukan perilaku kepatuhan minum obat

tuberculosis menurut notoatmodjo (2003) dalam jurnal isak (2020)

yaitu factor predisposisi (Predisposing factor) yang meliputi

karakteristik individu, tingkat Pendidikan, pengetahuan, dan sikap

penderita, factor pemungkin (enabling factor) yang meliputi efek


44

samping obat dan askes pelayanan Kesehatan serta factor penguat

(reinforcing factor) meliputi sikap petugas Kesehatan dan dukungan

keluarga seta peran pengawas menelan obat (PMO).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Oleh

airlangga (2018) dengan judul penelitian factor-faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti tuberculosis (OAT)

pada pasien tuberculosis paru, yang dapat mempengaruhi kepatuhan

dalam meminum obat TB adalah factor Pendidikan penderita,

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dan Tindakan yang

bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, dab keterampilan

manusia. Semakin tinggi Pendidikan maka akan mudah menerima hal-

hal baru dengan mudah.

Menurut analisis penliti bahwa kepatuhan minum obat pasien

tuberculosis akan meminimalkan terjadinya penyebaran tuberculosis

namun kebanyakan pasien tuberculosis merasakan efek negative

sebelum efek positifnya seperti merasa mual, dan sakit kepala sehingga

pasien tuberculosis banyak yang tidak rutin meminum obatnya.

3. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada

pasien tuberculosis di puskesmas labakkang pangkep

Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwasanya dari 34

respondend tingkat pengetahuan tuberculosis berhubungan dengan

kepatuhan minum obat. Hasil uji analisis chi square didapatkan nilai p=

0,000 (< α= 0,05) maka dengan demikian ada hubungan tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberculosis.


45

Penelitian ini sejalan dengan prihananta (2016) bahwa

pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien

tuberculosis paru di puskesmas labakkang pangkep dengan hasil nilai

signifikansi (p) sebesar 0,000. Sehingga dapat di artikan bahwa ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat.

Semakin baik pengetahuan pasien tuberculosis paru maka semakin baik

pula kepatuhan pasien tuberculosis dalam kepatuhan pasien tuberculosis

paru dalam berobat.

Penelitian ini juga sejalan dengan bahwa ada hubungan tingkat

pengetahuan pasien tuberculosis dengan kepatuhan minum obat

didukung oleh tingkat pendidkan responden, dengan tingkat Pendidikan

yang tinggi maka semakin memudahkan seseorang untuk menerima

informasi, karena semakin banyak informasi yang diperoleh maka

semakin bsik puls tingkat pengetahuannya khsusnya tentanf penyakit

tuberculosis paru.

Asumsi Peneliti dengan pengetahuan yang baik maka akan dapat

meningkatkan kepatuhan penderita tuberculosis paru untuk meminum

obat secara teratur sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada

orang lain.

C. Keterbasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah : banyaknya responden

yang tidak bekerja, bependidikan yang rendah, tidak bisa membaca dan

menulis sehingga memerlukan bantuan keluarga untuk mengisi kuesioner.

D. Implikasi dalam Keperawatan


46

Hasil penelitian ini menjadi acuan kebijakan dalam profesi

keperawatan agar memberikan Pendidikan Kesehatan tentang TB pada

pasien dan keluarga pasien.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul hubungan tingkat

pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberculosis di

puskesmas labakkang pangkep, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis pada kategori baik 14 orang

(41.2%) lebih sedikit dibandingkan dengan kategori buruk 20 orang

(58.8%).

2. Kepatuhan minum obat kategori patuh 14 orang (41.2%) lebih sedikit

dibandingkan dengan kategori tidak patuh 20 orang (58.8%).

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan

minum obat pasien tuberculosis di puskesmas labakkang dengan nilai

signifikansi p value = 0.000 (< α = 0.05).

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan terkait hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi Instansi

Sebaiknya instansi dapat merumuskan penanganan tuberculosis

paru.

2. Bagi Tempat Penelitian

Sebaiknya puskesmas dalam melakukan penanganan yang

testruktur untuk kunjungan pasien tuberculosis.

3. Bagi Perawat

47
Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan interaksi pada pasien

tubekrulosis paru.

DAFTAR PUSTAKA
48
Ardat. (2020). Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kepatuhan Minum
Obat Pada Penderita TB Paru. Journal of Pharmaceutical and Health
Research, 1(2), 49–53.
http://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jharma/article/view/389/218

Asriati, A., Alifariki, L. O., & Kusnan, A. (2019). Faktor Risiko Efek Samping
Obat dan Merasa Sehat Terhadap Ketidakpatuhan Pengobatan Penderita
Tuberkulosis Paru. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal), 6(2), 134–139. https://doi.org/10.33653/jkp.v6i2.344

Atik, A. (2013). Hubungan Pengetahuan Penderita Tentang Tuberkulosis Paru


Dengan Perilaku Kepatuhan Minum Obat Di Puskesmas Curug Tangerang.
Undergraduate Theses Hygiene Faculty, 0(0).
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-280-COVER.pdf
%0Ahttps://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-280-SURAT
PERNYATAAN
PLAGIAT.pdf%0Ahttps://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Undergraduate-280-PERNYATAAN PERSETUJUAN.pdf%0A

Depkes, RI (2005). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan


ke-1. Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman 6-7.

Depkes, RI. (2007). Pharmeceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 4, 8-10, 12, 14-19, 23-27,
38-55, 75-78.

Dewi yuliani hanaruddin, ardian adhiwijaya. (2021). Metodologi Penelitian


Kesehatan. In Y. paulus pati rangga (Ed.), metodologi penelitian kesehatan.

Kemenkes RI. (2018). Tuberkulosis ( TB ). Tuberkulosis, 1(april), 2018.


www.kemenkes.go.id

Kristini, T., & Hamidah, R. (2020). Potensi Penularan Tuberculosis Paru pada
Anggota Keluarga Penderita. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia,
15(1), 24. https://doi.org/10.26714/jkmi.15.1.2020.24-28

Lestari Muslimah, D. D. (2019). Physical Environmental Factors and Its


Association with the Existence of Mycobacterium Tuberculosis: A Study in
The Working Region of Perak Timur Public Health Center. Jurnal
Kesehatan
Lingkungan, 11(1), 26. https://doi.org/10.20473/jkl.v11i1.2019.26-34

Mashuri, S. A., Asrina, A., & Arman. (2020). Perilaku Pencarian Pengobatan
(Studi Pada Pasien Suspek Tuberkulosis (TB) Paru) Di Kecamatan Bajeng,
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Journal of Muslim Community Health
(JCMH), 1(2), 107–118.
Maulidan, M., Dedi, D., & Khadafi, M. (2021). Dukungan Keluarga Berhubungan
dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal
49
Penelitian Perawat Profesional, 3(3), 575–584.
https://doi.org/10.37287/jppp.v3i3.549

Murtono, D. (2017). Gambaran Kejadian Tuberkulosis Di Kabupaten Pati. Jurnal


Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 13(2),
115–126. https://doi.org/10.33658/jl.v13i2.100

Notoatmodjo, S. (2019). Metodologi penelitian kesehatan. In metodologi


penelitian kesehatan (cet. 1). 2019.

Oktavienty, O., Hafiz, I., & Khairani, T. N. (2019). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis
Paru (TB) di UPT Peskesmas Simalingkar Kota Medan. Jurnal Dunia
Farmasi, 3(3), 123–130. https://doi.org/10.33085/jdf.v3i3.4483

Pameswari, P., Halim, A., & Yustika, L. (2016). Tingkat Kepatuhan Penggunaan
Obat pada Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Mayjen H. A Thalib
Kabupaten Kerinci. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(2), 116.
https://doi.org/10.29208/jsfk.2016.2.2.60

Prihantana, A. S., & Wahyuningsih, S. S. (2016). Hubungan Pengetahuan dengan


Tingkat Kepatuhan Pengobatan pada Pada Pasien Tuberkulosis di RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. Farmasi Sains Dan Praktis, II(1), 47.

Puji eka mathofani, resti febriyanti. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Serang Kota Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat,
12, 1–10. https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/download/53/45/

Rojali, R., & Wartiniyati, W. (2020). Faktor–Faktor Yang Berpengaruh Terhadap


Survival Kelanjutan Berobat Penderita Tuberkulosis Di Puskesmas
Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia, 1(2), 1–
17.

Rosadi, D. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien


Tuberkulosis Paru Terhadap Obat Anti Tuberkulosis. Jurnal Berkala
Kesehatan, 6(2), 80. https://doi.org/10.20527/jbk.v6i2.9452

Sembiring, dr. samue. pola karta. (2019). Indonesia bebas tuberkulosis. In R.


Awahita (Ed.), indonesia bebas tuberkulosis (Des, 2019). Cv Jejak, anggota
IKAPI. http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/162686

Siregar, sarah rahmayani. (2019). Extensively drug resistant tuberculosis (XDR-


TB). Jurnal Averrous, 5(2), 26–43. https://doi.org/10.3329/bjmm.v3i1.2962

World Health Organization. (2021). Global tuberkulosis report. In Global


tuberkulosis report. CIP data are available at http://apps.who.int/iris.
50
https://www.who.int/teams/global-tuberculosis-programme/tb-reports/global-
tuberculosis-report-2021

Wulandari, I. S. M., Rantung, J., & Malinti, E. (2020). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Di Wilayah Kerja Puskesmas
Parongpong. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(1).
https://doi.org/10.30651/jkm.v5i1.4536

51
L
A
M
P
I
R
A
N

Lampiran 1 Surat Pengambilan Data Awal


52
53
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

54
Lampiran 3 Surat Persetujuan Penelitian

55
56
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian

57
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

Kuesioner Tingkat Pengetahuan Pasien Tuberkulosis

1. Identitas Responden :
a. No Responden :
b. Nama Responden :
c. Jenis Kelamin :(L/P)
d. Umur : Tahun
e. Latar Belakang Pendidikan :
 Tidak Sekolah  SD  SLTP
 SLTA  Perguruan Tinggi
f. Pekerjaan :
 Ibu Rumah Tangga  Wiraswasta  PNS
 Pegawai Swasta  dll
PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TUBERKULOSIS PARU
PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah dengan sebaik-baiknya setiap pertanyaan dan setiap alternatif
jawaban yang diberikan.
2. Pilih alternatif jawaban yang paling sesuai menurut anda dan berikan tanda
silang (x) pada salah satu jawaban yang menurut anda benar
3. Jika terjadi salah pengisian, berilah tanda (O) pada jawaban yang salah
tersebut

1. Menurut Anda, apakah pengertian dari penyakit Tuberkulosis Paru (TB


Paru)?
a. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis.
b. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan karena guna-guna.
c. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan karena keturunan.
2. Menurut Anda, pada bagian apa kuman TB Paru itu dapat menyerang ?
a. Paru-paru
b. Ginjal
c. Hati
3. Apa penyebab penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) ?
a. Keturunan
b. Kuman TB Paru
c. Nyamuk
4. Dari gejala dibawah ini, apa yang bukan termasuk gejala penyakit TB Paru ?
a. Batuk lebih dari 3 minggu
b. Nyeri dada, sesak nafas dan batuk darah
c. Sering kencing pada malam hari

58
5. Apa gejala dari penyakit TB Paru yang anda ketahui ?
a. Nafsu makan bertambah
b. Kejang otot
c. Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih
6. Batuk seperti apakah yang Anda ketahui pada penderita TB Paru ?
a. Batuk-batuk biasa
b. Batuk berdarah dan nyeri dada
c. Batuk dan pilek
7. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak
badan. Menurut Anda, gejala dari penyakit apakah gejala-gejala tersebut ?
a. Penyakit kulit
b. Penyakit TB Paru
c. Penyakit Epilepsi
8. Menurut anda, melalui apa penyakit TB Paru dapat menular ?
a. Keringat
b. Air kencing
c. Percikan dahak penderita TB Paru
9. Bagaimana pencegahan dari penyakit TB Paru ?
a. Minum obat dengan teratur
b. Merokok
c. Begadang
10. Apa yang Anda lakukan ketika batuk dan bersin ?
a. Membuang dahaknya disembarang tempat
b. Menutup mulut
c. Batuk dan bersin saja
11. Menutup mulut waktu batuk dan bersin, tidak meludah sembarang tempat,
meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi.
Penyakit apa yang dapat dicegah dengan hal-hal tersebut ?
a. Penyakit jantung
b. Penyakit TB Paru
c. Penyakit darah tinggi
12. Salah satu pencegahan dari penyakit TB Paru adalah meningkatkan daya
tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi. Menurut Anda, seperti apa
makanan yang bergizi itu ?
a. Makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein
b. Makanan yang enak
c. Makanan yang mahal

59
Lampiran 6 Kuesioner Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis

Perilaku Kepatuhan Minum Obat


Petunjuk Pengisian
Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist (√) pada
pertanyaan yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki. Dengan pilihan
Ya dan Tidak
No Pernyataan Y T
1 Saya sudah mengerti tentang jadwal waktunya minum obat
2 Saya mengkonsumsi obat tuberkulosis sesuai dengan
jumlah dan dosis yang ada dietiket obat sesuai anjuran
dokter
3 obat tuberkulosis yang diberikan oleh dokter habis saya
minum secara teratur sesuai dengan dosis dokter
4 Kadang-kadang saya tidak menghabiskan obat yang
dianjurkan oleh dokter, karena merasa mual.
5 Apabila obat sudah habis saya tidak segera datang buat
mengambil obat karena malas datangnya.
6 Saya selalu minum obat sesuai dengan jenis obat yang yang
diberikan dokter kepada saya
7 Selain obat tuberkulosis yang diberikan oleh dokter,
kadang-kadang saya meminum jamu supaya penyakit saya
cepat sembuh.
8 Petugas selalu menjelaskan mengenai bagaimana cara
meminum obat yang baik dan benar
9 Petugas tidak pernah menjelaskan secara rinci mengenai
bagaimana cara meminum obat dengan baik dan benar

60
Lampiran 7 Hasil Data SPSS

HASIL UJI STATISTIC

JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid LakiLaki 16 47.1 47.1 47.1
Perempuan 18 52.9 52.9 100.0
Total 34 100.0 100.0

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 17-25 Tahun 5 14.7 14.7 14.7
26-35 Tahun 3 8.8 8.8 23.5
36-45 Tahun 6 17.6 17.6 41.2
46-55 Tahun 9 26.5 26.5 67.6
56-65 Tahun 6 17.6 17.6 85.3
66-75 Tahun 5 14.7 14.7 100.0
Total 34 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 18 52.9 52.9 52.9
SMP 8 23.5 23.5 76.5
SMA 5 14.7 14.7 91.2
Perguruan Tinggi 3 8.8 8.8 100.0
Total 34 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dll 10 29.4 29.4 29.4
IRT 12 35.3 35.3 64.7
Wiraswasta 7 20.6 20.6 85.3
Pegawai Swasta 4 11.8 11.8 97.1
PNS 1 2.9 2.9 100.0
Total 34 100.0 100.0

TingkatPengetahuanPasienTuberkulosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 14 41.2 41.2 41.2
Buruk 20 58.8 58.8 100.0
Total 34 100.0 100.0

PerilakuKepatuhanMinumObat

61
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Patuh 14 41.2 41.2 41.2
Tidak Patuh 20 58.8 58.8 100.0
Total 34 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent NPercent

TingkatPengetahuanPasienT
uberkulosis * 3
34 100.0% 0 0.0% 100.0%
PerilakuKepatuhanMinumO 4
bat

TingkatPengetahuanPasienTuberkulosis * PerilakuKepatuhanMinumObat
Crosstabulation
PerilakuKepatuhanMin
umObat

Patuh Tidak Patuh

TingkatPengetahuanPa Baik Count 13 1


sienTuberkulosis
% within
TingkatPengetahuanPasien 92.9% 7.1%
Tuberkulosis

Buruk Count 1 19

% within
TingkatPengetahuanPasien
Tuberkulosis 5.0% 95.0%

Total Count 14 20

% within
TingkatPengetahuanPasien 41.2% 58.8%
Tuberkulosis

Chi-Square Tests

62
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square
26.244a 1 .000
Continuity
22.742 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio
30.924 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
N of Valid Cases
34

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,76.
b. Computed only for a 2x2 table

FOTO DOKUMENTASI

63
RIWAYAT HIDUP PENELITI

64
Nama Lengkap : Anggi Iriani Safitri

Tempat dan Tanggal lahir : Ujung Pandang, 11 November 1999

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Alamat Asal : Jl Merdeka- Malewang Timur

Alamat di Makassar : Jl. Moh Paleo 1 No.12B

No.Hp : 0895805102021

Email : irianisafitrih01@gmail.com

Pendidikan Formal

Tingkat
Nama Tahun Mulai Tahun Selesai
Pendidikan
TK TK. Kartika XII-6 Asmil 433 2004 2005
Kostrad Maros
SD SD No 35 Inpres Julusiri Maros 2005 2007
SDN Antang II Makassar 2007 2008
SDN 62 Pare-Pare 2008 2011
SMP SMPN 1 Pare-Pare 2011 2013
SMK SMK Kesehatan Bahari Pare-Pare 2013 2017
D3 STIKES Panakkukang Makassar 2017 2019
S1 STIKES Panakkukang Makassar 2020 2022

65

Anda mungkin juga menyukai