Anda di halaman 1dari 141

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

27%
Overall Similarity

Date: Oct 9, 2022 Remarks: Moderate similarity Verify Report:


Matches: 3637 / 13670 words detected, you better improve Scan this QR Code
Sources: 74 the document (if needed).

v 8.0.7 - WML 4
FILE - MEGA MURNI LARATMASE.DOCX
SKRIPSI

HUBUNGAN SANITASI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI

DESA BONTOBIRAENG SELATAN

KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

MEGA MURNI LARATMASE

120561805

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN ( STIK )

FAMIKA MAKASSAR

2022

SKRIPSI

HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI

DESA BONTOBIRAENG

SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

diajukan untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dalam program Studi

Ilmu Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar
OLEH:

MEGA MURNI LARATMASE

NIM. 120561805

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA

MAKASSAR

2022
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dibuat dan

dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di

Perguruan Tinggi manapun.

Sungguminasa, Juli 2022

Yang menyatakan,

MEGA MURNI LARATMASE

NIM. 120561805

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI
8 HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

DI DESA BONTOBIRAENG

SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

TAHUN 2022

Disusun dan diajukan oleh :

MEGA MURNI LARATMASE

NIM. 120561805

69 Disetujui dan dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi.

Sungguminasa, Juli 2022

Disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR. Yudit Patiku,S.Si,S.Kep,Ns,M.Kes. Ns. Fani Fionita, S.Kep.

NIDN : 0916096903 NIDN :


HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

8 HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

DI DESA BONTOBIRAENG

SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

TAHUN 2022

Disusun dan diajukan oleh :

MEGA MURNI LARATMASE

NIM. 120561805

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Pada Hari :

Tanggal :

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disetujui sebagai tugas akhir (Skripsi).

Tim Penguji :

1. Dr. Risman Wanci,.S.Pd.,M.Hum ( )

2. Ns. Agus Salim, S.Kep. ( )

Tim Pembimbing

3. DR. Yudit Patiku,S.Si,S.Kep,Ns,M.Kes. ( )


4. Ns. Fani Fionita, S.Kep. ( )

Mengetahui,

Ketua STIK Famika Makassar, Pembantu Ketua Bidang kademik,

DR. Yudit Patiku,S.Si,S.Kep,Ns,M.Kes. Ns.Robertus,S.Kep.M.M

NIDN. 0916096903 NIDN : 9909913592

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya jualah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI

DESA BONTOBIRAENG SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO KABUPATEN GOWA

TAHUN 2022”..

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam melakukan penelitian guna menyelesaikan

studi pada program studi S1 Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Famika

Makassar.

Peneliti 36 menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dan kerja

sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan

rasa terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua dan saudara-saudaraku atas

segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tak pernah pupus, serta penghormatan yang

sebesar-besarnya kepada :

a. DR. Oichida, selaku Ketua Yayasan Fani Mitra Karya Makassar.

b. DR. Yudit Patiku,S.Si,S.Kep,Ns,M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

(STIK) FAMIKA Makassar.


c. DR. Yudit Patiku,S.Si,S.Kep,Ns,M.Kes., selaku pembimbing I, dan Ns. Fani Fionita,

S.Kep., 36 selaku pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran dalam membimbing peneliti selama penyusunan skripsi ini.

d. Ns. Sri Wahyuni, S.Kep, M.Kep, selaku penguji I, dan Ns. Agus Salim, S.Kep., selaku

62 penguji II, yang telah memberikan saran dan masukan demi perbaikan skripsi ini.

e. Seluruh dosen dan staf STIK FAMIKA Makassar, selaku pendidik dan pembimbing

dalam penyelesaian tugas dan kewajiban baik teori maupun praktek selama pendidikan di

STIK FAMIKA Makassar.

f. Seluruh rekan-rekan mahasiswa 18 yang selama ini telah memberikan dukungan dan

semangat kepada peneliti selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi, dan kepada

semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat

peneliti 58 sebutkan namanya satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

dengan lapang dada peneliti menerima kritikan dan saran yang konstruktif demi

sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya peneliti 44 mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan dan bantuan yang

diberikan semoga mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sungguminasa, Juli 2022

ttd

Peneliti
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

(STIK) FAMIKA MAKASSAR

JULI 2022

ABSTRAK

8 HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

DI DESA BONTOBIRAENG SELATAN

KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

TAHUN 2022

(xiii + 8 Tabel + 10 Lampiran + 47 Halaman)

Oleh : Mega Murni Laratmase, NIM. 120561805

Kejadian balita pendek atau biasa disebut stunting merupakan keadaan dimana balita

memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Salah

satu faktor penyebabnya adalah sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya 8 hubungan sanitasi air bersih dengan kejadian

stunting pada balita di desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten

Gowa.

Penelitian menggunakan desain Retrospektif melalui pendekatan Case Control.

Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling, dimana 20 responden

untuk kelompok kasus dan 20 responden untuk kelompok kontrol. Setelah melakukan

penelitian, data kemudian diolah dengan menggunakan komputer program SPSS versi

16.00 dengan uji statistik Odds Ratio. Berhubung hasil olah data SPSS untuk Uji Odds

Ratio tidak memenuhi syarat di penelitian ini, maka selanjutnya menggunakan uji statistik

Mann-Whitney Test.
Berdasarkan hasil penelitian dari 20 responden kelompok kasus (stunting) diperoleh

sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 0 (0,0%) responden, dan

memenuhi syarat sebanyak 20 (50,0%) responden. Pada kelompok kontrol (normal) dari

20 responden diperoleh sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 0 (0,0%)

responden, dan memenuhi syarat ssebanyak 20 (50,0%) responden.

Hasil uji statistik menggunakan Uji Statistik Mann-Whitney diperoleh nilai ρ = 01,0 > nilai α

= 0,05, yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada 8 hubungan

sanitasi air bersih dengan kejadian stunting pada balita di desa Bontobiraeng Selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

Disarankan bagi pemerintah desa di Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

kiranya bisa mempertahankan kondisi sanitasi air bersih yang sudah digunakan oleh

masyarakat selama ini, dan meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor untuk

melakukan penanganan dan pencegahan bersama terkait masalah stunting.

Kata Kunci : Sanitasi Air Bersih, Kejadian Stunting

Pustaka : 24 (2008 – 2022 )

MOTTO

“ Karena Masa Depan Sungguh ada dan Harapan Tidak Akan Hilang “

Amzal : 28.13
18 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

SURAT PERNYATAAN ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

MOTTO v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

ABSTRAK xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

A. Tinjauan Umum Tentang Stunting 8

B. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Air Bersih 16


BAB III KERANGKA KERJA PENELITIAN 23

A. Kerangka Konseptual penelitian 23

B. Variabel Penelitian 24

C. Hipotesis Penelitian 25

BAB IV METODE PENELITIAN 26

A. Desain Penelitian 26

B. Populasi dan Sampel 27

C. Pengumpulan Data 28

D. Etika Penelitian 33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34

A. Hasil Penelitian 34

B. Pembahasan 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 46

A. Kesimpulan 46

B. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Ibu dan Anak Di

Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 36

Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Di 11 Desa
Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 37

Tabel 5.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir Ibu Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 37

Tabel 5.4 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 38

Tabel 5.5 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sanitasi Air Bersih Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 39

Tabel 5.6 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Stunting Pada Balita Di

Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Juni-Juli 2022 39

Tabel 5.7 : Analisis 8 Hubungan Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Stunting Pada

Balita Di Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Menggunakan Uji Odds Ratio, Juni-Juli 2022 40

Tabel 5.8 : Analisis Hubungan Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Stunting Pada Balita

Di 11 Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Menggunakan Uji Mann-Whitney, Juni-Juli 2022 41


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

70 Lampiran 2. Lembar Penjelasan Responden

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4. Instrumen Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 6. Master Tabel Hasil Penelitian

Lampiran 7. Hasil Olah Data SPSS

Lampiran 8. Surat Pengantar Izin Penelitian Dari Institusi

Lampiran 9. 45 Surat Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Selatan

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kab. Gowa.

Lampiran 11 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Pemerintah Desa

Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa.

BAB I

PENDAHULUAN

A. 33 Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang

jika dibandingkan dengan umur. 12 Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan

yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO

(RI, 2017). Stunting mempengaruhi sekitar 22,9% 19 atau 154,8 juta anak di bawah 5

tahun di seluruh dunia, di Asia sebanyak 87 juta anak, di Afrika sebanyak 59 juta anak, di
Amerika Latin dan Karibia sebanyak 6 juta anak, Jika tren saat ini berlanjut, diperkirakan

sebanyak 127 juta anak di bawah 5 tahun akan mengalami kerdil pada tahun 2025 (WHO,

2017). Prevalensi stunting nasional mencapai 27,67%, dengan angka tersebut Indonesia

menduduki peringkat kelima dunia untuk kejadian stunting (Kementrian Kesehatan RI,

2019, Eka Mayasari et al 2021).

Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan balita stunting di tahun 2013 sebanyak 37,2%

dan menurun di tahun 2018 menjadi 30,8% dimana angka ini masih di bawah angka

nasional yang diharapkan yaitu 20% (Riskesdas, 2018). Sulawesi Selatan berada di

peringkat keempat balita stunting tertinggi di Indonesia tahun 2018 dengan prevalensi

sebanyak 35,7% yang terdiri dari balita pendek 23,2% dan sangat pendek 12,5%,

sementara untuk baduta stunting di Sulawesi Selatan sebesar 33,9% yaitu sangat pendek

13,3% dan pendek 20,6% (Kementerian Kesehatan RI., 2019).

Sedangkan Prevalensi stunting di Kabupaten Gowa pada tahun 2018 berada di angka 40,5

persen kemudian tahun 2019 menurun diangka 36,9 persen namun target pemerintah

Kab.gowa prevalensi stunting 24 dibawah 14 persen pada tahun 2024 mendatang

sehingga peran aktif tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan edukasi harus

aktif, agar pengetahuan ibu terjadi peningkatan.

Balita 63 stunting disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor gizi buruk dialami ibu hamil

dan anak balita, kondisi kesehatan ibu dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta

setelah persalinan, postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang

masih remaja, asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan, tidak terlaksananya

inisiasi menyusui dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, proses

penyapihan dini yang tidak tepat, asupan nutrisi yang diperoleh bayi sejak lahir, kesakitan

pada bayi/penyakit bawaan atau yang diderita, kurangnya pengetahuan ibu mengenai

kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan,

masih terbatasnya layanan kesehatan, masih kurangnya akses makanan bergizi dan

kurangnya akses ke air bersih, jamban dan sanitasi tempat tinggal yang buruk. Kondisi

sanitasi meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi yang mengakibatkan balita


stunting. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh hygiene dan sanitasi yang buruk (misalnya

diare dan kecacingan) dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan.

Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan stunting. Sarana

sanitasi, perilaku penghuni dan kebiasaan cuci tangan pakai sabun oleh ibu

mempengaruhi kejadian stunting (Wulan Angraini et al 2021).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa terdapat 3 23 hal yang

harus diperhatikan dalam pencegahan stunting yaitu pola makan, pola asuh, serta

perbaikan sanitasi dan akses ke air bersih. 37 Hal ini dijelaskan bahwa seringkali masalah

non kesehatan menjadi akar masalah dari tingginya stunting terutama di Indonesia (MCA

Indonesia, 2013, Sutarto, et al 2021).

Pencapaian akses sanitasi sangat penting untuk mempercepat kemajuan bidang

kesehatan. Menurut data World Bank (2017) cakupan orang yang menggunakan layanan

sanitasi yang dikelola di dunia masih sebesar 44,987% dari populasi. Sedangkan di

Indonesia menurut data UNICEF menyebutkan bahwa 69% air yang dikonsumsi dirumah

tangga terkontaminasi oleh feses. Nusa tenggara barat sebagai salah satu provinsi di

Indonesia memiliki rata-rata akses bawah dari rata-rata nasional yaitu 60% sedangkan di

NTB baru mencapai 53%. Hal ini mengunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran

masyarakat tentang sanitasi lingkungan (Iga Maliga, et al 2022)

Sanitasi yang tidak layak merupakan faktor penyebab terjadinya stunting yang berisiko

terhadap terjadinya penyakit infeksi. 51 Rohmah & Syahrul (2017) dan Torlesse, Cronin,

Sebayang, & Nandy (2016) melaporkan fasilitas sanitasi yang buruk dan kualitas air

minum yang tidak baik adalah sebuah kombinasi yang berisiko terjadinya stunting. Hal ini

selaras dengan penelitian yang dilakukan Prendergast & Humphrey (2014) di 137 negara

berkembang. Penyakit infeksi pada balita dapat terjadi akibat akses terhadap sumber air

bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk sehingga energi untuk pertumbuhan digunakan

untuk melawan infeksi. Proses penyerapan gizi akan terganggu sehingga akan

menghambat pertumbuhan balita (Mitha Adzura, 2021).

Hasil pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 menunjukkan bahwa sebanyak 21,7% bayi usia
di bawah dua tahun (Baduta) mengalami stunting (tinggi badan di bawah standar/pendek)

menurut usianya. Namun, prevalensi balita stunting kembali naik menjadi 29,6% dalam

PSG 2017. Angka tersebut terdiri dari 9,8% balita dengan kategori sangat pendek dan

19,8% kategori pendek. Menurut standar WHO, suatu wilayah dikatakan mengalami

masalah gizi akut bila prevalensi bayi stunting sama/lebih dari 20%. Sehingga kasus

baduta stunting layak untuk diangkat, untuk merekomendasikan intervensi yang tepat yang

akan dilakukan (Herawati, et al 2020.

Hasil pengambilan data awal didesa Bontobiraeng Selatan menunjukkan bahwa, jumlah

KK (Februari 2022) : 958 KK, Jumlah Ibu hamil : 38 orang, Jumlah ibu menyusui : 125

orang, jumlah balita, anak : 2-6 tahun (203 orang), dan menemukan angka kejadian

stunting di kecamatan Bontonompo: 372 orang (data 2021), dan angka kejadian stunting

didesa Bontobiraeng Selatan : 55 orang, jumlah posyandu sebanyak 5 (Data Agustus

2021), ( 11 Desa Bontobiraeng Selatan, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa 2022

).

64 Berdasarkan uraian di atas calon peneliti berkeinginan untuk meneliti dengan judul

“Hubungan Sanitasi dengan kejadian stunting pada ibu dan anak balita di desa

Bontobiraeng Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan peneliti

apakah ada Hubungan Sanitasi dengan kejadian stunting pada ibu dan anak balita di desa

Bontobiraeng Selatan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada Hubungan Sanitasi dengan kejadian stunting pada ibu dan

anak balita.

2. Tujuan Khusus

a. Hubungan Sanitasi

b. Kejadian Stunting
c. Menentukan Hubungan Sanitasi dengan kejadian stunting pada ibu dan anak balita

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam ilmu keperawatan Gerontik dan

Komunitas dalam memberikan pemahaman bahwa pengaruh sanitasi dan kebiasaan ibu

terhadap kejadian stunting.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti khususnya

dalam peningkatan wawasan dalam bidang penelitian serta menambah pengetahuan

tentang hal-hal yang menyangkut resiko terjadinya stunting.

b. Manfaat Bagi Responden

Diharapkan mampu mengetahui dan menambah pengetahuan ibu terhadap resiko

terjadinya stunting.

c. Manfaat Bagi Instansi

Dapat digunakan sebagai acuan serta masukan bagi puskesmas untuk meningkatkan dan

mengetahui tentang resiko terjadi nya stunting

d. Manfaat Bagi Institusi

Penelitian ini dapat memberikan informasi dalam ilmu bidang keperawatan gerontik dan

komunitas dengan menambah kepustakaan di bidang ilmu keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Tentang Stunting

1. Pengertian

4 Kejadian balita pendek atau biasa disebut stunting merupakan keadaan dimana balita

memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Keadaan

12 ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi

median standar pertumbuhan anak dari WHO (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Menurut

WHO tahun 2010 balita stunting merupakan balita dengan gizi kurang bersifat kronik pada

saat perkembangan dan pertumbuhan dimulai dari gizi ibu hamil yang kurang (KEK) ketika

anak masih dalam kandungan hingga anak dilahirkan (Siti Hasanah, et al 2021).

4 Dampak yang ditimbulkan dari stunting tidak hanya dirasakan individu yang

mengalaminya saja bahkan stunting mempunyai andil dalam kesenjangan ekonomi dan

kemiskinan antar generasi. Dampak jangka pendek stunting berupa gangguan

metabolisme tubuh, pertumbuhan anak yang tidak optimal, sedangkan dampak jangka

panjangnya adalah postur tubuh tidak optimal saat dewasa, meningkatnya resiko obesitas

dan penyakit tidak menular, kemampuan belajar dan performa kurang optimal pada masa

sekolah, produktivitas dan kemampuan bekerja tidak optimal (Kementrian Kesehatan RI,

2016).

Stunting dapat terjadi karena faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung stunting

yaitu nutrisi ibu saat hamil, nutrisi balita, dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak

langsung dapat terjadi dari berbagai aspek salah satunya adalah water, sanitation and

hygiene (WASH), yang terdiri dari sumber air minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan

jamban (Uliyanti et al., 2017).

Aspek sanitasi lingkungan dan personal hygiene berperan penting terhadap kejadian

stunting, seperti seringnya anak terkena penyakit infeksi, masih rendahnya kebiasaan

mencuci tangan pakai sabun dengan benar sehingga dapat meningkatkan kejadian diare.

Hal yang dianggap ringan seperti 23 buang air besar sembarangan bisa berdampak luas

terhadap kesehatan (Sandra, Syafiq dan Veratamala, 2017). Maka dari itu pentingnya
menggunakan jamban sehat, yaitu yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak

menyebabkan terjadinya penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan dapat

mencegah fakktor pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun lingkungan

sekitarnya (Kementrian Kesehatan, 2014).

2. Penyebab stunting

Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulaif menurut beberapa

penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus

kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting terjadi

dalam 2 tahun pertama kehidupan.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. 1 Faktor

penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung.

Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi

sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan,

ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya

(UNICEF, 2008; Bappenas, 2013).

a. Faktor langsung

1) Asupan gizi balita

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh

balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami tumbuh kembang dan

tumbuh kejar. 10 Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat

diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai

dengan perkembangannya. 1 Namun apabila intervensinya terlambat balita tidak akan

dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Balita

yang normal kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak

mencukupi. Penelitian yang menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi

energi balita berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah
tangga konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya

anak balita pendek (Sihadi dan Djaiman, 2011).

2) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting, Kaitan antara

penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit

infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita

dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan

terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi

dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang sesuai dengan kebutuhan anak balita.

10 Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi saluran pernafasan

Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu

pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan 1

perilaku sehat (Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang

hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa diare merupakan

salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak umur dibawah 5 tahun (Paudel et al,

2012).

a. Faktor tidak langsung

1) 10 Ketersediaan pangan

Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan asupan

nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita di

Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan balita

perempuan dan balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing

6,7 cm dan 7,3 cm lebih 1 pendek dari pada standar rujukan WHO 2005 (Bappenas,

2011). Oleh karena itu penanganan masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor

kesehatan saja namun juga melibatkan lintas sektor lainnya.

Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian stunting, ketersediaan pangan

di rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pendapatan keluarga yang lebih

rendah dan biaya yang digunakan untuk pengeluaran pangan yang lebih rendah
merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek (Sihadi dan Djaiman, 2011).

Penelitian di Semarang Timur juga menyatakan bahwa pendapatan perkapita yang rendah

merupakan faktor risiko kejadian stunting (Nasikhah, 2012). Selain itu penelitian yang

dilakukan di Maluku Utara dan di Nepal menyatakan bahwa stunting dipengaruhi oleh

banyak faktor salah satunya adalah faktor sosial ekonomi yaitu defisit pangan dalam

keluarga (Paudel et al, 2012).

1. Status gizi ibu saat hamil

Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat terjadi

sebelum kehamilan maupun selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti 1)

kadar hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah untuk

menentukan anemia atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan

gizi masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil pengukuran berat badan

untuk menentukan kenaikan berat badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu

sebelum hamil (Yongky, 2012; Fikawati, 2010).

a) Pengukuran LILA

Pengukuran LILA dilakukan pada ibu hamil untuk mengetahui status KEK ibu tersebut.

KEK merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kekurangan energi dan protein dalam

jangka waktu yang lama (Kemenkes R.I, 2013). Faktor 17 predisposisi yang menyebabkan

KEK adalah asupan nutrisi yang kurang dan adanya faktor medis seperti terdapatnya

penyakit kronis. KEK pada ibu hamil dapat berbahaya baik bagi ibu maupun bayi, risiko

pada saat persalinan dan keadaan yang lemah dan cepat lelah saat hamil sering dialami

oleh ibu yang mengalami KEK (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2012)

Penelitian di Sulawesi Barat 31 menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan

kejadian KEK adalah pengetahuan, pola makan, makanan pantangan dan status anemia

(Rahmaniar dkk, 2013). 17 Kekurangan energi secara kronis menyebabkan cadangan zat

gizi yang dibutuhkan oleh janin dalam kandungan tidak adekuat sehingga dapat

menyebabkan terjadinya gangguan baik pertumbuhan maupun perkembangannya. Status

KEK ini dapat memprediksi hasil luaran nantinya, ibu yang mengalami KEK mengakibatkan
masalah kekurangan gizi pada bayi saat masih dalam kandungan sehingga melahirkan

bayi dengan panjang badan pendek (Najahah, 2013). Selain itu, ibu hamil dengan KEK

berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Panjang badan lahir

rendah dan BBLR dapat menyebabkan stunting bila asupan gizi tidak adekuat. Hubungan

antara stunting dan KEK telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil penelitian tersebut

menyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat KEK saat hamil dapat meningkatkan risiko

kejadian stunting pada anak balita umur 6-24 bulan (Sartono, 2013).

b) Kadar Hemoglobin

Anemia pada saat kehamilan merupakan suatu kondisi terjadinya kekurangan sel darah

merah atau hemoglobin (Hb) pada saat kehamilan. Ada banyak faktor predisposisi dari

anemia tersebut yaitu diet rendah zat besi, vitamin B12, dan asam folat, adanya penyakit

gastrointestinal, serta adanya penyakit kronis ataupun adanya riwayat dari keluarga sendiri

(Moegni dan Ocviyanti, 2013).

Ibu hamil dengan anemia sering dijumpai karena pada saat kehamilan keperluan akan zat

makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang

(Wiknjosastro, 2009). Nilai cut-off anemia ibu hamil adalah bila hasil pemeriksaan Hb

<11,0 g/dl (Kemenkes R.I, 2013).

Akibat anemia bagi janin adalah hambatan pada pertumbuhan janin, bayi lahir prematur,

bayi lahir dengan BBLR, serta lahir dengan cadangan zat besi kurang sedangkan akibat

dari anemia bagi ibu hamil dapat menimbulkan komplikasi, gangguan pada saat persalinan

dan dapat membahayakan kondisi ibu seperti pingsan, bahkan sampai pada kematian

(Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2012). Kadar hemoglobin saat ibu hamil berhubungan

dengan panjang bayi yang nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi kadar Hb semakin

panjang ukuran bayi yang akan dilahirkan (Ruchayati, 2012). Prematuritas, dan BBLR juga

merupakan faktor risiko kejadian stunting, sehingga secara tidak langsung anemia pada

ibu hamil dapat menyebabkan kejadian stunting pada balita.

c) Kenaikan berat badan ibu saat hamil

Penambahan berat badan ibu hamil dihubungkan dengan IMT saat sebelum ibu hamil.
Apabila IMT ibu sebelum hamil dalam status kurang gizi maka penambahan berat badan

seharusnya lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang status gizinya normal atau status

gizi lebih. Penambahan berat badan ibu selama kehamilan berbeda pada masing–masing

trimester. Pada trimester pertama berat badan bertambah 1,5-2 Kg, trimester kedua 4-6 Kg

dan trimester ketiga berat badan bertambah 6-8 Kg. Total kenaikan berat badan ibu

selama hamil sekitar 9-12 Kg (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2012).

Pertambahan berat badan saat hamil merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

status kelahiran bayi (Yongky, 2012). Penambahan berat badan saat hamil perlu dikontrol

karena apabila berlebih dapat menyebabkan obesitas pada bayi sebaliknya apabila kurang

dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur yang merupakan

faktor risiko kejadian stunting pada anak balita.

3) Berat badan lahir

Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang

anak balita, pada penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2012) menyimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara berat lahir 8 dengan kejadian stunting pada

balita di Kelurahan Kalibaru. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu

bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, bayi dengan berat badan lahir

rendah akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya serta

kemungkinan terjadi kemunduran fungsi intelektualnya selain itu bayi lebih rentan terkena

infeksi dan terjadi hipotermi (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2012).

Banyak penelitian yang telah meneliti tentang hubungan antara BBLR dengan kejadian

stunting diantaranya yaitu penelitian di Klungkung dan di Yogyakarta menyatakan hal yang

sama bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting (Sartono,

2013). Selain itu, penelitian yang dilakukan di Malawi juga menyatakan prediktor terkuat

kejadian stunting adalah BBLR (Milman, 2005).

4) Panjang badan lahir

Asupan gizi ibu yang kurang adekuat sebelum masa kehamilan menyebabkan gangguan

pertumbuhan pada janin sehingga dapat menyebabkan bayi lahir dengan panjang badan
lahir pendek. Bayi yang dilahirkan memiliki panjang badan lahir normal bila panjang badan

lahir bayi tersebut berada pada panjang 48-52 cm (Kemenkes R.I, 2010). Panjang badan

lahir pendek dipengaruhi oleh pemenuhan nutrisi bayi tersebut saat masih dalam

kandungan.

Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar panjang badan yang

seharusnya. Berat badan lahir, panjang badan lahir, umur kehamilan dan pola asuh

merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Panjang badan lahir

merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada balita (Anugraheni, 2012;

Meilyasari, 2014).

5) ASI Eksklusif

ASI Eksklusif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012

tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa menambahkan dan atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru

dilahirkan selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012). Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan

telah dapat terpenuhi dengan pemberian ASI saja. Menyusui Eksklusif juga penting karena

pada umur ini, makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-enzim yang ada di

dalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran makanan belum bisa dilakukan

dengan baik karena ginjal belum sempurna (Kemenkes R.I, 2012). Manfaat dari ASI

Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai dari peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan

kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan atau

ikatan batin antara ibu dan anak.

Penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh menyatakan bahwa kejadian stunting

disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga, pemberian ASI yang tidak Eksklusif,

pemberian MP-ASI yang kurang baik, imunisasi yang tidak lengkap dengan faktor yang

paling dominan pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak Eksklusif (Al-Rahmad dkk,

2013). Hal serupa dinyatakan pula oleh Arifin pada tahun 2012 dengan hasil penelitian

yang menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh berat badan saat lahir,

asupan gizi balita, pemberian ASI, riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi ibu balita,
pendapatan keluarga, jarak antar kelahiran namun faktor yang paling dominan adalah

pemberian ASI (Arifin dkk, 2012). Berarti dengan pemberian ASI Eksklusif kepada bayi

dapat menurunkan kemungkinan kejadian stunting pada balita, hal ini juga tertuang pada

gerakan 1000 HPK yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia.

6) MPASI

Pengertian dari MPASI menurut WHO adalah makanan/minuman selain ASI yang

mengandung zat gizi yang diberikan selama pemberian makanan peralihan yaitu pada

saat makanan/ minuman lain yang diberikan bersamaan dengan pemberian ASI kepada

bayi (Muhilal dkk, 2009). Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang

diberikan pada bayi setelah umur 6 bulan. Jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu

dini (sebelum umur 6 bulan) akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami

gangguan pencernaan. Namun sebaliknya jika makanan pendamping ASI diberikan

terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila terjadi dalam waktu panjang (Al-

Rahmad, 2013). Standar makanan pendamping ASI harus memperhatikan angka

kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan kelompok umur dan tekstur makanan sesuai

perkembangan umur bayi (Azrul, 2004).

Penelitian yang dilakukan di Purwokerto, menyatakan bahwa umur makan pertama

merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting pada balita (Meilyasari, 2014).

Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare hal

ini terjadi karena MP-ASI yang diberikan tidak sebersih dan mudah dicerna seperti ASI. Zat

gizi seperti zink dan tembaga serta air yang hilang selama diare jika tidak diganti akan

terjadi malabsorbsi zat gizi selama diare yang dapat menimbulkan dehidrasi parah,

malnutrisi, gagal tumbuh bahkan kematian (Meilyasari, 2014).

3. Penilaian stunting secara antropometri

Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran

tinggi bada menurut umur dilakukan pada anak umur diatas dua tahun. Antropometri

merupakan ukuran dari tubuh sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari

beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang
digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan energi dan protein. Antropometri

dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005).

Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi National

Canter of Health Statistics (NCHS) dan WHO. Standarisasi pengukuran ini

membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score

adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan Antara nilai individu dan nilai

tengah (median) populasi referent untuk umur/tinggi yang sama, dibagi dengan standar

deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain

untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan peredaan

umur, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistic dari

pengakuan antropometri.

Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur adalah penting dalam

mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah

gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunting sesuai dengan “Cut

off point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi

badan menurut umur (TB/U) standar baku WHO-NCHS (WHO 2006).

Berikut Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U:

a. Sangat pendek : Z-score < -3,0

b. Pendek : Z-score < -2,0 s.d Z-score ≥ -3,0

c. Normal : Z-score ≥ -2,0

4. Dampak stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam

jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka

panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan

prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi

untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,

kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang
berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes R.I, 2016)

Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan

dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan

bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama

pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-

anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang

dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap

penyakit tidak menular. Oleh karena itu, 25 anak pendek merupakan prediktor buruknya

kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan

kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (UNICEF, 2012).

Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan perempuan di

tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat. Bukti yang menunjukkan hubungan antara

perawakan orang dewasa yang lebih pendek dan hasil pasar tenaga kerja seperti

penghasilan 1 yang lebih rendah dan produktivitas yang lebih buruk (Hoddinott et al,

2013). Anak-anak stunting memiliki gangguan perkembangan perilaku di awal kehidupan,

cenderung untuk mendaftar di sekolah atau mendaftar terlambat, cenderung untuk

mencapai nilai yang lebih rendah, dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk

daripada anak-anak yang normal (Hoddinott et al, 2013; Prendergast dan Humphrey

2014). Efek merusak ini diperparah oleh interaksi yang gagal terjadi. Anak yang terhambat

sering menunjukkan perkembangan keterampilan motorik yang terlambat seperti

merangkak dan berjalan, apatis dan menunjukkan perilaku eksplorasi kurang, yang

semuanya mengurangi interaksi dengan teman dan lingkungan (Brown dan Pollitt 1996).

5. Upaya pencegahan stunting pada balita

Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-negara berkembang

berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga. Upaya tersebut oleh WHO (2010)

dijabarkan sebagai berikut:

a) Zero Hunger Strategy Stategi yang mengkoordinasikan program dari sebelas

kemeterian yang berfokus pada yang termiskin dari kelompok miskin


b) Dewan Nasional Pangan dan Keamanan Gizi

Memonitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur umum dan strategi untuk

meningkatkan makanan sekolah dan promosi kebiasaan makanan sehat

c) Bolsa Familia Program Menyediakan transfer tunai bersyarat untuk 11 juta keluarga

miskin. Tujuannya adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar generasi

d) Sitem Surveilans Pangan dan Gizi Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi

dan yang determinan

e) Strategi Kesehatan Keluarga Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas

melalui strategi perawatan primer.

28 Upaya penanggulangan stunting menurut Lancet pada Asia Pasific Regional Workshop

(2010) diantaranya:

a) Edukasi kesadaran ibu tentang ASI Eksklusif (selama 6 bulan)

b) Edukasi tentang MP-ASI yang beragam (umur 6 bulan- 2 tahun)

c) Intervensi mikronutrien melalui fortifikasi dan pemberiam suplemen

d) Iodisasi garam secara umum

e) Intervensi untuk pengobatan malnutrisi akut yang parah

f) Intervensi tentang kebersihan dan sanitasi

Di Indonesia upaya penanggulangan stunting diungkapkan oleh Bappenas (2011) yang

disebut strategi lima pilar, yang terdiri dari:

a. 59 Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak

b. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi

c. Peningkatan aksebilitas pangan yang beragam

d. Peningkatan 56 perilaku hidup bersih dan sehat

e. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan

dengan cara melakukan pemenuhan 1 kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap

ibu hamil harus mendapatkan makanan 15 yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi

zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya
mendapat ASI saja 1 sampai umur 6 bulan (Eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi

Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 15 Ibu nifas

selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul

vitamin A. 26 Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau

dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar.

15 Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis

untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan

pencegahan terjadinya balita stunting (Kemenkes R.I, 2013).

B. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi

a) 8 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Sanitasi total berbasis masyarakat dilatar belakangi adanya kegagalan dalam program

pembangunan sanitasi pedesaan. 5 Dari beberapa studi evaluasi terhadap beberapa

program pembangunan sanitasi pedesaan didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang

dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Banyak faktor penyebab

mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya demand atau

kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan.

STBM adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan. Pendekatan ini

berawal di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal

di negara tersebut. Bahkan India, di satu negara bagiannya yaitu Provinsi Maharasthra

telah mengadopsi pendekatan STBM ke dalam program pemerintah secara massal yang

disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti

Cambodja, Afrika, Nepal, dan Mongolia telah menerapkan dalam porsi yang lebih kecil.

STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada perubahan prilaku

masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi

meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan

makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah

tangga dengan aman.

Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban
keluarga), dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat.

Pada dasarnya program STBM ini adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan

masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan

subsidi sama sekali.

b) Sanitasi Lingkungan

2 Sanitasi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya, baik berupa benda

hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya, serta suasana

yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen– 3 elemen di alam tersebut.

(Slamet, 1994)

Kondisi lingkungan (sanitasi) desa dan kota di Indonesia tidak dapat dikatakan baik. 2

Perilaku masyarakat yang masih awam bahkan “primitif” dalam memperlakukan

lingkungan dengan membuang sampah dan limbah sembarangan mengakibatkan penyakit

dapat menyebar ke berbagai tempat. Banyak rumah masyarakat di perkampungan

dibangun tanpa memiliki toilet dan mereka membuang hajat di sungai-sungai dan danau.

Menurut Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan seperti yang dikutip

Kantor Berita Antara menyebutkan, di Indonesia terdapat empat dampak besar kesehatan

yang disebabkan pengelolaan air, sampah dan sanitasi lingkungan yang buruk yakni,

diare, tipus, polio dan cacingan.( Depkes RI, 2008 ). Masalah penyediaan sarana air bersih

dan pengawasan pembuangan sampah serta pengelolaan air limbah di daerah pantai

masih perlu ditangani secara serius. Hal ini disebabkan karena belum teraturnya

pemukiman dan pembangunan sarana sanitasi wilayah pantai, sehingga sering

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.

c) Definisi Kawasan Pesisir Pantai Berbasis Masyarakat

Wilayah yang pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya

yang telah di manfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan

makanan utama, khususnya protein 3 hewani sejak berabad-abad lamanya. Wilayah

pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, apabila ditinjau dari garis

pantai wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas sejajar garis pantai dan batas
tegak lurus garis pantai. Salah satu tujuan pengelolaan suatu wilayah pesisir adalah untuk

mengendalikan erosi (abrasi) pantai. (Dahuri, 2008)

Menurut Nurmalasari (2002), pengelolaan wilayah berbasis masyarakat dapat diartikan

sebagai suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat

lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam yang

terkandung di dalamnya. Arah kebijakan pemerintah dimasa lalu yang lebih

memprioritaskan pembangunan masyarakat perkotaan dan pembangunan pertanian

pedalaman, menyebabkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan. 3 Arah kebijakan saat

ini seharusnya adalah memmberikan perhatian yang sama pada masyarakat pesisir,

dengan cara memberdayakan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat, bukan atau

tidak ditekankan pada pemberian uang atau barang kepada masyarakat, tetapi dengan

pelatihan-pelatihan dan pendampingan tentang pengelolaan sumberdaya alam dan

pelestarian lingkungan. Pendampingan dan pelatihan yang terus menerus dilakukan

secara konsisten akan menambah kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya

alam dan melestarikan lingkungannya secara mandiri.

Kebijakan yang ada selama ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dilakukan sepenuhnya oleh

pemerintah, tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Sehingga rasa memiliki serta

pemahaman tentang kegunaan dan pelestarian hampir tidak ada sama sekali pada

masyarakat setempat. 3 Padahal apabila dilihat dari karakteristik masyarakat wilayah

pesisir dan lautan sangatlah kompleks dan beragam, sehingga dalam pengelolaan wilayah

pesisir sudah seharusnya melibatkan masyarakat setempat.

Dalam upaya mengurangi tekanan terhadap ekosistem pesisir perlu di lakukan pola

pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan yang terintegrasi dan berwawasan

lingkungan, sehingga pemanfaatannya telah memperhitungkan kemampuan regenerasi

dan daya pulih sumber daya pesisir.

d) Penyediaan Sarana Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar ¾ bagian
tubuh kita terdiri atas air, dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari

tanpa minum air. 20 Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi

dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah. Air juga dipergunakan untuk

kepentingan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan

lain-lain. 46 Penyakit-penyakit yang menyerang manusia juga dapat ditularkan dan

disebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit

dimana-mana. (Mubarak dan Chayatin, 2009) Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat,

penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena

penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.

Volume rata-rata 14 kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200

liter/35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,

standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat.

1. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi berasal dari berbagai sumber.

Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air hujan, air permukaan, dan air

tanah.

a. Air Hujan (Angkasa)

Air hujan atau air angkasa merupakan sumber utama air di bumi. Air ini dapat dijadikan

sebagai sumber air minum, tetapi air ini tidak mengandung kalsium, sehingga perlu

dilakukan penambahan kalsium. 3 Walaupun pada saat presipitasi air dapat menjadi

yang paling bersih, namun air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada

di atmosfer yang disebabkan oleh partikel debu mikroorganisme, dan gas (karbondioksida,

nitrogen, dan amonia).

21 b. Air permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk,

rawa, terjun dan sumur di permukaan adalah sebagian besar berasal dari air hujan yang

jatuh ke permukaan bumi. 3 Oleh karena keaadaan air permukaan yang terbuka, maka

air tersebut mudah terkena pengaruh pencemaranbaik oleh tanah, sampah, maupun
lainnya. Air seperti ini harus mendapat disinfeksi yang baik sebelum didistribusikan kepada

konsumen. Pembebasan tempat pengambilan air untuk penyediaan 39 air bersih sangat

penting. Tempat pengambilan air harus diletakkan diatas aliran dan sejauh mungkin dari

tempat buangan air limbah industri dan air bekas pengairan pertanian.

c. 29 Air Tanah (Ground Water)

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi lalu kemudian mengalami

perlokasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah di

bawah tanah. 3 Hal ini membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibanding

sumber air lain, diantaranya air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu

mengalami proses purifikasi atau penjernihan meskipun jumlahnya cukup banyak

sepanjang tahun, dan atau pada saat musim kemarau sekalipun. (Mubara dan Chayatin,

2009).

2. Sumber Air Bersih dan Aman

Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber air yang bersih

dan aman. Berikut ini adalah 14 batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman, yaitu :

a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.

b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.

c. Tidak berasa dan tidak berbau.

d. 32 Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik atau rumah tangga.

e. Memenuhi standar minimal yang dikemukakan oleh WHO atau Departemen Kesehatan

RI.

3 Air dikatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahanbahan kimia yang

berbahaya, dan sampah / limbah industri. (Mubarak dan Chayatin, 2009).

e) Penyediaan Jamban Keluarga

1. 2 Pengertian Jamban

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang tinja atau

kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau wc. Pembuangan tinja yang tidak

memenuhi syarat kesehatan akan menyebabkan kontaminasi pada air tanah.


Untuk mencegah atau sekurang- kurangnya mengurangi kontaminasi tinja dengan

lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

harus dilakukan di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.

Suatu jamban keluarga disebut sehat apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban.

b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

c. Tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa.

d. Tidak menimbulkan bau.

e. Mudah digunakan dan dirawat

f. Desainnya sederhana

g. Murah

h. Dapat diterima oleh pemakainnya. ( Notoatmodjo, 1997 )

2. Tinja Sebagai Sumber Penularan Penyakit.

Pembungan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan seringkali berhubungan

dengan kurangnya penyedian air bersih dan fasilitas kesehatan lainnya. Hal yang demikian

ini dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang ditularkan oleh tinja seperti : kholera,

diare, cacingan dan penyakit lainnya.

Jamban yang dapat memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap status

kesehatan masyarakat. Pengaruh langsung misalnya, dapat mengurangi insiden penyakit

tertentu seperti kholera, hepatitis dan lain- lain, sedangkan hubungan tidak langsung

berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan ( Koesmantoro, 1991 )

Lebih dari 50 jenis infeksi oleh virus, bakteri maupun mikroorganisme dapat ditularkan dan

diderita masyarakat seperti diare, kholera, penyakit saluran pernapasan jika ekstreta/tinja

dibuang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu 3 jamban keluarga sangat dibutuhkan

untuk digunakan oleh masyarakat (Kusnoputranto, 1997)

Dengan meningkatkan pengetahuan, khususnya dalam bidang kesehatan dapat

menimbulkan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Orang akan tahu bahwa apa

yang ada disekitar atau lingkungannya berpengaruh terhadap kesehatannya. Lingkungan


yang buruk akan merugikan kesehatan kita dan untuk dapat mencapai derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya, maka lingkungan yang buruk harus diperbaiki. 3 Banyak faktor

yang berpengaruh terhadap kesehatan, dan salah satu diantaranya adalah pembungan

kotoran. (Mubarak dan Chayatin, 2009).

3. Pembuangan Kotoran

Pengertian dengan kotoran disini adalah feses atau najis manusia. Najis atau feses

manusia selalu dipandang sebagai benda yang berbahaya bagi kesehatan. Berikut ini

adalah pertimbangan pembuangan kotoran :

a. Tidak menjadi sumber penularan penyakit.

b. Tidak menjadi makanan dan sarang vektor penyakit.

c. Tidak menimbulkan bau busuk.

d. Tidak merusak keindahan,

e. Tidak menyebabkan atau menimbulkan pencemaran kepada sumber sumber air minum.

4. 3 Menentukan Letak Pembuangan Kotoran

Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memperhatikan

ada atau tidaknya sumber-sumber air terdekat. Pertimbangkan jarak yang harus diambil

antara tempat pembuangan kotoran dan sumber air, serta perhatikan bagaimana keadaan

tanah, kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan dan

sebagainya. (Mubarak dan Chayatin, 2009).

5. 3 Bangunan Kakus (Latrine = water closet)

Menurut Endjang (2000) bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan adalah

sebagai berikut :

a. Rumah kakus (agar pemakai terlindungi)

b. Lantai kakus (sebaiknya disemen agar mudah dibersihkan)

c. Slab (tempat kaki memijak 38 waktu si pemakai jongkok)

d. Closet (lubang tempat feses masuk)

e. Pit (sumur penampungan feses cubluk)

f. Bidang resapan
6. 3 Macam-macam Kakus

Menurut Endjang (2000), berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya, ada

bermacam-macam jenis kakus diantaranya :

a. Pit-privacy (Cubluk)

Kakus ini dibangun dengan cara membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 -

120 cm sedalam 2,5 - 8 m. Dindingnya diperkuat dengan batu/bata, dan dapat ditembok

ataupun tidak, agar tidak mudah ambruk. Lama pemakainnya 5-15 tahun, bila permukaan

excrete sudah mencapai ± 50 cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah penuh.

Cubluk yang sudah penuh ditimbun dengan tanah, tunggu 9-12 bulan. Isinya digali kembali

untuk pupuk.

Sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Sementara yang penuh ditimbun, dan

untuk defaecatie dibuat cubluk yang baru. Macam kakus ini hanya baik dibuat ditempat-

tempat dimana air tanahnya letaknya dalam. Pada kakus ini harus ddiperhatikan :

1) Jangan diberi desinfektans karena mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk

cepat penuh.

2) Untuk mencegah bertelurnya nyamuk tiap minggu diberi minyak tanah.

3) Agar tidak terlalu bau diberi kapur barus.

b. Aqua-privy (Cubluk Berair)

9 Terdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan

excreta. Proses pembusukannya sama seperti halnya pembusukan feces dalam air kali.

Untuk kakus ini agar berfungsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap hari, baik sedang

dipergunakan atau tidak. Macam kakus ini hanya baik dibuat di tempat yang banyak air.

Bila airnya penuh, kelebihannya dapat dialirkan ke sistem lain, misalnya sistem riool,

seepage pit (sumur resapan) atau pun cesspool.

c. Watersealed latrine (Angsa-latrine)

Kakus ini bukanlah merupakan type kakus tersendiri tapi hanya modifikasi closetnya saja.

Pada kakus ini closetnya berbentuk angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini

gunanya sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan dalam
kakus. Bila dipakai, fecesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke

bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungan (pit).

Keuntungan kakus seperti ini yaitu :

1) Baik untuk masyarakat kota karena memenuhi syarat aesthetis (keindahan).

2) 52 Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya lebih

praktis.

3) Aman untuk anak-anak.

d. Bored hole latrine

Sama dengan 9 cubluk hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak

lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya, yaitu bila air permukaan

banyak maka mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

e. Bucket latrine (Pail closed)

Feces ditampunng dalam ember atau bejana lain dan kemungkinan dibuang di tempat lain,

misalnya untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat tidur.

f. Trench Latrine

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiaanya

dipakai untuk menimbuninya.

g. Overhung latrine

Kakus ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan

sebagainnya

h. Chemical toilet (chemical closet)

Feces 40 ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan

sekalian didisenfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum.

7 C. Tinjauan Umum Tentang Kebiasaan

1) Kebiasaan

a) Definisi Kebiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan sehari-hari dan dilakukan secara berulan-

ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati oleh masyarakat
dan sudah 6 hafal perbuatan itu diluar kepala (Asih, 2010)

b) Macam-macam Kebiasaan

Seorang psikologi (Suryaningtyas, 2019) menyatakan bahwa kebiasaan itu terbagi menjadi

tiga kelompok, yaitu :

1. Kebiasaan yang bersifat otomatis

Kebiasaan yang bersifat otomatis sepert gerakan berjalan dan yang sejenis dengannya.

Kebiasaaan ini menyerupai dengan gerak reflek, hanya saja ada beberapa hal yang

membedakan antara keduanya.

2. Kebiasaan gerak indera tubuh

Dalam kebiasaan ini perasaan sedikit memerankannya, seperti kebiasaan makan,

berpakaian, dan apa yang menyerupai kebiasaan itu sendiri. Dalam hal ini, penglihatan

seseorang terhadap mandorong ia untuk memakannya.

3. Kebiasaan gerakan berfikir

Kebiasaan ini berbeda dengan dua jenis yang disebutkan diatas, pendorongnya adalah

pikiran atau sesuatu yang bersifat bukan materi. Contoh kebiasaan ini seperti kebiasaan

berbicara atau berorasi.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan

Faktor yang mempengaruhi kebiasaan menurut Albert Bandura dalam penelitian Nunu

Nurfirdaus (2019) :

a) Lingkungan

Faktor lingkungan atau tempat tinggal (misalnya rumah) mempengaruhi kita dalam

beraktivitas yang akhirnya membentuk suatu kebiasaan

b) Pendidikan

Pendidikan baik yang berlangsung secara formal di madrasah atau di sekolah maupun

yang berlangsung secara informal dilingkungan keluarga memiliki peranan penting dalam

mengembangkan psikososial.

c) 6 Usia

Walaupun faktor ini bukan faktor penentu tetapi usia dapat mempengaruhi kebiasaan
seseorang.

d) Jenis Kelamin

Kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan menumbuhkan

motivasi sesuai dengan keadaan dirinya

e) Sikap

Sikap bisa diartikan sebagai perasaan dan juga pikiran seseorang dalam bertingkah laku

saat sedang tidak menyukai atau menyukai sesuatu.

f) Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan menurut buku “The Seven Habits Of Highly

Effective People” :

1. Pengetahuan

Elemen kebiasaan yang berkenan dengan pengetahuan individu mengenai apa yang

dapat dilakukan dan mengapa mesti dilakukan

2. Ketrampilan

Unsur yang berkenan dengan bagaimana melakukannya

3. Keinginan

Berkenan dengan dorongan atau motivasi mengapa sesuatu dilakukan

3) Tahapan-tahapan Membentuk Kebiasaan

a) Memfokuskan perhatian, kebiasaan seseorang muncul dari perhatian

b) Seseorang, yang mana perhatian tersebut akan difokuskan untuk 6 perilaku dan tujuan

tertentu yang kemudian perilaku tersebut akan diulang-ulang

c) Mengulang-ulang dan praktik, kebiasaan terbentuk dari suatu perilaku tertentu yang

secara sengaja dilakukan berulang-ulang dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari

dalam bentuk perbuatan

d) Menunaikan pekerjaan tanpa berfikir atau merasa, sesuatu yang sudah menjadi

kebiasaan akan membuat seseorang itu akan melakukan pekerjaan tanpa harus berfikir

lagi jarena pekerjaan tersebut sudah bisa dilakukan dan sudah diluar kepala.

REFERENSI

1. Jkl, L., Balita, P., Indonesia, D. I., & Literatur, S. (2021). JK3L. 02(2).
2. Ii, B. A. B. (2006). No Title. 7–23.

3. Teori, K., Total, S., & Masyarakat, B. (n.d.). No Title. 7–30.

4. Ii, B. A. B., & Teori, A. L. (2019). No Title.

BAB III

KERANGKA KERJA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

4 Kejadian balita pendek atau biasa disebut stunting merupakan keadaan dimana balita

memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Keadaan

12 ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi

median standar pertumbuhan anak dari WHO (Kementrian Kesehatan RI, 2018). 4

Menurut WHO tahun 2010 balita stunting merupakan balita dengan gizi kurang bersifat

kronik pada saat perkembangan dan pertumbuhan dimulai dari gizi ibu hamil yang kurang

energi kronik (KEK) ketika anak masih dalam kandungan hingga anak dilahirkan.

Aspek sanitasi lingkungan dan personal hygiene berperan penting terhadap kejadian

stunting, seperti seringnya anak terkena penyakit infeksi, masih rendahnya kebiasaan

mencuci tangan pakai sabun dengan benar sehingga dapat meningkatkan kejadian diare.

Hal yang dianggap ringan seperti 23 buang air besar sembarangan bisa berdampak luas

terhadap kesehatan (Sandra, Syafiq dan Veratamala, 2017). Maka dari itu pentingnya

menggunakan jamban sehat, yaitu yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak

menyebabkan terjadinya penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan dapat

mencegah vektor pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun lingkungan


sekitarnya.

6 Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan sehari-hari dan dilakukan secara berulan-

ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan ditaati oleh masyarakat

dan sudah hafal perbuatan itu diluar kepala.

Berdasarkan hal 16 diatas, maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung

B. Variabel Penelitian

1. Klasifikasi Variabel Penelitian

a. Variabel Independen : Hubungan Sanitasi

b. Variabel Dependen : 1 Kejadian Stunting pada Balita

2. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

a) Hubungan Sanitasi dalam penelitian ini adalah sarana dan prasarana sanitasi yang

memicu terjadinya Stunting.

Kriteria Objektif :

Baik : Jika nilai rata-rata jawaban responden >15

Kurang : Jika nilai rata-rata jawaban responden <15

b) Kejadian Stunting dalam penelitian ini adalah hal-hal yang memicu kejadian stunting

yang terjadi pada balita.

Stunting : Jika nilai < normal

Kurang : Jika nilai > normal

C. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada Hubungan Sanitasi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita didesa 11

Bontobiraeng Selatan, kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

Ho : Tidak ada Hubungan Sanitasi dengan Kejadian Stunting Pada Balita didesa

Bontobiraeng Selatan, kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah 43 rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga

peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Agus Riyanto, 2011).

Desain penelitian yang di 36 gunakan dalam penelitian ini adalah analitik melalui

pendekatan Odd Ratio yang merupakan suatu penelitian yang semua variabelnya baik

dependen maupun independen diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu

yang sama (Notoatmodjo, 2010)

Pendekatan Odd Ratio yang 60 bertujuan untuk mengetahui pengaruh sanitasi dan

kebiasaan ibu terhadap kejadian stunting didesa Bontobiraeng Selatan, Kec Bontonompo,

Kab Gowa.

B. Populasi dan Sampel

1. Popuasi

Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu balita didesa 11 Bontobiraeng Selatan,

Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa 1 tahun terakhir sebanyak 125 orang.

2. Sampel

Sampel 65 dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita di desa

Bonotobiraeng Selatan, Kecamatan Bontonompo, Kab.Gowa. Dengan teknik pengambilan

sampel teknik sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara 53 kebetulan

yaitu siapa saja yang bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel

(Sugiyono,2015:156).

Dalam penelitian ini untuk pengambilan sampel digunakan kriteria inklusi dan eksklusi.

a) Kriteria inklusi
1) Ibu yang memiliki anak balita

47 2) Ibu Balita yang bersedia menjadi responden

3) Ibu Balita yang ada pada saat penelitian berlangsung

b) Kriteria Eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Ibu Balita yang tidak ada pada saat penelitian berlangsung

3) Ibu yang memiliki anak >5 tahun

C. Pengumpulan Data dan Analisa Data

1. Instrument Pengumpulan Data

Instrumen 1 yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk variable

hubungan sanitasi, kejadian stunting. Lembar observasi di buat oleh peneliti berdasarkan

tinjauan teori.

2. 38 Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan didesa Bontobiraeng Kab.Gowa

b. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 01 Mei – 31 Mei 2022.

3. Prosedur Pengumpulan Data

a. Metode Pengumpulan Data

1) Data primer, yaitu 66 data yang diperoleh dari hasil lembar penilaian

2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari tempat instansi terkait dengan prosedur

sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan permohonan izin dari institusi yaitu STIK FAMIKA MAKASSAR

kepada kepala BMKPD sehingga didapatkan surat pengantar ke desa Bontobiraeng

Kab.Gowa.

b. Setelah mendapat izin maka peneliti meminta data-data pasien responden dari

pemerintah desa yang bertanggung jawab terhadap perawatan penyakit Tuberkulosis.

4. Pengolahan Data
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penilaian akan diolah melalui prosedur

pengolahan data secara manual dengan melakukan:

1) Editing

Pengecekan, pengkoreksian data untuk melengkapi data yang masih kurang atau kurang

lengkap.

2) Koding

Pengkodean lembar penilaian, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memberikan

kode yang disediakan pada lembar penilaian sesuai dengan jawaban.

3) Tabulasi

Setelah pemberian kode, selanjutnya dengan pengolahan data kedalam tabel menurut

sifat yang dimilikinya.

4) Analisa Data

67 Data dianalisa melalui persentase dan perhitungan jumlah dengan cara sebagai

berikut:

a) Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari tiap-tiap variabel yang

diteliti.

b) Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen dalam bentuk tabulasi silang atara kedua variabel tersebut.

Menggunakan uji statistic 7 dengan tingkat kemaknaan (α) = 0, 05 (5%) dengan

menggunakan rumus Chi-Square.

Yaitu:

Keterangan:

n: jumlah sampel

N: jumlah populasi

e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)


Penilaian:

a. Apabila x2 hitung > dari x2 tabel, Ho ditolak atau Ha diterima, artinya ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila x2 hitung ≤ dari x2 tabel, H0 diterima atau Ha ditolak, artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

D. 41 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi dari institusi

dengan mengajukan permohonan izin kepada instasi atau lembaga tempat penelitian.

Setelah mendapat persetujuan, maka kegiatan penelitian ini dimulai dengan menekankan

masalah etika yang meliputi:.

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan ini berikan 7 kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi

kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden

menolak, maka penelitian tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity )

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama, tetapi lembar

tersebut diberikan kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality )

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


INSTRUMEN PENELITIAN

(LEMBAR KOISIONER)

HUBUNGAN SANITASI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA IBU DAN ANAK BALITA

KECAMATAN BONTONOMPO

KABUPATEN GOWA

Nomor Responden : ………………………….

A. Pentujun 54 Pengisian

1. Isilah terlebih dahulu biodata anda pada tempat yang telah disediakan

2. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan sebelum anda menjawabnya

B. Data Responden

1. No. Responden :

2. Nama (Inisial) : :

3. Umur :

4. Jenis Kelamin : :

5. Pendidikan :

6. Pekerjaan :
A. VARIABEL SANITASI

Alternative jawaban

Ya :1

Tidak : 0

NO

PERTANYAAN

YA

TIDAK

1.

Apakah air dirumah anda 2 bersih, jernih, tidak berbau?

2.

Apakah jarak sumber air (sumur) dengan septic tankanda kurang dari 10 meter?

3.

Apakah air bersih dimasak terlebih dahulu sebelum diminum

4.

Mengolah air bersih dengan memasak air hingga mendidih 100℃ sebelum diminum
5.

Menutup tempat penampungan air minum dengan rapat

6.

Memebersihkan tempat penampungan air bersih seminggu sekali

7.

Adanya jamban keluarga di setiap rumah

8.

Mengggunkana jamban leher angsa untuk setiap rumah tangga

9.

Menggunkan septic tank untuk menghindari pencemaran tanah

10.

Apakah dirumah anda menggunakan jamban cemplung?

11.

Apakah jamban yang anda gunakan memiliki atap, rangka, dan dinding?
12.

Apakah lantai jamban anda terbuat dari bahan yang tidak kedap air?

13.

Apakah dijamban anda tersedia air dan sabun untuk cuci tangan?

14.

Apakah jamban anda kotor dan ada lalat?

15.

Apakah meja peracikan dapur anda terbuat dari kayu?

16.

Apakah dapur anda mempunyai tempat pencucian piring dengan kran yang mengalir?

17.

Apakah alat yang anda gunakan saat memasak ataupun pada saat makan dalam keadaan

bersih?

18.

Apakah tempat penyajian makanan anda selalu terbuka?


19.

Apakah dirumah anda mempunyai lemari pendingin untuk menyimpan bahan makanan?

20.

Apakah 2 saluran pembuangan air limbah (selokan) ada banyak sampah?

21.

Apakah saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi / dapur tertutup?

22.

Apakah dirumah anda tersedia tempat pembuangan sampah yang tertutup?

23.

Apakah dirumah anda terdapat tikus / lalat yang berkeliaran?

24.

Tidak membuang air limbah sembarangan ke lokasi/parit

25.

Mengunakan saluran pembuangan air limbah tertutup


26.

Setiap rumah harus mempunyai tempat sampah

27.

Tidak boleh membuang sampah pada sembarang tempat

28.

Setiap rumah harus terdapat ventilasi sebagai sirkulasi udara

29.

Membersihkan ventilasi rumah secara rutin

30.

Dapur harus memiliki cerobong asap

B. VARIABEL KEJADIAN STUNTING

Status Responden :

Tanggal Pengisian :

A. Nama Kepala Rumah Tangga :

B. Alamat Lengkap :

C. Nama Balita :
D. Jenis Kelamin Balita :

1. Laki-laki

2. Perempuan

E. Tanggal Lahir :

F. Umur :..........Bulan

G. 22 Hubungan Responden dengan Balita

Lingkari salah satu!

1. Ibu kandung

2. Ayah kandung

3. Nenek/kakek/paman

4. 4. Kakak kandung

5. 5. Ibu tiri

6. 6. Ayah tiri

7. 7. Pengasuh/baby sitter

8. 8. Lainnya............

H. Pendapatan Keluarga Per Bulan (Ayah + Ibu)

Lingkari salah satu!

1. Kurang dari Rp 1.572.200,00/bulan

2. Lebih dari atau sama dengan Rp 1.572.200,00/bulan

I. Tingkat Pendidikan Ibu

Lingkari salah satu!

1. Tidak sekolah

2. Tidak Tamat SD

3. 68 Tamat SD

4. Tamat SMP

5. Tamat SMA

6. Tamat D1-D3

7. Tamat D4/S1-S3
J. Pada Usia Berapa Bulan Balita Anda Diberi Makanan atau Minuman Selain ASI?

Lingkari salah satu!

1. 0 bulan

2. 1 bulan

3. 2 bulan

4. 3 bulan

5. 4 bulan

6. 5 bulan

7. Lebih dari 6 bulan

K. Berat Badan Lahir Balita................Gram

L. Tinggi Badan Ibu..............cm

NO

NAMA BALITA

TINGGI BADAN

BERAT BADAN

KATEGORI

UMUR BALITA/BLN

24 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengantar

Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo, 16 pada

bulan Juni sampai dengan Juli 2022. Hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan

lembar kuesioner kepada ibu dan melakukan pengukuran tinggi badan pada anak.

Penelitian menggunakan desain Retrospektif melalui pendekatan Case Control. 48

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita stunting (kelompok kasus)
dan ibu yang mempunyai balita tidak stunting (kelompok kontrol), dengan menggunakan

metode non probability sampling melalui pendekatan consecutive sampling sehingga

diperoleh jumlah sampel sebanyak 40 responden yang terdiri 20 responden untuk

kelompok kasus dan 20 responden untuk kelompok kontrol. Setelah melakukan penelitian,

data kemudian diolah 2 dengan menggunakan komputer program SPSS versi 16.00

dengan uji statistik Odds Ratio.

Berhubung hasil olah data SPSS untuk Uji Odds Ratio tidak memenuhi syarat di penelitian

ini, karena terdapat kriteria objektif yang tidak memiliki nilai yaitu kriteria tidak memenuhi

syarat untuk variabel sanitasi air bersih, sehingga hasil olah data terdapat 2 sel yang

nilainya 0, yaitu sel A dan sel B. Dengan demikian, uji statistik diganti menjadi Mann-

Whitney Test.

2. 7 Karakteristik Responden

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Ibu dan Anak

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 40 responden diperoleh kelompok

umur ibu yang paling banyak adalah 30-32 tahun sebanyak 12 (30,0%) responden, dan

paling sedikit adalah kelompok umur 22-35 tahun dan 36-38 tahun masing-masing

sebanyak 4 (10,0%) responden. Sedangkan kelompok umur pada anak yang paling

banyak adalah kelompok umur 54-60 tahun sebanyak 12 (30,0%) responden, dan paling

sedikit adalah kelompok umur 30-35 tahun sebanyak 2 (5,0%) responden. Hal ini 34 dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Ibu dan Anak Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022

Kelompok Umur

Frekuensi (f)

Persentase (%)
Kelompok Umur Ibu

21-23 Tahun

12,5

24-26 Tahun

20,0

27-29 Tahun

17,5

30-32 Tahun

12

30,0

33-35 Tahun

36-38 Tahun

Kelompok Umur Anak

24-29 Bulan

30-35 Bulan

36-41 Bulan

42-47 Bulan

48-53 Bulan

54-60 Bulan

2
11

12

10,0

10,0

7,5

5,0

27,5

10,0

20,0

30,0

Sumber : Data Primer

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Pada tabel 5.2 dari 40 responden diperoleh jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 (50,,0%)

responden, dan perempuan sebanyak 20 (50,0%) responden. Hal 16 ini dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Di Desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022
Jenis Kelamin Anak

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Laki-Laki

20

50,0

Perempuan

20

50,0

Jumlah (n)

40

100

7 Sumber : Data Primer

c. Distribusi Frekuensi 16 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu

Pada tabel 5.3 dari 40 responden diperoleh yang berpendidikan terakhir paling tinggi

adalah Sarjana (S1) sebanyak 5 (12,5%) responden, dan pendidikan terakhir terendah

adalah SD sebanyak 3 (7,5%) responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022

Pendidikan Terakhir Ibu

Frekuensi (f)

Persentase (%)

SD

7,5
SMP

22,5

SMA

23

57,5

Sarjana (S1)

12,5

Jumlah (n)

40

100

7 Sumber : Data Primer

d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 40 responden diperoleh pekerjaan yang

terbanyak adalah ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 30 (75,0%) responden, dan pekerjaan

yang paling kurang adalah PNS sebanyak 2 (5,0%) responden. Hal ini dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Di 11 Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022

Pekerjaan Ibu

Frekuensi (f)

Persentase (%)

PNS

Wiraswasta
Petani

5,0

12,5

7,5

IRT

30

75,0

Jumlah (n)

40

100

7 Sumber : Data Primer

3. Data Khusus

a. Analisa Univariat

1) Variabel Sanitasi Air Bersih

Hasil penelitian pada tabel 5.5 diperoleh data bahwa dari 40 responden diperoleh sanitasi

air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 0 (0,0%) responden, dan sanitasi air

bersih yang memenuhi syarat sebanyak 40 (100%) responden. Hal ini 34 dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sanitasi Air Bersih Di Desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022

Sanitasi Air Bersih

Frekuensi (f)
Persentase (%)

Tidak Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

40

0,0

100

Jumlah (n)

40

100

7 Sumber : Data Primer

2) Kejadian Stunting

Dari hasil penelitian pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden diperoleh

kelompok kasus (stunting) sebanyak 20 (50,0%) responden, dan kelompok kontrol

(normal) sebanyak 20 (50,0%) responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Stunting Di 11 Desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa

Juni-Juli, 2022

Kejadian Stunting

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Stunting

Normal

20

20

50,0
50,0

Jumlah (n)

40

100

7 Sumber : Data Primer

b. Analisa Bivariat

Berdasarkan analisis hubungan sanitasi air bersih dengan kejadian stunting pada balita di

tabel 5.7 bahwa dari 20 responden kelompok kasus (stunting) diperoleh sanitasi air bersih

yang tidak memenuhi syarat sebanyak 0 (0,0%) responden, dan sanitasi air bersih yang

memenuhi syarat sebanyak 20 (50,0%) responden. Sedangkan pada kelompok kontrol

(tinggi badan anak yang normal) dari 20 responden diperoleh sanitasi air bersih yang tidak

memenuhi syarat sebanyak 0 (0,0%) responden, dan sanitasi air bersih yang memenuhi

syarat ssebanyak 20 (50,0%) responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.7

Analisis Hubungan Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Menggunakan Uji Odds Ratio

Juni-Juli, 2022

Sanitasi Air Bersih

Kejadian Stunting

Total

Stunting

Normal
F

Tidak Memenuhi Syarat

Memenuhi Syarat

20

0,0

50,0

20

0,0

50,0

40

0,0

100

Jumlah (n)
20

50,0

20

50,0

40

100

Sumber : Data Primer

Berhubung hasil olah data SPSS untuk Uji Odds Ratio tidak memenuhi syarat di penelitian

ini, karena terdapat kriteria objektif yang tidak memiliki nilai yaitu kriteria tidak memenuhi

syarat untuk variabel sanitasi air bersih, sehingga hasil olah data terdapat 2 sel yang

nilainya 0, yaitu sel A dan sel B. Dengan demikian, uji statistik diganti menjadi Mann-

Whitney Test.

Berdasarkan analisis dari 40 responden diperoleh data bahwa anak yang mengalami

stunting dengan sanitasi 7 air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 20 responden

dengan nilai rata-rata 20,50. Sedangkan anak yang normal (tidak stunting) dengan sanitasi

air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 20,50. Hal

tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut :

Tabel 5.8

Analisis 8 Hubungan Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Menggunakan Uji Mann-Whitney

Juni-Juli, 2022

Kejadian Stunting

Frekuensi (f)
Mean Rank

Nilai ρ

Sanitasi 7 Air Bersih Yang Memenuhi Syarat

Stunting

Normal

20

20

20,50

20,50

1,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Uji Statistik Mann-Whitney diperoleh nilai ρ =

01,0 > nilai α = 0,05, yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada

8 hubungan sanitasi air bersih dengan kejadian stunting pada balita di desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

B. Pembahasan

Hasil analisis hubungan sanitasi 7 air bersih dengan kejadian stunting pada balita untuk

kelompok kasus (stunting) dari 20 responden diperoleh sanitasi air bersih yang memenuhi

syarat sebanyak 20 (50,0%) responden, dengan nilai rata-rata 20,50.

Menurut asumsi peneliti, terdapat 63 beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab anak

mengalami stunting ketika sanitasi air bersih memenuhi syarat kesehatan, diantaranya

rendahnya tingkat pendidikan responden yang dapat menyebabkan kurangnya

pengetahuan ibu akan pentingnya asupan gizi ibu selama hamil. Selain itu, anak kurang

mendapatkan makanan bergizi karena faktor pendapatan keluarga yang kurang, dimana

sebagian besar pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga.

Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K, 2017), 61

beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting yaitu praktek pengasuhan yang kurang

baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013

yang dikutip oleh Alwin Dakhi (2018) menunjukkan bahwa kejadian stunting balita banyak

dipengaruhi oleh faktor pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah.

Pendapat 71 tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lia Agustin dan

Dian Rahmawati (2021), yang menyatakan bahwa pendapatan keluarga berhubungan

dengan kejadian stunting. Keluarga dengan pendapatan kurang dari upah minimum

regional memiliki kemungkinan 6 kali mengalami stunting.

Pada kelompok kontrol (tinggi badan anak yang normal) dari 20 responden diperoleh

sanitasi 7 air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 20 (50,0%) responden, dengan

nilai rata-rata 20,50. Menurut asumsi peneliti, hasil penelitian tersebut memberikan makna

bahwa semakin baik sanitasi air bersih maka seseorang tidak mudah terserang penyakit,

karena salah satu faktor anak bisa mengalami stunting yaitu penyakit diare.

Menurut Wikipedia (2021), sanitasi memiliki 14 hubungan yang erat dengan bidang

kesehatan. Sarana dan prasarana 30 yang tidak layak dapat berpengaruh pada

penyebaran penyakit, seperti diare dan kolera melalui beberapa jalur penularan yang

dikenal dengan 5F, yaitu Fluids (air atau cairan), Fields (tanah), Files (lalat), Fingers

(tangan), dan Foods (makanan). Hal tersebut sesuai dengan 7 hasil penelitian yang

dilakukan oleh Siti Hasanah, dkk (2021) memberikan kesimpulan bahwa ada hubungan

signifikan antara variabel sumber air bersih, akses sanitasi, pengelolaan sampah rumah

tangga, kejadian diare dan kejadian ISPA 8 dengan kejadian stunting pada balita di

Indonesia.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Uji Statistik Mann-Whitney diperoleh nilai ρ =

01,0 > nilai α = 0,05, yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada

hubungan sanitasi air bersih dengan kejadian stunting pada balita di desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

Menurut asumsi peneliti, faktor sanitasi air bersih bukan menjadi faktor utama sehingga

anak tidak mengalami stunting, akan tetapi terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab

sehingga anak bisa mengalami stunting, diantaranya tingkat pendidikan ibu, pengetahuan
ibu akan pentingnya makanan bergizi, dan pendapatan keluarga. Seorang ibu berperan

penting 12 selama masa kehamilan dan setelah melahirkan dalam menentukan makanan

yang kaya akan zat gizi untuk kesehatan dirinya dan anaknya.

Menurut Tubagus Guritno (2022), bahwa peran ibu merupakan kunci pemenuhan nutrisi

bagi sikecil, 42 terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK) yang merupakan

masa emas dari tumbuh kembang anak. Setelah bayi lahir, diharapkan anak diberikan ASI

eksklusif sampai umur 6 bukan dan ditunjang dengan pemberian makanan pendamping

ASI (MP-ASI), 56 memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan rutin

membawa ke posyandu, dan memberikan makanan dengan cakupan gizi yang baik.

Menurut 8 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018), masalah stunting dapat di

sebabkan oleh faktor multidimensi yang saling berkaitan. Terdapat 2 1 faktor yang

menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak, yaitu faktor langsung (asupan gizi

balita, penyakit infeksi), dan faktor tidak langsung (ketersediaan pangan, status gizi ibu

saat hamil). Sedangkan faktor resiko anak menjadi stunting yaitu berat badan lahir rendah

(BBLR), status imunisasi, usia ibu saat melahirkan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah

anggota keluarga, dan status ekonomi keluarga.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan 8 hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Desa Bontobiraeng Selatan

Kec. Bontonompo pada bulan Juni sampai dengan Juli 2022, yaitu :
1. Semua sanitasi air bersih sudah memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 40 (100%)

responden.

2. Responden diperoleh atas 2 kelompok, yaitu kelompok kasus (stunting) sebanyak 20

(50,0%) responden, dan kelompok kontrol (normal) sebanyak 20 (50,0%) responden.

3. Hasil uji statistik menggunakan Uji Statistik Mann-Whitney diperoleh nilai ρ = 01,0 > nilai

α = 0,05, yang berarti Ho 16 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada 8

hubungan sanitasi air bersih dengan kejadian stunting pada balita di desa Bontobiraeng

Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

B. Saran

1. Diharapkan menjadi sumber informasi bagi institusi pendidikan, dan 7 bagi peneliti

selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi kejadian stunting.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi

pemerintah desa di Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa kiranya bisa

mempertahankan kondisi sanitasi air bersih yang sudah digunakan oleh masyarakat

selama ini, dan meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan

penanganan dan pencegahan bersama terkait masalah stunting.

3. Diharapkan kepada orang tua lebih memperhatikan kandungan gizi asupan makanan

yang diberikan kepada anak, memperhatikan kebersihan lingkungan dan makanan, dan

rutin membawa anak ke posyandu untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan dan

perkembanan anak.
MASTER TABEL

8 HUBUNGAN SANITASI AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

DI DESA BONTOBIRAENG SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO

TAHUN 2022
No.

Identitas Responden (Ibu)

Identitas Responden (Anak)

2 SUMBER AIR BERSIH

SANITASI AIR BERSIH

Total

KO

Inisial

Umur (Tahun)

Pendidikan Terakhir

Pekerjaan

Inisial

Umur (Bulan)

Jenis Kelamin

Tinggi Badan (cm)

Nilai Z-Skor

KRITERIA OBJEKTIF KEJADIAN STUNTING

24 1

8
1

35

SMA

IRT

36

Perempuan

85,2

-2,6

STUNTING

PDAM

MS

AD

25

SMA

IRT

N
36

Perempuan

87,3

-2,1

STUNTING

PDAM

MS

IS

32

SD

IRT

AA

48

93,0

-2,3

STUNTING

PDAM
1

MS

HE

29

SD

IRT

MA

59

99,0

-2,3

STUNTING

PDAM

1
1

MS

SH

32

SMP

IRT

SA

51

95,8

-2,1

STUNTING

PDAM

MS

MI
32

SMA

IRT

SKL

60

97,0

-2,6

STUNTING

PDAM

MS

FI

30

SMA

IRT

MAR

48

L
92,0

-2,7

STUNTING

PDAM

MS

RE

31

SMA

IRT

AF

60

100,0

-2,1

STUNTING

PDAM

1
1

MS

HS

35

SMP

IRT

HA

36

88,0

-2,2

STUNTING

PDAM

1
8

MS

10

SA

25

SMP

IRT

NA

60

98,3

-2,4

STUNTING

PDAM

MS

11

32

SMA
IRT

AD

57

98,9

-2,1

STUNTING

PDAM

MS

12

28

SMA

IRT

AF

57

98,3

-2,2
STUNTING

PDAM

MS

13

30

SMP

IRT

41

87,2

-2,8

STUNTING

PDAM

1
1

MS

14

NU

24

SMA

IRT

AA

55

92,6

-3,1

STUNTING

PDAM

MS
15

HN

27

SMP

IRT

MA

45

92,1

-2,3

STUNTING

PDAM

MS

16

HR

31

SD

IRT

MFA
48

92,8

-2,5

STUNTING

PDAM

MS

17

KH

21

SMP

IRT

HA

25

78,0

-3,2

STUNTING

PDAM
1

MS

18

AA

28

SMP

Petani

WF

34

87,2

-2,1

STUNTING

PDAM

1
1

MS

19

NF

32

SMP

IRT

HR

36

86,2

-2,7

STUNTING

PDAM

MS

20

IS
23

SMP

Petani

AAF

34

85,8

-2,1

STUNTING

PDAM

MS

21

MS

21

SMA

IRT

DZ

24

P
84,3

-0,4

NORMAL

PDAM

MS

22

36

S1

PNS

SA

58

106,0

-0,5

NORMAL

PDAM

1
1

MS

23

SW

32

S1

Wiraswasta

AQ

57

109,6

0,4

NORMAL

PDAM

1
8

MS

24

28

SMA

IRT

SA

56

99,5

-1,7

NORMAL

PDAM

MS

25

HA

25

SMA
IRT

NF

55

103,0

-0,8

NORMAL

PDAM

MS

26

SN

23

SMA

IRT

RA

36

91,3

-1,3
NORMAL

PDAM

MS

27

HS

38

S1

PNS

NA

37

89,9

-1,5

NORMAL

PDAM

1
1

MS

28

IS

33

S1

Wiraswasta

AF

37

94,7

-0,5

NORMAL

PDAM

MS
29

RH

30

SMA

IRT

AS

38

94,6

-0,5

NORMAL

PDAM

MS

30

SR

24

SMA

IRT

MF
38

92,5

-1,3

NORMAL

PDAM

MS

31

RM

29

SMA

IRT

MA

39

96,0

-0,5

NORMAL

PDAM
1

MS

32

SA

35

SMA

IRT

42

93,3

-1,7

NORMAL

PDAM

1
1

MS

33

HSM

37

SMA

Wiraswasta

AS

43

100,3

0,1

NORMAL

PDAM

MS

34

RN
31

SMA

IRT

AN

55

104,0

-0,6

NORMAL

PDAM

MS

35

SL

26

SMA

IRT

AZ

52

L
98,3

-1,7

NORMAL

PDAM

MS

36

DA

26

SMA

IRT

SN

50

95,5

-1,9

NORMAL

PDAM

1
1

MS

37

DN

24

SMA

IRT

58

107,0

-0,3

NORMAL

PDAM

1
8

MS

38

29

SMA

Wiraswasta

44

101,2

0,0

NORMAL

PDAM

MS

39

RO

37

S1
Wiraswasta

MI

48

108,0

1,1

NORMAL

PDAM

MS

40

MI

21

SMA

IRT

AAM

24

83,1

-0,8
NORMAL

PDAM

MS

Lampiran 5

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Correlations For “Sanitasi Air Bersih”

Correlations

No.1

No.2

No.3
No.4

No.5

No.6

No.7

No.8

Total

No.1

Pearson Correlation

.509

.509

1.000**

.509

.764*

.509

.764*

.843**

Sig. (2-tailed)

.133

.133

.000

.133

.010

.133

.010

.002

N
10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.2

Pearson Correlation

.509

1.000**

.509

1.000**

.667*

1.000**

.667*

.867**

Sig. (2-tailed)

.133

.000

.133

.000

.035

.000
.035

.001

13 N

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.3

Pearson Correlation

.509

1.000**

.509

1.000**

.667*

1.000**

.667*

.867**

Sig. (2-tailed)

.133

.000

.133
.000

.035

.000

.035

.001

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.4

Pearson Correlation

1.000**

.509

.509

.509

.764*

.509

.764*

.843**

Sig. (2-tailed)

.000
.133

.133

.133

.010

.133

.010

.002

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.5

Pearson Correlation

.509

1.000**

1.000**

.509

.667*

1.000**

.667*
.867**

Sig. (2-tailed)

.133

.000

.000

.133

.035

.000

.035

.001

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.6

Pearson Correlation

.764*

.667*

.667*

.764*

.667*
1

.667*

1.000**

.906**

Sig. (2-tailed)

.010

.035

.035

.010

.035

.035

.000

.000

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.7

Pearson Correlation

.509

1.000**
1.000**

.509

1.000**

.667*

.667*

.867**

Sig. (2-tailed)

.133

.000

.000

.133

.000

.035

.035

.001

10

10

10

10

10

10

10

10

10

No.8
Pearson Correlation

.764*

.667*

.667*

.764*

.667*

1.000**

.667*

.906**

Sig. (2-tailed)

.010

.035

.035

.010

.035

.000

.035

.000

10

10

10

10

10

10

10
10

10

Total

Pearson Correlation

.843**

.867**

.867**

.843**

.867**

.906**

.867**

.906**

Sig. (2-tailed)

.002

.001

.001

.002

.001

.000

.001

.000

10

10

10

10
10

10

10

10

10

**. 49 Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Keterangan :

Valid jika : r hasil > r tabel

r tabel = 0.632 untuk n = 10, sedangkan r hasil bisa dilihat di nilai Total Pearson

Correlation.

Reliability For “Sanitasi Air Bersih”


27 Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

Cases

Valid

10

100.0

Excludeda

.0

Total

10

100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

72 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.796

9
Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

No.1

12.5000

24.500

.813

.763

No.2

12.3000

25.789

.851

.776

No.3

12.3000

25.789

.851

.776

No.4

12.5000

24.500

.813

.763

No.5
12.3000

25.789

.851

.776

No.6

12.4000

24.711

.891

.764

No.7

12.3000

25.789

.851

.776

No.8

12.4000

24.711

.891

.764

Total

6.6000

7.156

1.000

.948

Keterangan :

Reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,700


Lampiran 7.

HASIL OLAH DATA SPSS

Frequencies

Statistics

Klp Umur Ibu

Pendidikan Terakhir Ibu

Pekerjaan Ibu

Klp Umur Anak

Jenis Kelamin Anak

Sanitasi Air Bersih

Kejadian Stunting

Valid

40

40

40

40
40

40

40

Missing

73 0

Frequency Table

Klp Umur Ibu

74 Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

21-23 Thn

12.5

12.5

12.5
24-26 Thn

20.0

20.0

32.5

27-29 Thn

17.5

17.5

50.0

30-32 Thn

12

30.0

30.0

80.0

33-35 Thn

10.0

10.0

90.0

36-38 Thn

10.0

10.0

100.0

Total

40

100.0
100.0

Pendidikan 35 Terakhir Ibu

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

SD

7.5

7.5

7.5

SMP

22.5

22.5

30.0

SMA

23

57.5

57.5

87.5

S1

5
12.5

12.5

100.0

Total

40

100.0

100.0

Pekerjaan Ibu

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

PNS

5.0

5.0

5.0

Wiraswasta

12.5

12.5

17.5

Petani
3

7.5

7.5

25.0

IRT

30

75.0

75.0

100.0

Total

40

100.0

100.0

Klp Umur Anak

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

24-29 Thn

7.5

7.5

7.5
30-35 Thn

5.0

5.0

12.5

36-41 Thn

11

27.5

27.5

40.0

42-47 Thn

10.0

10.0

50.0

48-53 Thn

20.0

20.0

70.0

54-60 Thn

12

30.0

30.0

100.0

Total

40

100.0
100.0

Jenis Kelamin Anak

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Laki-Laki

20

50.0

50.0

50.0

Perempuan

20

50.0

50.0

100.0

Total

40

100.0

100.0
Sanitasi Air Bersih

50 Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Tidak Memenuhi Syarat (TMS)

Memenuhi Syarat (MS)

40

0.0

100.0

0.0

100.0

0.0

100.0

Kejadian Stunting

Frequency
Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Stunting

20

50.0

50.0

50.0

Normal

20

50.0

50.0

100.0

Total

40

100.0

100.0
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid

Missing

Total

Percent

Percent

Percent

SANITASI AIR BERSIH * KEJADIAN STUNTING

40

100.0%

.0%

40

100.0%

SANITASI AIR BERSIH * KEJADIAN STUNTING Crosstabulation

KEJADIAN STUNTING

Total
STUNTING

NORMAL

SANITASI AIR BERSIH

Memenuhi Syarat

Count

20

20

40

Expected Count

20.0

20.0

40.0

% within SANITASI AIR BERSIH

50.0%

50.0%

100.0%

% within KEJADIAN STUNTING

100.0%

100.0%

100.0%

% of Total

50.0%

50.0%

100.0%

Total

Count

20
20

40

Expected Count

20.0

20.0

40.0

% within SANITASI AIR BERSIH

50.0%

50.0%

100.0%

% within KEJADIAN STUNTING

100.0%

100.0%

100.0%

% of Total

50.0%

50.0%

100.0%

Chi-Square Tests
Value

Pearson Chi-Square

.a

N of Valid Cases

40

a. No statistics are computed because SANITASI AIR BERSIH is a constant.

Keterangan :

Hasil olah data SPSS untuk Uji Odds Ratio tidak memenuhi syarat di penelitian ini, karena

terdapat kriteria objektif yang tidak memiliki nilai yaitu kriteria tidak memenuhi syarat untuk

variabel sanitasi air bersih, sehingga hasil olah data terdapat 2 sel yang nilainya 0, yaitu

sel A dan sel B.

Dengan demikian, uji statistik diganti menjadi Mann-Whitney Test

NPAR TESTS

/M-W= SANITASI AIR BERSIH BY KEJADIAN STUNTING(1 2)

/MISSING ANALYSIS.

57 NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks
KEJADIAN STUNTING

Mean Rank

Sum of Ranks

SANITASI AIR BERSIH

STUNTING

20

20.50

410.00

NORMAL

20

20.50

410.00

Total

40

Test Statisticsb

SANITASI AIR BERSIH

Mann-Whitney U

200.000

Wilcoxon W

410.000

Z
.000

Asymp. Sig. (2-tailed)

1.000

55 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: KEJADIAN STUNTING


Sources
https://idtesis.com/teori-lengkap-tentang-faktor-risiko-anak-stunting-menurut-teori-dan-pendapat-ahli-dan-
1 contoh-tesis-faktor-risiko-anak-stunting/
INTERNET
4%
https://arrafikaddin.blogspot.com/2011/12/kesehatan-lingkungan.html
2 INTERNET
3%
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2012-2-13201-811408027-bab1-24012013012131.pdf
3 INTERNET
2%
http://jk3l.fkm.unand.ac.id/index.php/jk3l/article/download/22/24
4 INTERNET
2%
https://text-id.123dok.com/document/eqo534lmy-sejarah-stbm-sanitasi-total-berbasis-masyarakat-stbm.html
5 INTERNET
1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3295/4/Chapter-2.pdf
6 INTERNET
1%
https://www.researchgate.net/publication/341432059_Hubungan_Sanitasi_Lingkungan_Dengan_Kejadian_Diare_
7 Pada_Lanjut_Usia_Di_Kelurahan_Barombong_Kecamatan_Tamalate_Kota_Makassar
INTERNET
1%
https://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/Sulolipu/article/view/2098
8 INTERNET
1%
https://text-id.123dok.com/document/lq51lrrjy-jamban-sarana-pembuangan-kotoran.html
9 INTERNET
1%
https://www.kajianpustaka.com/2019/08/pengertian-penyebab-dan-pencegahan-stunting.html
10 INTERNET
1%
https://profil.digitaldesa.id/bontobiraengselatan-gowakab/infografis
11 INTERNET
1%
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1092/cegah-stunting-sejak-dalam-masa-kehamilan
12 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p46slcl/2-tailed-071-000-001-563-001-005-N-10-10-10-10-10-10-10-
13 Deposits-Pearson/
INTERNET
<1%
https://text-id.123dok.com/document/wyeomg7q7-penyediaan-air-bersih-sanitasi-dasar.html
14 INTERNET
<1%
https://journal.umgo.ac.id/index.php/Madu/article/download/777/628
15 INTERNET
<1%
https://id.123dok.com/article/kerangka-berpikir-kerangka-teori-skripsi-disusun-harry-chrystian.q7wgl9wo
16 INTERNET
<1%
http://repository.pkr.ac.id/778/2/BAB II.pdf
17 INTERNET
<1%
https://adoc.pub/persetujuan-disetujui-untuk-dipertahankan-di-hadapan-tim-pen.html
18 INTERNET
<1%
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2433015&val=23287&title=A KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN TAHUN
19 2020
INTERNET
<1%
https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/artikel/manfaat-air-bagi-manusia-dan-lingkungan/
20 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/850/4/4 BAB II.pdf
21 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2179/7/Daftar Pustaka & Lampiran.pdf
22 INTERNET
<1%
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180407/1825480/cegah-stunting-dengan-perbaikan-
23 pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2/
INTERNET
<1%
https://humas.gowakab.go.id/pemkab-gowa-siap-turunkan-prevalensi-stunting-sesuai-target-nasional/
24 INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/51724/2/BAB I.pdf
25 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p7042a7/Kejadian-stunting-pada-balita-yang-bersifat-kronis-seharusnya-
26 dapat-dipantau/
INTERNET
<1%
https://www.researchgate.net/profile/Veloo-Ushpakethu/post/How-can-I-analyse-SERVQUAL-collected-data-
using-
27 SPSS/attachment/59d6236f6cda7b8083a1e0c1/AS:331848589824002@1456130277274/download/Realiability
Test.pdf
INTERNET
<1%
https://www.jhtm.or.id/index.php/jhtm/article/download/87/87
28 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/6706/2/Chapter2.pdf
29 INTERNET
<1%
https://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi
30 INTERNET
<1%
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1320015026-3-BAB II.pdf
31 INTERNET
<1%
https://www.kompasiana.com/nisrina84687/60b8b43d8ede48262b75e973/uji-kualitas-air-secara-kimia-dengan-
32 ph-meter
INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/94841/4/BAB I.pdf
33 INTERNET
<1%
https://id.123dok.com/article/distribusi-frekuensi-responden-berdasarkan.7q0o29q6
34 INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/50692/17/LAMPIRAN pdf.pdf
35 INTERNET
<1%
https://www.gramedia.com/literasi/contoh-kata-pengantar-skripsi/
36 INTERNET
<1%
http://repository.lppm.unila.ac.id/35222/1/3415-15337-1-PB (3).pdf
37 INTERNET
<1%
https://text-id.123dok.com/document/7q0ow0gq6-manfaat-dan-fungsi-jamban-keluarga-pemeliharaan-
38 jamban-kerangka-konsep-hipotesis-penelitian.html
INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3464/5/Chapter 2.pdf
39 INTERNET
<1%
https://text-id.123dok.com/document/oy8o0k2qr-pengertian-jamban-jenis-jenis-jamban.html
40 INTERNET
<1%
http://eprints.undip.ac.id/43148/4/5._BAB_III_tesis_revisi.pdf
41 INTERNET
<1%
https://www.tabloidbintang.com/gaya-hidup/read/171469/pentingnya-peran-ibu-untuk-mencegah-stunting-
42 pada-anak
INTERNET
<1%
https://eprints.umm.ac.id/52026/5/BAB IV.pdf
43 INTERNET
<1%
https://academia.co.id/kata-pengantar/
44 INTERNET
<1%
http://repository.pkr.ac.id/1670/15/15. Lampiran.pdf
45 INTERNET
<1%
https://dsdap.bantenprov.go.id/upload/Advetorial/1. 2 ARTIKEL AIR BERSIH (RDA)_EDITOR.pdf
46 INTERNET
<1%
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1403000027/8._BAB_3_.pdf
47 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2179/4/BAB III.pdf
48 INTERNET
<1%
https://faq-all.com/en/Q&A/page=8540e3ba587115fcdfbfd18793c3cd07
49 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p7rs1igu/Frequency-Percent-Valid-Percent-Cumulative-Percent-Valid-
50 Yes-25-1000-1000-1000/
INTERNET
<1%
https://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/Sulolipu/article/download/2098/1422
51 INTERNET
<1%
https://www.academia.edu/12272974/Makalah_limbah_cair
52 INTERNET
<1%
https://www.statistikian.com/2017/06/teknik-sampling-dalam-penelitian.html
53 INTERNET
<1%
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/P17311185086/Lampiran3.pdf
54 INTERNET
<1%
https://webspace.ship.edu/pgmarr/Geo441/Lectures/Lec 7 - Mann-Whitney and Paired Tests.pdf
55 INTERNET
<1%
https://pkgm.fk.ugm.ac.id/2022/04/05/mengenal-stunting-deteksi-dini-dampak-dan-
pencegahannya/#:~:text=Dampak jangka pendek, stunting dapat menyebabkan terhambatnya tumbuh,tidak
56 berkembang secara optimal sesuai dengan umurnya (4,6).
INTERNET
<1%
http://library.unissula.ac.id/wp-content/uploads/2018/elr/112100111/files/basic-html/page77.html
57 INTERNET
<1%
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10634/1/1403056089_SKRIPSI.pdf
58 INTERNET
<1%
https://extranet.who.int/nutrition/gina/sites/default/filesstore/IDN 2011 Rencana Aksi Nasional Pangan dan
59 Gizi.pdf
INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/14826/1/2._Halaman_Depan.pdf
60 INTERNET
<1%
https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku Ringkasan Stunting.pdf
61 INTERNET
<1%
http://eprints.ums.ac.id/24057/1/3_halaman_depan.pdf
62 INTERNET
<1%
https://sayangianak.com/kekurangan-gizi-pada-balita-dapat-menurunkan-kecerdasan-anak-loh-ini-6-fakta-
63 pentingnya-dan-penyebabnya/
INTERNET
<1%
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2013-1-87201-231409067-bab1-27072013102255.pdf
64 INTERNET
<1%
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2227/4/BAB III.pdf
65 INTERNET
<1%
https://dqlab.id/sumber-data-sekunder-dan-primer-dengan-kenali-4-langkah-pengumpulan-data
66 INTERNET
<1%
https://repository.unair.ac.id/94376/7/7. BAB 4 METODE PENELITIAN.pdf
67 INTERNET
<1%
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126104-S-5830-Kejadian KEP-Lampiran.pdf
68 INTERNET
<1%
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/NDlkYTVmOWE1MzZiYjlkM2NhZTA4MjY3
69 MzU3YWY2MjE3OWU2YWFmMA==.pdf
INTERNET
<1%
https://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20300843-T30470 - Pengaruh senam.pdf
70 INTERNET
<1%
https://123dok.com/article/pembahasan-hasil-pembahasan-faktor-faktor-berhubungan-status-balita.qo5x0rp5
71 INTERNET
<1%
https://www.chegg.com/homework-help/questions-and-answers/question-31-reliability-statistics-cronbach-s-
72 alpha-n-items-766-8-item-total-statistics-sc-q64909854
INTERNET
<1%
https://repository.ummat.ac.id/5000/1/cvr-bab3.pdf
73 INTERNET
<1%
https://www.coursehero.com/file/p5t0vbja/Frequency-Percent-Valid-Percent-Cumulative-Percent-
74 Valid-100-12-300-300-300-200/
INTERNET
<1%

EXCLUDE CUSTOM MATCHES OFF

EXCLUDE QUOTES ON

EXCLUDE BIBLIOGRAPHY ON

Anda mungkin juga menyukai