PENDAHULUAN
mirip dengan konsisi sewaktu hidup.1 Tindakan ini telah ada sejak zaman Mesir
Kuno dan masih dilakukan sampai sekarang. Metode yang digunakan pun telah
beranggapan bahwa penampilan di saat terakhir, secara fisik lebih dapat diterima
dan menjaga wibawa anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Keluarga
mengatakan bahwa jenazah yang diembalming terlihat lebih damai dan terlihat
seseorang meninggal di suatu tempat dan atas keinginan keluarga atau wasiat
1
kepentingan ilmu pengetahuan baik untuk penelitian maupun pendidikan. Adapun
riwayat penyakit infeksi seperti tuberkulosis, hepatitis, HIV, dan lain lain. Hal
ini membuat kecurigaan bahwa kuman dari jenazah tersebut dapat menular ke
Menurut data WHO tahun 2013 tercatat 183 kasus Tuberculosis tiap 100.000
orang.6 Untuk HIV sendiri ditemukan 32.711 kasus baru tahun 2014 di Indonesia. 3
jenazah seperti dokter dan petugas jenazah menjadi kelompok yang berisiko tinggi
tertular penyakit dari jenazah. Pemeriksaan yang berkaitan dengan jenazah seperti
autopsi ataupun tindakan seperti embalming menjadi perhatian khusus karena hal
tersebut. Oleh karena itu, embalming pada jenazah infeksius penting dan menarik
2
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan
4. Mengetahui aspek hukum dan etika tentang embalming di luar negeri dan
Indonesia.
1.4 Manfaat
jenazah.
3
BAB II
Pada Bulan Juni 1995, di New York, seorang wanita 34 tahun datang ke
dokter dengan keluhan demam dan penurunan berat badan. Pada waktu itu
hasil pemeriksaan, diketahui organisme tersebut sensitif terhadap semua obat lini
pertama TB.
setelah memulai pengobatan pada awal Juli 1995, Pasien akhirnya dirawat oleh
diberikan oleh departemen kesehatan, yang kemudian dilanjutkan oleh ibu pasien.
Walaupun pasien mendapat terapi 4 obat, dia hanya mendapat 300 mg rifampin
sehari, bukan 600 mg perhari. Pada Agustus 1996, pasien mengalami adenopati
obat rifampin saja. Pada Oktober 1996, dilakukan pemeriksaan lanjutan radiografi
thoraks, dan hasil menunjukkan adanya infiltrat paru. Pasien meninggal karena
4
2.2 Kasus B.7
Tahun 1993, di New York, seorang pasien wanita 48 tahun tanpa masalah
medis selain hipertensi, mengalami dispneu dan batuk kering. Pasien diminta
untuk foto thorax curiga sarcoidosis dan bronkoskopi dengan biopsi transbronkial,
yang kemudian tidak memberikan hasil yang berarti. Pada saat itu, hasil
Gambaran klinis dan radiologis paling cocok dengan sarcoidosis, terlepas dari
hasil biopsi transbronkial yang nondiagnostik. Karena itu, pasien diberikan terapi
steroid sistemik per oral (prednisone). Pasien menunjukkan respon klinis yang
baik, dan tidak pernah kontrol rutin. Sampai akhirnya pada Desember 1996,
pasien datang kembali dengan keluhan dispneu dan batuk kering lagi. Diberikan
prednisone dan oksigen, lalu keadaannya membaik. Pasien tidak lagi mendapatkan
prednisone atau apapun terapi untuk sarcoidosis selama 2 tahun. Dosis prednisone
mulai tapering off sejak Februari 1997, dan dispneu serta batuk keringnya
bertambah parah.
Hasil histologis biopsi spesimen negatif, dan pada pengecatan juga menunjukkan
hasil negatif untuk semua organisme. Terapi siklofosfamid dihentikan, lalu pasien
Pasien kembali dirawat pada bulan Juli 1997 dan dirujuk untuk
transplantasi paru. Saat dirawat, pasien meninggal dunia. 3 hari sebelum pasien
5
meninggal, kultur dari bronkoskopi pada bulan April menunjukkan hasil positif
Telah diketahui bahwa pasien pada kasus sumber telah diembalming oleh
pasien pada kasus kedua 1 bulan sebelum pasien kedua jatuh sakit, survei
dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama melibatkan penijauan catatan yang
prosedur yang digunakan untuk embalming. Bagian kedua dilakukan oleh teknisi
terjadi kontak antar orang tersebut di luar ruang pengawetan jenazah yang
menghindari investigasi kontak. Hal ini dianggap kurang mungkin karena dari
berbagai wawancara yang dilakukan oleh berbagai orang pada awal investigasi
berhubungan. Dua kemungkinan yang lain dari kasus ini berfokus pada ruang
menyebabkan pengeluaran udara dari rongga dada dan berdampak pada pelepasan
volume udara yang dikeluarkan kelihatan tidak cukup untuk mencapai batas
jumlah droplet nuclei yang dapat menyebabkan infeksi pada kasus yang kedua.
6
Penjelasan yang lebih mungkin, yaitu dari prosedur embalming itu sendiri. Saat
rongga tubuh ditembus dan cairan tubuh dikeluarkan dari perut dan dada, tubercle
bacili pada jumlah besar dapat masuk ke dalam alat penyedot. Saat isi penyedot
dibuang, tubercle bacili dapat menguap bila bercampur dengan air dan dapat
terpercik. Hal ini terjadi khususnya pada orang dengan disseminated disease,
kewaspadaan uiversal, dan sistem ventilasi yang memadai. Pada investigasi lebih
lanjut, ternyata diketahui bahwa masker yang dipakai secara rutin merupakan
melebihi 25 kali perganitian udara tiap jam, yang dapat mengurangi 99%
apapun penyebab kematiannya. Selain itu rumah duka juga tidak diperkenankan
7
sebelumnya sejak 1998, yang melarang embalming untuk 13 penyakit infeksi.
yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang
dilakukan.9
atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut
bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Bunyi pasal 233 KUHP adalah Barang siapa
atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk
kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara
8
Pada kasus dengan jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan
lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga
Pada kasus ini, pilihan embalming terletak pada keputusan pasien. Jadi,
untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin
bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit
hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara
kepentingan pihak-pihak lain selain pasien, seperti dari pihak keluarga maupun
institusi profesional. Selain itu, kasus ini juga perlu dianalisis dari isu legal serta
mengenai pengawetan jenazah khususnya pada pasien infeksius. Isu legal ini jelas
seperti penggunaan sarung tangan ganda, vaksinasi, dan tempat yang memadai
9
2.3.4 Aspek Agama
agama Islam mewajibkan jenazah untuk dikuburkan dalam waktu 24 jam dari
kematian. Seorang muslim percaya bahwa roh akan tetap berada di tubuhnya dari
mulai kematian sampai setelah pemakaman. Tetapi untuk kasus tertentu seperti
pendidikan, hukum embalming ini dapat menjadi mubah, dengan syarat segera
sedangkan yang lain mungkin mencegah, tetapi tidak melarang juga untuk
pengawetan adalah salah satu yangditentukan oleh keluarga jenazah dan kebijakan
gereja tertentu.13
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Embalming
3.1.1 Definisi
menjaganya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup sesuai dengan waktu yang
diperlukan, dengan kata lain embalming adalah proses kimiawi yang melindungi
adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara
jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan
3.1.2 Tujuan
1. Desinfeksi.
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian
bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati. Serta ada
11
kemungkinan menjadi lalat atau agen lain mentransfer patogen untuk manusia
dan disinfeksi tubuh. Jika ada luka terbuka, lakukan penjahitan pada luka tersebut.
Daerah mulut, hidung, serta lubang lainnya dibersihkan dan ditutup untuk
arteri atau lebih, sementara cairan tubuh dikeluarkan melalui pembuluh darah
yang sesuai (Arterial dan Cavity Embalming). Bahan pengawet kimia dapat
membunuh bakteri dan mengawetkan mayat dengan mengubah struktur fisik dari
protein tubuh, sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagai host untuk
A. Arterial Embalming
12
Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh
darah, biasanya melalui arteri carotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena
distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk,
titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu arteri iliaka atau arteri femoralis,
B. Cavity Embalming
Cairan di dalam rongga tubuh mayat diaspirasi dan bahan kimia diinjeksikan
ke dalam rongga tubuh dengan menggunakan aspirator dan trocar. Trocar yang
panjang, runcing, dan adanya tabung logam yang melekat pada selang
menusuk perut, kandung kemih, usus besar, dan paru. Gas dan cairan tubuh
diaspirasi yang kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia yang
C. Hypodermic Embalming
hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki
D. Surface Embalming
13
Surface Embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan
kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area
superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas,
3.1.4 Indikasi
- Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini
suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman,
14
3.1.5 Kontraindikasi
penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan
pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra
indikasi embalming.1
kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah
pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar,
KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke
penyidik adalah:1
kematiannya.
15
3.2.1 Pengertian Infeksi
penyakit infeksi merupakan hasil dari adanya agen mikroba serta aktivitasnya
yang dapat menular. Penularan penyakit infeksi dapat terjadi melalui berbagai cara
paparan, seperti:17
beberapa agen infeksi masih bisa ditransmisikan ketika seseorang ada kontak
dengan darah, cairan tubuh, ataupun jaringan dari tubuh jenazah dari orang
16
dengan penyakit infeksius. Untuk meminimalisir risiko transmisi dari penyakit-
paparan antara petugas dan darah, cairan, dan jaringan tubuh jenazah harus
pelatihan dan pendidikan staf, lingkungan kerja yang aman, penggunaan alat
- Anthrax.
- Yellow fever.
- Plague.
17
- Rabies.
jenazah dengan menggunakan alat pelindung diri dan dalam jarak 2 meter)
- Smallpox.
encephalopathies lainnya
- Typhus
- Hepatitis B, C, dan D
18
- HIV/AIDS: Jenazah dengan HIV/AIDS mungkin saja memiliki penyakit
infeksi lainnya seperti tuberculosis, yang lebih infeksius dari HIV/AIDS itu
sendiri.
- Kolera
- Difteri
- MRSA
- Demam berulang
- Scarlet fever
- Tuberkulosis
19
- Brucellosis
- Salmonellosis
- VRE
- Alat pelindung diri dan mencuci tangan tetap harus dilakukan bagi setiap
cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang
infeksius).
20
3.2.4 Ketentuan Umum Penanganan Jenazah :20
tahun).
kedap air.
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau autopsi,
21
kesehatan/keluarga/masyarakat dalam rangka mengurangi resiko penyebaran
7. Pengelolaan linen.
1. Agar prosedur pemulasaraan jenazah dengan HIV & AIDS berjalan dengan
22
1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas yang
akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada
jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir.
larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir.
10. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%.
14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan air
23
15. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah medis.
dikuburkan dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang muslim percaya bahwa
roh akan tetap berada di tubuhnya dari mulai kematian sampai setelah
pemakaman. Tetapi untuk kasus tertentu seperti pendidikan, hukum embalming ini
dapat menjadi mubah, dengan syarat segera dikuburkan setelah urusan terhadap
jenazah selesai.12
Mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk
pajangan maka ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan syariat Islam.
24
3.3.2 Sudut Pandang Agama Kristen dan Katholik
Sebagian besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan dapat
lainnya, sedangkan yang lain mungkin mencegah, tetapi tidak melarang juga
dilakukan pengawetan adalah salah satu yangditentukan oleh keluarga jenazah dan
dilakukan.14
3.3.4 Sudut Pandang Agama Hindu
Banyak pihak berwenang berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima
dilakukan pengawetan, seperti pengawetan yang pernah terjadi pada tokoh agama
25
keluarganya sebelum kremasi akhir. Secara tradisional, tubuh yang mati harus
York, rumah duka tidak boleh menolak untuk melakukan embalming atau
Selain itu rumah duka juga tidak diperkenankan meminta biaya tambahan untuk
atau Tuberkulosis.8
prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang
26
meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal
tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru
atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut
bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Bunyi pasal 233 KUHP adalah Barang siapa
atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk
kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara
pendidikan selama 3 tahun. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi
kurikulumnya. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai
27
A. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas
embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi, dapat
tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi
pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada
kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak rumah duka pun dapat
Dalam hal telah dilakukan embalming tanpa sertifikat dan hasilnya buruk dan
merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai pihak yang turut
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
kerugian tersebut.10
terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan
moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang.
Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan
dan kebaikan dan sifat seperti baik dan buruk (atau jahat), benar dan
salah, sesuai dan tidak sesuai. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah
28
bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana
keputusan tindakan medis, dari segi etik dianjurkan untuk mengamalkan etika
menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik. Pada tahun 1982, Jonsen,
29
mencakup konten umum diskusi klinis: diagnosis dan penatalaksanaan kondisi
tepat untuk mengevaluasi dan mengurangi masalah. Walaupun hal ini sering
diulas pada presentasi masalah klinis setiap pasien, diskusi etika tidak hanya akan
meninjau fakta-fakta medis, namun juga membahas tujuan dari intervensi yang
diindikasikan.11
membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orang-
nilai pasien sendiri dan penilaian personal mengenai manfaat dan bahaya yang
relevan secara etika. Pada setiap kasus klinis, pertanyaan yang pasti timbul adalah:
Apa yang pasien inginkan? Ulasan sistematis pada topik ini memerlukan
pertanyaan lebih lanjut. Apakah pasien telah diberikan infomasi yang cukup?
Apakah pasien mengerti? Apakah pasien setuju secara sukarela? Pada beberapa
kasus, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini mungkin adalah Kami tidak tahu
karena pasien tidak mampu menyatakan suatu preferensi. Apabila pasien tidak
30
mampu secara mental pada saat keputusan harus dibuat, kita harus bertanya,
Siapa yang memiliki kewenangan untuk menentukan keputusan pada pasien ini?
Bagaimana batas-batas etika dan legal pada kewenangan tersebut? Apa yang harus
Pada kasus ini, pilihan embalming terletak pada keputusan pasien, sebagai
jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut
aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama
dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa
jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu
sertifikat pengawetan.1
for autonomy. Tujuan utama dari seluruh temuan klinis adalah untuk
bermanifestasi pada gejala dan tanda penyakit mereka. Tujuan dari seluruh
kualitas hidup. Maka dari itu, pada setiap situasi medis, pembahasan mengenai
31
4. Gambaran kontekstual (contextual features)
Topik ini menganut prinsip justice dan fairness. Seluruh temuan klinis yang
terjadi di dalam konteks sosial yang lebih luas selain dokter dan pasien, mencakup
keluarga, hukum, kultur, aturan rumah sakit, perusahaan asuransi dan hal finansial
lain, dan sebagainya. Pasien datang ke dokter karena mereka memiliki masalah
merupakan hal yang penting pada kasus medis. Namun, setiap kasus juga
sosial. Perawatan pasien, baik secara positif maupun negatif, dipengaruhi oleh hal-
hal tersebut. Pada saat yang sama, hal-hal tersebut pun dipengaruhi oleh
emosional, finansial, legal, ilmiah, edukasional, agama pada orang lain. Pada
setiap kasus, relevansi fitur kontekstual harus ditentukan dan dinilai. Fitur
profesional. Selain itu, kasus ini juga perlu dianalisis dari isu legal serta isu
mengenai pengawetan jenazah khususnya pada pasien infeksius. Isu legal ini jelas
32
seperti penggunaan sarung tangan ganda, vaksinasi, dan tempat yang memadai
dilakukan. Perbedaan sudut pandang dari beberapa agama ini juga akan
infeksius.2
33
BAB IV
4.1 Kesimpulan
yang memadai.
4.2 Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
9. Scott TJ. What is Embalming.
http://www.tjscottandson.com.au/files/6embalming.pdf. Accessed
December 12, 2015.
14. Funeral Consumers Alliance. Embalming: What You Should Know. 2015.
http://www.funerals.org/frequently-asked-questions/48-what-you-should-
know-about-embalming. Accessed December 12, 2015.
17. Creely K. Infection Risks and embalming. Inst Occup Med. 2004;(March).
36
19. Northwest Territories Health and Social Services. Northwest Territories
Infection Control Policy and Procedure Regarding the Care of the Deceased
with an Infectious Disease. 2008.
22. Tim Permata Press. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.; 2008.
37