Anda di halaman 1dari 78

ASMA

Oleh :
Ikhwan Yuda Kusuma,
S.Farm.,M.Si., Apt.
Penyakit inflamasi kronik pada saluran
pernafasan di mana berbagai sel terlibat, Definisi
terutama mast cells, eosinofil, dan limfosit T,
yang
1. dikarakterisir oleh :nafas yang bersifat
obstruksi saluran
reversibel, baik secara spontan maupun
dengan pengobatan,
2. inflamasi jalan nafas, dan
3. hiperresponsivitas jalan nafas terhadap
berbagai stimuli
(NAEPP, 1997)
NAEPP 2007:
-menekankan adanya keterlibatan interaksi
antara ekspresi gen dengan lingkungan,
-infeksi virus sebagai penyebab utama
kejadian dan perkembangan asma
-airway remodeling terlibat dalam asma NAEPP : National
kronis pada sebagian pasien Asthma Education and
1/11/2009 Zullies Ikawati's Prevention Program
Lecture Note
EPIDEMIOLOGI ASMA
Di Amerika, 14 sampai 15 juta orang mengidap
asma, dan kurang- lebih 4,5 juta di antaranya
adalah anak-anak.
■ Jenis kelamin

usia anak-anak , laki-laki : wanita (2:1)


usia dewasa : wanita ˃ pria
■ Usia

anak ˃ dewasa
■ Ras

African American ˃ kulit putih


Orang Asia paling rendah
■ Faktor lingkungan

kawasan industri ˃
EPIDEMIOLOGI
ASMA
■ Di Indonesia ?
■ merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien
memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah.
■ Separo dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-
kanak, sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur
40 tahun.
■ dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita
tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala
etnis.
PREVALENSI
ASMA
 Berdasarkan perkiraan GINA (2012), 300 juta
orang di dunia menderita asma. Asma merupakan
penyakit kronik yang paling umum terjadi pada
anak-anak.
 Prevalensi asma secara global adalah berkisar
antara 1% hingga 18% dari populasi di berbagai
negara.
 Prevalensi asma di Indonesia (riskesdas 2013)
adalah 4,5%, prevalensi tertinggi di Sulawesi
tengah (7,8%) dan terendah di lampung (1,6%)
sedangkan DKI Jakarta 5,2%. Prevalensi pada laki
laki (4,4%) hampir seimbang dengan perempuan
(4,6%).

Faktor Pemicu
Asma
■ ISPA (rhinovirus,
influenza, pneumonia,
dll)
■ Alergen (debu, serbuk sari
bunga, tengu, kecoa, jamur,
dll)
■ Lingkungan (udara dingin, gas
SO2, NO2, asap rokok, dll)
■ Emosi : cemas, stress
■ Olahraga: terutama pada
suhu dingin dan kering
■ Obat/pengawet : Aspirin,
NSAID, sulfit, benzalkonium
klorida, beta bloker
■ Stimulus pekerjaan
Obat-obat yang menginduksi bronkospasme
Patofisiologi
■ Inflamasi • Gangguan inflamasi
■ pada saluran
Bronkokonstriksi
pernafasan
■ Hipersekresi mukus • Melibatkan :
■ hiperresponsivitas • Sel-sel penyebab
■ Remodeling saluran inflamasi
nafas • Perubahan
struktur pada
sel-sel di saluran
pernafasan

www.network-health.org
AIRWAY
HYPERRESPONSIVENESS
• Merupakan respon bronkokontriksi yang berlebihan
terhadap sejumlah variasi stimulus.
• Mekanisme yang mempengaruhi airway
hyperresponsiveness sangat beragam, termasuk inflamasi,
disfungsional neuroregulasi, dan perubahan struktural.
• Inflamasi menjadi faktor utama yang menentukan tingkat
airway hyperresponsiveness.
AIRWAY REMODELING
• Perubahan struktur permanen dapat terjadi yang
berkaitan dengan kehilangan fungsi paru secara
progresif.
• Airway remodeling meliputi aktivasi banyak sel
struktural, konsekuensinya perubahan permanen
yang meningkatkan obstruksi jalan udara dan
airway hyperresponsiveness.
• Perubahan struktural meliputi penebalan membran
sub-basement, fibrosis subepitelial, hipertrofi otot
polos jalan udara, dan hiperplasia kelenjar mukus
dan hipersekresi.
Inflamasi akut
• Inflamasi akut fase awal terjadi
ketika suatu alergen masuk ke
dalam sistem pernafasan untuk
yang kedua kalinya  kemudian
alergen tersebut berikatan pada
IgE yang menempel pada sel
mast dan basofil  Setelah itu,
terjadi proses degranulasi 
menyebabkan pelepasan
mediator proinflamasi seperti
histamin dan eikosanoid 
menginduksi kontraksi otot
polos, sekresi mukus,
vasodilatasi dan eksudasi plasma
pada jalan udara
Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6-9 jam setelah masuknya alergen ke dalam tubuh. Respon imun diawali dengan
aktivasi sel T oleh antigen mll sel dendrit sbg APC. Respon imun dari Sel T dpt mll mekanisme sel T-IgE maupun
mekanisme sel T –non IgE. Aktivasi sel T dapat menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin TH2 dan menjadi kunci
mekanisme late-phase
Interaksi antara CD4 T Cells dan B Cells yang penting dalam
sintesis IgE
• Imunitas humoral pd asma
ditandai oleh produksi IgE
oleh sel B
• imunitas seluler diperankan
oleh sel T. Sel T mengaktifkan
sel B mll sekresi bbg sitokin.
• Sel B akan menghasilkan IgE
yg dpt menempel pd sel mast
yg oleh alergen akan mybb sel
mast mjd aktif dan melepaskan
mediator inflamasi
Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik pada asma dikarakterisir oleh :
■ Infiltrasi eosinofil dan limfosit ke jaringan saluran nafas
■ Pengelupasan (shedding) epithelial cells bronkus dan
penebalan lapisan subepitelial
Inflamasi eosinofilik pada
asma Inflamasi adl kata kunci utk
perub patologis pd asma.
Inflamasi pd asma
dikarakterisir oleh inflitrasi
eusinofil dan limfosit ke
saluran nafas.
Hiperesponsibilitas bronkus
berkaitan dg peningkan
eosinofil (respon asmatik
lambat). Inflamasi pd asma
mybb pengelupasan sel
epitel bronkus dan
penebalan lap subepitel.
Reflek Axon Pada Asma Dan Pengelupasan Epitel Oleh Eosinofil
• Axon reflex in asthma.
Possible neurogenic
inflammation in asthmatic
airways via retrograde
release of peptides from
sensory nerves via an axon
reflex.
• Substance P (SP) causes
vasodiatation, plasma
exudation and mucus
secretion, whereas
neurokinin A (NKA) causes
bronchoconstriction and
enhanced cholinergic
reflexes and calcitonin gene-
MODERN VIEW OF ASTHMA
Allergen

Macrophage Mast cell

Th2 cell Neutrophil

Eosinophil
Mucus plug
Epithelial shedding
Nerve activation

Subepithelial
fibrosis
Plasma leak
Oedema Sensory nerve
activation
Mucus Cholinergic
Vasodilatation
hypersecretion reflex
hyperplasia New vessels
Bronchoconstriction
Hypertrophy/hyperplasia
Istilah-istilah penyakit asma terkait etiologi

■ allergic asthma   extrinsic asthma


■ infectious asthma  disebabkan oleh infeksi virus
■ exercise-induced asthma  disebabkan karena olah raga, dimungkinkan karena
hilangnya/berkurangnya air dan panas dari epithelium of the airways.
The more rapid the ventilation (severity of exercise), and the colder and drier the air
breathed, the more likely is an attack of asthma
■ occupational asthma  asma yang terkait dengan pekerjaan, umumnya diperantarai
oleh IgE-related allergy
contoh: animal handlers, worker exposed to wood and vegetable dusts, metal salts,
pharmaceutical agents, and industrial chemicals.
■ drug-induced asthma  aspirin, other NSAIDs
Specimen of Bronchial Mucosa from a Subject without Asthma (Panel
A) and a Patient with Mild Asthma (Panel B) (Hematoxylin and
Eosin). In the subject without asthma, the epithelium is intact; there is
no thickening of the sub- basement membrane, and there is no cellular
infiltrate. In contrast, in the patient with mild asthma, there is evidence
of goblet-cell hyperplasia in the epithelial-cell lining. The sub-
basement membrane is thickened, with collagen deposition in the
submucosal area, and there is a cellular infiltrate.
Simpulan Patofisiologi

■ Inflamasi  kata kunci untuk menjelaskan perubahan patologis yang terjadi


pada asma
■ Inflamasi: reaksi pertahanan diri terhadap invasi organisme asing dengan
tujuan perbaikan jaringan  respon yang menguntungkan …………. tetapi,
■ Pada asma : inflammatory response terjadi secara tidak tepat
 adverse effects
Inflamasi pada asma dikarakterisir oleh :
■ Infiltrasi eosinofil dan limfosit ke jaringan saluran nafas
■ Pengelupasan (shedding) epithelial cells bronkus dan penebalan lapisan
subepitelial
Berbagai mediator yang terlibat pada asma

Mediator Sumber Aksi


Major basic protein eosinofil kerusakan
epitelial
Histamin sel Kontraksi bronkus, odema
mast mukosal, sekresi
Leukotrien Sel mast, basofil, mukusbronkus,
Kontraksi
e eosinofil, odema mukosal dan
neutrofil, inflamasi
Prostaglandi makrofag,
Sel mast, sel Kontraksi bronkus, odema
n monosit
endotelial mukosal, sekresi
Tromboksa makrofag, monosit, mukusbronkus,
Kontraksi
n platelet sekresi mukus
PAF (platelet Sel mast, basofil, Kontraksi bronkus, odema
activatin eosinofil, neutrofil, mukosal dan
g makrofag, inflamasi, sekresi
1/11/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 12
factor) monosit, platelet, mukus, bronchial
sel responsiveness
Secara klinis, berdasarkan pemicunya
asma dikategorikan menjadi :

■ extrinsic atau atopic atau episodic asthma 


pemicu diketahui, yaitu external alergen pada
atopic patient, pada usia muda, umumnya mild
■ intrinsic atau cryptogenic asthma  pemicu tidak
diketahui, more persistent
GEJALA DAN TANDA
 Kesulitan bernafas (dyspnea)
 Batuk (malam hari)
 Nafas cepat dan dangkal
 Nafas berbunyi (mengi)
 Nafas terengah-engah
 Retraksi dada dan nasal faring (kondisi yang lebih
buruk)
 Cemas (kesulitan oksigen)
 Gelisah
 Hipoksemia (asma berat)
Klasifikasi asma berdasarkan penampakan klinisnya (NAEPP,
1997)
Gejala Gejala malam hari Parameter

Derajat 4. Gejala terus menerus Aktivitas Sering FEV1/FVC ≤ 60 %


Persisten fisik terbatas Serangan sering prediksi Variasi >
berat 30 %
Derajat 3. Gejala setiap hari Menggunakan > 1 per minggu FEV1/FVC 60 % -
Persisten sedang agonis β2 tiap hari 80 % prediksi
Serangan mengganggu aktivitas Variasi > 30 %
Serangan > 2 X per minggu tapi <
1 x per hari

Derajat 2. > 2 X per minggu tapi < 1 x per >2 X sebulan FEV1/FVC ≥ 80 %
Persisten hari prediksi
ringan Variasi 20% - 30%
Derajat 1 Gejala < 2 X seminggu ≤ 2 X sebulan FEV1/FVC ≥ 80 %
Asma intermitten Asimtomatik dan PEF normal prediksi Variasi <
antar serangan 20 %
DIAGNOSA ASMA
Anamnesis
• Apakah ada batuk yang berulang terutama malam menjelang dini hari?
• Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen atau
polutan?
• Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan sesak di dada dan
selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
• Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau olah raga?
• Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega
(bronkodilator)?
• Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu yang
ekstrim (tiba-tiba)?
• Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
• Apakah dalam keluarga ada yang menderita asma atau alergi?

Pemeriksaan fisik
• Inspeksi, palpasi, perkusi, Auskultasi
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer.
Diagnosis asma umumnya ditunjukkan dengan nilai VEP1 < 80% dan
VEP1/KVP < 75%.
 Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat Peak Expiratory Flow
Meter
 Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
 Uji provokasi bronkus (test hipereaktivitas bronkus)
 Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test).
 Foto toraks
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan paru-paru
• Pemeriksaan fungsi paru-paru  Spirometer  FEV1 dan
FVC
Pemeriksaan Penunjang
• FEV1  volume udara yang dikeluarkan secara maksimal dalam 1
detik
• FVC  volume udara yang secara paksa dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal
• FEV1/FVC  Normal : 75%-80%
Tidak Normal : <75%
• Nilai FEV1/FVC tidak normal  obstruksi atau restriksi paru
TERAPI ASMA
Tujuan Terapi
Tujuan : memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal
dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala

Beberapa tujuan yang lebih rinci antara lain adalah :


 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
 Mencegah kematian karena asma
Strategi terapi
■ Terapi non-farmakologi  pencegahan

■ Terapi farmakologi:
✓ Terapi jangka panjang : Long-term control medications 
menurunkan frekuensi tanda dan gejala yang muncul  digunakan
terus menerus (asma dengan jenis tidak terkontrol dan terkontrol
sebagian)
✓ Terapi serangan akut : Quick-relief medications ( formerly called
relievers or rescuers)  pelega  kerja cepat  pada saat serangan 
hanya saat dibutuhkan saja
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Memberikan edukasi atau penjelasan kepada penderita/ yang merawat
penderita mengenai berbagai hal tentang asma, misalnya tentang terjadinya
asma, bagaimana mengenal pemicu asmanya dan mengenal tanda-tanda awal
keparahan.

• Mengenali dan mengontrol faktor-faktor pemicu serangan asma


• Mengatur kegiatan aktifitas fisik

• Melakukan olahraga  secara teratur, misalnya senam asma untuk latihan


pernafasan.
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI SERANGAN
AKUT
■ short-acting ß2-agonists (salbutamol, terbutalin)
■ Anticholinergics (ipratropium bromide)
■ corticosteroids (short-term use for
exacerbations)
TERAPI PEMELIHARAAN JANGKA
PANJANG
■ Corticosteroids inhalasi (beclomethasone dipropionate , budesonide,
fluticasone propionate)
■ cromolyn sodium
■ nedocromil
■ long-acting ß2-agonists (salmeterol, formoterol)
■ Methylxanthines (aminofilin, teofilin)
■ leukotriene modifiers (montelukast, zafirlukast, zileuton)
■ Imunomodulator (Omalizumab (anti-IgE))
Agents Used to Treat Asthma
• Long-term control
• Antileukotrienes • ipratropium
• Cromoglycate • nedocromil
• Inhaled steroids • theophylline
• Long-acting beta2-agonists
• Quick relief
• Intravenous systemic corticosteroids
• Short-acting inhaled beta2-agonists
TERAPI FARMAKOLOGI
Agonis β-
adrenergik

Antagonis
Metyl Xantin
Leukotrien

TERAPI
FARMAKOLO
GI

Kortikosteroi Antikolinergi
d k

Kromolin
BRONKODILATOR (AGONIS β-
ADRENERGIK)
Terdiri dari 3 Tipe, yaitu :
• Nonselective adrenergics
• Stimulate alpha-, beta1- (cardiac), and beta2- (respiratory) receptors
• Example: epinephrine
• Nonselective beta-adrenergics
• Stimulate both beta1- and beta2-receptors
• Example: isoproterenol
• Selective beta2 drugs
• Stimulate only beta2-receptors
• Example: salbutamol
BRONKODILATOR (AGONIS β-
ADRENERGIK)
Mekanisme Kerja:
Stimulasi reseptor ß2 adrenergik →epinefrin atau
agonisnya → mengaktifkan Adenyl cyclase → ↑ cyclic
AMP intra sel → ↓konsentrasi Ca++ bebas dalam sel →
relaksasi otot polos bronkus dan terjadi bronkodilatasi.

Rute terbaik: Inhalasi, sebab:


- Bronkoselektif
- Respon Cepat
BRONKODILATOR (AGONIS β-
ADRENERGIK)
• Rapid Acting β2 – Agonist Inhaled
• Contoh : Salbutamol, Albuterol, Terbutaline, Fenoterol, Levalbuterol
HVA, Reproterol dan Pirbuterol
• Umum digunakan / pilihan pertama (first line therapy)
• Hanya digunakan pada serangan saja  dosis sekecil mungkin &
frekuensi serendah mungkin
• Penggunaan sehari-hari (frekuensi penggunaan tinggi)  kemunduran
status pasien asma (peningkatan terjadinya tanda dan gejala)
• Efek samping : tremor, bradikardia dan takikardia. Efek samping lebih
sering muncul pada bentuk sediaan oral
ANTIKOLINERGIK
Mekanisme Kerja : menghambat refleks vagal dengan cara  mengantagonis
kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat
tertentu dan tidak bersifat sistemik.
Contoh : Atrovent (ipratropium bromide)  the only anticholinergic used for
respiratory disease.
- Slow and prolonged action
- Used to prevent bronchoconstriction
- NOT used for acute asthma exacerbations!
- Combivent (salbutamol/ipratroprium)

Karakteristik Antikolinergik :
• Efektivitas lebih rendah dari golongan rapid acting β2-agonist
• Penggunaan bersama dengan golongan rapid acting β2-agonist 
efektivitas meningkat  meningkatkan perbaikan pada fungsi paru-paru &
menekan angka kematian secara signifikan
• Terapi alternatif untuk pasien gangguan jantung  tidak dapat digunakan
terapi dengan rapid acting β2-agonist
• Efek samping : mulut kering dan penurunan fungsi pengecap
METYL XANTIN
 Ada 3 obat golongan metilxantin yang terpenting, y.i:
- Teofilin
- Teobromin
- Kafein

 Mekanisme kerja: Menginhibisi enzim fosfodiesterase


→ ↑ (akumulasi ) siklik AMP dan siklik GMP →
berkurang konsentrasi Ca++ yang bebas pada intra
sel → ↓ interaksi aktin dan miosin → kurang ATP.
Efeknya potensiasi dengan agonis ß2 adrenergik
→ Kombinasi teofilin dg Agonis ß2 adrenergik →
bronkodilatasi sinergis.

 Efek Methyl Xanthin ( inhibitor enzim fosfo


diesterase ) :
- ↓ Pembebasan mediator sel mast,
- ↓ Pembebasan protein utama eosinophil
- ↓ Proliferasi sel limfosit
- ↓ Pembebasan enzim cytokin sel T 8 ↓ eksudasi
KORTIKOSTEROID
Mekanisme Kerja :
 ↑ jml reseptor ß2 agonis adrenergik → mencegah toleransi pada
pemberian kronik.
 ↓ Produksi mukus → Asma → Hipersekresi mukus.
 Inhibisi pembentukan inflamasi pada bronkus yg hipersensitif
 Kontriksi pembuluh darah kapiler → ↓ Cairan dan protein keluar
( eksudasi cairan )
 Inhibisi migrasi netrofil dan eosinofil → fungsinya juga terhambat
 Inhibisi sintesa histamin , PG dan Leukotrien → dg cara
menghambat aktivitas enzim fosfodiesterase → ↓ as. Arakidonat. Efek
Keseluruhannya : menekan inflamasi

Penggunaannya :
Pada serangan asma akut dan keadaan asma glukokortikoid dosis tinggi
dikombinasi dengan agonis reseptor ß2 adrenergic selektif.
Gluko : - parenteral ; ex : - Methyl Prednison, Sodium Succinat
Hidrokortison
- Oral ; ex :- Methyl Prednison atau prednisone

Efek samping  reversible : gangguan metabolisme gula, peningkatan nafsu


makan, menimbulkan retensi cairan, kenaikan berat badan, hipertensi,
tukak peptik dan perubahan mood
ANTI LEUKOTRIEN
• Obat-obat yang beraksi pada jalur leukotrien ada dua golongan
yaitu antagonis reseptor leukotrien dan inhibitor lipoksigenase.
Contoh : antagonis reseptor leukotrien  montelukast, pranlukast,
dan zafirlukast. Sedangkan inhibitor lipoksigenase  zieluton
• Mekanisme Kerja : penghambatan sintesa LT dengan jalan
blockade enzim lipoksigenase atau berdasarkan penempatan
reseptor LT dengan LTC4 /D4-blocker. Leukotrien merupakan
mediator yang bersifat bronkokontsriktor (memicu asma) .
Memiliki efek bronkodilator, menurunkan gejala batuk,
meningkatkan fungsi paru-paru, menurunkan inflamasi saluran
pernafasan dan eksaserbasi asma.
• Leukotrien modifiers dijadikan terapi tambahan sehingga dapat
menurunkan dosis glukokortikosteroid inhalasi pada pasien asma
moderate hingga severe.
• Efek samping : Zileuton dapat menyebabkan toksisitas hati,
sehingga disarankan monitoring fungsi hati selama terapi.
Cromones
• Contoh : sodium cromoglycate dan nedocromil sodium
• Mekanisme Kerja Kromolin : Kromolin merupakan obat antiinflamasi.
Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A
(Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast.
Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
• Mekanisme Kerja Nedokromil : Nedokromil merupakan anti-inflamasi
inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi
secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel
berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel
mast, monosit dan platelet. Nedokromil  menghambat perkembangan
respon broncokonstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen
terinhalasi.
• Cromones memiliki efek pada pasien dengan mild persisten dan
bronkospasmus disebabkan oleh latihan.
• Efek anti inflamasi lebih lemah dan kurang efektif dibandingkan dosis
rendah inhalasi glukokortikosteroid.
• Efek samping : batuk selama inhalasi, sakit tenggorokan, rasa yang tidak
enak.
TERAPI FARMAKOLOGI LAINNYA
• Long Acting β2 – Agonist (oral)
• Terdiri atas formulasi lepas lambat
salbutamol (albuterol), terbutaline, dan
bambuterol (prodrug terbutaline)
• Efek samping : stimulasi kardiovaskular
(takikardia), anxiety, tremor otot rangka.
• Harus selalu diberikan dalam kombinasi
dengan glukokortikosteroid inhalasi.

• Anti IgE
• Anti IgE (omalizumab) adalah terapi
plihan pada pasien yang mengalami
kenaikan kadar IgE serum (indikasi
pasien dengan asma alergi parah yang
tidak terkontrol oleh glukokortikosteroid
inhalasi)
TERAPI FARMAKOLOGI LAINNYA
• Glukokortikosteroid Sistemik
• Glukokortikosteroid sistemik mungkin dibutuhkan untuk asma tidak terkontrol, tetapi
penggunaan dibatasi oleh resiko efek samping signifikan.
• Sediaan oral lebih banyak digunakan daripada rute parenteral (intramuskular atau intravena)
untuk menurunkan efek mineralokortikoid, waktu paruh pendek.
• Efek samping : osteoporosis, hipertensi arteri, diabetes, hipotalamus-pituitari-axis adrenal
supresi, obesitas, katarak, glaukoma, penipisan kulit, dan kelelahan otot.

• Senyawa Anti Alergi Oral


• Tranilast, Repirinast, Tazanolast, Pemirolast, Ozagrel, Seratrodast, Amlexanox, dan Ibudilast.
• Dijadikan terapi mild hingga moderate asma alergi.
• Efek samping : sedasi
Dosis pengobatan kontroler
TATA LAKSANA TERAPI PADA SERANGAN ASMA
AKUT DI RUMAH
Asses keparahannya dgn melihat
PEF PEF < 50% : serangan akut
berat Catat gejala : batuk, sesak,
mengi, dll.
Pengatasan awal :
Inhalasi agonis 2 short
acting 2-4 puff dg MDI
interval 20 min
Respon baik atau nebulizer
Serangan Respon tidak Respon jelek
ringan PEF > sempurna Serangan Serangan
80 % sedang berat PEF <
Gejala berkurang PEF 50- 80 % 50 %
Respon agonis  Masih ada sesak dan Sesak dan mengi jelas
terjaga sampai 4 jam mengi •Tambah
•Teruskan agonis  setiap •Tambah kortikosteroid kortikosteroid oral
3- 4 jam selama 24 jam oral •Lanjutkan agonis b
•Pasien dg KS  •Lanjutkan agonis  •Panggil dokter
tingkatkan
dosis 2 dokter
Kontak kali Kontak dokter Bawa ke
utk instruksi segera
utk instruksi UGD
lanjutan lanjutan
Dipiro, 2014
TATA LAKSANA TERAPI PADA SERANGAN
ASMA AKUT DI RS
Henti nafas (respiratory arrest):
Asesmen awal : Riwayat, pemeriksaan fisik, PEF atau FEV1, kejenuhan •Intubasi dan ventilasi mekanik dengan
oksigen, dan test lain yang relevan O2 100%
•Nebulisasi  agonis dan antikolinergik
FEV1 atau PEF < 50% FEV1 atau PEF < 50 % •Kortikosteroid i.v.
•Inhalasi  agonis dg MDI atau (serangan berat)
nebulizer sampai 3 dosis dalam 1 •Inhalasi agonis  dosis Masukkan ke ICU:
jam pertama tinggi dan antikolinergik
•Inhalasi  agonis setiap jam atau
•Oksigen, utk mencapai saturasi ≥ 90% dg nebulizer setiap 20 min
kontinyu + inhalasi antikolinergik
•Kortikosteroid oral jk tdk ada respon 1 jam •Kortikosteroid i.v
segera atau jk pasien sblmnya •Oksigen smpai saturasi ≥ •Oksigen
menggunakannya Ulangi assesment: 90% •Intubasi dan ventilasi mekanik
Gejala, fisik, PEF, O2, dan test
lain
Membaik :
Serangan sedang Serangan berat, FEV1 atau PEF < Masukkan ke
FEV1 atau PEF 50- 50% Fisik: gejala berat, retraksi bangsal*
80% dada Riwayat : resiko tinggi
Fisik: gejala sedang •Inhalasi  agonis tiap 1 jam + Membaik
•Inhalasi  agonis tiap 1 antikolinergik :
•Lanjutkanjam
1-3 jam kl ada •Oksige
•Kortikosteroid sistemik Pulang*
respon
•Kortikosteroid sistemik n
lanjutan
Serangan sedang Serangan berat

Respon baik: Respon tidak Respon jelek:


FEV1 atau PEF ≥ sempurna: FEV1 atau FEV1 atau PEF <
70% PEF 50 – 70% 50%
Respon bertahan sampai Gejala ringan sampai PCO2 ≥ 42 mmHg
1 jam Tidak ada distress sedang Gejala berat, bingung,
Fisik: normal Masukkan ke bangsal: lemahMasukkan ke
-Inhalasi  agonis ICU*
Pulang ke rumah : + antikolinergik
•Lanjutkan inhalasi b-agonis -Kortikosteroid membai
•Lanjutkan kortikosteroid oral sistemik k
•Edukasi pasien -Oksigen
-Monitor FEV1 atau
PEF, saturasi O2, denyut
jantung
membai
k
Prinsip Terapi Serangan Akut

■ short-acting ß2-agonists (salbutamol, terbutalin)  merupakan terapi pilihan untuk


meredakan gejala serangan akut dan pencegahan bronkospasmus akibat exercise
■ Anticholinergics (ipratropium bromide)  memberi manfaat klinis sebagai tambahan
inhalasi beta agonis pada serangan akut yang berat, merupakan bronkodilator alternatif
bagi pasien yang tidak bisa mentoleransi beta agonis
■ Systemic corticosteroids  digunakan jangka pendek untuk mengatasi eksaserbasi yang
sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi berulang
■ Oksigen  diberikan via kanula hidung atau masker utk menjaga SaO2 >90 %(>95 % utk
wanita hamil dan pasien dgn gangguan jantung), saturasi oksigen perlu dimonitor sampai
diperoleh respon thd bronkodilator
Prinsip Terapi Jangka Panjang

■ Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment yang esensial utk asma
■ Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada pasien sangat penting
■ Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya dan
dimodifikasi secara fleksibel tahap demi tahap
■ Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-kadang diperlukan
■ Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati karena 10-20% pasien asma
alergi terhadap obat ini
■ Beta bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
■ Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien
TATA LAKSANA TERAPI BERDASARKAN
UMUR

(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
Terapi Pada Wanita Hamil
■ Pencegahan asma pada wanita hamil sama dengan pada pasien lainnya 
misalnya dgn beklomethason atau budesonide inhalasi  aman
digunakan dalam kehamilan
■ Sodium kromoglikat juga digunakan sebagai profilaksis asma  dgn
inhalasi, cukup aman pada kehamilan
■ Treatment: salbutamol, terbutalin  jika digunakan scr inhalasi, tidak
mempengaruhi uterus
■ Kortikosteroid oral jangka pendek, spt prednisolon 20-50 mg sehari utk 4-
7 hari cukup aman
■ Jika perlu, sebelum proses melahirkan: injeksi hidrokortison i.m. atau i.v
100 mg setiap 8 jam selama 24 jam cukup menjamin tersedianya
kortikosteroid eksogen
■ teofilin sebaiknya tidak digunakan pada masa akhir kehamilan efek
stimulant : irritability, jitteriness, dan takikardi pada
Terapi Pada Anak-anak dan
Geriatri
Anak-Anak
■ Penggunaan inhalasi menggunakan nebuliser atau MDI dengan spacer
merupakan cara penggunaan obat yang paling tepat
■ Inhalasi kortikosteroid cukup aman untuk anak-anak

Geriatri
• tidak ada hal yang khusus, sama dengan pada dewasa
• Lebih diperhatikan pada kemungkinan terjadi efek samping, terutama pada
penggunaan aminofilin/teofilin
Pasien Asma Yang Akan Menjalani
Pembedahan

- Perlu dievaluasi sebelum pembedahan meliputi gejala, obat asma yang digunakan (khususnya
kortikosteroid sistemik lebih dari 2 minggu dalam 6 bulan terakhir), dan fungsi paru
- Jika mungkin, perlu dilakukan perbaikan fungsi paru sebelum pembedahan sehingga
fungsi paru mencapai level terbaik.
- Jika perlu diberikan kortikosteroid oral jangka pendek untuk mengoptimasi fungsi
parunya.

Utk pasien yang menggunakan KS sistemik 6 bulan terakhir sebelum operasi, atau pasien-
pasien tertentu yang menerima steroid inhalasi dosis tinggi jangka panjang, perlu diberikan 100
mg hydrocortisone setiap 8 jam secara i.v. selama periode operasi dan turunkan dosis secara
cepat dalam 24 jam setelah pembedahan.
Monitoring Terapi

■ pasien harus dipantau dalam 1-2 minggu sampai 1-6 bulan


■ Kalau terkontrol baik,  stepdown, sebaliknya jika tidak terkontrol 
step up
■ Sebelum memutuskan untuk step-up, harus dipastikan dahulu apakah teknik
penggunaan obat (inhaler) sudah benar dan apakah ada paparan alergen.
■ Pemantauan dilakukan dengan menggunakan parameter FEV1/FVC atau PEF
dari hasil spirometer atau peak flow meter.
Peran farmasis
■ Mengedukasi pasien mengenai fakta dasar tentang asma :
O Bedanya saluran nafas yang normal dengan pasien asma
O Apa yang terjadi ketika serangan asma
■ Mengedukasi pasien tentang pengobatan asma
O Bagaimana obat bekerja
O Pengobatan jangka panjang dan pengobatan serangan akut
O Tekankan pada kepatuhan penggunaan obat terutama yang mendapat terapi jangka panjang
■ Mengedukasi tentang teknik penggunaan inhaler yang benar
O Demonstrasikan cara memakai inhaler, dan bentuk device yang lain
■ Memantau penggunaan obat pada saat refill € dapat membantu
mengidentifikasi pasien yang kontrol asmanya kurang baik € komunikasikan
dengan dokternya
■ Mengedukasi pasien untuk memantau kondisinya :
O bagaimana memantau gejala dan mengenal kapan kondisi memburuk,
O kapan dan bagaimana melakukan tindakan darurat (rescue actions)
■ Mengedukasi pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor pemicu
STUDI KASUS
Wanita 51 tahun, baru bercerai dari suaminya. Memiliki pekerjaan
sebagai penjaga perpustakaan. Satu bulan terakhir, sering terbangun
malam hari karena batuk yang terjadi di malam hari. Merasa dadanya
sesak.Karena merasa gejalanya mengganggu, ia pergi ke klinik.

Apa yang harus dilakukan?


Sejarah medik
 Gejala muncul 2x seminggu.
• nokturnal
• Dada sesak
 Pekerjaan : penjaga perpustakaan. Tinggi paparan debu (alergen)
 Kakek penderita asma
 Tidak ada penyakit lain
Pemeriksaan fisik
• Ada mengi
• Tidak ada gejala sianosis
• Ventilasi 24/ menit (hiperventilasi)

Pemeriksaan paru-paru
• FEV1/FVC = 71% (Normal 75-80%)
Hasil diagnosis
• Asma uncontrolled.
• Perlu diberikan terapi reliever dan controller.
• Disarankan menggunakan inhalasi β2 rapid actin (contoh salbutamol)
dan inhalasi glukokortikosteroid (contoh budesonid)
monitoring
Monitoring dilakukan setiap bulan. Dilakukan :
• Penentuan PEF (Peak Expiratory Flow)
• Pengukuran tingkat saturasi oksigen di dalam arteri
• Keadaan gejala (memburuk/membaik)
REFFERENCE
• Anonim, 2007, Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma, National Asthma Education and
Prevention Program (NAEPP), US Department of Helath and Human Service, USA
• Anonim, 2003, A S M A Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta
• Anonim, 2008 revise 2011, British Guideline on the Mangement of Asthma, Quick Reference Guide, The British Thoracic, UK
• Anonim, 2009, Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, DepKes RI, Jakarta
• Anonim, 2012, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative of Asthma, UK.
• Anonim, 2015. Pocket Guide For Asthma Managemet and Prevention. GINA (Global Initiative for Asthma) Updated 2015. USA.
• Chisholm- Burns, 2008, Pharmacotheray Principles and Practice, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Dipiro, Joseph T. et al , 2009, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Dipiro, Joseph T. et al , 2014, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Ikawati, Z, 2011,Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya, Bursa Ilmu, Yogyakarta
• Peter J. Barner, 1998, Asthma Basic Mechanism and Clinical Management, Third Edition, Elseviers Ltd, UK
• Peter J. Barnes, 2009, Asthma and COPD, Second Edition, Elseviers Ltd., UK
• Renganis I, 2008, Diagnosis dan Tata laksana Asma Bronkial, Ikadan Dokter Indonesia, Jakarta
• United States-National Institute of Health: National Heart, Lung, Blood Institute - http://www.nhlbi.nih.gov/health/health
• Asthma. https://en.wikipedia.org/wiki/Asthma
TERIMAKASIH
Pendekatan stepwise
pada penatalaksanaan asma
NAEPP guidelines for Diagnosis and
Prevention of Asthma, NIH
1/11/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes
40
Long term control Quick relieve Education

1/11/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes


41
Long term
Quick relieve Education
control
Long term Quick relieve Education
control

Anda mungkin juga menyukai