Oleh :
Ikhwan Yuda Kusuma,
S.Farm.,M.Si., Apt.
Penyakit inflamasi kronik pada saluran
pernafasan di mana berbagai sel terlibat, Definisi
terutama mast cells, eosinofil, dan limfosit T,
yang
1. dikarakterisir oleh :nafas yang bersifat
obstruksi saluran
reversibel, baik secara spontan maupun
dengan pengobatan,
2. inflamasi jalan nafas, dan
3. hiperresponsivitas jalan nafas terhadap
berbagai stimuli
(NAEPP, 1997)
NAEPP 2007:
-menekankan adanya keterlibatan interaksi
antara ekspresi gen dengan lingkungan,
-infeksi virus sebagai penyebab utama
kejadian dan perkembangan asma
-airway remodeling terlibat dalam asma NAEPP : National
kronis pada sebagian pasien Asthma Education and
1/11/2009 Zullies Ikawati's Prevention Program
Lecture Note
EPIDEMIOLOGI ASMA
Di Amerika, 14 sampai 15 juta orang mengidap
asma, dan kurang- lebih 4,5 juta di antaranya
adalah anak-anak.
■ Jenis kelamin
anak ˃ dewasa
■ Ras
kawasan industri ˃
EPIDEMIOLOGI
ASMA
■ Di Indonesia ?
■ merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien
memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah.
■ Separo dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-
kanak, sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur
40 tahun.
■ dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita
tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala
etnis.
PREVALENSI
ASMA
Berdasarkan perkiraan GINA (2012), 300 juta
orang di dunia menderita asma. Asma merupakan
penyakit kronik yang paling umum terjadi pada
anak-anak.
Prevalensi asma secara global adalah berkisar
antara 1% hingga 18% dari populasi di berbagai
negara.
Prevalensi asma di Indonesia (riskesdas 2013)
adalah 4,5%, prevalensi tertinggi di Sulawesi
tengah (7,8%) dan terendah di lampung (1,6%)
sedangkan DKI Jakarta 5,2%. Prevalensi pada laki
laki (4,4%) hampir seimbang dengan perempuan
(4,6%).
Faktor Pemicu
Asma
■ ISPA (rhinovirus,
influenza, pneumonia,
dll)
■ Alergen (debu, serbuk sari
bunga, tengu, kecoa, jamur,
dll)
■ Lingkungan (udara dingin, gas
SO2, NO2, asap rokok, dll)
■ Emosi : cemas, stress
■ Olahraga: terutama pada
suhu dingin dan kering
■ Obat/pengawet : Aspirin,
NSAID, sulfit, benzalkonium
klorida, beta bloker
■ Stimulus pekerjaan
Obat-obat yang menginduksi bronkospasme
Patofisiologi
■ Inflamasi • Gangguan inflamasi
■ pada saluran
Bronkokonstriksi
pernafasan
■ Hipersekresi mukus • Melibatkan :
■ hiperresponsivitas • Sel-sel penyebab
■ Remodeling saluran inflamasi
nafas • Perubahan
struktur pada
sel-sel di saluran
pernafasan
www.network-health.org
AIRWAY
HYPERRESPONSIVENESS
• Merupakan respon bronkokontriksi yang berlebihan
terhadap sejumlah variasi stimulus.
• Mekanisme yang mempengaruhi airway
hyperresponsiveness sangat beragam, termasuk inflamasi,
disfungsional neuroregulasi, dan perubahan struktural.
• Inflamasi menjadi faktor utama yang menentukan tingkat
airway hyperresponsiveness.
AIRWAY REMODELING
• Perubahan struktur permanen dapat terjadi yang
berkaitan dengan kehilangan fungsi paru secara
progresif.
• Airway remodeling meliputi aktivasi banyak sel
struktural, konsekuensinya perubahan permanen
yang meningkatkan obstruksi jalan udara dan
airway hyperresponsiveness.
• Perubahan struktural meliputi penebalan membran
sub-basement, fibrosis subepitelial, hipertrofi otot
polos jalan udara, dan hiperplasia kelenjar mukus
dan hipersekresi.
Inflamasi akut
• Inflamasi akut fase awal terjadi
ketika suatu alergen masuk ke
dalam sistem pernafasan untuk
yang kedua kalinya kemudian
alergen tersebut berikatan pada
IgE yang menempel pada sel
mast dan basofil Setelah itu,
terjadi proses degranulasi
menyebabkan pelepasan
mediator proinflamasi seperti
histamin dan eikosanoid
menginduksi kontraksi otot
polos, sekresi mukus,
vasodilatasi dan eksudasi plasma
pada jalan udara
Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6-9 jam setelah masuknya alergen ke dalam tubuh. Respon imun diawali dengan
aktivasi sel T oleh antigen mll sel dendrit sbg APC. Respon imun dari Sel T dpt mll mekanisme sel T-IgE maupun
mekanisme sel T –non IgE. Aktivasi sel T dapat menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin TH2 dan menjadi kunci
mekanisme late-phase
Interaksi antara CD4 T Cells dan B Cells yang penting dalam
sintesis IgE
• Imunitas humoral pd asma
ditandai oleh produksi IgE
oleh sel B
• imunitas seluler diperankan
oleh sel T. Sel T mengaktifkan
sel B mll sekresi bbg sitokin.
• Sel B akan menghasilkan IgE
yg dpt menempel pd sel mast
yg oleh alergen akan mybb sel
mast mjd aktif dan melepaskan
mediator inflamasi
Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik pada asma dikarakterisir oleh :
■ Infiltrasi eosinofil dan limfosit ke jaringan saluran nafas
■ Pengelupasan (shedding) epithelial cells bronkus dan
penebalan lapisan subepitelial
Inflamasi eosinofilik pada
asma Inflamasi adl kata kunci utk
perub patologis pd asma.
Inflamasi pd asma
dikarakterisir oleh inflitrasi
eusinofil dan limfosit ke
saluran nafas.
Hiperesponsibilitas bronkus
berkaitan dg peningkan
eosinofil (respon asmatik
lambat). Inflamasi pd asma
mybb pengelupasan sel
epitel bronkus dan
penebalan lap subepitel.
Reflek Axon Pada Asma Dan Pengelupasan Epitel Oleh Eosinofil
• Axon reflex in asthma.
Possible neurogenic
inflammation in asthmatic
airways via retrograde
release of peptides from
sensory nerves via an axon
reflex.
• Substance P (SP) causes
vasodiatation, plasma
exudation and mucus
secretion, whereas
neurokinin A (NKA) causes
bronchoconstriction and
enhanced cholinergic
reflexes and calcitonin gene-
MODERN VIEW OF ASTHMA
Allergen
Eosinophil
Mucus plug
Epithelial shedding
Nerve activation
Subepithelial
fibrosis
Plasma leak
Oedema Sensory nerve
activation
Mucus Cholinergic
Vasodilatation
hypersecretion reflex
hyperplasia New vessels
Bronchoconstriction
Hypertrophy/hyperplasia
Istilah-istilah penyakit asma terkait etiologi
Derajat 2. > 2 X per minggu tapi < 1 x per >2 X sebulan FEV1/FVC ≥ 80 %
Persisten hari prediksi
ringan Variasi 20% - 30%
Derajat 1 Gejala < 2 X seminggu ≤ 2 X sebulan FEV1/FVC ≥ 80 %
Asma intermitten Asimtomatik dan PEF normal prediksi Variasi <
antar serangan 20 %
DIAGNOSA ASMA
Anamnesis
• Apakah ada batuk yang berulang terutama malam menjelang dini hari?
• Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen atau
polutan?
• Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan sesak di dada dan
selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
• Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau olah raga?
• Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega
(bronkodilator)?
• Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu yang
ekstrim (tiba-tiba)?
• Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
• Apakah dalam keluarga ada yang menderita asma atau alergi?
Pemeriksaan fisik
• Inspeksi, palpasi, perkusi, Auskultasi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer.
Diagnosis asma umumnya ditunjukkan dengan nilai VEP1 < 80% dan
VEP1/KVP < 75%.
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat Peak Expiratory Flow
Meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus (test hipereaktivitas bronkus)
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test).
Foto toraks
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan paru-paru
• Pemeriksaan fungsi paru-paru Spirometer FEV1 dan
FVC
Pemeriksaan Penunjang
• FEV1 volume udara yang dikeluarkan secara maksimal dalam 1
detik
• FVC volume udara yang secara paksa dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal
• FEV1/FVC Normal : 75%-80%
Tidak Normal : <75%
• Nilai FEV1/FVC tidak normal obstruksi atau restriksi paru
TERAPI ASMA
Tujuan Terapi
Tujuan : memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal
dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala
■ Terapi farmakologi:
✓ Terapi jangka panjang : Long-term control medications
menurunkan frekuensi tanda dan gejala yang muncul digunakan
terus menerus (asma dengan jenis tidak terkontrol dan terkontrol
sebagian)
✓ Terapi serangan akut : Quick-relief medications ( formerly called
relievers or rescuers) pelega kerja cepat pada saat serangan
hanya saat dibutuhkan saja
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Memberikan edukasi atau penjelasan kepada penderita/ yang merawat
penderita mengenai berbagai hal tentang asma, misalnya tentang terjadinya
asma, bagaimana mengenal pemicu asmanya dan mengenal tanda-tanda awal
keparahan.
Antagonis
Metyl Xantin
Leukotrien
TERAPI
FARMAKOLO
GI
Kortikosteroi Antikolinergi
d k
Kromolin
BRONKODILATOR (AGONIS β-
ADRENERGIK)
Terdiri dari 3 Tipe, yaitu :
• Nonselective adrenergics
• Stimulate alpha-, beta1- (cardiac), and beta2- (respiratory) receptors
• Example: epinephrine
• Nonselective beta-adrenergics
• Stimulate both beta1- and beta2-receptors
• Example: isoproterenol
• Selective beta2 drugs
• Stimulate only beta2-receptors
• Example: salbutamol
BRONKODILATOR (AGONIS β-
ADRENERGIK)
Mekanisme Kerja:
Stimulasi reseptor ß2 adrenergik →epinefrin atau
agonisnya → mengaktifkan Adenyl cyclase → ↑ cyclic
AMP intra sel → ↓konsentrasi Ca++ bebas dalam sel →
relaksasi otot polos bronkus dan terjadi bronkodilatasi.
Karakteristik Antikolinergik :
• Efektivitas lebih rendah dari golongan rapid acting β2-agonist
• Penggunaan bersama dengan golongan rapid acting β2-agonist
efektivitas meningkat meningkatkan perbaikan pada fungsi paru-paru &
menekan angka kematian secara signifikan
• Terapi alternatif untuk pasien gangguan jantung tidak dapat digunakan
terapi dengan rapid acting β2-agonist
• Efek samping : mulut kering dan penurunan fungsi pengecap
METYL XANTIN
Ada 3 obat golongan metilxantin yang terpenting, y.i:
- Teofilin
- Teobromin
- Kafein
Penggunaannya :
Pada serangan asma akut dan keadaan asma glukokortikoid dosis tinggi
dikombinasi dengan agonis reseptor ß2 adrenergic selektif.
Gluko : - parenteral ; ex : - Methyl Prednison, Sodium Succinat
Hidrokortison
- Oral ; ex :- Methyl Prednison atau prednisone
• Anti IgE
• Anti IgE (omalizumab) adalah terapi
plihan pada pasien yang mengalami
kenaikan kadar IgE serum (indikasi
pasien dengan asma alergi parah yang
tidak terkontrol oleh glukokortikosteroid
inhalasi)
TERAPI FARMAKOLOGI LAINNYA
• Glukokortikosteroid Sistemik
• Glukokortikosteroid sistemik mungkin dibutuhkan untuk asma tidak terkontrol, tetapi
penggunaan dibatasi oleh resiko efek samping signifikan.
• Sediaan oral lebih banyak digunakan daripada rute parenteral (intramuskular atau intravena)
untuk menurunkan efek mineralokortikoid, waktu paruh pendek.
• Efek samping : osteoporosis, hipertensi arteri, diabetes, hipotalamus-pituitari-axis adrenal
supresi, obesitas, katarak, glaukoma, penipisan kulit, dan kelelahan otot.
■ Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment yang esensial utk asma
■ Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada pasien sangat penting
■ Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya dan
dimodifikasi secara fleksibel tahap demi tahap
■ Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-kadang diperlukan
■ Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati karena 10-20% pasien asma
alergi terhadap obat ini
■ Beta bloker sering memicu kekambuhan gejala asma
■ Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien
TATA LAKSANA TERAPI BERDASARKAN
UMUR
(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
(NAEPP, 2007)
Keterangan :(ICS, inhaled corticosteroid; LABA, long-acting β-agonist; LTRA,leukotriene receptor antagonist;
PRN, as needed; SABA, short-acting β-agonist.)
Terapi Pada Wanita Hamil
■ Pencegahan asma pada wanita hamil sama dengan pada pasien lainnya
misalnya dgn beklomethason atau budesonide inhalasi aman
digunakan dalam kehamilan
■ Sodium kromoglikat juga digunakan sebagai profilaksis asma dgn
inhalasi, cukup aman pada kehamilan
■ Treatment: salbutamol, terbutalin jika digunakan scr inhalasi, tidak
mempengaruhi uterus
■ Kortikosteroid oral jangka pendek, spt prednisolon 20-50 mg sehari utk 4-
7 hari cukup aman
■ Jika perlu, sebelum proses melahirkan: injeksi hidrokortison i.m. atau i.v
100 mg setiap 8 jam selama 24 jam cukup menjamin tersedianya
kortikosteroid eksogen
■ teofilin sebaiknya tidak digunakan pada masa akhir kehamilan efek
stimulant : irritability, jitteriness, dan takikardi pada
Terapi Pada Anak-anak dan
Geriatri
Anak-Anak
■ Penggunaan inhalasi menggunakan nebuliser atau MDI dengan spacer
merupakan cara penggunaan obat yang paling tepat
■ Inhalasi kortikosteroid cukup aman untuk anak-anak
Geriatri
• tidak ada hal yang khusus, sama dengan pada dewasa
• Lebih diperhatikan pada kemungkinan terjadi efek samping, terutama pada
penggunaan aminofilin/teofilin
Pasien Asma Yang Akan Menjalani
Pembedahan
- Perlu dievaluasi sebelum pembedahan meliputi gejala, obat asma yang digunakan (khususnya
kortikosteroid sistemik lebih dari 2 minggu dalam 6 bulan terakhir), dan fungsi paru
- Jika mungkin, perlu dilakukan perbaikan fungsi paru sebelum pembedahan sehingga
fungsi paru mencapai level terbaik.
- Jika perlu diberikan kortikosteroid oral jangka pendek untuk mengoptimasi fungsi
parunya.
Utk pasien yang menggunakan KS sistemik 6 bulan terakhir sebelum operasi, atau pasien-
pasien tertentu yang menerima steroid inhalasi dosis tinggi jangka panjang, perlu diberikan 100
mg hydrocortisone setiap 8 jam secara i.v. selama periode operasi dan turunkan dosis secara
cepat dalam 24 jam setelah pembedahan.
Monitoring Terapi
Pemeriksaan paru-paru
• FEV1/FVC = 71% (Normal 75-80%)
Hasil diagnosis
• Asma uncontrolled.
• Perlu diberikan terapi reliever dan controller.
• Disarankan menggunakan inhalasi β2 rapid actin (contoh salbutamol)
dan inhalasi glukokortikosteroid (contoh budesonid)
monitoring
Monitoring dilakukan setiap bulan. Dilakukan :
• Penentuan PEF (Peak Expiratory Flow)
• Pengukuran tingkat saturasi oksigen di dalam arteri
• Keadaan gejala (memburuk/membaik)
REFFERENCE
• Anonim, 2007, Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma, National Asthma Education and
Prevention Program (NAEPP), US Department of Helath and Human Service, USA
• Anonim, 2003, A S M A Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta
• Anonim, 2008 revise 2011, British Guideline on the Mangement of Asthma, Quick Reference Guide, The British Thoracic, UK
• Anonim, 2009, Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, DepKes RI, Jakarta
• Anonim, 2012, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative of Asthma, UK.
• Anonim, 2015. Pocket Guide For Asthma Managemet and Prevention. GINA (Global Initiative for Asthma) Updated 2015. USA.
• Chisholm- Burns, 2008, Pharmacotheray Principles and Practice, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Dipiro, Joseph T. et al , 2009, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Dipiro, Joseph T. et al , 2014, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
• Ikawati, Z, 2011,Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya, Bursa Ilmu, Yogyakarta
• Peter J. Barner, 1998, Asthma Basic Mechanism and Clinical Management, Third Edition, Elseviers Ltd, UK
• Peter J. Barnes, 2009, Asthma and COPD, Second Edition, Elseviers Ltd., UK
• Renganis I, 2008, Diagnosis dan Tata laksana Asma Bronkial, Ikadan Dokter Indonesia, Jakarta
• United States-National Institute of Health: National Heart, Lung, Blood Institute - http://www.nhlbi.nih.gov/health/health
• Asthma. https://en.wikipedia.org/wiki/Asthma
TERIMAKASIH
Pendekatan stepwise
pada penatalaksanaan asma
NAEPP guidelines for Diagnosis and
Prevention of Asthma, NIH
1/11/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes
40
Long term control Quick relieve Education