Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :
dr. Putri Nurra Kusumawardhany Hakim

Pembimbing :
dr. I Gusti Agung Indra Adi Kusuma, Sp.PD

Pendamping :
dr. Indah Purnamawati

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RS KARYA DHARMA HUSADA
PROVINSI BALI
TAHUN 2022/2023

1
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan kasus ini disusun dalam
rangka mengikuti “Program Internsip Dokter Indonesia” di RSU Karya Dharma Husada,
Buleleng.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:

1. dr. I Gusti Agung Indra Adi Kusuma, Sp.PD selaku pembimbing pembuatan
laporan kasus ini.

2. dr. Indah Purnamawati, selaku dokter pendamping di RS RSU Karya Dharma


Husada Buleleng.

3. Dokter Umum di RSU Karya Dharma Husada Buleleng

4. Teman sejawat Dokter Internsip di RSU Karya Dharma Husada Buleleng, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi banyak masyarakat.

Buleleng, 25 Juli 2022

Penulis

2
2
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Penyakit ini bersifat kronik menular yang ditularkan melalui udara antar
manusia secara droplet, bersin ataupun batuk. Tuberkulosis disebut TB paru apabila
menginfeksi parenkim paru, sementara itu apabila menginfeksi diluar paru maka disebut
TB ekstra paru.1
Indonesia merupakan negara endemis tuberkulosis, dengan peringkat nomor dua
dengan negara terbanyak kasus TB paru setelah India. Hal ini menyebabkan beban
ekonomi yang tinggi di Indonesia. Diantara beberapa permasalahan dalam
penganggulangan TB adalah rendahnya penemuan kasus, sehingga pasien tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat. Kondisi ini menyebabkan peningkatan mortalitas
dari kasus TB, padahal dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, maka hampir semua
pasien TB dapat disembuhkann.2,3
Pada beberapa kasus, kondisi-kondisi pasien dapat meningkatkan terjadinya TB
paru, yaitu pada pasien dengan HIV positif atau penyakit imunokompromais lainnya,
orang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, perokok, anak usia dibawah 5
tahun dan lansia, memiliki kontak erat dengan pasien TB aktif, berada pada lingkungan
dengan resiko tinggi infeksi, pencahayaan kurang, ventilasi yang kurang baik.3,5
Secara prognosis, TB paru memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi. Maka dari
itu, penting untuk melakukan diagnosis serta tatalaksana yang tepat untuk memberikan
prognosis kesembuhan yang baik, serta pencegahan yang adekuat untuk menekan
peningkatan kasus TB dan komplikasi lainnya akibat keterlambatan dalam diagnosis dan
ketidaktepatan dalam tatalaksana.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M.TB) berbentuk batang yang bersifat tahan asam. TB
paru adalah bila penyakit menginfeksi parenkim paru, sementara TB ekstra paru adalah
TB tanpa kelainan di parankim paru.1

2.2 Epidemiologi, Etiologi dan Transmisi


Mycobacteriam tuberculosis merupakan pathogen yang menginfeksi sepertiga
penduduk dunia. Indonesia merupakan negara dengan daerah endemis tuberkulosis yang
berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus TB yang ada di dunia. Angka insiden TB adalah
399 per 100.000 dan angka prevalensi TB sebesar 647 per 100.000 berdasarkan data
tahun 2013-2014 dari Badan Litbangkes Kemenkes RI.2,3
Kuman TB yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4
mycron memiliki sifat aerob. Maka dari itu, kuman ini memiliki sifat yang lebih
menyukai jaringan dengan tinggi kandungan oksigen, sehingga paru-paru menjadi
tempat sering terjadinya penyakit tuberculosis terutama pada bagian apeks. 3 Bakteri ini
ditularkan melalui udara antar manusia. Penularan bisa terjadi melalui droplet dengan
cara batuk, bersin ataupun berbicara. Tak hanya itu, pada prosedur yang menyebabkan
hasil aerosol juga dapat berpotensi menyebabkan penyebaran bakteri. Bakteri
tuberkulosis dapat bertahan hingga 4 jam di udara, dengan ukurannya yang kecil, maka
bakteri dapat mencapai ruang alveolar di paru dan kemudian melakukan replikasi.2,3

2.3 Faktor Resiko


Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan tuberkulosis,
seperti:
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais
2. Orang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia < 5 tahun dan lansia

2
6. Memiliki kontak erat dengan penyakit TB aktif
7. Berada di tempat dengan resiko tinggi terinfeksi dengan pencahayaan yang
buruk dan ventilasi yang minim

2.4 Manifestasi Klinis


Terdapat gejala kardinal dari TB paru, yaitu:5
1. Batuk >/ 2 minggu
2. Penurunan berat badan
3. Berkeringat di malam hari
4. Demam tidak terlalu tinggi
Sementara, gejala lainnya dapat berupa:
1. Batuk berdahak hingga bercampur darah
2. Sesak napas
3. Malaise
4. Penurunan nafsu makan
Apabila menunjukkan gejala berikut, maka perlu dicurigai adanya resiko terinfeksi
bakteri mycobacterium tuberkulosis dan diperlukan pemeriksaan mikroskopis untuk
menegakkan diagnosis.

2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


2.5.1 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan dengan menidentifikasi adanya gejala
klinis dari penyakit tuberkulosis serta faktor resiko dari pasien. Pada pemeriksaan fisis,
dilakukan identifikasi tanda-tanda vital serta status generalis. Pada pemeriksaan paru,
biasanya akan dijumpai ronkhi pada bagian apeks paru.5
Pada prinsipnya, penegakkan diagnosis TB pada orang dewasa harus melalui
pemeriksaan bakteriologis dan tidak dapat hanya melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisis saja. Foto toraks juga tidak dapat dijadikan acuan karena tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik terhadap TB paru. Sehingga, semua pasien terduga TB harus
menjalani pemeriksaan bakteriologis yaitu pemeriksaan sputum dengan metode Basil
Tahan Asam (BTA) dan juga Tes Cepat Molekuler (TCM).2,5

3
Metode pemeriksaan terbanyak yang digunakan adalah pemeriksaan mikroskopis,
namun metode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah serta tidak mampu
menentukan kepekaan obat. Sehingga, pemeriksaan TCM dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya bakteri tuberkulosis dan kepekaan terhadap Rifampisin. Hal ini
dapat membantu dalam pemberian obat yang sesuai untuk pasien dan menghindari
kejadian resistensi terhadap obat. Pemeriksaan TCM memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih baik dibanding pemeriksaan mikroskopis, namun pemeriksaan
TCM tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjutan untuk pasien dalam
pengobatan, karena hasil positif tidak selalu mengindikasikan mikroorganisme yang
hidup. Sehingga, pemeriksaan mikroskopis tetap diperlukan untuk pemeriksaan evaluasi
masa pengobatan.4,5

Gambar 1. Algoritma diagnosis TB Paru.2,4,5


Apabila berada di fasilitas kesehatan yang tidak memiliki pemeriksaan BTA
maupun TCM, maka dapat dilakukan foto toraks dan apabila gambaran menunjukkan

4
TB maka pasien dianggap sebagai kasus TB Tekonfirmasi Klinis. Sementara, pada
kondisi foto toraks dengan gambaran tidak mendukung TB, maka perlu dicari penyebab
lainnya, namun apabila tidak ada perbaikan dan terdapat faktor resiko TB, maka pasien
dapat dikatergorikan sebagai kasus TB Terkonfirmasi Klinis dan dapat diberikan
pengobatan TB Lini 1.2,4
Pada kondisi dengan adanya akses BTA dan TCM, maka setelah didapatkan hasil
positif pasien akan dikategorikan sebagai TB Terkonfirmasi Bakteriologis dan dapat
diberikan pengobatan TB Lini 1. Pada kondisi pemeriksaan TCM dengan hasil resisten
terhadap obat TB, maka pengobatan dapat disesuaikan dengan kategori resistensi obat
pasien.2,4

2.5.1 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari TB paru adalah:1,5
- Pneumonia
- Kanker paru
- Pneumonia aspirasi
- Abses paru

2.6 Klasifikasi Pasien TB


Pasien TB dapat diklasifikasikan ke beberapa kelompok, yaitu:1,5
1. Berdasarkan diagnostik:
a. TB Paru terkonfirmasi bakteriologis
b. TB Paru terkonfirmasi klinis
2. Berdasarkan riwayat pengobatan:
a. Kasus baru
b. Kasus kambuh
c. Kasus gagal pengobatan
d. Loss to follow up
3. Berdasarkan hasil uji kepekaan obat:
a. Monoresisten
b. Poliresisten
c. Multidrug resistant (TB MDR)
d. Extensive drug resistant (TB XDR)

5
e. Rifampicin resistant (TB RR)

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Fase Intensif
Fase intensif berlangsung selama 2 bulan dengan pengobatan dengan pengobatan
terdiri dari 4 obat. Pada fase ini, diharapkan terjadi pengurangan jumlah kuman
disertai perbaikan klinis. Pasien dengan TB Paru positif yang memiliki potensi
menularkan akan menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu dari awal
pengobatan, dan sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi
negatif setelah masa pengobatan fase intensif.1
b. Fase Lanjutan
Pada fase lanjutan, pengobatan yang diberikan akan lebih sedikit namun dalam
waktu yang lebih panjang yaitu sekitar 4 bulan. Fase ini bertujuan untuk
membersihkan sisa-sisa kuman serta mencegah terjadinya kekambuhan.1

Tabel 1. Panduat OAT yang digunakan di Indonesia (Kemenkes, 2016)3

Tabel 2. Tabel Jenis OAT-KDR yang tersedia (BPOM, 2017)3

6
Tabel 3. Dosis pengobatan OAT-KDT3

Dalam masa pengobatan, pasien juga akan dilakukan pemeriksaan sputum untuk
pemantauan hasil pengobatan. Pada pasien dengan regimen pengobatan 6 bulan, maka
pemeriksaan sputum akan dilakukan pada akhir fase intensif (akhir bulan kedua), pada
fase lanjutan (akhir bulan keempat) dan pada akhir pengobatan (akhir bulan keenam).1
Pada masa pengobatan, sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping yang bermakna, namun sebagian pasien juga ada yang mengalami efek
samping. Penting untuk dilakukan edukasi ke pasien dan keluarga mengenai efek
samping yang bisa dirasakan oleh pasien pada masa pengobatan.1

2.8 Edukasi Kepada Pasien dan Keluarga


Tuberkulosis adalah penyakit kronis dan membutuhkan pengobatan jangka
panjang, sehingga penting untuk pasien dan keluarga diberikan edukasi seperti:5
1. Meyakinkan bahwa penyakit tuberkulosis paru memiliki prognosis yang baik
2. Memberitahu bahwa TB Paru dapat diobati namun memerlukan pengobatan
jangka panjang
3. Memberikan informasi mengenai cara pengobatan dan efek sampingnya
4. Memberikan informasi mengenai pentingnya peran keluarga sebagai Pengawas
Minum Obat (PMO) untuk keberhasilan terapi pasien

7
5. Memeriksakan keluarga yang satu tempat tinggal bersama pasien
6. Edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat seperti memastikan adanya
sirkulasi udara dan cahaya yang baik di rumah, etika batuk dan bersin serta
penggunaan masker yang tepat

2.9 Prognosis
Prognosis TB Paru secara umum sangat baik. Keberhasilan pengobatan TB Paru
bergantung pada status TB pasien, kepatuhan pengobatan pasien, serta penyakit bawaan
pasien.

BAB III
LAPORAN KASUS

8
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. NN
Tanggal Lahir : 31-12-1970
Umur : 51 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banyuning
MRS : 18 Maret 2022
Tanggal Pemeriksaan : 18 Maret 2022
Nomor Rekam Medis : 08-46-80

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


Keluhan Utama: Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS. Karya Dharma Husada diantar oleh keluarga pada
tanggal 18 Maret 2022 dengan keluhan batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk memberat
1 minggu terakhir, batuk disertai dahak dan darah berwarna merah segar namun saat ini
sudah jarang, dahak saat ini berwarna hijau kecoklatan. Keluhan disertai dengan napas
terasa berat sejak batuk, nyeri menelan (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-),
pilek (-). Terdapat demam (+), keringat dingin di malam hari (+) jarang, penurunan
berat badan (+) kurang lebih 3kg dalam 2 bulan. Tidak ada keluhan serupa di
lingkungan pasien, napsu makan dan minum menurun, BAB dan BAK dalam batas
normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 2 tahun lalu dengan pengobatan
metformin 1x500mg dan glicazin 1x80mg. Tidak ada riwayat hipertensi, sakit jantung,
riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien dikatakan tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan

9
Pasien sebelumnya tidak ada konsumsi obat untuk keluhan batuk.

Riwayat Pribadi, Sosial, dan Lingkungan


Pasien masuk rumah sakit menggunakan jaminan kesehatan nasional. Pasien
sehari-hari tinggal dengan anak pasien. Kebersihan rumah secara umum cukup baik.
Terdapat ventilasi yang cukup di dalam rumah dan jendela di kamar.

3.3 Pemeriksaan Fisik (18/03/2022)


Status Present
Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/72
Nadi : 141 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 28 kali/menit, regular
Suhu Aksila : 38,0°C
Saturasi Oksigen : 98% udara ruangan
Berat Badan (BB) : 52 kg
Tinggi Badan (TB) : 155 cm

Status General
Kepala : normosepali
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor
THT
Telinga : serumen (-/-), membran timpani intak (+/+)
Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis
Lidah : sianosis (-)
Bibir : sianosis (-), mukosa kering (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP tidak dievaluasi

Thoraks

10
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, heaving (-), thrilling (-)
Auskultasi : S1S2 normal regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : bentuk normal, gerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dinding dada teraba simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : suara sonor (+/+)
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronki (+/+) pada apeks paru,
wheezing (-/-)
Abdomen : Distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (+) epigastrium
Extremitas : akral hangat (+), sianosis (-), edema (-)
Kulit : CRT < 2 detik
Genitalia Eksterna : Tidak dievaluasi

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 4. Pemeriksaan Darah Lengkap (18 Maret 2022)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan

WBC 12,1 4 – 10 H

MID# 1.7 0.1 – 1.5 H

HGB 9,1 11,0 – 15,0 L

RBC 3,23 3,50 – 5,00 L

HCT 27,5 37,0 – 47,0 L

PLT 392 100 - 500 N

11
Tabel 5. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu, Ureum/Creatinine dan Swab Antigen
COVID-19 (18 Maret 2022)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Glukosa Sewatu 302 60-100 H
Creatinine 0.93 0.50 – 0.90 H
Ureum 11.0 6.0 – 23.0 N
Antigen SARS-COV-2 Negatif Negatif N

Grafik 2. Foto Rontgen Toraks 18 Maret 2022


Expertise Radiologi:
Cor: besar dan bentuk kesan normal
Pulmo: tampak konsolidasi pada suprahiler kanan dengan kavitas di dalamnya disertai
penarikan trachea dan mediastinum ke hemithorax kanan, tampak patchy infiltrate pada
suprahiler kiri, parahiler dan paracardial kanan kiri, tidak tampak infiltrat, nodul,
corakan bronchovascular kesan normal, hillus kanan kiri normal. Diaphragma kanan
kiri normal
Sinus costophrenicus kanan kiri normal
Tulang-tulang: tidak tampak kelainan
Kesimpulan:
Cor tidak tampak kelainan

12
Gambaran radiologis mengesankan TB paru dengan schwarte kanan
Tabel 6 Pemeriksaan Gene Expert (22 Maret 2022)
Jenis Pemeriksaan Hasil Keterangan
Gene Expert MTB Detected Medium Positive TB
Rif Resistence NOT DETECTED

3.5 Diagnosis
TB paru kasus baru terkonfirmasi TCM
Pneumonia
DM Tipe 2

3.6 Penatalaksanaan
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- O2 nasal 1-2lpm k/p sesak
- Omeprazole 2x40mg (IV)
- Ondansentron 3x4mg (IV)
- Nac 3x200mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO
- Cek GDP dan GD2PP tiap pagi

Konsultasi dengan dr. Indra, SpPD:


- Ceftriaxone injeksi 1x2 gram
- Curcuma 1x1
- Antasid 3x1
- Obat oral diabetes stop, diganti dengan insulin:
- Apidra 3x6
- Lantus 1x16

Pengobatan OAT setelah pulang dan berobat ke faskes tingkat 1:


- Pengobatan TB paru dengan regimen 2(RHZE) 4(HR)3
- 3 tablet 4 KDT pada fase intensif (2 bulan) setiap hari dengan dosis:
75 mg INH

13
150 mg Rifampisin
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
- 3 tablet 2 KDT pada fase lanjutan (4 bulan) 3 kali seminggu dengan dosis:
150 mg INH
150 mg Rifampisin

3.7 KIE
- Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien mencakup diagnosis, faktor
risiko, tatalaksana, dan prognosis yang akan diberikan kepada pasien.
- Memberikan informasi mengenai kesediaan menjalani pengobatan jangka
panjang, cara mencegah penularan TB, kontak serumah, adanya pengawas minum
obat (PMO) serta efek samping obat.
- Edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat
- Edukasi mengenai pemeriksaan rutin untuk mengetahui efektifitas pengobatan

3.8 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

3.9 Perkembangan Pasien


Catatan Integrasi Rawat Inap
Tanggal
S O A P
18 Maret 2022 Demam (+) St. Present - Susp. TB Terapi
naik turun , ● TD: 110/72 Paru dd dilanjutkan
Mual(+), mmHg
pneumonia
Muntah(-), ● N: 141 x/mnt
Nyeri ulu hati ● RR: 28 x/mnt - DM Tipe 2
(+), Nyeri ● Tax: 38,0 OC
menelan (+), ● Saturasi O2:
Sesak (-), 98%
Makan/Minu St. General
m (+/+) ● Dalam batas

14
menurun, normal
BAB/BAK(+/
+) Normal
19 Maret 2022 Demam (+) St. Present - Susp. TB Terapi lanjut
naik turun , ● TD: 129/83 Paru dd
Mual(+), mmHg
pneumonia
Muntah(-), ● N: 85 x/mnt
Nyeri ● RR: 20 x/mnt - DM Tipe 2
menelan (+), ● Tax: 37,5 OC
Batuk (+), ● Saturasi O2:
Makan/Minu 98%
m (+/+) St. General
menurun, Dalam batas
BAB/BAK(+/ normal
+) Normal
20 Maret 2022 Demam (+) St. Present - Susp. TB Terapi lanjut
naik turun , ● TD: 119/81 Paru dd
Mual(-), mmHg
pneumonia
Muntah(-), ● N: 101 x/mnt
Batuk (+), ● RR: 20 x/mnt - DM Tipe 2
Makan/Minu ● Tax: 38,1 OC
m (+/+), ● Saturasi O2:
BAB/BAK(+/ 98%
+) Normal St. General
Dalam batas
normal
21 Maret 2022 Demam (+) St. Present - Susp. TB Terapi lanjut
naik turun , ● TD: 120/74 Paru dd
Mual(-), mmHg
pneumonia
Muntah(-), ● N: 82 x/mnt
Batuk (-), ● RR: 20 x/mnt - DM Tipe 2
Makan/Minu ● Tax: 37,0 OC
m (+/+), ● Saturasi O2:
BAB/BAK(+/ 98%
+) Normal St. General
Dalam batas
normal
22 Maret 2022 Demam (+) St. Present - TB Paru Terapi lanjut
naik turun, ● TD: 125/79 kasus baru
Makan/Minu mmHg
terkonfirmasi
m (+/+), ● N: 80 x/mnt
BAB/BAK(+/ ● RR: 18 x/mnt

15
+) Normal ● Tax: 36,5 OC TCM
● Saturasi O2: - Pneumonia
98%
- DM Tipe 2
St. General
Dalam batas
normal
23 Maret 2022 Demam (+) St. Present - TB Paru Terapi lanjut,
naik turun , ● TD: 129/83 BPL
kasus baru
Makan/Minu mmHg
terkonfirmasi
m (+/+), ● N: 80 x/mnt
BAB/BAK(+/ ● RR: 18 x/mnt TCM
+) Normal ● Tax: 36,5 OC - Pneumonia
● Saturasi O2:
- DM Tipe 2
98%
St. General
Dalam batas
normal

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 2 bulan yang lalu yang memberat 1
minggu terakhir. Selain itu, dari anamnesis didapatkan bahwa batuk disertai dahak dan
darah berwarna merah segar namun saat ini sudah jarang. Dari keluhan utama pasien
maka dipikirkan beberapa diagnosis banding dari batuk yaitu TB Paru, pneumonia dan
kanker paru. Keluhan lainnya pada pasien disertai dengan mual, demam tidak terlalu
tinggi, keringat dingin di malam hari, penurunan nafsu makan serta penurunan berat
badan, namun tidak ada keluhan serupa di lingkungan pasien. Keluhan lain seperti sesak
dan merasa sering lelah tidak ditemukan. Pasien juga memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus yang sedang dalam pengobatan. Berdasarkan anamnesis, maka
diagnosis mengarah ke TB paru dengan adanya klinis demam, keringat dingin dan
penurunan berat badan, namun diagnosis banding pneumonia belum dapat disingkirkan
tetapi diagnosis banding kanker paru sudah dapat disingkirkan karena tidak adanya
sesak napas, rasa mudah lelah serta penurunan berat badan drastis. Selain itu, adanya
penyakit diabetes mellitus yang diderita pasien juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya TB paru karena diabetes mellitus dapat menyebabkan kondisi
imunokompormais dan merupakan salah satu faktor resiko dari TB paru.
Pada pemeriksaan fisik, hal signifikan yang ditemukan adalah adanya rhonki pada
apeks paru dan pada pemeriksaan palpasi ditemukan simetris pada kedua paru. Hal ini
mempertegas temuan kasus TB paru, karena kuman Mycobacterium tuberculosis adalah
kuman yang bersifat aerob dan apeks paru memiliki jumlah oksigen paling banyak di
dalam paru karena terletak paling atas.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium, ditemukan peningkatan white blood
cell sebagai penanda infeksi serta peningkatan kadar glukosa darah yang menunjukkan
adanya kondisi diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol. Selain itu, pada
pemeriksaan penunjang radiologi, ditemukan adanya kavitas pada paru kanan pasien.
Sehingga, dari pemeriksaan penunjang mengesankan adanya TB paru.
Penegakkan diagnosis TB paru seperti yang sudah dijelaskan tidak hanya dapat
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium dan
radiologi saja. Diperlukan adanya pemeriksaan mikroskopis atau TCM untuk

17
menegakkan diagnosis. Pada kasus ini, ditemukan bahwa pemeriksaan TCM memiliki
hasil “MTB Detected Medium, Rif Resistence NOT DETECTED” yang mengartikan
bahwa pada pemeriksaan sputum pasien ditemukan adanya kuman TB namun tidak
ditemukan adanya resistensi obat. Maka dari itu, dengan adanya pemeriksaan TCM
positif kuman TB, diagnosis TB paru kasus baru terkonfirmasi TCM sudah dapat
ditegakkan.
Pada tatalaksana yang diberikan, maka pasien masuk ke dalam pengobatan TB
paru kategori I karena pasien termasuk TB paru kasus baru tanpa ada resistensi obat.
Pengobatan yang diberikan menggunakan regimen 2(RHZE) 4(RH)3 dengan
menggunakan KDT. Pengobatan yang diberikan dilakukan selama 2 bulan fase intensif
yang diminum setiap hari sebanyak 3 tablet 4 KDT setiap harinya. Setelah itu, pasien
diberikan pengobatan fase lanjutan selama 4 bulan yang diminum sebanyak 3 kali
seminggu dengan dosis 3 tablet 2 KDT. Pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan
sputum secara mikroskopis untuk pemantauan hasil pengobatan yang akan dilakukan
pada akhir bulan kedua, akhir bulan keempat dan akhir bulan keenam. Selain itu,
kondisi pasien dengan gula darah tinggi juga diberikan pengobatan insulin sebagai
pengganti obat diabetes oral. Keluhan batuk, mual dan demam pasien sudah tepat
dengan diberikan Nac 3x200mg PO, inj. Omeprazole 2x40 mg (IV) dan paracetamol
3x500mg PO.
Selain tatalaksana medis, maka pasien dan keluarga juga harus diberikan edukasi
mengenai penyakit TB paru, durasi pengobatan, kepatuhan minum obat, perilaku hidup
bersih dan sehat serta penjelasan ke keluarga mengenai pengawas minum obat (PMO).
Diperlukan pula adanya pemeriksaan TB paru untuk keluarga satu rumah terutama
apabila ada keluarga dengan faktor resiko terkena TB paru.

18
BAB V
PENUTUPAN

TB paru masih menjadi penyakit endemis di Indonesia. Adanya kecepatan dalam


diagnosis dan tatalaksana yang adekuat sangat penting dalam penganggulangan kasus
TB paru. Berdasarkan hasil dari laporan kasus ini, ditemukan pasien atas nama Ny. NN
usia 51 th dengan keluhan utama batuk. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang termasuk pemeriksaan TCM ditemukan adanya kuman
Mycobacterium tuberculosis yang menegakkan diagnosis TB paru pada pasien.
Pengobatan TB paru pasien dilakukan selama 6 bulan yang terbagi pada 2 fase
dengan regimen 2(RHZE) 4(RH)3. Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam pemberian
tatalaksana yang tepat tidak hanya memerlukan pemeriksaan dari tim medis namun juga
diperlukan kepatuhan dari pasien serta dukungan dari keluarga. Tak hanya itu, kondisi
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 juga harus diperhatikan karena kondisi
imunokompromais akibat DM dapat meningkatkan resiko infeksi TB paru. Namun
begitu, dengan pengobatan yang tepat serta kepatuhan pengobatan pasien yang baik,
maka prognosis TB paru pada pasien dapat disembuhkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Antituberkulosis | PIO Nas [Internet]. Pionas.pom.go.id. 2022 [cited 20 July 2022].


Available from: https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-dan-
leprosi/521-antituberkulosis
2. Candrawati N. Diagnosis Terkini Tuberkulosis Paru. Udayana University Press; 2018.
3. Putri UD. Profil Peresepan Obat Tuberkulosis Di Apotek Kecamatan Blimbing Kota
Malang (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
4. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Pemeriksaan TB Menggunakan Tes Cepat Molekuler.
Jakarta: PDF. 2017.
5. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.

20

Anda mungkin juga menyukai