Ni Wayan candrawati
PENDAHULUAN
1
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat merupakan standar baku namun
membutuhkan waktu lama dan prosedur khusus dalam isolasi bakteri dari
spesimen klinik, identifikasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) kompleks, dan
pemeriksaan in vitro dalam uji kepekaan obat anti tuberkulosis (OAT).
Pengecatan BTA paling banyak tersedia dan sangat spesifik namun
sensitivitasnya rendah, tidak mampu menentukan kepekaan obat, dan
memiliki kualitas berbeda-beda karena dipengaruhi keterampilan teknisi
dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM)
dengan Xpert MTB/RIF cepat dan dapat mengidentifikasi keberadaan MTB dan
resistansi terhadap rifampisin secara simultan, sehingga inisiasi dini terapi
yang akurat dapat diberikan dan dapat mengurangi insiden TB secara umum.
Pemeriksaan TCM memiliki kekurangan diantaranya tidak mampu
membedakan kuman mati atau hidup, tidak dapat digunakan sebagai
pemeriksaan lanjutan (monitoring) pada pasien yang mendapat pengobatan,
dan tidak mampu mendeteksi resistensi obat selain rifampisin. 3
Penegakan Diagnosis TB
3
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
juga untuk menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan
pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah
bangun tidur. Dapat dilakukan dirumah pasien atau di
bangsal rawat inap bila pasien menjalani rawat inap.
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
3) Pemeriksaan Biakan
5
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
d. Pemeriksaan serologis
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat molekuler
7
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
dimana pemeriksaan TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM
melampui kapasitas pemeriksaan, alat TCM mengalami kerusakan, dll),
penegakan diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
2) Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB dengan
HIV positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis
TB dengan TCM TB, dengan cara melakukan rujukan ke layanan tes cepat
molekuler terdekat, baik dengan cara rujukan pasien atau rujukan contoh
uji.
3) Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM
sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk
diperiksa TCM, satu contoh uji untuk disimpan sementara dan akan
diperiksa jika diperlukan (misalnya pada hasil indeterminate, pada hasil Rif
Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria terduga TB RO, pada hasil
Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke Laboratorium LPA untuk
pemeriksaan uji kepekaan Lini- 2 dengan metode cepat)
4) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas
cairan serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan
lambung (gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
5) Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari
kriteria terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika
terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir
yang menjadi acuan tindakan selanjutnya.
6) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil
tetap sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji
kepekaan.
7) Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB
RR, tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2
keluar. Jika hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB
MDR. Bila ada tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan
harus disesuaikan dengan hasil uji kepekaan OAT.
8) Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay)
Lini-2 atau dengan metode konvensional
9) Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre
XDR atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.
10) Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks.
Jika gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter,
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
pasien dapat didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika
gambaran foto toraks tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari
kemungkinan penyebab lain.
1) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
2) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-
Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.
3) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan
hasil pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+)
pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan
sebagai pasien dengan BTA (+)
4) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.
Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka
penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto
toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter.
5) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak
memilki akses rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian
terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih
dahulu selama 1-2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah
pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan
faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis sebagai TB Klinis.
Faktor risiko TB yang dimaksud antara lain:
a) Terbukti ada kontak dengan pasien TB
b) Ada penyakit komorbid: HIV, DM
c) Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh, dll.
9
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Penggunaan TCM untuk TB
11
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Tabel 4. Tabel sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV pengecatan ZN
dibandingkan biakan sebagai standar baku 4
Spesimen Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV
Tabel 5. Tabel sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV pemeriksaan TCM (Xpert
MTB/RIF) dibandingkan biakan sebagai standar baku 4
Spesimen Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV
13
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Daftar Pustaka
15