Anda di halaman 1dari 21

PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018

DIAGNOSIS TERKINI TUBERKULOSIS PARU

Ni Wayan candrawati

Prodi Spesialis Ilmu Penyakit Paru/KSM Paru


FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah endemis tuberkulosis (TB). Berdasarkan laporan


Global TB Report tahun 2016 diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat
kedua negara dengan beban TB terbesar setelah India. Hal ini menyebabkan
beban ekonomi akibat TB di Indonesia sangat tinggi. Sesuai hasil survei
prevalensi TB 2013-2014 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI,
angka insiden TB adalah 399 per 100.000 penduduk, angka prevalensi TB
sebesar 647 per 100.000 penduduk. 1 Pemerintah melalui Kementrian
Kesehatan mengeluarkan Permenkes nomor 67 tahun 2016 tentang
Penanggulangan TB bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari
penularan TB agar tidak terjadi kesakitan, kematian dan kecacatan. 2
Di antara beberapa permasalahan Program Penanggulangan TB adalah
rendahnya penemuan kasus dan lamanya penegakkan diagnosis TB.
Penemuan kasus yang rendah berkontribusi terhadap masalah TB di seluruh
dunia, karena pasien TB yang tidak mendapat pengobatan tepat dapat
menjadi sumber infeksi di komunitas. Kasus TB yang tidak diobati juga
meningkatkan mortalitas, khususnya pada penderita HIV. Salah satu prioritas
dalam penanggulangan TB di Indonesia adalah mampu mendeteksi kasus TB
secara dini, termasuk kasus BTA negatif yang sering terkait dengan HIV serta
meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendiagnosis TB Resistan Obat
(RO). 1
Jumlah kematian akibat TB seharusnya tidak tinggi sebab dengan
diagnosis dan pengobatan yang tepat, hampir semua pasien TB dapat
disembuhkan. Penegakan diagnosis TB yang cepat dan akurat sulit sebab
beberapa kelemahan alat diagnostik yang tersedia. Metode pemeriksaan yang
banyak digunakan di negara endemik TB adalah pemeriksaan mikroskopis.

1
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat merupakan standar baku namun
membutuhkan waktu lama dan prosedur khusus dalam isolasi bakteri dari
spesimen klinik, identifikasi Mycobacterium tuberculosis (MTB) kompleks, dan
pemeriksaan in vitro dalam uji kepekaan obat anti tuberkulosis (OAT).
Pengecatan BTA paling banyak tersedia dan sangat spesifik namun
sensitivitasnya rendah, tidak mampu menentukan kepekaan obat, dan
memiliki kualitas berbeda-beda karena dipengaruhi keterampilan teknisi
dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM)
dengan Xpert MTB/RIF cepat dan dapat mengidentifikasi keberadaan MTB dan
resistansi terhadap rifampisin secara simultan, sehingga inisiasi dini terapi
yang akurat dapat diberikan dan dapat mengurangi insiden TB secara umum.
Pemeriksaan TCM memiliki kekurangan diantaranya tidak mampu
membedakan kuman mati atau hidup, tidak dapat digunakan sebagai
pemeriksaan lanjutan (monitoring) pada pasien yang mendapat pengobatan,
dan tidak mampu mendeteksi resistensi obat selain rifampisin. 3

Penegakan Diagnosis TB

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Setelah pajanan MTb, 20-25% individu menjadi
terinfeksi. Seperempat populasi dunia diperkirakan terinfeksi MTb laten dan
sekitar 3-5% individu yang terinfeksi kemungkinan berkembang menjadi sakit;
diantara pasien yang diobati TB, sekitar 3-5% akan relaps. Risiko reaktivasi
meningkat pada individu dengan HIV, terapi inhibitor TNF-α, diabetes melitus
tipe 2 dan keadaaan imunosupresi lain (seperti pasien transplantasi dan usia
tua). 3
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018

Gambar 1. Setelah pajanan MTb, 20-25% individu menjadi terinfeksi. (A)


Seperempat populasi dunia diperkirakan terinfeksi MTb; (B) sekitar 3-5%
individu yang terinfeksi kemungkinan berkembang menjadi sakit; (C) diantara
pasien yang diobati TB, sekitar 3-5% akan relaps. 3

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan


klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. 2

1. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:

Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar


keluhan pasien.

Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:

a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu


atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu

3
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
juga untuk menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan
pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah
bangun tidur. Dapat dilakukan dirumah pasien atau di
bangsal rawat inap bila pasien menjalani rawat inap.
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF.


TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak
dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

3) Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat


(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator
Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).

Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium yang


terpantau mutunya. Dalam menjamin hasil pemeriksaan laboratorium,
diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak
memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji
kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan
untuk menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap
pemeriksaan tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien
bepergian langsung ke laboratorium.

b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1) Pemeriksaan foto toraks

2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.

c. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi


M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di
laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance
(QA), dan mendapatkan sertifikat nasional maupun internasional.

5
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
d. Pemeriksaan serologis

Sampai saat ini belum direkomendasikan

Alur diagnosis TB dibagi sesuai dengan fasilitas yang tersedia:

a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat molekuler

b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak memiliki


akses ke tes cepat molekuker

Prinsip penegakan diagnosis TB:

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih


dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis
yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler
TB dan biakan.
• Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB,
sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopis.
• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi
overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018

Gambar 2. Alur diagnosis TB dan TB Resistan Obat di Indonesia 2

Faskes yang mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB 2:

1) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB


pada terduga TB dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Pada kondisi

7
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
dimana pemeriksaan TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM
melampui kapasitas pemeriksaan, alat TCM mengalami kerusakan, dll),
penegakan diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
2) Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB dengan
HIV positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis
TB dengan TCM TB, dengan cara melakukan rujukan ke layanan tes cepat
molekuler terdekat, baik dengan cara rujukan pasien atau rujukan contoh
uji.
3) Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM
sebanyak 2 (dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk
diperiksa TCM, satu contoh uji untuk disimpan sementara dan akan
diperiksa jika diperlukan (misalnya pada hasil indeterminate, pada hasil Rif
Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria terduga TB RO, pada hasil
Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke Laboratorium LPA untuk
pemeriksaan uji kepekaan Lini- 2 dengan metode cepat)
4) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas
cairan serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan
lambung (gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
5) Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari
kriteria terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika
terdapat perbedaan hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir
yang menjadi acuan tindakan selanjutnya.
6) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil
tetap sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji
kepekaan.
7) Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB
RR, tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2
keluar. Jika hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB
MDR. Bila ada tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan
harus disesuaikan dengan hasil uji kepekaan OAT.
8) Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay)
Lini-2 atau dengan metode konvensional
9) Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre
XDR atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.
10) Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks.
Jika gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter,
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
pasien dapat didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika
gambaran foto toraks tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari
kemungkinan penyebab lain.

Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB 2:

1) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
2) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-
Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.
3) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan
hasil pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+)
pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan
sebagai pasien dengan BTA (+)
4) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.
Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka
penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto
toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter.
5) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak
memilki akses rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian
terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih
dahulu selama 1-2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah
pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan
faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis sebagai TB Klinis.
Faktor risiko TB yang dimaksud antara lain:
a) Terbukti ada kontak dengan pasien TB
b) Ada penyakit komorbid: HIV, DM
c) Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat
penampungan pengungsi, daerah kumuh, dll.

9
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Penggunaan TCM untuk TB

Metode pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB adalah


pemeriksaan mikroskopis. Namun demikian metode tersebut memiliki
sensitivitas yang rendah, tidak mampu dalam menentukan kepekaan obat, dan
memiliki kualitas yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh tingkat
keterampilan teknisi dalam melakukan pemeriksaan. Diagnosis konvensional
untuk mendeteksi TB Resistan Obat (TB RO) bergantung pada biakan dan uji
kepekaan obat yang membutuhkan waktu lama dan prosedur khusus dalam
isolasi bakteri dari spesimen klinik, identifikasi Mycobacterium tuberculosis
(MTB) kompleks, dan pemeriksaan in vitro dalam uji kepekaan obat anti
tuberkulosis (OAT). Selama pemeriksaan, pasien mungkin mendapatkan
pengobatan yang tidak sesuai, sehingga meningkatkan kemungkinan
berkembangnya strain TB resistan obat dan kejadian resistan. Hal tersebut
diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan pemeriksaan Tes Cepat
Molekuler (TCM) dengan Xpert MTB/RIF yang cepat dan dapat
mengidentifikasi keberadaan MTB dan resistansi terhadap rifampisin secara
simultan, sehingga inisiasi dini terapi yang akurat dapat diberikan dan dapat
mengurangi insiden TB secara umum. Hasil penelitian skala besar
menunjukkan bahwa pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF memiliki
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis TB yang jauh lebih baik
dibandingkan pemeriksaan mikroskopis serta mendekati kualitas diagnosis
dengan pemeriksaan biakan. 1
Pemeriksaan TCM memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan
pengecatan BTA pada sampel respirasi. Pemeriksaan TCM merupakan alat
yang berguna untuk mendiagnosis pasien dengan kecurigaan klinis TB paru.
Hasil pemeriksaan TCM positif namun kultur negatif harus diperiksa dengan
teliti dan dikaitkan dengan klinis serta riwayat pengobatan pasien.
Penggunaan TCM tidak menghilangkan kebutuhan untuk pemeriksaan
mikroskopis konvensional, biakan dan tes sensitivitas OAT. Pemeriksaan-
pemeriksaan ini dibutuhkan untuk monitoring pengobatan dan mendeteksi
resistensi obat selain rifampisin. 4
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
Tabel 1. Perbandingan hasil pemeriksaan TCM (Xpert MTB/RIF) dibandingkan
biakan sebagai standar baku4

Tabel 2. perbandingan hasil pengecatan BTA dibandingkan biakan sebagai


standar baku 4

Tabel 3. sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV pemeriksaan TCM (Xpert


MTB/RIF) dibandingkan biakan sebagai standar baku 4
Spesimen Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV

Semua sampel 86,8% 93,1% 78,5% 96%


(n=170)

BTA negatif 79,1% 93,1% 67,8% 96%


(n=156)

11
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017
Tabel 4. Tabel sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV pengecatan ZN
dibandingkan biakan sebagai standar baku 4
Spesimen Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV

BAL 22,2% 100% 100% 85,3%

Sputum 72,7% 100% 100% 76,9%

Tabel 5. Tabel sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV pemeriksaan TCM (Xpert
MTB/RIF) dibandingkan biakan sebagai standar baku 4
Spesimen Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV

BAL 81,4% 93,4% 73,3% 95,7%

Sputum 100% 90% 91,6% 100%

Penelitian oleh Pandey dkk, menunjukkan bahwa pemeriksaan TCM (Xpert


MTB/RIF) memiliki sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV masing-masing
98,6%; 100%; 100% dan 93,8% dibandingkan biakan dan tes sensitivitas obat
sebagai standar baku. Tidak tampak perbedaan performa diagnostik yang
bermakna secara statistik antara TCM (Xpert MTB/RIF) dengan biakan dan tes
sensitivitas obat dalam mendiagnosis MDR TB. 5

Berdasarkan permenkes nomor 67 tahun 2016, alat TCM dapat


digunakan untuk penegakan diagnosis TB, TB RO, TB anak,TB paru HIV dan TB
ekstra paru. Pemeriksaan TB dengan TCM harus mengikuti prosedur
operasional yang benar agar hasil pemeriksaan selalu terjamin mutunya. 2
Berdasarkan konsensus dari kelompok ahli laboratorium WHO tahun 2013
disebutkan bahwa jenis sampel ekstra paru yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan TCM pada anak-anak dan dewasa adalah cairan serebrospinal,
cairan lambung, jaringan kelenjar getah bening dan jaringan lainnya sesuai
hasil sensitivitas dan spesifisitas masing-masing jenis sampel pada alat TCM.
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
Cairan pleura merupakan sampel suboptimal jika diperiksa pada alat TCM
karena sensitivitasnya yang rendah (43,7%). 6 Sehubungan dengan hal
tersebut, maka program TB nasional tidak mengijinkan sampel cairan pleura
untuk diperiksa menggunakan alat TCM.

Tabel 6. Jenis sampel ekstra paru dalam pemeriksaan TB dengan TCM 6

No Jenis sampel Sensitivitas spesifisitas

1 Cairan serebrospinal 79,5% 98,6%

2 Cairan lambung 83,8% 98,1%

3 Jaringan kelenjar getah 84,9% 92,5%


bening

4 Jaringan lainnya 81,2% 98,1%

5 Cairan pleura 43,7% -

Setiap jenis pemeriksaan TB mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk


saat ini, penggunaan TCM menjadi prioritas pemeriksaan TB karena
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1
1. Sensitivitas tinggi.
2. Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2
jam.
3. Dapat digunakan untuk mengetahui hasil resistansi terhadap
Rifampisin.
4. Tingkat biosafety rendah.
Hasil pemeriksaan TCM antara lain MTB not detected, MTB detected rifampisin
sensitif, dan MTB detected rifampisin resisten. Interpretasi masing-masing
hasil tampak pada gambar 2. 6

13
PKB ILMU PENYAKIT PARU I 2017

Gambar 3. Interpretasi hasil pemeriksaan TCM 6

Daftar Pustaka

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis


pemeriksaan TB menggunakan tes cepat molekuler. Kemenkes RI;
Jakarta: 2017.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri
kesehatan republik Indonesia no. 67 tahun 2016. Kemenkes RI;
Jakarta: 2016.
3. Goletti D, Lee MR, Ottenhoff THM. Update on tuberculosis
biomarkers: from correlates of risk, to correlates of active disease and
of cure from disease. Respirology. 2018. 23: 455–66
4. Agrawal M, Bajaj A, Bhatia V, Dutt S. Comparative study of genexpert
with zn stain and culture in samples of suspected pulmonary
PKB ILMU PENYAKIT PARU II 2018
tuberculosis. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2016. 10(5):
9-12
5. Pandey P, Pant ND, Rijal KR, Shrestha B. Diagnostic accuracy of
geneXpert MTB/Rif assay in comparison to conventional drug
susceptibility testing method for the diagnosis of multidrug-resistant
tuberculosis. PLoS ONE. 2017. 12(1): 1-6
6. WHO. Xpert MTB/RIF implementation manual: technical and
operational ‘how-to’; practical consideration

15

Anda mungkin juga menyukai