Anda di halaman 1dari 12

KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis

Suspek TB resistan obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
memenuhi satu atau lebih kriteria suspek (Kemenkes RI, 2013). Gejala klinis TB sendiri
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang
terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ
yang terlibat) (PDPI,2011).

1. Gejala respiratorik :

 Batuk ≥ 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar (PDPI,2011).

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan (PDPI,2011)

2. Gejala sistemik:

 Demam
 Malaise
 Keringat malam
 Anoreksia
 Berat badan menurun

Terduga TB resistan obat adalah pasien yang mempunyai gejala TB yang memenuhi satu atau
lebih kriteria terduga/suspek di bawah ini:
1. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan pengobatan.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT

(Kemenkes RI, 2014)

Definisi kasus TB tersebut di atas mengacu kepada Buku Pedoman Nasional Pengendalian
TB tahun 2014 :

 Kasus Gagal Pengobatan:


Yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Hal ini ditunjang dengan
rekam medis dan atau riwayat pengobatan TB sebelumnya.
 Kasus Kambuh (relaps):
Yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis atau biakan positif.
 Pasien kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default):
Yaitu pasien yang kembali berobat setelah loss to follow-up paling sedikit 2 bulan
dengan pengobatan kategori-1 atau kategori-2 serta hasil pemeriksaan dahak
menunjukkan BTA positif.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6) (PDPI, 2011). 
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan (PDPI, 2011).
Pada pasien TB MDR bisa juga didapatkan gejala sisa dari penyakit TB Paru yang
pernah diderita sebelumnya. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal
paru, bisa berupa obstruktif, restriktif, maupun gabungan keduanya. Sehingga dalam
pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan ditemukan adanya wheezing dan fremitus yang
menurun akibat adanya fibrosis paru (Soni et al, 2016).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Bakteriologi

Diagnosis TB resistan obat, TB MDR dan TB XDR dilakukan dengan menggunakan


tes cepat dengan metode PCR (Xpert MTB/RIF), pemeriksaan biakan serta uji kepekaan
kuman terhadap obat TB (Drugs Sensitivity Test/DST) (Kemenkes RI, 2017).

1. Strategi Diagnosis TB MDR.

Pemeriksaan laboratorium untuk uji kepekaan M.tuberculosis dilakukan dengan metode


standar yang tersedia di Indonesia:

a. Metode konvensional Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/LJ) atau media cair
(MGIT).

b. Tes Cepat (Rapid Test). Saat ini dibatasi menggunakan metode yang sudah mendapat
persetujuan dari WHO (WRD : WHO approved Rapid Diagnostic methods) yaitu metode
Hain test (Genotype MTBDR Plus) dan Xpert MTB/RIF test. Pemeriksaan uji kepekaan M.
tuberculosis yang dilaksanakan adalah pemeriksaan untuk obat lini pertama dan lini kedua.

2. Prosedur Dasar Diagnostik Untuk Suspek TB MDR

a. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis untuk OAT lini kedua bersamaan
dengan OAT lini pertama :
 Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB dengan menggunakan OAT lini
kedua minimal selama 1 bulan (kuinolon dan obat injeksi lini kedua)
 Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan kasus TB XDR konfirmasi.

b. Pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis untuk OAT lini kedua atas indikasi khusus :

 Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah bulan ke empat.
pengobatan menggunakan paduan obat standar yang digunakan pada pengobatan TB
MDR
 Pasien yang mengalami reversi biakan (menjadi positif kembali) pada fase awal atau
fase lanjutan.

Secara global telah disepakati bahwa semua pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR
direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan uji kepekaan untuk lini kedua. Tetapi
mengingat keterbatasan kapasitas laboratorium saat ini maka untuk sementara kebijakan
tersebut belum bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia, sebagai gantinya Program Nasional
setiap tahun akan melaksanakan uji sampling secara acak bagi pasien yang sudah
terkonfirmasi TB MDR untuk diperiksa dengan uji kepekaan OAT lini kedua. Hal ini akan
dilaksanakan sampai tersedianya pemeriksaan uji kepekaan OAT lini kedua secara rutin.

Sambil menunggu hasil uji kepekaan M. tuberculosis di laboratorium rujukan TB MDR


maka suspek TB MDR akan akan diobati dengan pengobatan standar TB MDR bila hasil tes
cepat menunjukkan hasil M. tuberculosis positif dan resistan terhadap rifampisin (Kemenkes
RI,2013).

Gambar 2. Alur Diagnosis TB MDR Memanfaatkan Tes Cepat


Penemuan kasus TB MDR seperti terlihat pada alur di bawah ini:

3. Diagnosis TB Resistan Obat


a. Diagnosis TB Resistan Obat dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis baik
secara metode konvensional dengan menggunakan media padat atau media cair, maupun
metode cepat (rapid test).

b. Untuk keperluan pemeriksaan dengan metode cepat membutuhkan 1 (satu) spesimen


dahak yaitu dahak sewaktu (kalau memungkinkan dahak pagi adalah pilihan paling baik)
ditambah 2 (dua) spesimen dahak, salah satu harus ‘dahak pagi hari’, untuk keperluan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis secara konvensional.

4. Pemeriksaan laboratorium

Semua fasyankes yang terlibat dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Pengendalian TB


Resistan Obat akan merujuk semua suspek TB MDR ke RS Rujukan TB MDR untuk
selanjutnya akan dirujuk ke laboratorium rujukan yang di atur oleh Kementerian Kesehatan
RI. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan mikroskopis:

Pemeriksaan mikroskopis BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen yang Pemeriksaan


pendahuluan pada suspek TB MDR yang dilanjutkandilaksanakan untuk: Pemeriksaan
dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-waktu tertentudengan biakan dan uji kepekaan M.
tuberculosis. selama masa pengobatan diikuti dengan pemeriksaan biakan untuk memastikan
bahwa M. tuberculosis sudah tidak ada lagi.

2. Biakan M. tuberculosis Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun
media cair. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah dibanding media cair tetapi
memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 3-8 minggu. Sebaliknya bila menggunakan media
cair hasil biakan sudah dapat diketahui dalam waktu 1-2 minggu tetapi memerlukan biaya
yang lebih mahal.

Kualitas proses biakan M. tuberculosis yang dilakukan di laboratorium sangat menentukan.


Proses yang tidak mengikuti prosedur tetap termasuk pembuatan media dan pelaksanaan
biakan dapat mempengaruhi hasil biakan misalnya: proses dekontaminasi yang berlebihan
atau tidak cukup, kualitas media yang tidak baik, cara inokulasi kuman dan suhu inkubasi
yang tidak tepat.
Kesalahan laboratorium seperti kesalahan pemberian identifikasi (label) dan kontaminasi
silang diantara spesimen dapat mengakibatkan hasil positif palsu atau negatif palsu. Mengacu
kepada semua tersebut di atas, hasil pemeriksaan laboratorium harus selalu dikaitkan dengan
kondisi klinis pasien; bilamana perlu pemeriksaan laboratorium dapat diulang.

Hasil pemeriksaan biakan dengan media padat dicatat sesuai dengan pertumbuhan koloni
mengikuti standar nasional sebagai berikut

Pembacaan Pencatatan
Pertumbuhan merata pada seluruh permukaan +++
media
> 100 koloni ++
20 – 100 koloni +
1 – 19 koloni Jumlah koloni
Tidak ada pertumbuhan Negatif

Catatan : Untuk keperluan diagnosis suspek TB MDR maupun evaluasi pengobatan pasien
TB MDR biakan dilakukan dengan menggunakan media padat; pencatatan hasil biakan
dilakukan sebagai berikut :

1. Ditulis gradasi koloni kuman (negatif, angka 1-19, +, ++, dst ).

2. Bilamana terlihat pertumbuhan kuman dicatat jumlah koloni yang ada ke dalam formulir
TB.06 MDR, TB.05 MDR, TB.04 MDR, TB.03 MDR dan TB.01 MDR.

3. Pencatatan ini dapat digunakan oleh TAK sebagai acuan dalam mendiagnosis dan menilai
kemajuan pengobatan pasien TB MDR.

3. Uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT: Saat ini uji kepekaan terhadap M.
tuberculosis dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara cepat. Sampai akhir tahun
2012 terdapat 5 laboratorium yang telah tersertifikasi untuk melakukan pemeriksaan dengan
metode konvensional dan secara rutin mengikuti PME yang dilaksanakan oleh laboratorium
supra nasional Indonesia (IMVS Adelaide, Australia).

Ketepatan uji kepekaan M. tuberculosis yang dilakukan dalam kondisi optimum bergantung
kepada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama, ketepatan tertinggi untuk rifampisin (R) dan
isoniazid (H) disusul untuk streptomisin (S) dan etambutol (E). Sementara itu uji kepekaan
M. tuberculosis untuk pirazinamid (Z) tidak dianjurkan karena tingkat kepercayaan dan
keterulangannya belum terjamin.

Untuk uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT lini kedua, aminoglikosida dan
fluorokuinolon mempunyai tingkat kepercayaan dan keterulangan baik. Data tentang tingkat
kepercayaan dan keterulangan untuk OAT lini kedua yang lain masih sangat terbatas bahkan
ada yang belum dapat dilakukan.

Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis secara cepat (rapid test) sudah
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penapisan. Metode yang tersedia
adalah :

a. Line probe assay (LPA):

 Pemeriksaan molekuler yang didasarkan pada PCR


 Dikenal sebagai Hain test/Genotype MTB DR plus
 Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih 24 - 48jam tergantung
ketersediaan sarana dan sumber daya yang ada.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosis yang resistan
terhadap rifampisin (R) ternyata juga resistan terhadap isoniazid (H) sehingga
tergolong TB-MDR.

b. GeneXpert.

 Merupakan tes molekuler otomatis berbasis PCR


 Merupakan tes amplifikasi asam nukleat secara otomatis sebagai sarana deteksi TB
dan uji kepekaan untuk rifampisin
 Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam.

Pemanfaatan hasil tes cepat untuk penetapan diagnosis dan pengobatan pasien TB MDR
disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan keputusan dari TAK.

Langkah-langkah yang harus dilaksanakan apabila terjadi perbedaan hasil antara pemeriksaan
rapid/tes cepat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan biakan dan DST konvensional :

a. Lakukan pemeriksaan ulang geneXpert jika hasil pemeriksaan geneXpert menunjukkan


hasil rifampisin resistan tetapi hasil pemeriksaan biakan dan DST konvensional menunjukkan
hasil rifampisin sensitif. Pemeriksaan ulang geneXpert ini untuk menyingkirkan terdapatnya
resistansi terhadap rifampisin.

b. Jika pemeriksaan ulang geneXpert menunjukkan hasil rifampisin resistan maka pengobatan
standar TB MDR diteruskan sampai selesai.

c. Jika pemeriksaan ulang geneXpert menunjukkan hasil sensitif rifampisin maka:

 Pada pasien dengan hasil uji kepekaan konvensional hasilnya pan sensitif/pan
susceptible : sebaiknya tidak otomatis dilakukan perubahan tatalaksana pasien TB
yang sebelumnya telah diberikan pengobatan TB MDR kemudian diganti menjadi
pengobatan TB dengan OAT lini pertama. Sebaiknya kasus tersebut direview oleh
TAK dengan mempertimbangkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan
kemungkinan risiko terjadinya TB MDR pada pasien tersebut
 Pada pasien dengan hasil uji kepekaan konvensional hasilnya monoresistan/ poli
resistan selain rifampisin : dilakukan perubahan pengobatan menggunakan paduan
OAT standar untuk pasien mono dan poli resistan. Sebelum memutuskan untuk
mengganti paduan tersebut harus dipastikan bahwa TAK telah mereview semua
kemungkinan yang ada.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar yang dapat digunakan adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif:

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


 Kalsifikasi atau fibrotik
 Schwarte atau penebalan paru
(PDPI,2011)

Luluh paru (destroyed lung):

Terdapatnya gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang


berat, biasanya secara klinis disebut dengan luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru (PDPI,2011).

Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi
tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses
penyakit. Luas proses yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan sebagai berikut ini:

 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostenal junction dari iga
kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis
V (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal
(PDPI,2011)

Pemeriksaan Penunjang Lain :


Analisa cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis TB adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

Pemeriksaan histopatologi jaringan


Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau autopsi.

Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap
darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik (PDPI,2011).

5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB MDR.

Kasifikasi pasien TB MDR mengikuti klasifikasi baku untuk pasien TB, yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi penyakit :

Paru

Apabila kelainan ada di dalam parenkim paru

Ekstra Paru

Apabila kelainan ada pada organ di luar parenkim paru dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis resistan obat untuk sampel pemeriksaan yang diambil di luar parenkim paru.

Catatan : Bila dijumpai kelainan di Paru maupun di luar paru maka pasien di registrasi
sebagai pasien TB MDR dengan klasifikasi TB MDR Paru.

b. Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasar riwayat pengobatan
sebelumnya, sebagai berikut :

a. Pasien Baru Pasien yang belum pernah mendapat


pengobatan dengan OAT atau pernah di obati
menggunakan OAT kurang dari 1 bulan
b. Pengobatan Ulangan Pasien yang mendapatkan pengobatan ulang
karena :
 Kasus Gagal Pengobatan
Yaitu pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan. Hal ini
ditunjang dengan rekam medis dan
atau riwayat pengobatan TB
sebelumnya.
 Kasus Kambuh (relaps)
Yaitu pasien TB yang sebelumnya
pernah mendapatkan pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak mikroskopis dan biakan positif.
 Pasien kembali setelah loss to follow-
up (lalai berobat/default):
Yaitu pasien yang kembali berobat
setelah loss to follow-up/berhenti
berobat paling sedikit 2 bulan dengan
pengobatan kategori- 1 atau kategori-
2 serta hasil pemeriksaan dahak
menunjukkan BTA positif.
 Tidak Diketahui :
Yaitu pasien yang telah mendapatkan
pengobatan TB > 1 bulan tetapi hasil
pengobatannya tidak diketahui atau
tidak tercatat/terdokumentasi

c. Lain-lain Pasien TB yang riwayat pengobatan


sebelumnya tidak jelas atau tidak dapat
dipastikan

Anda mungkin juga menyukai