Anda di halaman 1dari 87

SOSIALISASI

PEDOMAN NASIONAL
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
UPDATE 2014
BPN SEBELUMNYA
TAHUN 2011
BAB I Pendahuluan
BAB II Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
BAB III Tatalaksana Pasien Tuberkulosis
BAB IV Tatalaksana TB Pada Anak
BAB V Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat (MTPTRO)
BAB VI Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
BAB VII Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis
BAB VIII Public - Private Mix DOTS Dalam Pengendalian TB
BAB IX Manajemen Laboratorium Tuberkulosis
BAB X Pengelolaan Logistik Program Pengendalian TB
BAB XI Pengembangan Sumber Daya Manusia Program Pengendalian Tuberkulosis
BAB XII Keterlibatan Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pengendalian
TB
BAB XIII Sistim Informasi Strategis Program Pengendalian TB
BAB XIV Perencanaan dan Penganggaran Program Pengendalian TB
BAB I Pendahuluan
3 Pilar Strategi
Utama
1. Integrasi layanan TB 2. Kebijakan dan sistem 3. Intensifikasi riset
berpusat pada pasien pendukung yang berani dan dan inovasi
dan upaya jelas. a. Penemuan,
pencegahan TB a. Komitmen politis dalam pengembanga
a. Diagnosis TB pemenuhan kebutuhan n dan
sedini mungkin, layanan dan pencegahan penerapan
termasuk uji TB. secara cepat
kepekaan OAT b.Keterlibatan aktif alat metode
secara sistematis. masyarakat organisasi intervensi dan
b. Pengobatan untuk sosial kemasyarakatan strategi baru
semua pasien TB, dan pemberi layanan pengendalian
resistan obat kesehatan baik TB.
dengan disertai pemerintah maupun b. Pengembanga
dukungan kepada swasta. n riset untuk
pasien c. Penerapan layanan optimalisasi
c. Kegiatan kesehatan semesta dan pelaksanaan
kolaborasi TB/HIV aturan yang mendukung kegiatan dan
dan tata laksana pengendalian TB mis: merangsang
Bab II PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI
INDONESIA
Tujuan dan target
Tujuan
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

Target tahun 2015-2019


disesuaikan target RPJMN II, disinkronkan dengan END TB Strategy.
Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019
 penurunan insidensi TB yang lebih cepat menjadi 3-4% per tahun
dan
 penurunan angka mortalitas > dari 4-5% pertahun.
Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target
penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25%
dari angka insidensi tahun 2015.
1. Tatalaksana TB Paripurna
a. Promosi TB Kegiatan P2TB
b. Pencegahan TB
c. Penemuan pasien TB
d. Pengobatan pasien TB
e. Rehabilitasi pasien TB 2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian TB
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian TB
c. Pengelolaan logistik program pengendalian TB
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian TB
e. Promosi program pengendalian TB.

3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium TB;
b. Public-Private Mix TB;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil, gizi
buruk;
d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB;
g. Pendekatan praktis kesehatan paru
h. MTPTRO
i. Penelitian TB.
BAB III Tatalaksana Pasien
Tuberkulosis
TUBERKULOSIS (TB)
• Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis
• Identifikasi terhadap M.tuberculosis dengan
pemeriksaan bakteriologis  sarana diagnosis
ideal untuk TB.
• Pemeriksaan bakteriologis : mikroskopis
langsung, Biakan dan Uji Kepekaan atau tes
diagnostik cepat (Xpert),
Penemuan Pasien TB
• Strategi penemuan secara intensif terutama pada
kelompok populasi terdampak TB dan populasi
rentan dengan promosi yang aktif.
• Terduga TB Paru: seseorang dengan gejala/klinis
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih,
dengan atau tanpa gejala tambahan lainnya
• Semua Terduga TB harus dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung
Diagnosis
TB Paru TB ekstra paru
 Diagnosis ditegakkan terlebih dahulu  ditegakkan dengan pemeriksaan
dengan pemeriksaan bakteriologis yaitu
klinis, bakteriologis dan atau
• pemeriksaan mikroskopis
langsung, histopatologis dari contoh uji yang
• biakan dan diambil dari organ tubuh yang
• tes cepat TB terkena.

 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB  Dilakukan pemeriksaan bakteriologis


dengan:
apabila juga ditemukan keluhan dan
 pemeriksaan serologis, atau
 hanya berdasarkan gejala yang sesuai, untuk menemukan
pemeriksaan foto toraks saja kemungkinan adanya TB paru.
atau
 hanya dengan pemeriksaan uji
tuberkulin..
Pemeriksaan Dahak
1. Mikroskopis Langsung
• Fungsi : menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan
potensi penularan
• 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan dahak
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)
• Menjadi Pemeriksaan standar untuk program
pengendalian TB di Indonesia
Pemeriksaan Dahak (2)
2. Biakan
• Untuk identifikasi M.tb pada pasien tertentu : TB
Ekstra Paru, TB Anak dan TB Paru BTA negatif
• Dilakukan di Laboratorium yang terpantau mutunya
3. Uji Kepekaan Obat
• untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT.
• Dilakukan di laboratorium yang telah tersertifikasi atau
lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA)
Alur
diagnosis
dan tindak
lanjut TB
Paru pada
pasien
dewasa
Diagnosis
TB anak
dengan
Sistim
Skoring
Algoritme
tatalaksana
TB anak
Definisi Pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
Bakteriologis:
• Pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan
contoh uji dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan
atau tes diagnostik cepat (misalnya: GeneXpert).
• Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis,
baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji
jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan
bakteriologis.
Definisi Pasien TB (2)
Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
• Pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis
secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien
TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB.
• Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
• Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil
pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
• Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis
maupun laboratoris dan histopatologis tanpa
konfirmasi bakteriologis.
• TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Klasifikasi pasien TB
 Klasifikasi Pasien TB berdasarkan :
a. Lokasi anatomi dari penyakit
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d. Status HIV

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


1) Pasien baru TB
2) Pasien yang pernah diobati TB:
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
• Pasien kambuh:
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal:
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
• Lain-lain
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan
uji kepekaan obat

• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
PENGOBATAN TB
Tujuan :
• Menyembuhkan pasien dan memperbaiki
produktivitas serta kualitas hidup
• Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau
dampak buruk selanjutnya c. Mencegah terjadinya
kekambuhan TB
• Menurunkan penularan TB
• Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
 
Prinsip Pengobatan
• Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT
yang tepat mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah terjadinya resistensi
• Diberikan dalam dosis yang tepat sesuai Berat Badan
• Ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
• Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang
cukup, terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan
untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan
 Tahap Pengobatan:
 Tahap Awal : Setiap hari
 Tahap Lanjutan: 3 kali seminggu

 Pemantauan kemajuan pengobatan


 Dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung 2x (sewaktu dan pagi)
negatif : bila ke 2 contoh uji dahak tersebut
negatif.
Positif :bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif.
OAT Lini Pertama
Paduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh program
nasional Pengendalian TB di Indonesia :
1. Kategori-1 (KDT/Kombipak)
2. Kategori-2 (KDT/Kombipak)
3. Kategori Anak (KDT)

 OAT Sisipan sudah tidak digunakan lagi


Keuntungan Paket KDT :
• Dosis obat dapat disesuaikan dengan BB
sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
• Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga
menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
dan mengurangi kesalahan penulisan resep
• Jumlah tablet yang ditelan lebih sedikit dan
meningkatkan kepatuhan pasien
Kategori-1
• Paduan : 2(HRZE) / 4(HR)3
• Diberikan pada :
1. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
2. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
3. Pasien TB ekstra paru
Kategori-2
• Paduan : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3
• Diberikan Pada Pasien yang pernah di obati
TB:
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal pada pengobatan dengan
paduan OAT kategori 1 sebelumnya
3. Pasien yang diobati kembali setelah putus
berobat (lost to follow-up)
Kategori-2
Pengobatan TB Anak
• Paduan Kategori Anak dengan 3 macam obat:
2HRZ/4HR atau 2HRZE(S)/4-10HR
• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan
Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP-INH)

• INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala
TB.
 Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera
dievaluasi terhadap sakit TB
 jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai
dari awal
• Jika PP-INH selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka pemberian
INH dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah PP- INH
selesai diberikan.
Pemantauan kemajuan pengobatan

1. TB Paru : pemeriksaan ulang dahak secara


mikroskopis
• Pemeriksaan dahak mikroskopis dengan 2 (dua)
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi)
• Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan
pada akhir tahap awal, bulan ke 5 dan akhir
pengobatan
2. TB ekstra Paru dan Anak : Pemantauan kondisi
klinis
Pemantauan hasil pengobatan
Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Tatalaksana Pasien TB Anak yang Berobat Tidak Teratur

1. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif


atau >2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan
gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal.
2. Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif
atau <2 bulan di fase lanjutan dan menunjukkan
gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan
meningkatkan risiko terjadinya TB resistan obat.
HASIL PENGOBATAN
BAB V
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN
TUBERKULOSIS
RESISTAN OBAT (MTPTRO)
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no 13/MENKES/PER/II/2013 program
MTPTRO merupakan bagian integral dari Program
Pengendalian TB Nasional.

• Terdapat 5 kategori resistansi terhadap OAT, yaitu:


1. Monoresistance
2. Polyresistance
3. Multi Drug Resistance (MDR):
4. Extensively Drug Resistance (XDR):
5. TB Resistan Rifampisin (TB RR).

.
Kriteria Terduga TB Resistan Obat
1. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3
bulanpengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak
standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua
minimal selama 1 bulan
4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan.
6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB
MDR
9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT
Pengobatan TB MDR
Tatalaksana TB Resistan Obat Pada Anak
• TB resistan obat pada anak dan remaja umumnya terjadi sebagai
akibat dari adanya kontak dengan orang dewasa yang menderita
TB resistan obat (TB resistan primer)
• Metode diagnosis pada anak yang diduga TB resistan obatadalah
menggunakan tes cepat.
• Pada anak dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (kambuh,
lost to follow up, gagal, tidak ada perbaikan klinis) atau anak
dengan gejala klinis yang sangat mendukung TB serta ada riwayat
kontak erat dengan pasien TB MDR harus dilakukan tes cepat.
• Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan standar TB RR/
MDR atau merujuk pada hasil uji kepekaan dari sumber penularan
(bila diketahui sumbernya).
BAB VI
KEGIATAN KOLABORASI
TBHIV
Kegiatan kolaborasi TB-HIV
A. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV-AIDS
A.1. Penguatan koordinasi bersama program TB dan HIV di semua tingkatan
A.2. Melaksanakan surveilans TB-HIV
A.3. Melakukan perencanaan bersama TB-HIV untuk integrasi layanan TBHIV
A.4.Monitoring dan evaluasi kegiatan TB-HIV
A.5.Mendorong peran serta komunitas dan LSM dalam kegiatan TB-HIV
B. Menurunkan beban TB pada ODHA dan inisiasi ART secara dini
B.1. Intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA termasuk pada populasi kunci HIV dan
memastikan pengobatan TB yang berkualitas
B.2. Inisiasi Pengobatan Pencegahan dengan INH dan inisiasi dini ART
B.3.Penguatan PPI TB di faskes yang memberikan layanan HIV, termasuk tempat Orang
Berkumpul (Lapas/Rutan, Panti Rehabilitasi untuk Pengguna NAPZA)
C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
C.1 Menyediakan tes dan konseling HIV pada pasien TB
C.2 Meningkatkan Pencegahan HIV untuk pasien TB
C.3 Menyediakan Pemberian PPK pada Pasien TB-HIV
C.4 Memastikan perawatan, dukungan dan pengobatan serta pencegahan HIV pada
pasien ko-infeksi TB-HIV
C.5 Menyediakan ART bagi pasien ko-infeksi TB-HIV
Alur Diagnosis TB
Pada ODHA Untuk
Faskes Yang Memiliki
Layanan/Akses Tes
Cepat TB
Alur Diagnosis TB
Pada ODHA
Untuk Faskes
Yang Sulit
Menjangkau
Layanan Tes
Cepat TB
BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB
Upaya pencegahan pengendalian infeksi TB dengan 4 pilar

1. Pengendalian Manajerial merupakan Komitmen, kepemimipinan


dan dukungan manajemen yang efektif
2. Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi pajanan kuman m. tuberkulosis kepada
petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan
standar prosedur dan alur pelayanan  Strategi TEMPO (TEMukan
pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara tepat)
3. Pengendalian lingkungan Adalah upaya peningkatan dan
pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi
untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar
percik renik di udara.
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
BAB VIII
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
• Public Private Mix (bauran layanan pemerintah-swasta), adalah pelibatan semua
fasilitas layanan kesehatan dalam upaya ekspansi layanan pasien TB dan
kesinambungan program pengendalian TB dengan pendekatan secara komperhensif.
• PPM (Public Private Mix) meliputi:
 Hubungan kerjasama pemerintah-swasta, seperti: kerjasama program pengendalian
TB dengan faskes milik swasta, kerjasama dengan sektor industri/perusahaan/tempat
kerja, kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
 Hubungan kerjasama pemerintah-pemerintah, seperti: kerjasama program
pengendalian TB dengan institusi pemerintah Lintas Program/Lintas Sektor, kerjasama
dengan faskes milik pemerintah termasuk faskes yang ada di BUMN, TNI, POLRI dan
lapas/rutan.
 Hubungan kerjasama swasta-swasta, seperti: kerjasama antara organisasi profesi
dengan LSM, kerjasama RS swasta dengan DPM, kerjasama DPM dengan laboratorium
swasta dan apotik swasta.
• Tujuan PPM adalah menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu
dan berkesinambungan bagi masyarakat terdampak TB untuk menjamin kesembuhan.
• Prinsip PPM sebagai berikut:
a. Kegiatan dilaksanakan dengan prinsip kemitraan dan saling menguntungkan.
b. Kegiatan PPM diselenggarakan sebesar-besarnya untuk kebaikan pasien dengan
menerapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK).
c. Kegiatan PPM diselenggarakan melalui sistim jejaring yang dikoordinir oleh program
pengendalian TB di setiap tingkat.
• Public Private Mix(PPM ) terdiri 6 pilar, a.l :
a. Pilar 1 : Pelayanan DOTS Dasar di Puskesmas,
b. Pilar 2 : Pelayanan DOTS di RS publik/swasta,
c. Pilar 3 : Pelayanan DOTS oleh DP mandiri dan spesialis,
d. Pilar 4 : Diagnosis TB yang berkualitas,
e.Pilar 5 : OAT dan penggunaan secara rasional,
f. Pilar 6 : Penguatan sistim komunitas.

• Penerapan PPM dilaksanakan di setiap tingkat, yaitu:


1. Tingkat Nasional: strategi PPM diarahkan untuk mengembangkan
kebijakan, peraturan, pedoman, standar, juklak dan juknis yang
menjadi pegangan bagi penerapan PPM di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota
2.Tingkat Provinsi: dimaksudkan agar dapat melakukan pembinaan
aspek program/kesehatan masyarakat maupun aspek profesi di tingkat
kabupaten/kota
3.Tingkat Kabupaten/Kota dengan melalui peningkatan jejaring kemitraan
antar pemangku kepantingan dan jejaring rujukan antar fasyankes
Langkah-langkah pemantapan PPM dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian dan analisa situasi
2. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pimpinan stakeholders dalam
pelaksanaan PPM.
3. Memastikan pelayanan TB berjalan di tiap fasyankes primer sesuai
kemampuan,dengan mempertimbangkan a.l:
a. Ada tidaknya Tim DOTS atau pelaksana pelayanan TB terlatih di fasyankes
b. Keberadaan Unit DOTS di fasyankes koordinasi dan pelayanan pasien TB
secara komprehensif dan terpadu.
c. Kesiapan akses pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis
dahak
d. KelengkapanTenaga yang terlatih.
e. Biaya operasional.
f. Ketersediaan SOP baik dalam jejaring internal maupun jejaring eksternal.
g. Berjalannya surveilans TB yang terstandar
h. Menentukan fasyankes yang perlu di supervisi dan yang terlibat dalam
pertemuan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program TB.
i. Menginformasikan/umpan balik, menyebarluaskan hasil pencapaian
fasyankes sampai ke pimpinan fasyankes.
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM
PENGENDALIAN TB
Jenis-jenis Logistik P2TB, yaitu:
a. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah:
• Lini pertama: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan
Streptomisin (S).
• Lini kedua: Kanamycin (Km), Capreomycin (Cm), Levofloxacin (Lfx),
Moxifloxacin (Mfx), Ethionamide (Eto), Cycloserin (Cs) dan Para Amino
Salicylic (PAS).

b. Logistik Non OAT


• Logistik Non OAT non Resistan
• Logistik Non OAT Resistan Obat
Logistik Non OAT resistan obat habis pakai antara lain adalah:
Cartridge GeneXpert, Masker bedah, Respirator N95, Form
Pencatatan dan Pelaporan TB MDR
Logistik Non OAT resistan obat tidak habis pakai.
Jejaring
Pengelolaan
Logistik TB
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
PROGRAM PENGENDALIAN TB
Manajemen Staf Peran/tugas utama
Subdit TB Staf Subdit TB Tugas utama melakukan supervisi staf TB di
dipimpin oleh Ka provinsi dan kabupaten/kota.
Subdit TB Selain itu, setiap staf memiliki tanggung jawab
khusus sesuai dengan strategi dan kegiatan subdit
TB.
Dinas Kesehatan Pengelola Program TB  Supervisi staf TB kabupaten/kota dan puskesmas
Provinsi (Wasor) dan tim TB  Surveilans (Monitoring dan evaluasi)
tingkat provinsi  Perencanaan dan implementasi program
termasuk manajemen logistik.

Koordinator SDM TB dan  Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan (pre dan


tim pelatihan tingkat in service)
provinsi  Monitor ketersediaan dan kualitas staf TB
 Supervisi dan evaluasi

Technical Officer - Dukung tugas/peran supervisor dan koordinator


SDM
Dinas Kesehatan Pengelola Program TB  Supervisi Puskesmas
Kabupaten/kota (Wasor) dan Tim TB  Register TB kabupaten
tingkat kab/kota  Manajemen obat
 Analisa hasil uji silang
 Surveillans (Monitoring dan Evaluasi)
 Perencanaan dan implementasi program
 Jejaring TB
Fasilitas kesehatan Staf Peran/tugas utama
Rumah sakit Dokter  Mendiagnosa
 Mengobati
Staf klinik  Mengisi daftar terduga TB
 Mengisi kartu pengobatan pasien TB
 Pengawas Menelan Obat

Dokter  Mendiagnosa
Puskesmas  Mengobati
(Puskesmas Rujukan
Mikroskopis/ Puskesmas Staf klinik  Mengisi daftar terduga TB
Pelaksana Mandiri)  Mengisi kartu pengobatan pasien TB
 Pengawas Menelan Obat

Puskesmas satelit Dokter  Mendiagnosa


 Mengobati
Staf klinik  Mengisi daftar terduga TB
 Mengisi kartu pengobatan pasien
 Melacak yang mangkir
 Pengambilan dahak
 Fiksasi
 Mengirim contoh uji ke Puskesmas Rujukan
Mikroskopis

Dokter praktik mandiri, Dokter  Mendiagnosa


Klinik sederhana  Meresepkan obat
Staf klinik  Mengisi daftar terduga TB
 Mengisi kartu pengobatan pasien
 Melacak yang mangkir
Laboratorium Staf Peran/ tugas utama
Masyarakat Anggota keluarga, kader, tenaga  Identifikasi dan rujuk terduga TB ke
kesehatan, LSM fasyankes.
 Pengawas Menelan Obat (PMO)
 Kunjungan rumah
 Melacak yang mangkir
 Catatan sederhana

Lab TB nasional Ahli Biomolekuler, Spesialis Patologi Pemeriksaan dan penelitian biomolekuler,
klinik, spesialis Patologi Anatomi, pemeriksaan non konvensional lainnya, uji
Spesialis mikrobiologi klinik, Ahli silang ke dua untuk pemeriksaan biakan
Mikrobiologi, Analis.

Lab TB rujukan regional Spesialis Patologi klinik, Ahli Kultur, identifikasi dan uji kepekaan M.TB dan
Mikrobiologi, Analis dan analis media. MOTT dari dahak dan bahan lain

Lab TB rujukan provinsi Spesialis Patologi Klinik, Analis. Pemeriksaan mikroskopis BTA, uji silang
mikroskopis final

Laboratorium rujukan Uji silang Petugas laboratorium dan analis Uji silang pertama (Laboratory Quality
(Intermediate TB Laboratory) Assurance)

Pusat Mikroskopis TB: Analis Pembuatan contoh uji apusan dahak, fiksasi,
PRM, PPM, Laboratorium RS pewarnaan Z-N, pembacaan skala IUATLD
Laboratorium swasta dan interpretasi

Pusat Fiksasi contoh uji TB Petugas lab Pembuatan contoh uji apusan dahak dan
(Puskesmas satelit) fiksasi
BAB XII
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TB
Prinsip-Prinsip Pelibatan Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan
Dalam Pengendalian TB
1. Kesetaraan dan saling menghormati, memahami kesamaan dan
perbedaan serta karakteristik masing2
2. Saling menguntungkan,
3. Keterbukaan,
4. Dalam perencanaan kegiatan disesuaikan dengan potensi dan situasi
dari organisasi kemasyarakatan itu sendiri,
5. Dalam monitoring dan evaluasi kegiatan harus terintegrasi dengan
sistem yang ada di Program Pengendalian TB.

Indikator keberhasilan pelibatan masyarakat dan organisasi


kemasyarakat adalah:
1. Peningkatan jumlah pasien TB baru yang dirujuk oleh masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
2. Peningkatan keberhasilan pengobatan pasien TB yang diawasi oleh
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
3. Penurunan angka putus berobat pasien TB yang diawasi oleh
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat.
Strategi Pelibatan Organisasi Kemasyarakatan dalam Program
pengendalian TB ada 4 yaitu

1. Melibatkan lebih banyak organisasi kemasyarakat (Engage).


Identifikasi organisasi kemasyarakatan potensial yang dapat dilibatkan untuk terlibat
dalam Program Pengendalian TB berbasis komunitas.

2. Memperluas (Expand).
a. Melibatkan dan Mengembangkan untuk menjangkau populasi khusus misalnya,
pekerja pabrik, sekolah, asrama, Lapas/Rutan, dan pekerja seksual.
b. Meningkatkan dan memperkuat pelibatan pasien dan mantan pasien TB untuk
membantu penemuan terduga TB dan TB resistan obat serta pendampingan
dalam pengobatannya.

3. Mempertegas (Emphasize).
Mempertegas fungsi dari Organisasi kemasyarakatan untuk penemuan terduga TB dan
TB resistan obat serta pendampingan dalam pengobatannya

4. Menghitung (Enumerate).
Menghitung kontribusi organisasi kemasyarakatan dalam program pengendalian TB
berbasis komunitas dengan melakukan monitoring dan evaluasi melalui sistem
pencatatan dan pelaporan standar berdasarkan indikator-indikator yang telah
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TB
Sistim Informasi
Program
Pengendalian
TB.
PENTING !!
(hal 121)

• TB adalah penyakit menular yang wajib


dilaporkan.

• Setiap faskes yang memberikan pelayanan


TB wajib mencatat dan melaporkan kasus TB
yang ditemukan dan atau diobati sesuai
dengan format pencatatan dan pelaporan
yang ditentukan.
Pemanfaatan
No Indikator Sumber Data Waktu
Indikator
Kab./
Faskes Prov. Pusat
Kota

1 2 3 4 5 6 7 8
Angka Notifikasi Kasus TB (Case Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan
1 Notification Rate = CNR) Data kependudukan Tahunan -   

Angka Keberhasilan Pengobatan Kartu Pengobatan (TB.01) Triwulan


Register TB Kab/Kota (TB.03) Tahunan
2 Laporan Hasil Pengobatan (TB.08)    

Proporsi Pasien Baru TB Paru Daftar terduga TB (TB.06)


Terkonfirmasi Bakteriologis diantara Register TB Kab/Kota (TB.03)
3 terduga TB Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan    

Proporsi Pasien TB Paru Kartu Pengobatan (TB.01)


Terkonfirmasi Bakteriologis diantara Register TB Kab/Kota (TB.03)
4 Semua Pasien TB Paru Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan    
Tercatat/diobati

Kartu Pengobatan (TB.01)


Proporsi pasien TB Anak diantara
5 Register TB Kab/Kota (TB.03) Triwulan    
seluruh pasien TB
Laporan Penemuan (TB.07)

Laporan Penemuan (TB.07) Triwulan


6 Angka Penemuan Kasus (CDR) – – – 
Data perkiraan jumlah pasien baru BTA positif. Tahunan
7 Proposi pasien TB yang dites HIV Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan    
Proporsi pasien TB yang dites HIV
8 Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan    
dan hasil tesnya reaktif

Kartu Pengobatan (TB.01)


9 Angka Konversi (Conversion Rate) Register TB Kab/Kota (TB.03) Triwulan    
Laporan Konversi (TB.11)
Pemanfaatan
Indikator
No Indikator Sumber Data Waktu
Faske Kab./
Prov. Pusat
s Kota

Kartu Pengobatan (TB.01)


10 Angka Kesembuhan (Cure Rate) Register TB Kab/Kota (TB.03) Triwulan    
Laporan Hasil Pengobatan (TB.08)

Angka Keberhasilan Pengobatan TB Triwulan


11 Laporan Hasil Pengobatan (TB.08)    
Anak Tahunan

Proporsi Anak yang Menyelesaikan


12 PP INH Diantara Seluruh Anak yang Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan    
Mendapatkan PP INH

Proporsi pasien TB dengan HIV


13 Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan    
positif yang menerima PPK

Proporsi pasien TB dengan HIV


14 Kartu TB.01, Register TB.03 Triwulan    
positif yang mendapat ART
Proporsi Laboratorium yang
Mengikuti PME (Pemantapan Mutu
15 Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan -   
Eksternal) Uji Silang untuk
Pemeriksaan Mikroskopis

Proporsi Laboratorium dengan


16 Kinerja Pembacaan Mikroskopis Baik Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) Triwulan -   
diantara Peserta PME Uji Silang

Register TB Kab/Kota (TB.03 MDR)


Angka keberhasilan pengobatan TB Triwulan
21 Laporan hasil akhir pengobatan (TB.08  
MDR atau Treatment Success Rate Tahunan
MDR) dalam satu periode kohort 3 bulan
Pemanfaatan
Indikator
Kab
No Indikator Sumber Data Waktu
Fask ./ Pro Pus
es Kot v. at
a
Jumlah Laboratorium dengan
Triwula
17 Frekuensi Partisipasi 4 kali Laporan Hasil Uji Silang (TB.12) -   
n
per Tahun
Daftar Suspek (TB.06 MDR)
dalam satu periode kohort 1
Proporsi pasien TB RR/MDR
tahun
yang terkonfirmasi dibanding Tahuna
18 Perkiraan kasus TB RR/MDR -  
perkiraan kasus TB RR/ MDR n
yang dihitung berdasarkan
yang ada
estimasi yang ditetapkan oleh
Subdit TB
Proporsi pasien terbukti TB
Daftar Suspek (TB.06 MDR)
RR/MDR yang dilakukan Tahuna
19 dalam satu periode kohort 1  
konfirmasi pemeriksaan uji n
tahun
kepekaan OAT lini kedua
Proporsi pengobatan pasien Daftar Suspek (TB.06 MDR)
TB MDR diobati diantara Kartu pengobatan pasien Triwula
20  
pasien TB MDR ditemukan (TB.01 MDR) dalam satu n
atau enrollment rate periode kohort 3 bulan
TB 01 hal 2
Kegiatan
kol. TBHIV
Kolom 31-
34
skoring
TB anak
(0-12)
Dipindah ke
TB 03 MDR
TB 05
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
PROGRAM PENGENDALIAN TB
Perencanaan yang baik adalah:
1. Berbasis data, informasi atau fakta yang akurat tentang situasi epidemiologis dan
program
2. Berjangka menengah atau panjang, biasanya 5 tahun.
3. Mempunyai jangkauan ke depan yang memberikan tantangan dalam pelaksanaannya
4. Bersifat umum, menyeluruh dan biasanya dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kerja
atau rencana operasional yang lebih rinci.
5. Luwes, dinamis, dan tidak statis, serta tanggap terhadap berbagai perubahan penting
yang terjadi di llingkungan tempat dan waktu berlakunya rencana.

Prinsip perencanaan dan penganggaran pengendalian TB harus memperhatikan


hal-hal berikut:
1. Kegiatan yang direncanakan sesuai dengan tugas pokok, dan fungsi, serta
kewenangan.
2. Perencanaan yang dilakukan harus efektif, efisien, dan fokus pada pencapaian
target indikator kegiatan sesuai:
 Rencana Strategis Kementerian Kesehatan,
 Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN)/
 Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
 strategi nasional pengendalian TB,
 dan rencana aksi di daerah
Prinsip perencanaan dan penganggaran pengendalian TB harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Kegiatan yang direncanakan sesuai dengan tugas pokok, dan fungsi, serta kewenangan.
2. Perencanaan yang dilakukan harus efektif, efisien, dan fokus pada pencapaian target indikator
kegiatan sesuai:
 Rencana Strategis Kementerian Kesehatan,
 Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN)/
 Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
 strategi nasional pengendalian TB,
 dan rencana aksi di daerah
3. Perencanaan dilakukan berdasarkan skala prioritas serta perencanaan terpadu/sinergi untuk
menghindari duplikasi anggaran
4. Dokumen perencanaan harus disertai data dukung yang adekuat
5. Penganggaran berorientasi pada penganggaran berbasis kinerja (PBK)
6.Alokasi dana pemerintah daerah diutamakan untuk pembiayaan kegiatan prioritas di masing-
masing daerah.
7. Untuk menghindari ketergantungan pada hibah/donor, dana pemerintah pusat maupun daerah
merupakan dana utama kegiatan program, sementara dana hibah/donor merupakan dana
pendukung atau pelengkap.
8. Pengawasan penganggaran Program TB perlu dilakukan untuk menjamin efektifitas,
akuntabilitas dan transparansi anggaran
Sumber pembiayan pengendalian TB:
 APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
• Dana dekosentrasi (dekon)
• Dana alokasi khusus (DAK) bidang
• Bantuan operasional kesehatan (BOK)
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
 Dana Hibah
 Asuransi kesehatan dan Swasta
• Pembagian peran dan wewenang dalam pengendalian TB.
bertujuan untuk:
• Meningkatkan komitmen dan kepemilikan program antara pemerintah
pusat dan daerah
• Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sikronisasi perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan penilaian program
• Efisiensi, efektifas dan prioritasi program sesuai dengan kebutuhan.
• Meningkatkan kontribusi pembiayaan program bersumber dari dana
pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan program secara memadai.
Sistem pelayanan kesehatan untuk Pengendalian TB
• Dalam sistem pendanaannya saat ini, TB adalah penyakit menular dan merupakan
produk pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) sehingga didanai oleh
pemerintah.
• Dukungan pembiayaan disusun dengan lebih jelas dan transparan dimana pemerintah
(baik pusat, provinsi maupun kab/ Kota) bertanggung jawab penuh terhadap
pemenuhan kebutuhan pembiayaan kegiatan UKM.
•  Pemerintah juga tetap bertanggung jawab dalam pembiayaan kebutuhan sarana UKP
tertentu misalnya OAT, reagensia dan lain, karena barang-barang tersebut langsung
terkait dengan upaya mempercepat diagnosis dan pengobatan TB. Selain itu tentunya
terlalu riskan dari sisi kualitas dan kuantitas untuk menyerahkan komponen pembiayaan
tadi ke masing-masing UKP. Komponen kegiatan kegiatan UKP lainnya baik di strata 1,
strata 2 dan strata 3 akan dibiayai langsung oleh komponen pembiayaan UKP yang sejak
tanggal 1 Januari 2014 merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan sebagai Badan
pelaksana Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN).
• Upaya keseluruhan pada butir-butir yang telah dibahas diatas adalah saling
berhubungan (saling berkaitan, saling berpengaruh, saling bergantung) satu sama lain,
diselengarakan dalam satu daerah (kabupaten/kota merupakan unit management
dasar) dalam satu sistem kesehatan daerah. Keseluruhan stakeholders dalam sistem
kesehatan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai